Ridwan Kamil Soal Layanan “Ride Sharing” di Kota Bandung

Ridwan Kamil Ttolak Uber dan Grab Taxi, serahkan Go-Jek ke pemerintah pusat / Shutterstock

Pernyataan terbaru dikeluarkan Walikota Bandung Ridwan Kamil tentang layanan ride sharing. Di beberapa media Ia menolak keberadaan Uber dan Grab Taxi karena dianggap ilegal. Sementara untuk Go-Jek, Kang Emil (sapaan akrab Ridwan Kamil) menyerahkan permasalahan tersebut ke pemerintah pusat mengingat ojek selama ini tidak termasuk dalam salah satu moda transportasi yang tertuang dalam aturan resmi.

Tak dapat dipungkiri Bandung merupakan kota besar di Indonesia yang memiliki potensi untuk layanan ride sharing. Keputusan untuk menolak keberadaan layanan Uber dan GrabTaxi ini diambil Kang Emil setelah dirinya mendapatkan hasil dari seminar dengan tema “Fenomena Moda Transportasi Baru Kota Bandung di Era Digital” yang diselenggarakan pada Senin lalu.

“Tim dari seminar sudah lapor dari berbagai aspek, teknis, kelaikan, serta situasi ekonomi dan aspek legal. Karena legalitasnya ada problem, Uber dan Grab itu dilarang beroperasi di Bandung. Namun, kami coba fasilitasi jika mau melegalisasi,” ungkap Ridwan Kamil.

Meski menyatakan penolakannya terhadap dua layanan tersebut Kang Emil masih membuka kemungkinan Uber dan GrabTaxi mendapat restu dari pemerintah dengan memenuhi beberapa persyaratan di antaranya harus berbadan hukum, membayar pajak dan asuransi, tersedia kantor di tempat beroperasi, dan harus menggunakan plat kuning.

Menurut Kang Emil potensi pelegalan Uber dan GrabTaxi cukup besar. Saat ini pemerintah Jawa Barat sudah menambah jatah taksi di Bandung hingga 800 unit. “Oleh karena itu, kami akan bikin sistem, dan adil. (Uber dan GrabTaxi) bisa memungkinkan untuk dapat bagian. Kalau aspek legal terpenuhi, bola tinggal di mereka saja,” ujarnya.

Menurut kami, untuk GrabTaxi sendiri pendapat Kang Emil agak tidak pas sasaran karena GrabCar yang merupakan pesaing Uber belum tersedia di Bandung. Untuk Uber, hal ini adalah pukulan kedua setelah sebelumnya mendapatkan tentangan keras dari Dinas Perhubungan dan Organda DKI Jakarta dengan penahanan mobil rental Uber di beberapa kesempatan.

Sementara untuk layanan Go-Jek Kang Emil pihaknya hingga saat ini belum mendapatkan referensi yang kuat untuk memutuskan nasib Go-Jek. Ia pun akhirnya menyerahkan persoalan keberadaan Go-Jek ini ke pemerintah pusat.

“Karena tidak ada perundang-undangannya, susah mereferensikannya, itu jadi PR pemerintah pusat,” tuturnya.

Menurutnya karena selama ini tidak ada perundang-undangan yang mengatur ojek, dalam perkara Go-Jek ini terdapat kekosongan hukum. Ojek saat ini meski tidak secara resmi diatur telah memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi yang selama ini belum bisa dipenuhi oleh pemerintah.

“Pada dasarnya, ojek dibutuhkan. Hasil seminar ini kita sampaikan ke pusat bahwa ada kekosongan hukum. Jangan menutup mata karena banyak orang yang menggunakan ojek,” ungkapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.