Tahun 2014 lalu, mobile gaming belum heboh seperti sekarang karena banyak faktor, teknologi salah satunya. Bahkan mobile gamers kerap didiskriminasi gamers secara umum, dianggap bukan gamers karena game mobile kebanyakan casual, tanpa ada kedalaman cerita, ataupun grafis megah.
Namun kala itu ada satu pengembang game andal bersatu padu dari berbagai latar belakang bekerja sama menciptakan Super Evil Megacorp (SEMC). Mereka menciptakan sebuah karya yang tak terpikirkan di masanya: sebuah game mobile dengan grafis memukau layaknya di konsol atau PC, sebuah game MOBA yang dimainkan bersamaan secara real-time bernama Vainglory.
Pada saat perilisannya, Vainglory segera menarik perhatian jutaan pasang mata. Bayangkan saja, game mobile yang ketika itu hanya game mengiris-iris buah ataupun berlari tanpa akhir sampai bosan mendadak berubah menjadi sebuah game yang begitu kompetitif.
Vainglory The First MOBA on Mobile
Kalau boleh jujur, Vainglory sebenarnya tidak bisa sepenuhnya dikatakan sebagai yang pertama, mengingat sudah ada game seperti Heroes of Order and Chaos besutan Gameloft. Namun satu hal yang saya sepakat dengan SEMC adalah bahwa Vainglory merupakan game MOBA mobile pertama dengan gameplay yang unik, kontrol intuitif, namun memiliki kedalaman mekanik yang cukup membuat pemain MOBA kompetitif jadi penasaran; atau bisa dibilang MOBA paling sempurna pertama pada masanya.
Rilis pertama tahun 2014, Vainglory pertama kali tampil dalam presentasi produk Apple iPhone 6. Presentasi tersebut segera memukau para pengguna smartphone karena secara grafis, Vainglory adalah game pertama yang berjalan secara 60 FPS, punya grafis detil, lengkap dengan efek particle dan animasi yang kompleks.
Game ini segera menjadi pusat perhatian, bahkan ketika itu salah satu Youtuber tersohor pun turut memainkannya. PewDiePie sempat bermain Vainglory dan mengunggahnya pada 1 Agustus 2015 lalu. Mengutip salah satu media teknologi ternama VentureBeat, Vainglory berhasil mencapai 1,5 juta pemain aktif bulanan pada 1 Juli 2015 saat baru dirilis.
Kesuksesan ini menggerakan Super Evil Megacorp ke langkah berikutnya. Mencoba meniru kesuksesan League of Legends dan Dota 2, mereka pun mencoba mengembangkan esports Vainglory.
Menjadi esport Mobile Pertama di Dunia dan Indonesia
Setelah menuai kesuksesan dari perilisan pertamanya di tahun 2014, Vainglory akhirnya mulai menjajaki dunia esport satu tahun berikutnya; tepatnya pada Mei 2015. Ketika itu mereka segera melakukan kerja sama dengan berbagai ekosistem dunia esports, ESL dan OGN Korea salah satunya.
Mengutip Fortune, lewat sebuah kompetisi liga lokal Korsel bertajuk Korean eSports league OGN Vainglory Invitationals pada bulan Juli 2015, Vainglory meraup penonton sampai dengan satu juta orang.
Tak lupa juga gelaran Vainglory Premiere League di September 2015 yang menawarkan total hadiah US$80 ribu dan diikuti oleh 12 tim dari empat kawasan (Amerika Utara, Tiongkok, Korea, dan Eropa) semakin melanggengkan Vainglory sebagai esport mobile games pertama dan terbesar di masanya.
Sementara itu Vainglory sendiri mulai memanas di Indonesia saat tahun 2017. Ketika itu ada Indonesia Games Championship 2017 dan Vainglory 8 Summer Championship Jakarta. Bahkan ketika itu Indonesia baru saja berbangga setelah lolosnya tim Elite8 ke jenjang internasional lewat Vainglory 8 Spring Championship Manila. Tak lupa juga ajang kumpul komunitas terbesar, Halcyon Gathering 2.0, ketika itu juga terjadi di Indonesia.
Gempuran MOBA Mobile Asia Timur dan Munculnya 5v5
Masih pada tahun 2017, esports Vainglory di Indonesia terbilang dibilang sedang panas-panasnya. Sayangnya, SEMC ketika itu seolah abai dengan gempuran MOBA Mobile asal Tiongkok yang berhasil mengambil hati banyak gamers di Indonesia. Tahun 2017 adalah tahun ketika Mobile Legends mendapatkan banyak perhatian gamers dan industri esports Indonesia.
Potensi esports Mobile Legends terlihat pertama kali saat kualifikasi dan acara utama Mobile Legends SEA Cup (MSC 2017). Event tersebut berhasil membuat venue jadi penuh sesak, yaitu di Gandaria City pada saat kualifikasi dan Mall Taman Anggrek pada saat acara Grand Final. Selain Mobile Legends, Garena Indonesia di sisi lain juga tengah mempersiapkan sesuatu.
Garena ingin merilis versi global dari MOBA yang selama ini jadi favorit banyak orang di Tiongkok sana, Kings of Glory. Game tersebut akhirnya rilis di Indonesia dengan nama Mobile Arena dan berganti menjadi Arena of Valor pada Agustus 2017 lalu. Kedua game ini segera menyedot perhatian banyak gamers karena grafis yang lebih enteng di smartphone orang Indonesia, gameplay yang lebih sederhana, dan mudah dipelajari oleh berbagai kalangan.
Vainglory Worlds 2017, SEMC akhirnya merilis Vainglory 5v5 yang segera memunculkan kontroversi di kalangan komunitas. Ada yang menganggap 3v3 terlalu bergantung pada skill individu yang membuat permainan jadi membosankan dan ada juga yang menganggap 5v5 menghilangkan ciri khas dari Vainglory. Hal ini pada akhirnya menciptakan sebuah dilema tersendiri bagi Vainglory.
Senjakala esport Vainglory di Tahun 2018
Berlanjut ke tahun 2018 yang sebenarnya menjadi kebangkitan MOBA Mobile dan mobile esports secara keseluruhan, bagaimana dengan Vainglory? Lucunya tahun 2018 malah jadi momen mati suri Vainglory esport secara global maupun Indonesia.
Secara global, esports Vainglory mulai gonjang-ganjing ketika banyak organisasi mundur. Tim seperti Gankstars, Cloud9, bahkan TeamSoloMid menutup divisi Vainglory mereka. Menanggapi kepanikan komunitas, FlashX pun angkat bicara terkait hal ini. Ia mengatakan bahwa memang Super Evil Megacorp memotong anggaran esport Vainglory yang akhirnya menciptakan permasalahan tersebut
https://youtu.be/AIYRmO_jgbE?t=7m
Bagaimana dengan Indonesia? Untungnya berkat bantuan pihak ketiga, kancah kompetitif Vainglory Indonesia masih cukup hangat. Kaskus Battleground Season 1 mengisi kalender esports Vainglory awal tahun 2018. Lalu masuk pertengahan tahun akhir tahun, ada Vainglory Premier League Indonesia yang merupakan liga esports Vainglory yang diselenggarakan secara online oleh tim AGe Network. Lalu ditutup dengan perjuangan tim Elite8 di tingkat Asia dalam kompetisi WESG 2018.
Herry ‘Herrboy’ Sudharma, sebagai salah satu shoutcaster dan penggiat esports Vainglory di Indonesia, angkat bicara soal problematika ini. Ia mengatakan memang salah satu masalah terbesar adalah perkara tingkat kesulitan Vainglory yang lebih tinggi dibanding MOBA mobile lainnya serta kebutuhan spesifikasi smartphone yang juga lebih tinggi. Hal tersebut membuat mobile gamers enggan mainkan Vainglory yang mana hal tersebut memberi efek domino kepada esport Vainglory.
Daniel “Deipno” Lam, salah satu caster senior Vainglory, juga turut menambahkan. Ia merasa bahwa senjakala Vainglory di tahun 2018 adalah akibat SEMC yang seperti salah langkah. Sejak tahun 2017 potensi playerbase Vainglory di Indonesia sudah terlihat jelas lewat Halcyon Gathering 2.0 yang dihadiri seribu orang. Namun alih-alih fokuskan pemasaran di pasar SEA terutama Indonesia, SEMC tetap bersikukuh untuk fokuskan pemasaran Vainglory di Amerika Serikat dan juga Eropa.
Dari sisi pemain, Heinrich ‘OfficialHein’ Ramli yang merupakan bintang Vainglory asal Indonesia dan salah satu yang paling berjasa menggerakkan esports Vainglory di sini, mengatakan bahwa tak bisa dipungkiri bahwa SEMC mengambil peran besar dalam redupnya esports Vainglory. Hein selaku atlet Vainglory serta pemilik tim Elite8 mengatakan ada komunikasi yang kurang lancar dari SEMC terhadap tim dan komunitas yang akhirnya membuat esport Vainglory di Indonesia jadi terbengkalai.
Vainglory Cross-platform dan Prediksi Masa Depan Esport Vainglory
Kemenangan Vainglory pada masanya adalah karena SEMC ketika itu mendorong kemampuan smartphone sampai maksimal, menciptakan game sekelas konsol atau PC yang bisa dimainkan dalam genggaman Anda. Akhir tahun 2018 ini, SEMC mencoba mengulang inovasi tersebut dengan mengampanyekan Vainglory X, MOBA cross-platform pertama yang akan bisa mempertemukan pemain mobile, PC, atau konsol dalam satu pertandingan.
Di Venture Beat, CEO SEMC Kristian Segerstrale mengatakan bahwa game multi-platform adalah masa depan gaming. Namun hal ini tentu mengundang tanda tanya dan keraguan besar karena kehadiran Vainglory di PC berarti akan membawa mereka ke dalam kompetisi bisnis yang lebih berat: menantang langsung dua raksasa MOBA PC yaitu Dota 2 dan League of Legends
Herrboy kembali angkat bicara soal prediksi cross-platform dan kembalinya kejayaan Vainglory di tahun 2019 baik secara player base maupun esports. Ia merasa bahwa hal ini kembali lagi bagaimana keputusan SEMC, apakah ia ingin mengembalikan esports Vainglory atau tidak. Mengingat Fortnite terbilang sukses dengan sistem cross-platform ini, mereka berhasil menciptakan player base yang besar walau tanpa kehadiran event esports internasional.
Sebab, bagaimanapun juga intinya, hal yang ingin dicapai SEMC adalah membuat Vainglory kembali dimainkan banyak orang. Terkait hal ini, saya sendiri sejujurnya cukup pesimis. Kenapa? Pertama, kehadiran Vainglory di PC tentu akan membuat SEMC harus berhadapan dengan dedengkot MOBA itu sendiri dan membuat persaingan jadi semakin berat.
Kedua, saya juga cukup setuju dengan apa yang selalu jadi opini komunitas dan apa yang dikatakan Deipno; bahwa SEMC selama ini terlihat kurang giat memasarkan Vainglory, terutama di pasar Asia dan SEA. Jika kehadiran cross-platform tidak diiringi dengan kegiatan pemasaran yang aktif, maka jumlah pemain Vainglory mungkin tidak bakal segitunya banyak berubah.
Bagaimana kalau secara esports? Melihat SEMC yang kini lebih fokus kepada pengembangan game Vainglory cross-platform, saya kembali pesimis dengan esports Vainglory di 2019. Sebab sekalipun kampanye Vainglory cross-platform berhasil meningkatkan jumlah pemain, jika SEMC tidak menghendaki kehadiran esports, maka mau tak mau kita harus kubur dalam-dalam harapan kita untuk bisa melihat kembali serunya aksi pemain Vainglory kelas wahid.