Setelah Dua Dekade, Nintendo Kembali Melirik Ranah Virtual Reality

Meski virtual reality seolah-olah melambangkan era hiburan next-gen, Nintendo sudah mulai mengeksplorasi ranah ini puluhan tahun silam. Di bulan Juli 1995, perusahaan hiburan dari Jepang itu meluncurkan Virtual Boy. Sesuai namanya, produk menjanjikan pengalaman VR, namun penyajiannya dihadang masalah teknis. Media mengkritiknya habis-habisan dan Virtual Boy gagal secara komersial.

Dengan teknologi pendukung yang kian matang, dua dekade setelahnya, virtual reality untuk konsumen akhirnya dapat terealisasi. Ketika membahas tema ini, nama-nama seperti Oculus Rift atau Vive seringkali disebut-sebut. Tentu saja tidak ada kata terlambat untuk turut berpartisipasi. Dan berdasarkan info terbaru, terdapat indikasi kuat Nintendo berniat buat kembali bermanuver di industri VR.

Via Financial Times, presiden kelima Nintendo Tatsumi Kimishima menyampaikan bahwa timnya sedang melakukan riset di bidang virtual reality. Ia mengomentari, VR merupakan ‘teknologi menarik’, tetapi Kimishima tidak memberikan waktu spesifik kapan produk tersebut akan diungkap atau diluncurkan. Kita tahu, Nintendo saat ini sedang fokus pada sebuah console berkonsep baru dengan codename NX.

Kabar terkait virtual reality muncul selepas laporan Nintendo tentang penurunan keuntungan bersih sebesar 36 persen di masa fiskal triwulan ketiga. Hasil mengecewakan tersebut diduga disebabkan oleh keterlambatan Nintendo masuk ke pasar mobile game. Penjualan device gaming mereka juga merosot karena ketiadaan judul-judul blockbuster, sementara rival senegaranya Sony terus mendominasi dengan penjualan PlayStation 4 yang laris manis.

Kembali membahas virtual reality dari Nintendo, Anda perlu tahu mengapa dahulu Virtual Boy gagal. Kita mungkin sangat yakin pada kapabilitas Rift atau Vive, tetapi sejumlah faktor masih menjadi ancaman nyata bagi headset canggih sekalipun: harga yang terlalu tinggi, tidak nyaman dipakai, keterbatasan pada konten, tidak ringkas serta portable, dan kesalahan pada strategi marketing.

Bagi Virtual Boy sendiri, display monokromatik ialah salah satu kelemahan terbesarnya. Banyak orang mengeluhkan rasa pusing dan mual, bahkan peneliti bilang bahwa pemakaian dalam jangka waktu lama bisa berdampang buruk bagi kesehatan. Pusing dan mual juga merupakan problem familier di head-mounted display modern (terutama di varian development kit), diakibatkan tingginya latency.

“Saat ini kita akan lebih mudah menerima perangkat virtual reality dari Nintendo,” tutur Naoki Fujiwara dari Shinkin Asset Management. “Jika mereka bisa memanfaatkan momen naiknya kepopularitasan VR, proses pengembangannya pasti akan menarik.”

Via The Verge.