Lama berkecimpung di dunia finansial, Kevin Syahrizal menyadari bahwa selama ini praktik pembiayaan usaha di lapangan banyak yang tidak sesuai dengan yang ia pelajari dari fatwa yang disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Diterbitkannya POJK 57 Tahun 2020 tentang kegiatan securities crowdfunding (SCF), menginisiasi dirinya untuk merintis Shafiq pada 2021.
Landasan dari POJK ini memantapkan dirinya bahwa produk pendanaan SCF bisa menjadi alternatif dan solusi bagi para pelaku usaha yang membutuhkan pendanaan atau pihak yang memiliki dana lebih untuk bekerja sama tanpa melanggar syariat. Tak hanya Kevin, ia dibantu oleh dua teman kuliahnya, yakni Gema Megantara (teknologi) dan Muhammad Syafii Antonio (syariah). Perpaduan disiplin yang beragam diwakili oleh ketiga co-founder ini melengkapi kehadiran Shafiq.
Shafiq sendiri adalah pemain SCF syariah pertama yang telah berizin OJK dan diawasi DSN-MUI pada Agustus 2021. Per Juni 2022, OJK memberikan izin operasi kepada 10 perusahaan SCF, salah satunya adalah Shafiq (PT Shafiq Digital Indonesia).
Secara garis besar, Shafiq selaku penyelenggara melakukan beberapa tahapan mitigasi sebelum penerbit dapat melakukan penawaran. Yakni, aspek kepatuhan syariah dan aspek bisnis. Pada bagian pertama, mengacu pada fatwa DSN No. 40 Tentang Pasar Modal, maka kriteria syariah bagi penerbit saham syariah juga berlaku bagi penerbit sukuk syariah.
Di antaranya, kegiatan usaha tidak boleh bergerak di perjudian, lembaga keuangan konvensional (ribawi), produsen, distributor dan pedagang makanan-minuman atau jasa yang haram/mudarat, dan melakukan investasi pada penerbit yang saat transaksi berhutang pada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya.
Adapun untuk aspek bisnis, ada empat persyaratan yang harus dipenuhi. Yakni, profitable, accountable, sustainable, dan valuation.
Diferensiasi lainnya
Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Co-founder & CEO Shafiq Kevin Syahrizal menjelaskan, di bawah bendera syariah terdapat sejumlah pembeda dibandingkan pemain konvensional. Dalam menangani proses uji tuntas, Shafiq memiliki Risk Acceptance Criteria (RAC) yang konsepnya sama dengan perbankan atau lembaga pembiayaan pada umumnya, sehingga dapat memitigasi terkait bisnis yang akan di-listing-kan. Namun yang berbeda, terletak dari sisi kecepatan dalam memroses pengajuan pendanaannya.
“Shafiq memiliki skema terkait dengan proses kepatuhan syariah dari suatu bisnis dan ditangani oleh unit tersendiri yang harapannya lebih independen, namun tidak menambah waktu proses due deligence karena tetap bersinergi dengan unit bisnis, sehingga ketika diminta opini dari DPS untuk menetapkan suatu produk/efek akan lebih singkat,” ujar Kevin.
Selain itu, perusahaan menerapkan kebijakan zero telorance terhadap utang/piutang dari bank konvensional atas bisnis yang ditawarkan. Kebijakan ini, menurut Kevin, jauh lebih ketat dibandingkan dengan kriteria yang ada di Daftar Efek Syariah (DES) OJK yang masih membolehkan adanya uutang/piutang dari bank konvensional.
Di samping itu, dari sisi operasional bisnis, bagi penerbit (pelaku usaha) tidak akan dibebankan denda saat membatalkan proses pendanaan yang sudah di-listing di platform dan proses pengajuan pendanaan setelah dokumen komplit hingga dana diterima maksimal 10 hari kerja.
“Sementara untuk pemodal (investor), tidak dikenakan biaya apapun dari Shafiq dan akan mendapatkan Monthly Investor Market Watch, informasi terkait hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk para pemodal dalam melakukan kegiatan investasi ataupun hal yang berkaitan dengannya.”
Tidak dijelaskan secara rinci segmen UMKM yang disasar oleh Shafiq. Namun dalam portofolionya, sejauh ini pendanaan yang telah sukses disalurkan bergerak di usaha telekomunikasi, rantai pasok, manufaktur, dan rumah sakit.
Kinerja Shafiq
Kevin melanjutkan, dalam rangka edukasi pasar, tiap pekannya perusahaan mengadakan kegiatan yang melibatkan influencer, komunitas, ustaz, serta praktisi bisnis. Tujuannya agar masyarakat paham bahwa investasi syariah adalah adil, dalam artian tidak ada satu pihak yang pasti akan untung dan pihak lainnya rugi. “Selama tidak ada wanprestasi, keuntungan ataupun kerugian dari suatu kerja sama akan ditanggung bersama-sama.”
Per Juli 2022, perusahaan telah membantu menyalurkan pendanaan sebesar Rp56 miliar dalam bentuk efek sukuk dan saham. Ditargetkan dana penyaluran sebesar Rp100 miliar dapat tersalurkan hingga akhir tahun ini. “Untuk pipeline berikutnya akan ada sekitar tujuh penerbit/perusahaan baru yang akan menerbitkan 15 efek syariah, diharapkan target yang telah ditetapkan dapat tercapai.”
Dalam sembilan bulan operasionalnya, Kevin mengakui sejauh ini perusahaan masih mengandalkan dana sendiri (bootstrapping). Namun, pihaknya terbuka untuk mendapatkan pendanaan dari pihak eksternal yang punya kesamaan visi memajukan industri keuangan syariah.
“Mengingat aktivitas operasional baru berjalan 9 bulan, dengan adanya tambahan dana, harapannya akan segera didapat product market fit untuk mencapai tujuan tersebut,” pungkasnya.
Dalam data OJK, dari 10 perusahaan SCF yang telah mendapat izin operasional, berhasil menghimpun Rp507,20 miliar sejak awal tahun hingga 3 Juni 2022. Angka itu meningkat 22,75% dari total dana yang dihimpun sepanjang 2021.
Jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan SCF juga mengalami pertumbuhan sebesar 89,60% secara (year-to-date/ytd) menjadi 237 penerbit. Sementara itu, total pemodal yang berinvestasi di SCF tercatat sebanyak 111.351 investor sepanjang tahun ini.