Teknologi augmented reality (AR) dapat dijadikan alat untuk merepresentasikan beragam jenis objek secara visual. Di tangan Siji Studio, AR dimanfaatkan untuk mendigitalkan museum agar membuat konten belajar sejarah di dalamnya menjadi lebih seru.
Menurut pemaparan Dimas Fuady selaku Co-Founder & CEO Siji Digital Solution, pengembangan konten museum dengan AR dinilai akan efektif. Pasalnya kondisi saat ini penyajian artefak museum dinilai kurang “out of the box”, bahkan di beberapa tempat pemandunya kurang memadai.
“Situasi ini berbeda ketika kita berkunjung ke museum di luar negeri, katakanlah di Singapura. Di sana penyajiannya sangat menawan, mengombinasikan story telling yang bagus dengan teknologi dan instalasi seni,” ujar Dimas.
Sayangnya inisiatif ini masih dilakukan oleh tim Siji secara mandiri. Belum ada kemitraan khusus dengan pemerintah. Siji bekerja sama langsung dengan pengelola. Museum berlangganan layanan Siji AR yang dibayar secara tahunan.
“Museum Kebangkitan Nasional, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Museum Sumpah Pemuda, Museum Nasional kini sudah mengimplementasikan produk Siji AR. Siji AR juga berfungsi sebagai virtual guide bagi pengunjung,” terang Dimas.
Siji AR sudah dikembangkan sejak tahun 2014 lalu. Ketika itu Siji Studio tengah dalam naungan program inkubasi Telkom. Hingga pada akhirnya setelah lulus, kini Siji Studio menjadi mitra strategis Telkom untuk pengembangan produk digital — Telkom juga memiliki kepemilikan saham di Siji Studio.
Tak hanya kembangkan produk AR
Siji Studio juga memproduksi beberapa teknologi penunjang solusi berbasis IoT, seperti platform artificial intelligence, peralatan automation, dan robotika. Salah satu portofolio Siji adalah Toko Tanpa Awak pertama di Indonesia, sejak Maret 2018 sudah beroperasi di lantai 11 gedung Telkomsel Smart Office.
Siji juga mengarsiteki sistem Bank Tanpa Awak di salah satu institusi pelat merah. Digital branch yang dikembangkan didesain untuk layanan bank (buka rekening, ganti kartu ATM, layanan pengaduan dan pelanggan) bisa dilakukan sepenuhnya dengan mesin.
“Siji AR awalnya dedikasikan sebagai media alternatif untuk industri periklanan. Siji AR sempat diimplementasi di salah satu majalah otomotif, tapi memang secara pengguna masih sedikit sekali sehingga tidak diperpanjang. Dari situ kami berpikir untuk tidak melanjutkan penetrasi ke pasar, sambil melakukan evaluasi bisnis dan teknis,” tutup Dimas.