[Simply Business] Pengalaman Ikut Workshop Lean Startup Machine

Minggu lalu saya akhirnya mendapat kesempatan untuk ikut pelatihan Lean Startup Machine yang diadakan untuk kedua kalinya di Singapura. Kira-kira 6 bulan lalu ada 4 orang Indonesia yang sudah ikut pelatihan yang sama dan kebetulan saya kenal dengan keempatnya. Bahkan salah satu dari mereka (Regi Wahyu) menjadi ‘pemenang’ di workshop ini. Robin Malau (@lowrobb) the rockstar-turned-geek, pernah menuliskan juga pengalamannya ikut workshop ini di DailySocial.

Kali ini, cukup banyak orang Indonesia yang ikut datang. Saya sendiri datang berempat dan berbagi satu apartemen yang kita temukan dari Airbnb – one startup has to support another. Total ada ~20 orang dari Indonesia di antara total 100 peserta. Banyak yang datang dari perusahaan startup yang saya kenal juga.

Sebelum ikut workshop, saya sudah membaca buku Eric Ries: The Lean Startup, mengambil training berbayar di Udemy (Running Lean oleh Ash Maurya), dan mulai mengimplementasi konsep-konsep Lean Startup di bisnis saya. Tetapi masih ada sesuatu yang hilang, walaupun saya tahu teorinya, belajar implementasi Lean Startup ternyata tidak mudah, my learning curve was too flat. Saya juga pernah menulis sedikit tentang konsep Lean Startup di artikel-artikel saya sebelumnya.  Pelatihan Lean Startup Machine ini intinya adalah ‘memaksa’ semua pesertanya untuk praktek mengimplementasi konsep Lean Startup dengan sebuah ide yang baru, dan dalam waktu cepat (hanya dalam 2.5 hari).

Inti dari Lean Startup adalah Customer Development, menggali kebutuhan pelanggan setiap saat: sebelum produk dibuat, setelah launch, dan terus menerus diukur secara sistematis. Intinya adalah bagaimana sebuah bisnis bisa beroperasi lebih efisien dan efektif. Workshop Lean Startup Machine ini menekankan pada proses ‘Get Out Of The Building’ yang dilakukan berkali-kali. apa yang dilakukan saat proses GOOB ini? Bertemu dan berbincang dengan calon pengguna/ pelanggan kita. Mendapatkan feedback mereka secara langsung mengenai masalah yang mereka hadapi.

Kesan pertama melakukan GOOB? Lemas. Bukan karena puas. Tapi karena capek. Ditolak orang yang ingin kita interview, itu sangat menyakitkan. Tetapi yang paling membuat capek sebenarnya adalah karena asumsi kita ternyata salah, atau dalam jargon Lean Startup: invalidated. Tim saya keluar pertama kali untuk mengetes asumsi bahwa pekerja yang ingin bermain olahraga tim (basket dan sepakbola/futsal) memiliki masalah untuk menemukan teman main. Ternyata dari 32 orang yang kami temui, hanya tiga yang merasa memiliki masalah ini. Dan kalaupun mereka merasakan masalah ini, pemecahannya mudah: datang saja langsung ke lapangan dan nimbrung ikut main. We were crushed. We thought we had a cool idea, but apparently nobody feels that it is a problem. Tapi inilah esensi dari Lean Startup: untuk menghindari kita menciptakan produk yang sebenarnya tidak diinginkan orang lain. Lebih baik sadar bahwa ide kita salah dalam empat jam, daripada sadar setelah produk kita launch dan tidak mendapatkan user growth sesuai harapan.

Pada akhirnya, dalam 2.5 hari, kami melakukan pivot empat kali, dan total berbicara dengan lebih dari 120 calon customer. Pada sesi GOOB  terakhir, kami menemukan satu orang yang sudah rela membayar $10 untuk solusi kami, dan pada akhirnya banyak lagi yang tertarik dan sudah memberikan alamat email mereka dari landing page sederhana yang kami buat dalam satu jam. What a nice problem, getting revenue even before we build the product!

Berikut beberapa hal penting yang saya pelajari dan benar-benar tidak bisa didapatkan dari sekedar membaca buku atau blog, karena ini dirasakan dari pengalaman sendiri:

Being wrong and getting invalidated can be fun
Rasanya memang sakit, tetapi kami belajar banyak sekali dari kegiatan GOOB pertama dan kedua (di mana semua asumsi kami ternyata salah). Ternyata yang penting bukan benar atau salah, tetapi dengan memaksa diri berbicara dengan begitu banyak calon customer, kami mendapat banyak sekali insights dan pembelajaran mengenai behaviour (perilaku) mereka yang tidak kami bayangkan sebelumnya

Most customers do not say what their problems are
Setelah berbicara dengan banyak customer, kami menyadari bahwa cara bertanya juga sangat penting. Jarang sekali bisa mendapatkan jawaban jujur dengan bertanya langsung, “apakah Anda pernah merasakan masalah __________?” Yang lebih efektif adalah dengan menanyakan perilaku sebenarnya pada saat mereka melakukan sesuatu. Sesuatu yang benar pernah terjadi, bukan “what-if situation”. Saat mereka bercerita inilah akan tersirat apa sebenarnya masalah mereka, dan perasaan mereka

Most people will say yes just to please you
‘Yes or No’ questions are the worst to ask people. Apalagi kalau pertanyaannya masih berupa perandaian. Kebanyakan orang akan menjawab ya hanya untuk menyenangkan hati sang penanya, apalagi kalau tidak dikenal. Hanya sedikit orang yang mau jujur menolak sesuatu. Satu-satunya jawaban jujur akan muncul pada saat mereka harus membeli. Itulah kenapa salah satu proses validasi di Lean Startup adalah ‘Pitch’. Kita langsung menjual ide kita dan mendapatkan uang atau currency lain dari customer. Salah satu tim di workshop kemarin berhasil mengumpulkan $280!

Most ideas you think are good may only be good in your fantasy
Saya pernah menulis tentang ini, bahwa terkadang kita terlalu jatuh cinta pada ide awal kita, padahal mungkin customer atau orang lain tidak tertarik sama sekali. Dalam workshop pendek ini kami disadarkan dan ‘ditampar’ bahwa ide yang kelihatannya keren ternyata tidak berharga apa-apa. Dan bukan hanya sekali

So are you ready to be invalidated?

Setelah 12 tahun berkecimpung di dunia perbankan, Dondi Hananto mendirikan Kinara Indonesia, sebuah inkubator bisnis di Indonesia yang memiliki visi untuk membangun ekosistem kewirausahaan di Indonesia. Ia juga merupakan salah satu pendiri Wujudkan, sebuah platform crowdfunding untuk merealisasikan berbagai macam proyek kreatif di Indonesia. Anda dapat follow Dondi di Twitter, @dondihananto.

Leave a Reply

Your email address will not be published.