[Simply Business] Seberapa Penting Ukuranmu?

Sebuah debat yang tidak pernah ada habisnya dari pertanyaan simpel, “Does size matter?“. Kita tidak bicara tentang ukuran bagian yang sensitif di sini. Dari pengalaman saya, salah satu hal terpenting dari menjalankan bisnis adalah menentukan metode pengukuran yang tepat. Atau dalam bahasa Inggrisnya, measurement atau metric. Ukuran inilah yang kemudian dijadikan sebuah target bagi sebuah bisnis ataupun bagian-bagian tertentu dari sebuah bisnis, sering disebut dengan singkatan Key Performance Indicator (KPI)

Penentuan KPI yang salah bisa berakibat fatal. KPI menjadi acuan bagi semua yang menjalankan bisnis untuk menjadi sebuah tujuan, terkadang jangka pendek, sehingga keputusan bisnis dapat diambil dengan obyektif. Keputusan terbaik adalah keputusan yang membawa bisnis tersebut lebih dekat dengan target KPI-nya.

Dari pengalaman saya bekerja, seringkali keberhasilan dari bagian Product Development diukur atas diluncurkannya sebuah produk baru dengan tepat waktu. Yang terjadi adalah seringnya peluncuran produk dirayakan seakan-akan menjadi sebuah keberhasilan. Padahal secara bisnis, peluncuran sebuah produk adalah hanya sebuah awal dari perjalanan panjang. What matters is not just building the product, but building the RIGHT product. Sayangnya hal ini juga sering terjadi kepada kita yang bisnisnya masih di level startup.

Bahkan seringkali para startup ini tidak memiliki disiplin untuk mengukur keberhasilan bisnisnya. Pengukuran membutuhkan disiplin. Memang berat, tetapi istilah manajemen lama “what gets measured gets done” masih sangat berlaku hingga saat ini. Pikirkan juga metode pengukuran yang tepat untuk bisnis Anda, bukan sekedar pengukuran yang mudah, atau lebih parahnya, pengukuran yang salah arah. Sayangnya, yang salah arah ini sering terlihat cantik, hingga muncul istilah ‘vanity metric‘. Bagus untuk merasa hebat, tetapi tidak bisa dijadikan acuan langkah berikut. Hal ini pernah ditulis dan dibahas panjang lebar oleh Eric Ries, sang penulis The Lean Startup, salah satunya di artikel ini

Intinya, jangan sekedar mengukur dan bangga dengan hal-hal yang tidak penting seperti: kunjungan website, jumlah user, jumlah download aplikasi/games, dan lain lain. Yang lebih penting (dan terkadang sulit diukur) adalah hal-hal seperti: jumlah pengguna aktif, user engagement, biaya akuisisi pengguna baru, dan tentunya the metrics that rule them all: revenue dan biaya.

Tidak semua bisnis bisa langsung dinilai dari revenue, karena mungkin bagi beberapa bisnis baru yang menjadi pionir di sebuah industri, revenue akan datang belakangan. Lalu bagaimana cara mengukur dan menilai apakah bisnis kita berjalan di arah yang benar? Dave McClure, sang pendiri program akselerator 500 Startups, pernah mengatakan bahwa pencapaian sebuah startup bisa dinilai dari Pirate Metrics, karena bisa disingkat sebagai AARRR!:

  • Acquisition

Dari manakah channel akuisisi yang paling efektif? Dari mana orang mengetahui tentang produk kita? Bandingkan dengan usaha (dan mungkin biaya) yang kita lakukan. Mungkin Google Ads banyak berhasil membawa visitors ke website kita, tapi bagaimana biayanya dibandingkan dengan channel lain yang mungkin gratis seperti PR/Publicity, media sosial, dan lainnya? Walaupun sama-sama dari Google Ads, campaign/keyword mana yang paling efektif?

  • Activation

Percuma saja kita memiliki jumlah pengunjung website yang tinggi jika mereka tidak melakukan apa-apa selanjutnya, atau bahkan mereka merasa sebal karena datang ke laman yang tidak mereka inginkan dan langsung menutup tab browser-nya? Tentu kita perlu mengukur juga berapa persen pengunjung/pengunduh aplikasi kita yang akhirnya menjadi aktif. Ukuran aktif tentu berbeda-beda tergantung produk kita: lamanya membuka website kita, jumlah laman yang dilihat, jumlah pendaftar, pendaftar yang mengaktifkan akunnya, pengunduh aplikasi yang benar-benar mencoba menggunakan aplikasi, dan lainnya

  • Retention

Seberapa banyak pengguna produk kita yang menggunakannya kembali? Apakah pengunduh aplikasi menggunakannya kembali setelah tanggal unduhan pertama? Apakah aplikasi kita masih ada di device mereka? Seberapa aktif penggunaan produk kita? Tiap minggu/bulan/triwulan? Ini ukuran yang mungkin sulit diukur namun sebenarnya sangat penting. Kalaupun jumlah pengguna produk kita bertambah, apakah para pengguna ini baru semua atau pengguna lama yang kembali? Sticky and returning users are much more valuable than new users. Pertanyaan utama adalah: apa yang membuat pengguna lama kembali menggunakan produk kita?

  • Referral

Semua produk yang sukses pasti memiliki para early adopters yang menjadi evangelist dan merekomendasikan produk kita. Apple memiliki begitu banyak fanboy yang menjadi evangelist mereka hingga akhirnya menjadi sebuah produk yang cukup mainstream sekarang. Facebook bertumbuh karena word of mouth effect yang tinggi dimulai dari para early adopters-nya: para mahasiswa Harvard. Seberapa banyak pengguna kita mereferensikan ke temannya? Di jaman media sosial seperti ini banyak cara untuk mengukur referral. Saya pribadi pernah mendapat ‘hadiah’ dari sebuah pengembang aplikasi di luar karena ‘tertangkap’ merekomendasikan produknya kepada teman di Twitter.

  • Revenue
The ultimate goal. Tidak ada bisnis yang bisa bertahan tanpa pendapatan. Lupakan Instagram yang akhirnya memiliki kisah exit sensasional dibeli oleh Facebook walaupun pendapatannya NOL. Meminjam istilah Nasim Nicholas Taleb: Instagram adalah seekor angsa hitam (black swan). Masyarakat dan media memiliki kecenderungan membicarakan tentang para angsa hitam ini, walaupun realitanya mereka hanyalah pengecualian, bukan sebuah hal yang normal. Bisnis yang akhirya menjadi besar tentu memiliki sumber pendapatan yang jelas: Google bermula dari mesin pencari dan akhirnya menjadi mesin uang dari pendapatan iklan mereka. Tetapi tidaklah bijak untuk langsung mengukur pendapatan apabila metric lain di atas belum terukur benar
Nah, apakah kita semua sudah siap mengukur diri sendiri dengan benar sekarang?

Setelah 12 tahun berkecimpung di dunia perbankan, Dondi Hananto mendirikan Kinara Indonesia, sebuah inkubator bisnis di Indonesia yang memiliki visi untuk membangun ekosistem kewirausahaan di Indonesia. Ia juga merupakan salah satu pendiri Wujudkan, sebuah platform crowdfunding untuk merealisasikan berbagai macam proyek kreatif di Indonesia. Anda dapat follow Dondi di Twitter, @dondihananto.

[Image from Flickr by Mickaƫl Estace]

Leave a Reply

Your email address will not be published.