Smartfren Targetkan Rencana Konsolidasi Jaringan Dengan Bakrie Telecom Rampung Akhir Tahun

Smartfren Telecom (Smartfren)  dan Bakrie Telecom (BTEL) terus maksimalkan target rencana konsolidasi jaringan dalam rangka memaksimalkan frekuensi alokasi frekuensi 850 MHz yang dimiliki keduanya. Target yang rencananya akan terealisasi pada akhir tahun ini dikabarkan tidak akan terganggu soal isu terkait utang BTEL yang mencapai angka puluhan triliun. Pihak Smartfren sendiri meyakini kongsi bisnisnya dengan BTEL akan bisa beres tanpa perlu menunggu mediasi dari pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Kabar penggabungan usaha antara Smartfren dan BTEL sendiri sudah tercium sejak September lalu, tak ayal, langkah ini tentu menimbulkan beberapa anggapan yang menyebutkan penggabungan usaha ini akan berbentuk merger. Namun hal itu tampaknya tak akan terjadi, seperti yang dikabarkan oleh situs TribunNews (28/10), Djoko Tata Ibrahim selaku Deputy Chief Executive Officer Smartfren Telecom mengatakan, persoalan hutang piutang tak akan menjadi beban bagi Smartfren, dikarenakan bentuk penggabungan usahanya ini bukan merger seperti yang mungkin dikira oleh banyak pihak belakangan.

“Utang itu urusan masing-masing perusahaan. Di sini pembahasan hanya dibatasi persoalan berbagi jaringan atau network sharing untuk mengoptimalkan frekuensi,” tampik Djoko dikutip dari sumber yang sama.

Pernyataan Djoko sontak memastikan konsolidasi antar keduanya bukan bersifat merger. Utang BTEL sendiri pada semester I-2014 mencapai Rp 10,2 triliun. Sebagai gambaran, Smartfren pun memiliki catatan utang serupa di periode yang sama yakni sebesar Rp 13,55 triliun. Hal yang sama juga diutarakan oleh Gandhi Sulistyanto, Managing Director Sinar Mas Grup yang menyatakan, pihaknya tidak memiliki niatan untuk melakukan merger dengan perusahaan pemilik merek dagang Esia tersebut.

“Kami tidak pernah mengarah ke aksi merger dengan Bakrie Telecom. Kajiannya adalah rencana kerja sama spectrum dan menunggu regulasi dari pemerintah,” kata Gandhi yang dikutip dari situs IndoTelko.

Perlu diketahui, kelanjutan kisah utang BTEL sempat berlabuh hingga tuntutan pengadilan di negara bagian New York Amerika Serikat pada 22 September lalu. Tuntutan tersebut dilayangkan oleh sejumlah investor yang menuntut pihak BTEL telah melanggar kontrak obligasi. Tuntutan ini terakhir dibawa ke Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT Netwave Multi Media, pada tanggal 23 Oktober kemarin. Netwave Multi Media adalah vendor yang menyediakan infrastruktur telekomunikasi bagi pemilik merek Esia itu sejak tahun 2009. Saat ini tunggakan kewajiban Bakrie Telecom kepada Netwave Multi Media bernilai Rp 4,737 miliar yang sudah tertunggak selama hampir dua tahun

Untuk memuluskan langkah konsolidasi, pihak Smartfren saat ini dikabarkan tengah membentuk tim khusus yang menangani proses negosiasi, dikarenakan nantinya kemungkinan akan ada banyak hal terkait kongsi dua perusahaan tersebut terkait persoalan teknis, seperti penanganan pelanggan, dan implementasi jaringan.

Tujuan utama dari konsolidasi ini sendiri sebenarnya adalah untuk menyelamatkan pelanggan dengan memperkenalkan teknologi terbaru di 850 MHz yakni FDD LTE. Smartfren saat ini telah memiliki 12 juta pelanggan, dengan total pelanggan data sebanyak enam juta. Rencananya, Smartfren akan menggunakan teknologi Frequency Division Duplex Long Term Evolution (FDD LTE), pun operator CDMA itu juga akan mengembangkan teknologi Time Division Duplex Long Term Evolution (TDD LTE) pada frekuensi 2,3 GHz.

Penataan frekuensi ini sendiri telah “dianjurkan” oleh pemerintah yang telah mengeluarkan aturan agar Smartfren memindahkan frekuensinya saat ini di 1,9 GHz ke frekuensi  2,3GHz. Untuk aturan itu, Smartfren diberi tenggat waktu oleh pemerintah selama dua tahun terhitung mulai tahun ini.

[Ilustrasi foto: Shutterstock]

Leave a Reply

Your email address will not be published.