Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap menjadi salah satu strategi pemerintah meningkatkan pengembangan energi terbarukan di tanah air. Hal ini terkait target yang ditetapkan pemerintah untuk bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025. Hingga Juni 2022, terhitung realisasi bauran EBT tersebut baru mencapai 12,8%.
Pada tahun 2018 silam, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait PLTS atap di Indonesia melalui Permen ESDM No. 49/2018. Hal ini terbukti berhasil meningkatkan adopsi PLTS atap dari hanya 592 pelanggan di bulan November 2018 menjadi 3.781 pelanggan di bulan Mei 2021. Lanskap yang ada mendorong kehadiran sejumlah layanan untuk mendukung pemanfaatan teknologi tersebut, salah satunya SolarKita.
SolarKita didirikan tiga orang yang melihat peluang di industri ini, yaitu Amarangga Lubis sebagai Co-Founder & CEO, Aldamanda A. Lubis sebagai Co-Founder & Chairman of The Board, dan Bambang S. Nugroho sebagai Co-Founder & Head of Technology.
Amarangga, yang lebih akrab disapa Rangga, mengungkapkan hasil kajiannya dari semua format energi baru terbarukan (EBT). Menurutnya yang paling mudah diimplementasi adalah PLTS atap. Sebelum memulai SolarKita, ia telah mencoba menggunakan teknologi ini, namun merasa sisi layanannya masih kurang memuaskan.
“Saya melihat loophole-nya ada pada kebanyakan penyedia layanan yang fokus hanya sampai program instalasi. Padahal, dari sisi pengguna, pengalamannya baru dimulai ketika PLTS-nya dipasang. Di sinilah peran kita untuk memastikan penggunaan PLTS yang optimal. Kita kembangkan platform SolarKita untuk memonitor secara aktif dan memastikan semua performance solar panel dari pengguna berjalan dengan baik,” jelas Rangga.
SolarKita menawarkan layanan end-to-end atau menyeluruh, dimulai dari konsultasi dan edukasi terkait PLTS, diikuti survei ke rumah dan memperhitungkan kondisi dan situasi untuk instalasi PLTS. Tidak berhenti di situ, timnya juga akan membantu proses transisi ke PLN. Untuk pengawasan dan pemeliharaan, perusahaan memiliki platform yang bisa digunakan para pengguna.
“Sebenarnya tujuan kita ada untuk mempermudah pengalaman pengguna untuk transisi menggunakan PLTS. Salah satu yang ingin kita tekankan di sini adalah solusi end-to-end atau menyeluruh untuk pemanfaatan PLTS. Kita akan dampingi dari awal seiring penggunaan teknologinya,” tambah Rangga.
Sejauh ini, pemain yang berkompetisi langsung dengan SolarKita di industri adalah Xurya.
Model bisnis dan target ke depan
Secara global, pemanfaatan PLTS ini bukanlah hal baru. Meskipun demikian, di Indonesia, teknologi ini masih awam digunakan. Walau sudah mendapat dukungan dari pemerintah, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Dari sisi edukasi, masih ada stigma bahwa teknologi ini mahal sehingga banyak yang enggan memulai.
Selain itu, masih banyak yang belum paham konsepnya. Di sinilah peran SolarKita untuk bisa memberi edukasi lebih dalam. Selain itu, Rangga menggarisbawahi regulasi yang masih dinamis, yang mempengaruhi eksekusi di lapangan. Hal ini juga terus diupayakan dan dikomunikasikan melalui Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) yang fokus pada percepatan pemanfaatan energi surya di Indonesia.
Terkait model bisnis, Rangga mengungkapkan bahwa operasional bisnisnya cukup sederhana dengan mengambil margin dari penawaran produk dan layanan. Di samping itu, perusahaan juga menyediakan program referral bagi setiap individu yang memberikan rekomendasi. Ketika berjalan lancar, konsumen akan memperoleh success fee.
Selain memberikan dampak melalui energi baru terbarukan, panel surya dan PLTS ini disebut telah membuka industri baru. SolarKita mengaku juga memiliki potensi sosial dengan membuka lapangan kerja bagi para pekerja lapangan. “Di sini kita ingin semua masyarakat bisa terlibat. Untuk tim instalasi di lapangan, kita bermitra dengan individu/PT yang sudah kita latih. Banyak tim yang dulunya tukang listrik atau buruh. Terkait upah, kita usahakan industri baru ini bisa menyejahterakan mereka lebih dari yang sebelumnya,” tutur Rangga.
SolarKita juga menawarkan program financing yang bekerja sama dengan lembaga keuangan dan non-perbankan, seperti Bank OCBC untuk kredit multiguna dan juga KoinWorks. Untuk menawarkan proses yang lebih sederhana, perusahaan juga menyediakan opsi rent-to-own dengan konsep serupa program cicilan untuk para pengguna yang ingin memanfaatkan PLTS.
Per tahun lalu, SolarKita telah menjadi bagian dari portfolio New Energy Nexus. Perusahaan ini bergerak dan membentuk ekosistem pendanaan, program dan jaringan yang mendukung startup dan pebisnis di bidang energi bersih. Saat ini perusahaan juga telah tergabung dalam jaringan ANGIN, sebagai jembatan yang menghubungkan investor dan entrepreneur.
Hingga saat ini 80% pengguna SolarKita datang dari kaum residensial. Perusahaan memiliki tim perwakilan di Jabodetabek, Surakarta, dan Bali. Ke depannya, Rangga mengungkapkan ingin ekspansi ke kota-kota besar di Indonesia. Targetnya, perusahaan ingin mengakuisisi 1 megawatt melalui sekitar 330 rumah di tahun 2023.
–
Disclosure: Artikel ini terbit atas kerja sama DailySocial.id dan ANGIN untuk seri Startup Impact Indonesia. ANGIN turut membantu melakukan proses kurasi startup terkait.