Startup Bubble: Pengertian, Penyebab, Dampak, dan Tips Menghadapinya

Pertumbuhan perusahaan startup telah pesat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Tirto.id, berdasarkan data pemeringkatan baru per 3 Juni 2022, Indonesia berada di urutan kelima secara global dengan total 2.383 startup dalam negeri.

Seiring berjalannya waktu, tidak semua startup bisa bertahan lama. Beberapa di antaranya mengalami kendala dalam proses bisnis atau dikenal dengan fenomena startup bubble.

Startup bubble adalah momok karena itu berarti kerugian, biasanya ditandai dengan PHK massal atau pemotongan besar-besaran dalam biaya operasional. Apa sebenarnya Startup Bubble itu? Apa penyebabnya? Informasi lebih lanjut ada di tulisan di bawah ini!. 

Apa Itu Startup Bubble?

Sebelum membahas fenomena startup bubble di Indonesia, ada baiknya kita menelaah asal kata “bubble burst” yang menjadi momok yang paling dihindari. 

Menurut Investopedia, bubble burst adalah siklus dalam ekonomi dimana harga suatu produk atau aset naik tajam dalam waktu singkat, diikuti dengan penurunan harga yang cepat. Penurunan harga ini, yang dapat digambarkan sebagai kontraksi, adalah tempat terjadinya “breakdown” atau “crash”.

Biasanya, kenaikan harga yang tajam ini disebabkan oleh perubahan perilaku investor. Namun, dalam konteks ini, aktivitas perusahaan atau start-up bisa menjadi penyebab utama fenomena tersebut. 

Penyebab Startup Bubble

Pasar yang Jenuh

Alasan bubble burst pertama adalah pasar yang jenuh. Pasar yang jenuh dapat menjadi penyebab terjadinya fenomena buble awal. Lalu mengapa?

Pasar jenuh adalah kondisi yang menunjukkan bahwa permintaan akan suatu produk atau layanan telah mencapai puncaknya. Hal ini membuat perusahaan sulit menjual produknya. Selain itu, ini juga karena pasar sensitif terhadap penawaran dan diskon. Oleh karena itu, jika perusahaan tidak memasang iklan, maka jumlah konsumen akan berkurang.

Produknya Tidak Kompetitif

Alasan selanjutnya adalah produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan tidak dapat bersaing di pasar. Hal ini mengakibatkan perusahaan kehilangan pangsa pasar atau market share yang signifikan.

Jika perusahaan tidak berkinerja baik, tentu tidak akan memuaskan pemangku kepentingan dan investor. Selain itu, banyak bermunculan perusahaan rintisan baru sehingga persaingan semakin ketat.

Kesulitan dalam Pembiayaan

Diklaim bahwa alasan bubble burst berikutnya adalah karena para pemula kesulitan mencari pendanaan. Pasalnya, kondisi ekonomi global yang tidak menentu menyebabkan investor menjadi lebih berhati-hati dalam mengucurkan dana ke startup.

Selain itu, banyak startup yang masih bergantung pada pendanaan untuk dapat menjalankan bisnisnya. Oleh karena itu, jika perusahaan tidak mendapatkan pendanaan, biasanya tidak dapat beroperasi secara normal. Investor lebih selektif

Sehubungan dengan pertanyaan sebelumnya, kesulitan perusahaan start-up dalam mengajukan pendanaan adalah karena investor kini lebih selektif dalam membeli saham-saham start-up yang berisiko.

Selain faktor ekonomi makro global yang penuh ketidakpastian, startup yang baru terbentuk juga memperketat persaingan untuk menarik investor lebih banyak lagi. Selain itu, jika perusahaan kehilangan pangsa pasar, kinerjanya memburuk. Secara alami, hal ini membuat investor berpikir untuk menyalurkan dana ke dalam startup ini. 

Efek dari Startup Bubble

Fenomena startup bubble tidak hanya berdampak negatif pada kehidupan bisnis secara umum, tetapi juga pada karyawan. Berikut adalah informasi lebih lanjut tentang efek gelembung:

Masalah Keuangan Semakin Parah

Dampak terbesar dari bubble bursting adalah munculnya masalah keuangan di perusahaan start-up. Hal ini disebabkan kesulitan dalam menjual produk dan mendapatkan dukungan keuangan dari investor. Sebagian besar startup masih mengandalkan pendanaan investor. Hal ini menyebabkan kesulitan keuangan untuk startup. 

Akhir Masa Kerja (PHK)

Cara perusahaan menghemat uang adalah melalui pemutusan hubungan kerja. Ini sering terjadi pada startup Indonesia.

Keputusan ini diambil sebagai solusi untuk menghindari kebangkrutan perseroan. Pasalnya, perusahaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang baik juga mengalami kesulitan dalam membayar gaji karyawannya. 

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa munculnya bubble ekonomi sangat tergantung pada kepemimpinan perusahaan, perilaku investasi atau kebutuhan masyarakat. Ketiga hal tersebut merupakan hal eksternal yang berada di luar kendali masyarakat kita.

Cara Menghadapi Startup Bubble Bagi Pekerja

Berikut adalah cara-cara mengenai apa yang harus dilakukan.

  1. Tingkatkan keterampilan kamu di tempat kerja

Mengembangkan keterampilan, terutama keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan kamu, merupakan langkah dalam mempersiapkan gelembung dari sekarang. Karena menurut Washington Post, karyawan yang berkualitas sangat diminati di perusahaan.

  1. Tunjukkan bahwa kamu adalah aset berharga bagi perusahaan

Hal berikutnya yang dapat kamu lakukan untuk meledakkan gelembung startup Indonesia adalah menunjukkan diri kamu sebagai aset berharga bagi perusahaan. Menurut Memang, keselamatan kerja dipastikan dengan menjadi aset perusahaan.

  1. Perluas jaringan

Jaringan memberimu koneksi ke berbagai tempat yang dapat membantu pencarian pekerjaanmu. Jaringan juga memungkinkan kamu untuk bertemu profesional dari industri yang berbeda. Tentu saja kamu bisa mendapatkan informasi di sana.

  1. Siapkan dana darurat

Menyiapkan dana darurat adalah langkah selanjutnya dalam mempersiapkan bubble brust. Dana darurat dapat membantu kamu menemukan pekerjaan baru.

  1. Literasi digital

Di era teknologi dan informasi yang maju, keterampilan digital yang baik sangat penting. Karena hampir semua proses bisnis sekarang sudah online dan menggunakan perangkat teknis. Mengontrol berbagai perangkat teknologi memungkinkan kamu melakukan pekerjaan dengan baik, yang di mata perusahaan juga merupakan nilai tambah. 

Itulah penjelasan mengenai Startup Bubble dari pengertian hingga tips bagi pekerja untuk menghadapi efek ini di dalam dunia pekerjaan. Semoga bermanfaat!