Startup web3 Artopologi mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal yang dipimpin Ideosource. Tidak disebutkan nominal yang diterima di putaran tersebut.
“Undisclosed [untuk] pre-seed dan sedang raise di seed round saat ini,” ucap Co-Founder dan Managing Partner Ideosource Edward Chamdani saat dihubungi DailySocial.id.
Artopologi adalah pasar seni terkurasi yang terintegrasi dengan blockchain. Mereka memindahkan karya fisik, seperti lukisan, patung, dan instalasi seni, yang dipamerkan dan diperjualbelikan di platform Artopologi disertai dengan sertifikat keaslian digital yang terdaftar di blockchain.
Startup ini baru dirilis pada awal tahun 2022 dan dipimpin Intan Wibisono. Sebelumnya, ia lama melintang di dunia kehumasan untuk berbagai perusahaan, salah satunya Bukalapak.
Berbeda dengan kebanyakan pemain web3 lainnya, Artopologi ingin meregenerasi kolektor seni dan menghubungkan ekosistem seni di Indonesia, sehingga platform ini dilengkapi dengan berbagai fitur, produk, dan layanan yang sesuai untuk pecinta seni.
“Artopologi memberikan solusi atas distribusi penjualan karya yang selama ini punya masalah. Jejak karya itu penting karena selalu ada perselisihan kepemilikan, perselisihan autentisitas, dan perselisihan nilai. Kami sebagai fasilitator akan mendaftarkan karya fisik ke dalam blockchain dalam bentuk smart contract,” ujar Co-Founder dan CEO Artopologi Intan Wibisono, dalam media workshop yang digelar di Jakarta, kemarin (27/10).
Sebagai diferensiasi lainnya, Artopologi akan memverifikasi dan mengurasi setiap seniman, karya, galeri, museum, dan pelaku seni yang bergabung. Alhasil, setiap karya yang ada di platform diklaim benar-benar berkualitas dan tidak sporadis.
Nilai unik lainnya adalah fokus pada karya seni fisik, bukan karya seni digital. Artopologi bukan NFT marketplace, NFT project, ataupun launchpad; melainkan merekam jejak karya dan karier seniman. Setiap karya yang ditampilkan dijamin keasliannya dengan underlying karya fisik dan bisa dibuktikan dengan sertifikat yang terdaftar di blockchain, sehingga tidak bisa diubah dan bersifat kekal.
Artopologi juga terintegrasi dengan jaringan blockchain. Marketplace ini dapat mendaftarkan sertifikat keaslian dengan otomatis dan mudah, tanpa memerlukan mata uang kripto. Meskipun demikian, seniman tetap perlu memiliki crypto wallet untuk bisa menerima dan mentransfer sertifikat.
Artopologi ingin memanjakan para kreator dan seniman agar tetap melindungi karya-karyanya dengan cara yang lebih baik. Juga untuk kolektor dalam menikmati hasil-hasil karya seni.
“Artopologi ini punya kemiripan dengan yang lain, tapi melengkapi yang sudah ada sebelumnya. Industri ini akan jauh lebih bagus bila ada cara-cara yang baik, salah satunya lokapasar yang terkurasi, sebelumnya kayak gado-gado bercampur. Itu yang diresahkan oleh para kreator,” tambah Rain Rusidi, kurator seni rupa dan dosen di Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia.
Platform Artopologi sendiri akan diresmikan untuk umum pada hari ini (28/10) ditandai dengan diselenggarakannya pameran bertajuk “Rekam Masa” di Museum Nasional, Jakarta berlangsung hingga 6 November 2022. Makna dari tema tersebut menandai kehidupan pada masa/zaman seseorang, ditandai dengan stempel waktu yang dimiliki teknologi blockchain.
Setiap karya seni dalam pameran ini terintegrasi ke blockhain yang dinyatakan oleh kode kriptografi sebagai sebuah pernyataan autentisitas atas setiap karya yang diinput.
Pameran dan platform akan memajang lukisan, patung, instalasi seni, pertunjukan dan karya mode dari seniman senior, seperti Teguh Ostenrik, Galam Zulkifli, Dipo Andy, Mang Moel, FJ Kunting, Rinaldy Yunardi, Didi Budiardjo, Ghea Panggabean, Joshua Irwandi, dan banyak artis pendatang baru Indonesia lainnya.
Setiap karya seni yang ditampilkan akan didaftarkan di blockchain agar keaslian dan asalnya diakui. Hal ini memberikan potensi royalti dan peluang kepemilikan fraksional. “Harga ditentukan oleh seniman, tentu ada pembagian hasil dengan kami. Tapi ini sifatnya diskusi langsung dengan masing-masing seniman dan case by case,” tutup Intan.