Storial menjadi salah satu wadah untuk membantu penulis memonetisasi karya tanpa perlu menerbitkan buku fisik

Storial Paparkan Monetisasi Karya Fiksi Digital dan Upaya Eksplorasi Konten ke “Intellectual Property”

Rendahnya tingkat literasi baca di kalangan masyarakat menjadi salah satu alasan industri buku kurang diminati di Indonesia. Menurut data VOA Indonesia, hanya 3% dari total penerbit di Tanah Air yang produktif mencetak lebih dari 200 judul buku per tahun. Itupun produksinya hanya 3000 eksemplar per judul.

Berbekal pengalaman kerjanya di industri terkait, Brilliant Yotenega berupaya mendisrupsi industri buku yang selama berjalan dengan model konvensional dengan teknologi. Dengan begitu, siapapun memiliki akses terhadap sebuah bacaan dengan harga lebih terjangkau. 

Pria yang karib disapa Ega ini membangun Storial, sebuah platform yang dirancang sebagai marketplace untuk karya fiksi digital.

Bagaimana perjalanan Ega dalam menjadikan Storial sebagai platform bacaan terkurasi dan berkualitas? Simak selengkapnya rangkuman wawancara DailySocial dengan Ega.

Karya fiksi digital

Salah satu isu yang kerap dialami penulis adalah jalan panjang yang harus dilalui untuk menerbitkan satu buku. Ini belum termasuk dengan waktu untuk mencari penerbit yang mau menerima naskah dan menerbitkannya. 

Menurut Ega, butuh waktu sekitar satu tahun, mulai dari pengiriman naskah, penyuntingan, produksi, hingga distribusi. Faktor-faktor ini membuat penulis merasa kurang mendapat apresiasi dan sulit untuk berkarya karena ketidakstabilan pendapatan.

Sebelum Storial, ungkapnya, ia lebih dulu mendirikan Nulisbuku.com, platform yang memungkinkan penulis untuk menerbitkan bukunya sendiri (self-publishing). Ia mengembangkan Nulisbuku.com secara bootstrapping hingga sekarang. Namun, saat ini Ega tak lagi terlibat dalam proses produksi buku. Adapun, Nulisbuku sudah punya basis komunitas hingga 100 ribu penulis.

Setelah produknya market-fit, Ega mengeksplorasi cara lain mendisrupsi industri buku dengan memanfaatkan basis komunitas yang dimilikinya di Nulisbuku.com. Di sini ia mendirikan Storial, platform marketplace cerita fiksi digital di mana penulis dapat lebih mudah memonetisasi karyanya.

Menariknya, Ega tidak ingin menjadikan Storial sebagai ekstensi Nulisbuku.com pada satu platform yang sama mengingat keduanya punya model bisnis dan target pasar yang berbeda. Demikian juga dengan entitasnya. Jika Nulisbuku.com identik dengan buku cetak on-demand yang prosesnya dilakukan secara hibrida (O2O), Storial merupakan marketplace untuk karya fiksi digital yang tidak diterbitkan dalam bentuk buku fiisk.

“Kami sudah berbicara dengan banyak investor dan VC terkait [model bisnis buku]. Mereka kurang tertarik karena pasar buku dan literasi baca di Indonesia sangat rendah. Jarang ada jual buku di stasiun atau terminal kan? Dengan posisi Storial, kami pikir cost akan lebih murah karena tidak cetak buku. Harga buku di Indonesia cukup mahal dibandingkan negara lain di Asia. Mungkin karena biaya distribusi besar karena kita negara kepulauan,” jelasnya.

Dengan model bisnis ini, Ega dapat mengakselerasi Storial lebih cepat dibandingkan memproduksi buku fisik. Saat ini, Storial terdapat lebih dari 150 ribu judul buku. Jumlah penggunanya berkisar 500 ribu.

Monetisasi karya

Storial menggunakan skema penjualan sebuah karya secara satuan (ecer) agar harganya bisa lebih terjangkau bagi pembaca. Per bab (chapter) dapat dibeli minimal Rp2.000 hingga Rp10.000.

Ambil contoh satu cerita Storial berisi total 50.000 kata dibagi ke dalam 50 bab. Per bab berisi 1000 kata dan dijual seharga Rp2.000. Harga ditentukan sesuai kesepakatan dengan penulis.

Menurut Ega, harga tersebut sudah terbilang pas dengan kantong pembaca jika dibandingkan dengan membeli buku fisik. Pasalnya membeli buku fisik berarti membeli keseluruhan, sementara,ada potensi pembaca tidak membacanya sampai selesai. Berbeda dengan model Storial, ketika pengguna hanya membeli bab cerita yang ingin dibaca saja.

Di samping itu, ia menilai skema ini juga menguntungkan kreator atau penulis. Penulis akan mendapat pemasukan sebanyak 35%-50% dari bab yang terjual. Porsi ini terbilang jauh lebih besar dibandingkan yang diterima dari penjualan buku fisik.

Kantor pusat Storial

“Penulis senang [dengan skema ini]. Selama ini, mereka terbitkan buku di penerbit besar, hanya mendapat 10% [royalti]. Itupun diterima enam bulan sekali dan penulis tidak bisa cek jumlah penjualannya. Di Storial, penulis bisa memonitor penjualan karya secara transparan. Pembayaran bisa ditarik setiap bulan. Ini yang tidak bisa didapat di penerbit konvensional,” ujarnya.

Maka itu, ia menilai peluang buku digital lebih besar karena penulis mudah memonetisasi dan pembaca dapat membeli dengan harga terjangkau. Selain itu, ada dukungan ekosistem lain, seperti pembayaran yang memudahkan transaksi.

Kurasi konten

Salah satu value proposition yang diunggulkan adalah kurasi dan kualitas konten. Menurut Ega, Storial berdiri berkat masukan basis komunitas penulisnya yang ingin dipertemukan dengan pembaca melalui aplikasi.

Dengan merilis karya secara satuan, penulis dapat mengetahui masukan dan kritik dari para pembaca langsung. Selain itu, ia ingin Storial dapat diposisikan sebagai platform yang memiliki konten dari penulis yang kualitasnya bisa sejajar dengan buku yang diterbitkan di toko buku.

“Menurut saya, setelah ledakan creator economy ini, akan ada masa ketika konten terseleksi dengan sendirinya. Mengapa? Orang akan semakin overwhelmed dengan sekian banyak konten. Makanya kami pikir kualitas lah yang akan mengikat orang yang punya value yang sama, istilahnya law of attraction,” tuturnya.

Ega menilai penting untuk melakukan kurasi karena “seleksi alam” pada konten akan membutuhkan waktu lama. Secara keseluruhan, masyarakat perlu belajar untuk membuat cerita yang bisa engage dengan pembaca ketimbang mengikut tren yang mudah dilupakan.

Saat ini Storial memiliki 150 ribu judul karya dengan 50-100 judul yang masuk per hari. Pihaknya membidik satu juta pengguna di tahun ini.

Strategi mendongkrak pasar

Diakui Ega, salah satu tantangan besar membangun Storial adalah memperkuat basis komunitas penulis dan pengguna. Terlepas dari perkembangan ekosistem digital di Indonesia yang semakin mapan, pasar pembaca buku digital masih sangat niche.

Secara umum, Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara, atau 10 negara terbawah yang punya tingkat literasi baca rendah menurut survei Program for International Student Assessment (PISA) di 2019.

Maka itu, Ega mengaku tertarik untuk mengeksplorasi model bisnis Intellectual Property (IP) untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnisnya. Untuk sekarang, Storial memang masih sepenuhnya fokus pada konten fiksi dan audiobook. Namun, ia melihat rata-rata orang Indonesia lebih menggemari konten berbasis audio visual. 

“Saat ini kekuatan Storial terletak pada konten IP. Nah, ini dapat dieksplorasi ke berbagai macam hal, seperti film pendek, serial, atau film layar lebar. Secara gambaran besar, ini bisa menjadi sumber pendapatan baru, jadi tidak hanya dari konten baca saja,” ujarnya.

Untuk merealisasikan ide ini, ia menyebutkan butuh lebih dari sekadar dukungan modal investasi. Lagipula, Venture Capital (VC) dinilai kurang tertarik dengan model bisnis di industri buku karena akselerasinya tidak secepat sektor seperti e-commerce atau fintech. Storial pernah mendapatkan pre-seed dari Salim Group (2018) dan program akselerator SKALA (2019).

Kuncinya adalah menggandeng mitra strategis yang dapat leverage aset konten yang dimiliki Storial menjadi konten audio visual. Ega menyebut telah menjual beberapa cerita di Storial untuk film dan serial, tapi Storial tidak ikut dalam proses produksinya. Apabila bisa terlibat, ada peluang untuk mengakselerasi bisnis.

“Di putaran [pendanaan] berikutnya, kami ingin bermitra dengan strategic partner yang bisa memberikan, tak cuma modal, tetapi juga dukungan lain ke OTT, media, dan rumah produksi. Saat ini kami sedang bicara dengan perusahaan [yang punya ekosistem itu], tetapi belum bisa kami disclose,” ungkapnya.

Untuk saat ini, tambahnya, Storial masih akan fokus mengembangkan platform dan fitur-fitur sesuai dengan kebutuhan dari pengguna. Salah satu fitur yang tengah dipertimbangkan adalah interaksi langsung antara penulis dan pembaca. Penambahan fitur dan perbaikan platform diharapkan dapat memperkuat basis komunitas di Storial.

“Sekarang kami fokus improve aplikasi supaya lebih reliable di tahun ini. Lagipula, ini yang menjadi bisnis inti Storial. Kami memang bukan yang pertama mengembangkan platform semacam ini, tapi kami punya komunitas penulis yang besar dan tim editor yang melakukan kurasi. Sampai waktunya tiba untuk bicara strategi besar, kami fokus menghadirkan konten berkualitas,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here