Konsep quick commerce mulai dikenal di tengah merebaknya industri e-commerce yang tumbuh pesat sepanjang pandemi. Segmen ini mengusung kecepatan pengiriman dan kenyamanan untuk memenuhi permintaan konsumen.
Astro mencoba peruntungan sebagai quick commerce dengan memulai debutnya di Senayan, Jakarta pada September 2021. Dalam kurun dua bulan, perusahaan berhasil menutup putaran pendanaan tahap awal sebesar $4,5 juta dari sejumlah investor yang sudah diumumkan beberapa hari lalu.
Astro didirikan oleh Vincent Tjendra (CEO), Jessica Jap (COO), Marcella Moniaga (CCO), Sherlyn Gautama (Chief Sourcing & Merchandising), dan Wandi Budianto (VP Operations). Mereka datang dari berbagai latar belakang sebagai senior leadership di perusahaan teknologi Indonesia (Tokopedia, Traveloka, Sirclo).
“Keahlian [kami] yang saling melengkapi [jadi bekal] untuk menghadirkan proposisi baru yang menarik bagi pelanggan di seluruh Indonesia,” ucap Vincent dalam wawancara bersama DailySocial.id.
Dengan model bisnis quick commerce, menurut dia, memiliki keunggulan kompetitif, antara lain menawarkan kenyamanan dan kecepatan melalui pengiriman instan, toko online yang buka selama 24 jam setiap hari, hingga variasi produk yang beragam untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Agar sejalan dengan keunggulan tersebut, Astro memakai memanfaatkan keberadaan ‘dark stores’ sebagai pusat distribusi yang diletakkan di berbagai titik untuk menikmati layanan instan pesan-antar. “Pelanggan hanya perlu melakukan pemesanan dan pembayaran secara daring, kemudian seluruh kebutuhan tersebut akan diantarkan langsung dari pusat distribusi ke rumah pelanggan dalam waktu singkat.”
Saat ini, Astro menyediakan lebih dari 1.000 produk dari berbagai jenis kategori, seperti camilan, sayuran, buah segar, daging, alat tulis, sampai dengan obat. Vincent menyebut, pihaknya akan terus menambah jumlah portofolio produk agar dapat memberikan pilihan yang lebih beragam untuk para konsumen.
“Varian produk yang ditawarkan Astro, serta pengalaman yang diterima para pelanggan melalui berbagai kemudahan dan keunggulan menjadi daya tarik tersendiri yang membedakan quick commerce startup ini dibandingkan kompetitor lain.”
Kendati demikian, bisnis ini memiliki tantangan untuk terus menjaga kualitas layanan, sembari dengan cepat ekspansi bisnis yang lebih luas ke area-area yang belum pernah disentuh. Oleh karenanya, pendanaan yang diterima Astro dapat menjadi amunisi yang tepat untuk mewujudkan misi tersebut.
“Dengan pendanaan ini, Astro optimis dapat menjawab antusiasme positif dari para pelanggan di area Jakarta yang ingin menikmati layanan quick commerce Astro untuk memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari hanya dalam waktu 15 menit. Astro optimistis dapat menjangkau seluruh wilayah Jakarta hingga akhir tahun ini.”
Meski tidak dijelaskan secara rinci oleh Vincent, Astro memanfaatkan armada logistik in-house untuk mengakomodasi seluruh pesanan. Ongkos kirim yang ditetapkan per pesanan adalah Rp15 ribu dan minimal transaksi adalah Rp50 ribu. Cakupan wilayahnya saat ini adalah area Senayan, Kuningan, Puri, Kemang, Kelapa Gading, dan PIK. Ke depannya akan mencakup seluruh Jakarta dan Jabodetabek.
Dengan layanan pengiriman instan ini, Astro menyasar target konsumen yang berbeda dengan pemain e-grocery kebanyakan. Vincent menjelaskan pihaknya membidik pelanggan kalangan muda dan dewasa yang mengedepankan kenyamanan dan kualitas dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka sebagai target pelanggan utamanya.
“Astro berencana untuk melakukan ekspansi secara masif di beberapa wilayah di kawasan ibu kota yang menjadi core target pasar Astro. Ke depan, Astro optimis dapat mencapai target besar untuk menjadi pilihan utama pelanggan untuk berbelanja keperluan sehari-hari,” pungkasnya.
Industri Quick Commerce
India menjadi contoh terdekat untuk implementasi quick commerce. Menurut laporan “Quick Commerce: A $5 billion market by 2025” yang diluncurkan RedSeer, penetrasi pasar quick commerce diperkirakan mencapai $0,3 miliar di 2021 dan akan tumbuh 10x-15x hingga lima tahun mendatang menjadi $5 miliar.
Dalam laporan tersebut, quick commerce didefinisikan sebagai pengiriman barang habis pakai dalam rentang waktu 45 menit dengan biaya pengiriman normal. Faktor penggeraknya tak lain karena meningkatnya adopsi antara pelanggan yang mencari kenyamanan dengan perilaku pemesan yang tidak terencana; meningkatnya afinitas pelanggan online dengan Gen-Z terhadap top up dan pembayaran, dan perubahan perilaku konsumen yang dipicu Covid-19.
Mengutip dari sumber lain, quick commerce menjadi generasi ketiga dari industri e-commerce yang terus berevolusi. Kehadirannya berdampak penuh pada industri logistik karena menawarkan pengiriman yang cepat, pengiriman terlokalisasi, mengoptimalkan pengiriman last-mile, gudang yang lebih kecil, pengemasan cepat, dan stok real time.
E-commerce | Quick commerce | |
Waktu pengiriman | Hari | Menit/jam |
Ketersediaan stok | Berbagai macam produk | Pilihan produk yang sedikit |
Transportasi | Kendaraan roda empat | Kendaraan roda dua |
Tipe gudang | Gudang terpusat | Toko fisik atau gudang lokal kecil |