Perusahaan rintisan berbasis impact kian banyak ditemui di tengah masyarakat. Salah satunya adalah Rekosistem, startup cleantech yang menawarkan jasa pengelolaan sampah, termasuk di dalamnya pengumpulan, pemilahan, serta daur ulang.
Dimulai sebagai UMKM hingga akhirnya mendirikan badan hukum dan merek perusahaan sendiri, startup yang didirikan oleh Ernest Layman dan Joshua Valentino pada 2019 ini menyediakan produk dan jasa inovatif untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah di Indonesia.
Sesuai dengan tema diskusi #SelasaStartup pekan lalu, terkait bisnis berdampak yang berkelanjutan, Ernest mengungkapkan bahwa model bisnis yang sustainable menurutnya tidak hanya memikirkan profit, melainkan juga people dan planet.
Rekosistem sendiri tidak hanya bertujuan menjadi perusahaan yang berkelanjutan tetapi juga membantu perusahaan lain untuk bisa menerapkan model bisnis yang berkelanjutan.
Dalam menjalankan model bisnis berdampak, ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan selain sampah, misalnya misi terkait keanekaragaman hayati, perubahan iklim, energi terbarukan dan lainnya. Dalam hal ini, Rekosistem memilih untuk memosisikan diri sebagai perusahaan teknologi yang ingin membantu menjembatani setiap aktivitas dari pemangku kepentingan yang ada dalam ekosistem pengolahan sampah di Indonesia.
Beroperasi untuk layanan B2B sekaligus B2C, Rekosistem menawarkan jasa jemput dan setor sampah sesuai kebutuhan. Layanan ini memiliki tiga produk utama yaitu Repickup Service, Repickup Rumah, dan Redrop (Setor Sampah). Misi utama Rekosistem adalah untuk berkontribusi dalam meningkatkan penyerapan sampah daur ulang sekaligus memperkenalkan tren pola hidup ramah lingkungan di Indonesia.
CEO Rekosistem Ernest Layman mengungkapkan, “Zero waste itu bukan tentang tidak menciptakan sampah atau menghilangkan sampah. Namun, keadaan itu akan tercipta ketika kita bisa bertanggung jawab dengan sampah yang kita ciptakan sehingga tidak menimbun masalah.”
Menyederhanakan proses
Ernest juga mengaku bahwa di masa awalnya sangat sulit untuk bisa meyakinkan orang bahwa pengelolaan sampah yang baik dan benar itu esensial dalam kehidupan. Mengurus sampah bukan hanya tentang mengumpulkan dan membuang sampah ke tempatnya. Lebih dari itu, mengurus sampah artinya bertanggungjawab akan sampah kita.
Sampah kita tidak semuanya harus berhenti di tempat pembuangan akhir. Ada sampah yang masih bisa dikelola untuk kembali digunakan dan dikelola untuk didaur ulang. Dari sini, pihaknya berinisiatif membuat produk yang tepat guna sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.
Dalam proses pengelolaan itu sendiri, ada banyak hal yang sering kali membuat orang menjadi urung untuk memilah sampahnya. Rekosistem ingin menyederhanakan proses baik dari sisi penghasil sampah, pengelola sampah, hingga pada hasil akhirnya. Pada 21 Februari 2021, Rekosistem meluncurkan aplikasi yang berguna untuk menukarkan sampah dengan reward point bagi pengguna.
Manfaatnya sendiri bisa dirasakan oleh masing-masing stakeholder. Ada nilai ekonomis yang bisa dirasakan oleh para pengguna layanan baik supplier atau pendaur ulang. Selain itu, para pekerja di lapangan juga dimudahkan dengan rute atau jadwal pengambilan sampah yang lebih tertata. Selain itu, untuk supplier/perusahaan daur ulang juga dimudahkan dengan mendapat pasokan sampah yang sudah terpilah.
Sebagai perusahaan teknologi, Rekosistem mengaku tidak berusaha untuk memonopoli pasar. Perusahaan memosisikan diri sebagai jembatan yang bisa menghubungkan semua stakeholder. “Kita berharap bisa meningkatkan produktivitas setiap layanan turunan dari pengelolaan sampah ini,” tambah Ernest.
Mengedepankan kolaborasi
Dalam menjalankan misinya, Rekosistem mengaku tidak berusaha untuk menggantikan ekosistem pengelolaan sampah yang sudah ada. Melainkan, pihaknya ingin menjembatani para pemangku kepentingan yang terlibat di sektor ini dengan dibantu oleh teknologi. Perusahaan menjalankan model bisnis yang mengedepankan kolaborasi.
Salah satu alasannya adalah efisiensi dari sisi operasional. Sebagai perusahaan teknologi yang menjalankan platform di tengah masyarakat, kolaborasi bisa memperluas jaringan perusahaan. Selain itu, edukasi terkait pengelolaan sampah yang baik dan benar juga tidak bisa berjalan sendiri, harus diiringi dengan pemeliharaan yang baik.
“Kita sebagai startup posisinya eksekutor untuk solusi. Perannya jadi penting untuk bisa mengakselerasi target-target yang dibuat secara global maupun lokal. Untuk produk akhir, kita punya mitra. Kita sebagai platform teknologi. Sebenarnya saat ini kita akhirnya bisa berkolaborasi adalah kita bukan mengganti, karena kita empower masing-masing stakeholder-nya,” ungkap Ernest
Rekosistem menjalin kerja sama dengan semua pihak yang memiliki visi dan misi yang sejalan untuk pengelolaan sampah yang lebih baik. Selama beroperasi, Rekosistem sudah menjalin kerja sama dengan beberapa institusi dengan tujuan menciptakan ekosistem pengelolaan sampah yang lebih baik. Bersama PT Pupuk Indonesia (Persero), perusahaan berkomitmen mengurangi peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui program pengelolaan sampah.
Sebelumnya, perusahaan juga sudah menjalin kerja sama dengan Lion Parcel (PT Lion Express), sebagai komitmen untuk terus menerapkan praktik bisnis yang lebih berkelanjutan. Melalui kerja sama ini, Rekosistem akan membantu Lion Parcel dalam proses pengelolaan sampah di industri logistik secara end-to-end, mulai dari pengumpulan sampah, pemilahan, hingga proses daur ulangnya.
“Kalau sudah memutuskan untuk membangun bisnis yang sustainable, sudah pasti harus berbanding lurus dengan dampak sosial dan lingkungan. Tinggal memikirkan nilai ekonominya saja,” ujar Ernest.
Salah satu kunci keberlangsungan bisnis berdampak adalah ketika pertumbuhan bisnis bisa selaras dengan dampak yang diciptakan. Dalam wawancara bersama Dondi Hananto, Partner dari Patamar Capital, perusahaan modal ventura global yang fokus mendanai startup berbasis impact, ia mengungkapkan bahwa dalam menjalankan model finansial berdampak, tidak disarankan untuk menciptakan dampak yang cost-structured, di mana dampak menciptakan cost baru di dalam bisnis.