Layanan transportasi on demand di Indonesia sudah berkembang. Belakangan ini ramai diperbincangkan bahwa ada beberapa nama baru yang bakal mengaspal di Indonesia.
Pemain baru yang memulai debutnya di Indonesia adalah BitCar. Layanan yang berasal dari Malaysia ini masuk ke Indonesia di bawah naungan PT Bitokenpay Digital Indonesia. Perusahaan tersebut mengelola merk BitCar di Indonesia.
Bitcar Indonesia saat ini berkantor di kawasan Ruko Garden Shooping Arcade, Central Park, Grogol Jakarta Barat. Layanan yang mulai beroperasi Agustus 2019 ini menawarkan jasa taksi online. Mitra pengemudinya disebut sudah mencapai 1.000 pengemudi.
“Kami ini bukan anak perusahaan, kami kerja sama. Kami pernah ketemu dengan mereka di Malaysia, saya bicarakan beliau setuju. Kami kerja sama menggunakan mereknya,” ungkap COO Bitcar Indonesia Christian Wagey.
Masih dari sumber yang sama, Wagey menjelaskan bahwa mereka tidak memosisikan diri sebagai pesaing, tapi sebagai alternatif mereka bagi masyarakat Indonesia. Bitcar cukup optimis bisa sukses di Indonesia karena strategi pendekatan terhadap komunitas sopir taksi online yang ada.
Ada pula Maxim, aplikasi transportasi online yang sudah beroperasi di sejumlah kota di Indonesia, bahkan sempat terjadi penolakan di beberapa daerah karena menyalahi aturan tarif yang sudah ditetapkan pemerintah. Kemudian FastGo, perusahaan asal Vietnam ini dikabarkan juga menyasar Indonesia sebagai target ekspansi.
Sayangnya, saat ini adalah waktu yang tidak tepat.
Variabel pengganjal
Untuk menarik perhatian pengguna, biasanya layanan akan menggunakan strategi promosi dengan menawarkan potongan harga. Meskipun demikian, strategi memangkas tarif mungkin tak lagi efektif.
Harga masih jadi acuan banyak pengguna sebelum memutuskan untuk mencari tumpangan, tetapi kenyamanan dan kemudahan pembayaran ada dalam variabel-variabel perhitungan. Seiring berjalannya waktu, masyarakat paham bahwa kredibilitas dan keamanan menjadi faktor utama dalam melakukan perjalanan, itu sebabnya potongan tarif tidak lagi efektif.
Tantangan selanjutnya di bagian regulasi. Tak hanya soal izin tetapi juga regulasi yang menata tarif atas dan tarif bawah transportasi online. Regulasi ini cukup lama disiapkan dan baru-baru ini sudah disahkan untuk segera diterapkan sebagai acuan.
Belum lagi, para raksasa perusahaan teknologi transportasi punya segudang promosi setiap harinya.
Loyalitas
Di Indonesia, pengguna ada di ambang loyal dan tak loyal. Saya pribadi dan beberapa orang yang saya temui memiliki lebih dari satu aplikasi dengan fungsionalitas yang sama untuk transportasi online dan belanja. Namun aplikasi-aplikasi tersebut jarang ada lebih dari tiga. Alasannya beragam, mulai dari promo yang ditawarkan cukup menggiurkan atau bahkan aplikasinya ringan sehingga dianggap tidak membebani kinerja smartphone.
Gojek dan Grab menjelma menjadi sebuah aplikasi yang multifungsi. Mereka menyebutnya sebagai “super app”, satu aplikasi dengan segudang layanan di dalamnya. Ini adalah konsep yang sempurna untuk menjaga pelanggan “tak kemana-mana”. Hanya di satu aplikasi. Tak hanya transportasi, keduanya juga menawarkan fitur isi pulsa, pesan makanan, pesan hotel, berbelanja, pesan tiket cinema, hingga bahkan isi pulsa. Keduanya juga memperluas fungsionalitas dengan menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan digital lainnya.
Satu fitur yang menurut saya berperan penting dalam hal menjaga pengguna adalah pilihan metode pembayaran. Integrasi dengan dua platform e-money terbesar di Indonesia, Go-Pay dan Ovo, membuat perjuangan para pemain baru semakin berat.
Gojek dan Grab tak hanya lengkap dari segi layanan, tapi juga jangkauan. Keduanya sama-sama sudah memperluaskan jaringan di hampir seluruh penjuru Indonesia. Kota-kota dengan permasalahan kepadatan lalu lintas sudah mereka singgahi.
Dewasa bersama pengguna
Gojek dan Grab saat ini sudah masuk pada fase memperkaya inovasi dan variasi layanan. Masa-masa mencari mitra driver dan pengguna, mengedukasi pasar, dan penolakan-penolakan sudah mereka lewati beberapa tahun lalu. Mereka sudah berkembang dan dewasa bersama pasar. Sebaliknya, para pemain baru di Indonesia, meski sudah beroperasi di negara asalnya, tetaplah pemain baru. Mereka harus mulai dari awal mengenali keunikan pasar Indonesia.
Dari sudut pandang pengguna sulit untuk berpaling dari kedua aplikasi ini. Butuh strategi “pelokalan” bagi para pemain baru dari luar negeri untuk bisa mendapat tempat di Indonesia.
Kesimpulan
Gojek dan Grab ada di mana-mana. Di berbagai kota dan berbagai jenis layanan. Mereka tak hanya berhasil mengakuisisi pengguna di Indonesia tetapi juga berhasil tumbuh dan berkembang bersama pasar yang ada. Gojek dan Grab telah melalui serangkaian penolakan, memaksa regulator menelurkan regulasi, hingga berhasil mengubah keseharian masyarakat.
Saat ini hampir tidak ada celah untuk para pemain baru untuk bisa menggeser dominasi keduanya. Sekedar jadi alternatif cukup berat, promo saja juga tak cukup. Butuh sesuatu yang benar-benar inovatif dan berguna–yang belum ada di keduanya.