Sumartok: Pengalaman Kegagalan Eksekusi Flamingo Jadi Pelajaran Besar Menjalankan Tripvisto

Layanan Marketplace Paket Perjalanan Tripvisto / Tripvisto

Enam bulan lalu, marketplace online untuk aktivitas perjalanan dan wisata Tripvisto yang baru digawangi tiga orang Co-Founder mengumumkan perolehan tahap awalnya. Sekarang Tripvisto telah memiliki tujuh orang pegawai, dengan fokus perusahaan untuk mengembangkan tim ke customer service dan engineering sebagai core business Tripvisto. CEO Tripvisto Sumartok, yang sebelum pernah mendirikan layanan serupa Flamingo, mengatakan kesalahan eksekusi yang terdahulu menjadi pelajaran besar saat menjalankan Tripvisto.

Pelajaran Flamingo

Sumartok bercerita, “Flamingo eksekusinya salah dan membutuhkan sembilan bulan baru launch. Tripvisto, di sisi lain, hanya membutuhkan empat bulan untuk launch. Flamingo start dengan tim yang lebih besar, (sementara) Tripvisto hanya bertiga.”

Tidak ada eks-Flamingo yang ikut bergabung dengan Tripvisto, bahkan partner pendirinya ikut mengundurkan diri. Meskipun demikian Sumartok tidak patah arang karena percaya bahwa ide layanan perjalanan online bisa berhasil. Sumartok tetap menjalankan Flamingo dengan basis WordPress/blog. Dengan tanpa budget pemasaran dan hanya mengandalkan SEO, ternyata tetap ada yang datang untuk mencari paket perjalanan. Setiap bulannya ternyata growth-nya sangat baik setiap bulannya. Hal ini yang membuat Sumartok bertekad menghidupkan kembali asanya membangun startup di bidang ini.

“Dari Flamingo ke Tripvisto lebih banyak learning dari sisi entrepreneurship. Dari sisi produk sebenarnya tidak banyak berbeda. Menurutnya, product is not everything. Kita tidak tahu ke depannya akan (berubah) menjadi apa,” ungkap Sumartok. Ia mencontohkan Traveloka yang bermetamorfosis dari layanan metasearch menjadi penjual tiket pesawat (dan kini hotel) secara online.

Terkait soal statistik, meskipun enggan mengungkapkan nilai-nilai yang diperolehnya, Sumartok mengaku saat ini 95% konsumen Tripvisto berasal dari Jabodetabek. Oleh karena itu mereka ingin fokus ke pasar yang mereka mengerti dulu. Ia bertutur, “Ekspansi gampang, jika workflow atau business process sudah benar seharusnya tidak sulit untuk berekspansi.”

Teknologi: Aplikasi mobile vs responsive web design

Saat ini Sumartok mengatakan bahwa 60% penggunanya menggunakan perangkat mobile. Menurutnya, meskipun fokus pengembangan teknologi adalah untuk perangkat mobile, Tripvisto tidak akan meluncurkan aplikasi mobile dalam waktu dekat. “Untuk app, sekali mengeluarkan aplikasi akan merepotkan terus (karena harus ada pembaruan dan pemeliharaan).”

“Kita melihatnya masih responsif. Untuk mobile app kita melihatnya apa yang men-trigger user untuk buka tiap hari, kalo enggak kan percuma. Orang paling traveling tiap tahun hanya 2-3 kali, maksimum 4 kali. Kita belum melihat urgensinya. Yang penting presence di Google bagus, (harga) transparan, gak ada hidden fee,” tuturnya.

Tripvisto Founder Picture

Yang menarik ternyata lebih dari 50% penjualan Tripvisto berasal dari pemesanan di luar sistem, seperti melalui email dan telepon.

Untuk pembayaran, Sumartok menyebutkan mereka berusaha mengurangi sedikit mungkin entry barrier. Meskipun sudah menjalin kerja sama dengan Veritrans sebagai payment gateway (dan akan aktif dalam beberapa minggu ke depan), mereka juga menerima pembayaran langsung ke kantor menggunakan uang tunai dan gesek kartu menggunakan EDC.

“Akuisisi konsumen harus dari online (tidak boleh buka toko), tetapi begitu konsumen masuk kita memudahkan cara konsumen berkomunikasi dan membayar. Setelah mereka return, baru kita edukasi bahwa membayar secara online lebih mudah,” ujarnya.

Teknologi jangan jadi penghambat. Teknologi harus menjadi enabler,” yakinnya.

Pendanaan lanjutan

Untuk funding, sebenarnya Sumartok yakin dana yang diperoleh masih bisa dimanfaatkan hingga 1,5-2 tahun ke depan. Meskipun demikian mereka realistis bahwa investor menginginkan lebih (dalam hal pertumbuhan). Ia berkata, “Investor ingin invest ke startup yang memiliki value, tak hanya sekedar menuruti kebutuhan pelanggan. Waktu itu kita bertemu dengan Willson (Cuaca, Managing Partner East Ventures), yang pernah berinvestasi Jajalindo yang sudah ditutup. Dia yakin masih ingin mencoba lagi.”

Sumartok mengisyaratkan pihaknya akan mencoba menggalang pendanaan lagi tahun ini untuk mengakselerasi pertumbuhan layanannya.

Fokus 2015

Fokus Tripvisto di tahun 2015 adalah penambahan inventori paket perjalanan yang ditawarkan untuk konsumen. Sumartok berujar, “Saat ini kita sedang mengkurasi sekitar 1000 paket (perjalanan) dan saat ini sudah ada 250 paket yang ditawarkan.  Target lebih dari 1000 paket perjalanan.”

Selain itu mereka juga ingin meningkatkan conversion rate sebagus mungkin dan masuk ke pasar yang tepat. Terkait pengembangan tim, Sumartok menyebutkan fokusnya di tahun ini adalah penambahan pegawai di sektor customer service dan engineering. Sumartok menyebutkan bahwa sejumlah layanan travel ternama di Indonesia ternyata banyak mendapatkan penjualan melalui layanan pelanggan, ketimbang lewat sistem itu sendiri.

Antara paket domestik dan internasional, persentasenya di Tripvisto adalah 60%:40% untuk paket perjalanan internasional. Sumartok mengemukakan, “Yang paling laku Bangkok dan Singapura. Di luar kawasan Asia Tenggara, juga populer tujuan wisata ke Turki dan Jepang. Misalnya dengan promo yang lebih murah untuk jalan-jalan di Universal Studio Singapura dan di Bangkok, dengan harga paket di bawah $100.”

Ia menyebutkan komisi rata-rata yang diberikan untuk local tour operator adalah 15%.”Ketimbang kompetitor yang kebanyakan fokus ke (paket) domestik, kita realistis bahwa di setiap travel fair yang paling laku adalah paket ke luar negeri,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.