Masyarakat Indonesia dinilai telah memiliki kesadaran yang lebih baik dalam berinvestasi semenjak pandemi. Mereka mulai memiliki perencanaan keuangan, termasuk dana darurat, asuransi kesehatan, hingga investasi.
Berdasarkan hasil survei yang diselenggarakan Populix berjudul “Insights and Future Trends of Investments in Indonesia” menunjukkan mayoritas (72%) responden mengatakan bahwa mereka mulai berinvestasi, terutama di kalangan generasi milenial. Angka tersebut meningkat dibandingkan survei sebelumnya yang digelar pada Januari 2021 yang mengungkap bahwa hanya kurang dari setengah responden (44%) yang telah mulai berinvestasi.
Co-founder & CEO Populix Timothy Astandu menyampaikan survei termutakhir ini memperlihatkan bahwa semakin banyak generasi muda yang melek investasi. Kehadiran berbagai aplikasi investasi tentunya mendorong inklusivitas kepada anak muda untuk mulai berinvestasi, terlihat dari mayoritas responden yang memilih untuk menjalankan investasi melalui aplikasi.
Dalam survei, sambungnya, juga menunjukkan bahwa responden telah mempertimbangkan aspek-aspek kondisi keuangan mereka, kejelasan informasi, serta profil risiko dari masing-masing instrumen investasi. Artinya, saat ini mereka sudah memiliki kesadaran dan literasi keuangan yang lebih baik sebelum memulai untuk berinvestasi.
“Tentunya hal ini menjadi catatan positif untuk Indonesia. Namun fenomena ini juga menjadi alarm pengingat bahwa diperlukan kolaborasi antara berbagai pihak untuk terus mengimbangi minat anak muda Indonesia pada tren investasi dengan literasi keuangan yang lebih baik lagi,” ucapnya dalam keterangan resmi, Rabu (30/11).
Survei Populix
Lebih lanjut, dalam survei memperlihatkan mayoritas responden (64%) dari segala rentang usia memiliki tujuan utama berinvestasi untuk mengumpulkan dana darurat. Secara khusus jika melihat perilaku berinvestasi dari setiap generasi, survei menunjukkan bahwa selain mengumpulkan dana darurat, generasi Z dan milenial cenderung berinvestasi untuk mendapatkan penghasilan tambahan, sementara generasi X bertujuan untuk mengumpulkan dana pensiun.
Reksa dana (47%) masih menjadi instrumen investasi yang paling banyak dipilih responden. Selanjutnya disusul perhiasan emas (46%), saham (32%), logam mulia (30%), deposito (29%), properti (21%), dan aset kripto (20%). Responden yang datang dari generasi Z cenderung memilih investasi reksa dana, sementara milenial dan generasi X tertarik untuk investasi pada perhiasan emas. Dua alasan utama responden memilih instrumen yang dituju karena terdaftar di OJK dan punya profil risiko rendah.
Untuk mencari informasi seputar instrumen investasi, sebagian besar (68%) responden memanfaatkan platform media sosial, khususnya YouTube dan Instagram. Selain itu, mereka juga mencari informasi resmi dari OJK (42%), teman atau rekan kerja (40%), situs resmi institusi keuangan (34%), dan influencer (32%).
Sumber dana dan platform investasi yang digunakan
Lebih lanjut, dalam berinvestasi sebanyak 5 dari 10 responden mengatakan mereka menyisihkan sebagian dana dari pendapatan rutin, serta tabungan mereka. Di antara 54% responden yang mengalokasi anggaran dari pendapatan rutin, mayoritas menyisihkan sekitar Rp100 ribu-Rp250 ribu pendapatan mereka.
Di sisi lain, responden juga mengalokasikan 5%-10% untuk sumber dana investasi dari pendapatan lainnya, seperti tabungan, bonus atau penghasilan tambahan, THR, dana dari keluarga, dana darurat, dan hasil penjualan aset.
Berikutnya, responden juga cenderung berinvestasi melalui platform aplikasi, bank, atau keduanya. Sebanyak 71% responden memilih aplikasi karena kemudahan dalam satu aplikasi, persyaratan yang tidak rumit, dan membutuhkan modal yang relatif kecil. Aplikasi Bibit paling banyak dipilih responden (56%), diikuti dengan DANAeMAS (33%), Ajaib (28%), Tokopedia (25%), dan OVO Invest (20%).
Di sisi lain, sebanyak 44% responden yang memilih berinvestasi melalui bank menyebutkan bahwa mereka menganggap bank lebih dipercaya untuk keperluan investasi, punya kemudahan, dan ketentuan yang tidak rumit. Beberapa bank utama yang dipercaya responden adalah BRI (31%), BCA (31%), Bank Mandiri (30%), dan BNI (27%).
Survei ini juga menemukan kendati minat investasi meningkat, masih ada 28% responden yang belum mau berinvestasi karena kondisi keuangan yang belum mencukupi untuk memulai investasi (78%). Selain itu, masih ada pemahaman bahwa investasi membutuhkan dana yang besar (36%), takut mengambil risiko (32%), sulit memahami informasi seputar investasi (20%), trauma penipuan investasi di masa lalu (14%), dan bertentangan dengan kepercayaan atau berisiko mengandung riba (8%).
Namun demikian, sebanyak 95% responden mengaku sudah memiliki rencana untuk berinvestasi di masa depan, terutama pada instrumen logam mulia (49%), perhiasan emas (42%), saham (42%), properti (37%), reksa dana (35%), dan deposito (32%).
Sebagai catatan, survei ini dilakukan pada 24-28 November 2022 dilakukan secara online melalui aplikasi Populix. Ada 1.038 responden laki-laki dan perempuan berusia 18-55 tahun yang berpartisipasi dalam tersebut. Survei kuantitatif ini dilakukan dalam bentuk kuesioner tertutup dengan format pilihan ganda tunggal dan pilihan ganda kompleks.