Tag Archives: 53 Never Forgotten

Para Seniman Digital di Asia Tenggara Membangun Komunitas Online untuk Mendorong Adopsi NFT

Ruanth Chrisley Thyssen terus mengikuti berita setelah mengetahui bahwa kapal selam KRI Nanggala-402 Angkatan Laut Indonesia ditemukan hilang pada pagi hari tanggal 22 April. Perancang suara nominasi Oscar dan BAFTA yang berbasis di Bali ini, yang anggota keluarganya melayani di angkatan laut, kemudian mengetahui bahwa kapal selam itu ditemukan tenggelam dan hancur berkeping-keping membawa 53 awaknya yang dipastikan tewas.

“Saya berempati terhadap seluruh anggota kru,” ucap Thyssen. “Ketika beritanya menyebar di berbagai platform media sosial, saya melihat video di mana seorang anak laki-laki mengamuk untuk mencegah ayah pelautnya berangkat kerja. Video itu sangat menyentuh,” tambahnya.

Insiden itu memotivasi Thyssen untuk membuat karya seni bernilai NFT untuk mengumpulkan dana guna mendukung keluarga yang terkena dampak tragedi itu. Bersama istrinya, Cindy Thyssen, keduanya menciptakan sebuah karya seni bernama 53 Never Forgotten, sebuah loop animasi 53 detik dari kapal selam yang mengambang di antara gelombang animasi, diisi dengan 53 lapisan suara.

Penggalangan dana yang dimulai pada akhir Mei itu terjadi ketika NFT sedang naik daun karena Beeple dengan karyanya Everydays: The First 5,000 Days yang terjual seharga USD 69 juta pada bulan Maret. Karya lainnya, seperti Stay Free, karya aktivis Edward Snowden, terjual seharga USD 5,4 juta pada April. Replikator, karya seniman Mad Dog Jones, terjual seharga USD 4,1 juta di bulan yang sama.

Proyek penggalangan dana NFT Thyssen, bagaimanapun, hanya mengumpulkan sekitar USD 2.000 pada 8 November, jauh dari target minimum USD 3.000. “Penjualan tidak terlalu bagus. Sebagian besar pembeli dan kolektor di ruang NFT berasal dari Barat. Kebanyakan donatur di Asia atau bahkan Indonesia belum masuk ke ruang NFT, dan mereka tidak tahu bagaimana caranya untuk berkontribusi,” ujar Thyssen.

Meskipun volume perdagangan NFT di seluruh dunia meroket menjadi USD 10,7 miliar pada Q3 tahun ini, menanjak 704% dari kuartal sebelumnya di Asia Tenggara, menurut Thyssen, hambatan bahasa, biaya transaksi yang mahal, serta kurangnya komunitas NFT lokal telah memperlambat adopsi.

Terlepas dari tantangan-tantangannya, seniman lokal melihat NFT sebagai sumber pendapatan baru yang potensial. Beberapa dari mereka, seperti Thyssen, bahkan membuat komunitas online seperti MetaRupa untuk mendorong pendidikan tentang ruang NFT. Diluncurkan pada bulan Juni, platform ini juga berfungsi sebagai ruang pameran NFT. Sejak ditayangkan, ia telah mengumpulkan lebih dari 400 anggota di saluran Discord-nya.

“Masalah terbesar yang dihadapi seniman Asia Tenggara adalah mereka tidak tahu harus memulai dari mana. Sebagian besar informasi dan sumber daya orientasi tidak tersedia dalam bahasa lokal, dan tidak semua orang fasih berbahasa Inggris,” katanya. Anggota MetaRupa membantu orang lain dengan menerjemahkan informasi yang relevan ke dalam bahasa Indonesia, tambah Thyssen.

Karya seni 53 Never Forgotten memberi penghormatan kepada 53 keluarga yang kehilangan orang yang mereka cintai. Dokumentasi Ruanth Thyssen

Mendobrak hambatan

Seniman Malaysia, Munira Hamzah, selalu bersemangat dalam menciptakan seni piksel (pixel art). Dia juga penggemar berat band rock Linkin Park. Pada bulan Februari, Munira terjun ke dunia NFT dengan kreasi bernama Mike Doge Twerke, yang menggambarkan vokalis utama Linkin Park, Mike Shinoda, dan istrinya Anna, menari dengan kostum binatang. Seni ini terinspirasi oleh adegan dari Twitch tentang rekaman kolaboratif Shinoda, “Dropped Frames.” Dia terkejut mengetahui bahwa Shinoda yang sama adalah pembeli pertama karya seninya seharga MYR 7.400 (USD 1.780) segera setelah dirilis.

Saat ia mulai membuat lebih banyak karya berbasis NFT, Munira menyadari bahwa hanya beberapa seniman Malaysia yang hadir di ruang tersebut. “Sebagian besar seniman Malaysia terisolasi. Mereka tidak saling kenal sama sekali,” kata Munira, yang juga dikenal secara online dengan nama Mumu The Stan, kepada KrASIA.

Navigasi pembayaran crypto menjadi salah satu kesulitan signifikan bagi artis baru, belum lagi “gas fee” untuk mencetak NFT, atau pembayaran yang diperlukan sebagai kompensasi energi komputasi untuk membuat blok informasi baru atau kontrak pada blockchain, seperti Ethereum atau Tezos. OpenSea, salah satu pasar NFT paling populer, membebankan gas fee dari artis saat mereka membuat akun baru, ditambah biaya pencetakan atau minting fee yang ditanggung artis atau pembeli, tergantung pada transaksi saat NFT dijual. Biaya pencetakan pada blockchain Ethereum berfluktuasi sesuai dengan penawaran dan permintaan untuk kekuatan pemrosesan, mulai dari USD 10 hingga USD 100. Platform ini juga membebankan 2,5% dari transaksi akhir sebagai biaya layanan.

Untuk mendorong lebih banyak artis terjun ke ruang NFT, pada bulan Maret, Munira mendirikan Malaysia NFT, sebuah komunitas digital yang menghubungkan pembuat konten lokal di media sosial dan Discord. Platform ini membantu seniman lokal dengan menutupi biaya pencetakan NFT pertama mereka di blockchain Tezos, sementara itu juga menjadi tuan rumah “pesta mentor” untuk menghubungkan dan mendidik orang-orang yang ingin membuat karya berbasis NFT pertama mereka. Pembuatan karya seni baru di Tezos Blockchain saat ini berharga sekitar 0,08 tez (XTZ), atau USD 0,50 dengan nilai tukar saat ini. NFT Malaysia mampu menutupi biaya tersebut berkat sumbangan, penggalangan dana, dan penjualan NFT asli, sebut Munira.

Sementara komunitas lokal seperti NFT Malaysia dan MetaRupa telah membantu mendobrak hambatan, membangun komunitas yang solid dan aktif bukanlah proses yang mudah. Clara Che Wei Peh, pendiri NFT Asia, salah satu komunitas terbesar dari jenisnya di wilayah tersebut, mengatakan kepada KrASIA bahwa kelompok tersebut menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan anggota dan mengembangkan budaya komunitas.

“Pada awalnya, sangat sulit untuk mencari artis NFT yang berbeda di Asia dan terhubung dengan mereka. Pada bulan Februari, saya merasa bahwa ruang itu sebagian besar terfokus pada Barat,” katanya. “Ketika saya berbicara dengan beberapa seniman, terutama yang berbasis di Singapura, kami menyadari bahwa orang mencari ruang untuk menumbuhkan rasa memiliki. Sebuah komunitas untuk berbagi sumber daya dan pembelajaran, dan untuk tetap berhubungan dengan semua hal yang terjadi. Kami kemudian membuat komunitas itu di Discord.”

NFT Asia telah mengumpulkan lebih dari 2.700 anggota. “Kami selalu mendorong anggota kami untuk menjadikan proyek mereka, menghadiri dan menyelenggarakan berbagai acara, dan terhubung dengan pemain lain. Setiap hari Senin, kami akan menyelenggarakan game night yang tidak harus terkait dengan NFT. Ini hanya untuk menumbuhkan rasa kebersamaan,” ujar Peh yang juga seorang peneliti seni dan kurator.

Perkembangan adopsi NFT di Asia Tenggara

Meskipun pasar NFT masih belum matang di Asia Tenggara, kawasan ini tengah menjadi pusat kripto. Vietnam, Filipina, dan Thailand masing-masing berada di peringkat kedua, ketiga, dan kelima dalam hal adopsi crypto di 55 negara pada tahun 2020, menurut data dari Statista.

Thyssen percaya bahwa adopsi crypto akan membantu mendorong pasar NFT “segera.” Dia juga menyebutkan bagaimana pesatnya pertumbuhan game play-to-earn seperti Axie Infinity di wilayah tersebut juga dapat memengaruhi lebih banyak orang untuk bergabung di ruang NFT.

Serangkaian acara seni kripto juga telah muncul di seluruh Asia Tenggara dalam kemitraan dengan komunitas NFT lokal, termasuk Art Moments Jakarta, Art Fair Philippines, dan CryptoArt Week Asia (CAWA). Malaysia NFT bermitra dengan CAWA pada bulan Juli untuk meluncurkan galeri seni kripto pertama di Malaysia, sementara 53 Never Forgotten menjadi karya seni NFT pertama yang ditampilkan di Art Moments Jakarta 2020.

“Gaya artistik yang berasal dari komunitas kreatif Asia Tenggara sangat berbeda dari apa yang kita lihat di Barat. Sejauh ini, kita telah melihat karya seni yang sangat spesifik, minimalis, dan abstrak. Tetapi ketika menemukan beberapa karya seniman lokal, Anda dapat langsung mengetahui bahwa itu adalah karya seniman Asia Tenggara,” kata Thyssen.

“Pengaruh budaya yang unik” dari seniman Asia Tenggara akan membawa lebih banyak warna ke ruang NFT, yang sejauh ini sebagian besar berfokus pada Barat, tambah Munira.

“Semakin banyak seniman Asia membawa pengaruh dan perspektif budaya mereka ke ruang NFT, akan ada lebih banyak keragaman, tidak hanya di [latar belakang] seniman tetapi dalam konten seni itu sendiri,” tambahnya.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial