Tag Archives: ABI

Tren Crypto Indonesia 2022

Crypto Outlook 2022: Transaksi Kripto di Indonesia Merosot

Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) dan Indonesia Crypto Network (ICN) baru saja merilis “Indonesia Crypto Outlook Report 2022” yang menyoroti perkembangan industri blockchain dan kripto tanah air di sepanjang tahun ini.

“Lanskap ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara komprehensif tentang ekosistem industri blockchain dan aset kripto di Indonesia,” tutur Chairwoman ABI Asih Karnengsih.

Laporan ini menyebut bahwa industri blockchain dan kripto di Indonesia tumbuh secara eksponensial selama enam tahun terakhir. Pertumbuhan ini turut didukung oleh peningkatan penetrasi internet, saat ini telah mencapai 77% atau sebanyak 210 juta pengguna.

Per Oktober 2022, jumlah investor kripto di Tanah Air tercatat sebanyak 16,4 juta orang, melampaui investor pasar modal yang sebesar 9,98 juta orang. Namun, sepanjang periode Januari-Oktober 2022, transaksi kripto di Indonesia merosot hingga 61% atau menjadi Rp279,8 triliun dari periode sama tahun lalu yang menembus angka Rp717,99 triliun.

Dirinci berdasarkan jenisnya, data Indodax mencatat Bitcoin sebagai aset dengan transaksi tertinggi selama tiga tahun berturut-turut dari 2018-2020. Di 2021, Dogecoin mengambil alih posisi teratas dengan total transaksi sebesar Rp40,8 triliun. Kemudian per Agustus 2022, Theter mengambil transaksi terbesar dengan Rp18,4 triliun.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, saat ini tercatat 569 perusahaan atau startup terdaftar di sistem Online Single Submission (OSS) yang masuk dalam kategori “Aktivitas Pengembangan Teknologi Blockchain” dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Industri (KBLI) 62014.

Adapun, lanskap ekosistem blockchain dan kripto Indonesia dipetakan menjadi 12 kategori dari sebanyak 383 proyek kripto; masih didominasi oleh platform Blockchain (90), Decentralize Finance (84), dan transaction-based (59).

Sebelumnya, dilansir dari Liputan6.comKetua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) Teguh Kurniawan Harmanda menilai penurunan volume transaksi kripto di Indonesia terjadi karena efek domino krisis makroekonomi global. Pasar lesu akibat kebijakan moneter Amerika Serikat (AS),

“Guncangan sistem keuangan global bisa memberikan efek cukup besar bagi pasar kripto. Guncangan tersebut adalah situasi makroekonomi yang goyah akibat resesi dan geopolitik yang memanas. Hal ini bisa membuat situasi crypto winter bisa terjadi,” tuturnya.

Kebijakan kripto

Tahun ini juga menjadi tahun ramainya kebijakan yang dicetuskan pemerintah demi memperketat regulasi industri kripto di Indonesia. Laporan ini mencatat sejumlah kebijakan baru yang muncul, seperti pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi pembelian aset kripto yang berlaku sejak per 1 Mei 2022.

Pemerintah akan mengenakan PPh dan PPN dikenakan dengan tarif final masing-masing sebesar 0,1% dan 0,11% untuk pedagang terdaftar, serta masing-masing 0,2% dan 0,22% untuk pedagang yang belum terdaftar. Adapun, total pendapatan pajak dari aset kripto per Oktober 2022 mencapai Rp191,1 juta.

Kemudian, Bappebti menerbitkan perubahan atas Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka dari Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka.

Laporan ini juga menyoroti langkah Bank Indonesia untuk mengeksplorasi pengembangan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital melalui Proyek Garuda. Sekadar informasi, Bank Indonesia (BI) menerbitkan white paper Rupiah Digital atas restu Presiden Joko Widodo pada November lalu.

“Pengembangan Rupiah Digital akan menjadi satu-satunya alat pembayaran digital yang sah di Indonesia.” Tutur Gubernur Bank Indonesia Perry Warijiyo seperti dikutip dari Detik.com.