Tag Archives: accial capital

Startup fintech pengelolaan transaksi keuangan Volopay mengumumkan pendanaan Seri A sebesar $29 juta dari JAM Fund, Winklevoss Capital Management, Rapyd Ventures, Accial Capital

Startup Fintech Volopay Incar Pasar Indonesia Setelah Kantongi Pendanaan Seri A

Startup fintech pengelolaan transaksi keuangan Volopay mengumumkan pendanaan seri A sebesar $29 juta atau setara lebih dari 415 miliar Rupiah. Putaran ini melibatkan beberapa investor seperti JAM Fund, Winklevoss Capital Management, Rapyd Ventures, Accial Capital, Co-founder Acorns Jeffrey Cruttenden, Access Ventures, Antler Global, dan VentureSouq.

Salah satu agenda besar yang akan dilakukan perusahaan setelah menerima pendanaan tersebut adalah ekspansi ke sejumlah negara di APAC, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Indonesia masuk ke dalam jajaran negara yang dibidik oleh startup yang sudah memiliki bisnis di Singapura dan Australia ini. Serta, melanjutkan inovasi teknologi baru dan meningkatkan integrasi dengan berbagai perusahaan dan aplikasi manajemen proyek.

Layanan finansial terpadu untuk bisnis

Volopay sejatinya dirintis untuk menyelesaikan dua isu mendesak yang dihadapi oleh UKM dan startup, yakni tingginya biaya valuta asing dan minimnya platform yang mampu mengakses semua data transaksi. Volopay menggabungkan akun bisnis, kartu perusahaan, pembayaran tagihan, penggantian biaya, kredit, cashback, dan otomatisasi akuntansi ke dalam satu platform tunggal.

Platform tersebut memungkinkan para penggunanya untuk menyimpan uang dalam Rupiah dan mata uang besar lainnya, seperti USD, SGD, EUR, GBP untuk digunakan sebagai pembayaran dan menghilangkan jumlah biaya valas yang terlalu tinggi akibat pembayaran internasional.

Platform Volopay memberikan fleksibilitas kepada perusahaan rintisan dan perusahaan dengan menerbitkan kartu perusahaan multicurrency prabayar virtual dan/atau fisik dalam mata uang lokal mereka dengan cashback hingga 5% untuk semua transaksi kartu.

Platform ini juga memroses transfer bank domestik dan internasional dengan nilai tukar mata uang asing yang rendah dan biaya transaksi. Selain itu, menyediakan manajemen biaya yang membantu melacak dan mengontrol semua pengeluaran secara real-time.

Co-founder & CEO Volopay Rajith Shaji menyatakan, saat ini pihaknya sedang membangun pusat kendali untuk perusahaan modern guna memenuhi seluruh kebutuhan manajemen keuangan mereka. Volopay dapat digunakan dengan mudah untuk perusahaan dengan jumlah karyawan lima orang, hingga perusahaan dengan karyawan sebanyak 500 orang.

“Kami memiliki visi untuk membuat platform pengelolaan keuangan terpadu untuk seluruh perusahaan di seluruh dunia setelah ekspansi pasar kami di Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika,” ucapnya dalam keterangan resmi, Selasa (1/3).

Di Indonesia sendiri sebenarnya juga sudah ada solusi serupa. Salah satunya juga dihadirkan oleh startup asal Singapura bernama Aspire. Strategi mereka sama, yakni menyajikan layanan transaksional all-in-one untuk membantu bisnis di berbagai skala. Sementara untuk isu transaksi cross-border juga ada Nium yang dibawa ke Indonesia berkat kemitraan strategis dengan pemodal lokal, termasuk MDI Ventures dan BRI Ventures.

Bantu bisnis global tangani transaksi

Volopay mengklaim telah membawa perubahan besar bagi sistem transaksi keuangan yang masih menggunakan cara tradisional. Shaji berambisi Volopay dapat menjadi solusi utama untuk kebutuhan bisnis berskala global dengan berbagai kebutuhan, seperti automasi faktur, pembayaran tagihan, layanan akun bisnis antar mata uang dan tanpa batas seperti yang dimiliki oleh bank tradisional.

Untuk mencapai ambisi tersebut, Volopay telah membangun infrastruktur sendiri dan mengajukan permohonan lisensi keuangan pada setiap region, sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh perusahaan lain secara regional. Melalui infrastruktur tersebut, Volopay dapat membantu klien global dengan menghilangkan kebutuhan integrasi dengan berbagai platform layanan keuangan pihak ketiga lainnya. Hal ini memberikan penggunanya kemudahan secara konsisten, terlepas dari wilayah tempat operasi bisnis mereka.

Volopay mengklaim telah melihat total nilai pembayarannya meningkat 98% setiap bulan dan pendapatannya melonjak 41% sejak putaran pendanaan awal. Timnya juga terus berkembang dari 20 menjadi lebih dari 150 karyawan dan mengumpulkan lebih dari 700 pelanggan seperti  Funding Societies, Zipmex, Moneysmart, Smartkarma, dan Austrionova sejak awal 2021. Pertumbuhan yang menjanjikan seperti inilah yang biasanya menarik investor baru atau memperkuat dukungan dari investor sebelumnya.

Founder Tinder dan JAM Fund Justin Mateen menuturkan, “Saya telah bekerja sama dengan tim Volopay yang luar biasa sejak tahap investasi awal. Kesuksesan Volopay dalam putaran Seri A ini tentunya didukung dengan pertumbuhan bisnis dan kemampuan tim untuk berinovasi dengan cepat dan platform yang dapat disesuaikan di berbagai wilayah yurisdiksi. Saya bangga dapat bermitra dan mendukung Volopay untuk berkembang ke tingkat yang lebih tinggi.”

Investree Bags 142 Billion Rupiah Debt Funding from responsAbility

Investree announced another debt funding worth of $10 million (over 142 billion Rupiah) from responsAbility Investments, a Switzerland based asset manager that focuses on follow-up investments. responsAbility is an investor partner of one of the institutional lenders at Investree, Accial Capital, which first entered as a lender since 2017.

This debt funding will be redistributed to facilitate the financing needs proposed by Investree’s borrower or SME players. For responsAbility, channeling funding to Investree means directly contributing to the United Nations Sustainable Development Goals (SGDs), in relation to limited financial access for SMEs which limits job creation, triggers inequality, and hinders economic development.

Investree’s Co-founder & CEO, Adrian Gunadi said, this is a very big stepping stone for Investree because in its third funding round, Accial Capital invites one of its co-investors, responAbility to participate through the Investree platform.

“In line with responsAbility’s vision and mission as a sustainability investment ‘home’ specializing in impact, we will target funding from the responsAbility-Accial Capital partnership to finance our borrower projects with significant economic, social and environmental impacts on life, especially amidst a recovery period due to this pandemic,” Adrian said in an official statement, Thursday (10/28).

One of Investree’s ongoing projects is to help empower women as ultra-micro traders in the Gramindo ecosystem. These traders have group characteristics, consisting of women without access to banks and running businesses using conventional and sharia schemes. The number has reached 5,700 on the Investree platform.

For responsAbility, this is a unique credit transaction model in Southeast Asia, especially in Indonesia as it is collaborated with Accial Capital to provide financing support to SMEs through the Investree platform.

responsAbility’s Deputy Head of Financial Inclusion Debt, Jaskirat S. Chandha said, “We are very pleased to be able to partner in this innovative structure to provide working capital funding that is urgently needed by SME borrowers in Indonesia. Financial technology is a key driver of financial inclusion. We are delighted to have found the right collaboration at Accial Capital and Investree with the required expertise.”

Investree entering its 6th year

In its 6th year, the company has grown far beyond just a fintech lending company. During 2021, the company has empowered 5 thousand ultra micro women entrepreneurs who need financial support to develop their simple businesses.

Next, partnering with digital freight forwarder Andalin to offer access to customs and tax financing for Andalin clients through Buyer Financing products. This collaboration aims to help ease the burden on clients’ costs so they don’t have to incur large initial costs, therefore, the company’s cash flow management can be optimized.

As of September 2021, Investree booked a total loan facility of Rp 12 trillion, rises 51% yoy from last year, and the value of disbursed loans was Rp 8 trillion. In terms of the number of lenders and borrowers, there were 46 thousand lenders and 6 thousand borrowers at the end of the third quarter of 2021, joined Investree cumulatively. The ratio is 40:60 of the number of individual lenders and institutional lenders that fund.

Investree’s contribution to the fintech lending industry in Indonesia is real.
Investree’s outstanding loans contributed 8.3% to the national productive outstanding loans. As of September 2021, their TKB90 is 98.22% – better than the national average of 93.3%.

Productive sector has quite small portion

According to reports from DSInnovate and AFPI last year, 36.1 million borrowers in the productive sector borrowed Rp. 2.5 million to Rp. 25 million. Only 17.6% of them borrowed more than Rp500 million. This sector still needs to be further boosted by regulators, especially during this pandemic, many MSMEs still down and need to survive.

Source: DSResearch
Source: DSResearch


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Debt Funding Investree responsAbility

Investree Kantongi Pendanaan Debt 142 Miliar Rupiah dari responsAbility

Investree kembali mengumumkan perolehan pendanaan debt sebesar $10 juta (lebih dari 142 miliar Rupiah) dari responsAbility Investments, manajer aset dari Swiss yang berfokus pada investasi lanjutan. responsAbility merupakan mitra investor dari salah satu lender institusi di Investree, yakni Accial Capital yang pertama kali masuk sebagai lender sejak 2017.

Pendanaan debt ini akan disalurkan kembali untuk membiayai kebutuhan pembiayaan yang diajukan oleh borrower atau pelaku UKM di Investree. Bagi responsAbility, menyalurkan pendanaan kepada Investree berarti secara langsung berkontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SGDs) PBB, kaitannya dengan akses keuangan terbatas untuk UKM yang membatasi penciptaan lapangan kerja, memicu ketidaksetaraan, dan menghambat pembangunan ekonomi.

Co-founder & CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan, ini merupakan batu lompatan yang amat besar buat Investree karena pada putaran pendanaan mereka yang ketiga, Accial Capital mengajak salah satu co-investornya yaitu responsAbility untuk turut mendanai melalui platform Investree.

“Sejalan dengan visi dan misi responsAbility sebagai ‘rumah’ investasi keberlanjutan yang berspesialisasi pada dampak, kami akan menargetkan pendanaan dari kemitraan responsAbility-Accial Capital untuk membiayai proyek-proyek borrower kami yang memiliki dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan signifikan bagi kehidupan, terutama di tengah masa pemulihan akibat pandemi ini,” kata Adrian dalam keterangan resmi, Kamis (28/10).

Salah satu proyek yang sudah dilakukan Investree adalah membantu pemberdayaan ibu-ibu pedagang ultramikro yang berada dalam ekosistem Gramindo. Pada pedagang ini memiliki karakteristik berkelompok, terdiri dari perempuan-perempuan tanpa akses ke bank dan menjalankan usaha dengan menggunakan skema konvensional maupun syariah. Kini jumlahnya sudah mencapai 5.700 di platform Investree.

Bagi responsAbility sendiri, ini merupakan model transaksi kredit yang unik di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia karena tandem dengan Accial Capital untuk memberikan dukungan pembiayaan kepada UKM melalui platform Investree.

Deputy Head Financial Inclusion Debt responsAbility Jaskirat S. Chandha menuturkan, “Kami sangat senang dapat bermitra dalam struktur inovatif ini menyediakan pendanaan modal kerja yang sangat dibutuhkan oleh peminjam UKM-UMKM di Indonesia. Teknologi finansial merupakan pendorong utama inklusi keuangan. Kami senang telah menemukan kolaborasi yang tepat di Accial Capital dan Investree dengan keahlian yang dibutuhkan.”

Investree memasuki usia ke-6

Di usia ke-6 ini, perusahaan sudah berkembang jauh tidak hanya sekadar perusahaan fintech lending. Selama 2021 saja, perusahaan telah memberdayakan 5 ribu pengusaha perempuan ultra mikro yang membutuhkan dukungan pembiayaan untuk mengembangkan usaha sederhana mereka.

Berikutnya, menggandeng digital freight forwarder Andalin untuk menawarkan akses pembiayaan bea cukai dan pajak bagi para klien Andalin melalui produk Buyer Financing. Kerja sama ini bertujuan untuk membantu meringankan beban biaya klien agar mereka tidak perlu mengeluarkan biaya besar di awal, sehingga manajemen arus kas perusahaan dapat dioptimalkan.

Hingga September 2021, Investree membukukan total fasilitas pinjaman sebesar Rp 12 triliun, naik 51% secara yoy dari tahun lalu, dan nilai pinjaman tersalurkan sebesar Rp 8 triliun. Dari segi angka pemberi pinjaman dan peminjam, pada akhir kuartal III 2021, tercatat sudah ada 46 ribu lender dan 6 ribu borrower yang tergabung di Investree secara kumulatif. Perbandingan jumlah lender individu dan lender institusi yang mendanai berada di persentase 40:60.

Kontribusi Investree terhadap industri fintech lending di Indonesia pun nyata.
Pinjaman outstanding Investree berkontribusi sebesar 8,3% terhadap pinjaman outstanding produktif nasional. Per September 2021, TKB90 mereka adalah 98,22% – lebih baik dari rata-rata nasional 93,3%.

Porsi sektor produktif masih minim

Menurut laporan DSInnovate dan AFPI pada tahun lalu sebanyak 36,1 juta peminjam di sektor produktif meminjam Rp2,5 juta-Rp25 juta. Hanya 17,6% di antaranya yang meminjam lebih dari Rp500 juta. Sektor ini masih perlu digenjot lebih lanjut oleh regulator, terlebih lagi di masa pandemi ini banyak UMKM yang butuh terpukul dan harus tetap bertahan.

Sumber: DSResearch

 

Sumber: DSResearch
Application Information Will Show Up Here
Tommy Yuwono dan Ioann Fainsilber

Accial Capital Kembali Berikan “Debt Funding” untuk Fintech Lokal, Giliran Pintek Terima 298 Miliar Rupiah

Pintek sebagai startup pengembang layanan pembiayaan khusus untuk pendidikan, hari ini (11/1) mengumumkan perolehan debt funding senilai $21 juta atau setara 298 miliar Rupiah dari Accial Capital, sebuah investor private debt asal Amerika Serikat.

Sederhananya, debt funding ini memungkinkan sebuah startup pembiayaan untuk memiliki dana pinjaman lebih guna disalurkan. Istilah lainnya, investor yang tergabung biasa disebut dengan “lender institusi”. Praktik ini cukup lumrah di lingkungan fintech lending, mengingat kebutuhan untuk mengakselerasi pertumbuhan dan ekspansi.

Accial Capital sendiri bukan investor baru di ranah tersebut, sebelumnya mereka sempat menyuntikkan dananya ke Investree senilai 213 miliar Rupiah dan Awan Tunai senilai 290 miliar Rupiah. Ketiga startup yang diinvestasi memiliki fokus berbeda; Pintek di pendidikan, Investree ke UMKM, dan Awan Tunai ke pembiayaan rantai pasokan.

Perusahaan lokal, khususnya perbankan, juga mulai banyak terlibat menjadi lender institusi. Secara pangsa pasar cakupannya beda, fintech lending banyak fokus ke kalangan unbankable yang jumlahnya masih sangat banyak di Indonesia – sehingga justru menjadi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dengan bank.

Institutional Lender Fintech Indonesia

Pintek sendiri, menjelang akhir tahun 2020 baru saja mengumumkan pendanaan lanjutan dari Finch Capital dan Accion Venture Lab. Disampaikan total pendanaan yang sudah didapat perusahaan sejauh ini mencapai 70 miliar Rupiah. Sejak beroperasi di tahun 2018, Pintek telah menyalurkan pinjaman hingga 83,3 miliar Rupiah.

Selain Pintek, di Indonesia juga sudah ada beberapa layanan fintech serupa, menyasar akademisi dan institusi pendidikan; di antaranya Danadidik, Cicil, dan KoinPintar dari Koinworks.

“Berada dalam situasi yang penuh tantangan saat ini, lembaga pendidikan perlu mengadaptasi teknologi untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh bagi siswa. Namun, karena kurangnya sumber daya keuangan, implementasi teknologi di sektor pendidikan  menjadi tantangan. Kami membuat produk untuk membantu ekosistem pendidikan Indonesia pada titik kritis saat ini,” ujar Co-Founder Pintek Ioann Fainsilber.

Startup p2p lending Investree umumkan debt funding sebesar $15 juta (lebih dari Rp213 miliar) dari debt investor Accial Capital, bagian dari putaran Seri C2

Investree Bukukan Dana 213 Miliar Rupiah dari Accial Capital, Pembuka Putaran Seri C2

Startup p2p lending Investree mengumumkan perolehan “debt funding” sebesar $15 juta (lebih dari Rp213 miliar) dari debt investor Accial Capital. Dikonfirmasi langsung kepada DailySocial, ini adalah bagian dari putaran seri C2 yang masih berlangsung.

Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi menerangkan, pendanaan seri C2 diharapkan selesai pada kuartal pertama tahun depan. Dalam putaran ini, Investree menargetkan dapat mengantongi dana yang terdiri dari debt dan ekuitas.

“Kita kejar debt funding dulu sampai akhir tahun ini. Ada satu lagi yang sebentar lagi closed. [Putaran Seri C2] mungkin selesai Q1 2021,” terangnya, Jumat (13/11).

Sebelumnya, Seri C1 sudah diumumkan pada April 2020 dengan total perolehan $23,5 juta yang dipimpin oleh MUIP (anak usaha ventura dari Mitsubishi UFJ Financial Group) dan BRI Ventures. Investor lainnya yang berpartisipasi ada SBI Holdings dan 9F Fintech Holdings Group.

Adrian melanjutkan, hubungan perusahaan bersama Accial Capital sebenarnya dimulai sejak 2017 sebagai channeling. Kini, semakin diperkuat dengan pendanaan debt. Accial juga bergabung menjadi salah satu lender institusi di Investree. Selain Investree, Accial juga memberikan pendanaan debt kepada AwanTunai yang diumumkan pada Juli 2020.

“Awal kita start channeling [dengan Accial], sekarang diperdalam dengan debt funding karena selain Indonesia ada rencana untuk ke Filipina dan Thailand. Jadi funding ini untuk Investree Group, tidak hanya Investree Indonesia.”

Dalam keterangan resmi, dipaparkan Accial Capital pada 2017 bermitra untuk mendanai sub-segmen portofolio pinjaman UKM. Fasilitas kredit yang diberikan Accial Capital ini akan memberikan pembiayaan kepada lebih banyak UKM Indonesia melalui beragam portofolio pinjaman Investree, termasuk invoice financing, buyer financing, working capital term loan, dan online seller financing.

CIO Accial Capital Michael Shum menerangkan, Investree adalah investasi pertama perusahaan di Indonesia dan pihaknya terkesan dengan perkembangan dan kemajuan yang telah mereka buat sejak pertama kali di 2017.

“Sebagai pelopor dalam pembiayaan pinjaman dengan jaminan aset untuk perusahaan fintech lending di pasar-pasar berkembang, Accial Capital yang berasal dari Amerika Serikat menjadi pemberi pinjaman institusi asing pertama Investree 3 tahun lalu dan menegaskan kembali komitmennya terhadap pasar UKM di Indonesia.

Investree fokus pada pembiayaan rantai pasokan (supply chain financing) dan mulai mengubah konsepnya menjadi solusi digital bagi UKM tepat memasuki usianya yang kelima. Perusahaan mulai masuk ke ekosistem rekanan yang memiliki bidang usaha unik yang mampu membuka peluang lebih besar untu menyentuh lebih banyak target.

Salah satunya adalah perempuan yang memegang peranan penting dalam pengelolaan keuangan keluarga. Di sini, Investree menggandeng Gramindo Berkah Madani sebuah koperasi jasa unit simpan pinjam yang fokus pada pembiayaan super mikro.

Hingga September 2020, perusahaan telah memfasilitas pinjaman sebesar Rp7 triliun kepada 1.429 peminjam dan mencatat sekitar 120 pemberi pinjaman di platformnya.

Application Information Will Show Up Here

AwanTunai Receives Debt Funding Over 290 Billion Rupiah from Accial Capital

AwanTunai p2p lending startup announced a “debt” funding of US$20 million (over 290 billion Rupiah) led by private debt investor Accial Capital. Several other banks involved in this round as lenders.

AwanTunai’s Co-Founder & CEO Dino Setiawan explained to DailySocial, the fresh money will be fully channeled back in the form of financing for customers. The company also held stock-based fundraising, which is yet to be announced, and will be focused on technology development.

“The US$20 million fund is led by Accial Capital and our partnership with several banks to finance AwanTunai customers,” he said yesterday (7/21).

In acquiring debt funding, companies do tend to take from institutions as lenders. Some banks have partnered up include OCBC NISP, Jtrust Bank, Credit Saison, and UOB. There some other banks ongoing process.

“Through this partnership banks can enter the SME segment and channel financing securely.”

Accial Capital’s CIO,  Michael Shum said in his official statement, AwanTunai has a unique approach in managing credit risk in the micro segment well, quickly, and responsibly. This allows thousands of micro traders to expand their business even during the Covid-19 crisis.

AwanTunai has a flagship product called AwanTempo released in April 2019. This is a financing product for a grocery store in need of additional capital to buy its store products. The company is working with suppliers to provide financing to the small shop.

Dino said that with the debt funding, it is expected to accelerate the expansion of financing of its wholesale suppliers and its flagship products, therefore, more store owners are helped with capital needs. It is said that AwanTempo has distributed funding up to Rp390 billion.

Before introducing its product, the company used to make a loan distribution product for smartphone purchasing with a maximum range of IDR 4 million. In minimizing risk, the company partners with Blue Bird targeting taxi drivers.

“AwanTempo is now our main product. We are no longer continuing the smartphone products,” he said.

New product development

Dino admitted that the company was quite lucky to continue financing during the pandemic. He mentioned the grocery shop segment can survive during the PSBB period because it’s open to serve basic needs.

“We have a collaborative program with AwanTunai‘s wholesale partner to help stalls heavily affected by Covid-19, especially those in the office area.”

In terms of product development plan, Dino said the company is currently preparing a new product to finance crops for small farmers. They’ve partnered with foreign NGOs and agricultural product aggregator to channel financing from AwanTunai to farmers. The concept of financing is similar to AwanTempo. The aggregator must know the farmers well to minimize the risk of default.

“The risk is very high. In previous cases, the bank entered the SME segment. The NPL turns out very high because no data appears on the SLIK or incorrect KTP. Therefore, the KUR is stuck inside the banks, there is no safe way to expel KUR to unbanked people,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup p2p lending AwanTunai mengumumkan perolehan pendanaan “debt” sebesar $20 juta yang dipimpin oleh investor debt swasta Accial Capital

AwanTunai Peroleh “Debt Funding” Lebih dari 290 Miliar Rupiah dari Accial Capital

Startup p2p lending AwanTunai mengumumkan perolehan pendanaan “debt” sebesar US$20 juta (lebih dari 290 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh investor debt swasta Accial Capital. Beberapa bank lain turut masuk ke dalam putaran tersebut sebagai lender.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO AwanTunai Dino Setiawan menjelaskan, dana ini sepenuhnya digunakan untuk disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan untuk nasabah. Perusahaan juga sedang melakukan penggalangan pendanaan berbasis saham, yang belum bisa diumumkan, nantinya dikhususkan untuk pengembangan teknologi.

“Dana US$20 juta dipimpin oleh Accial Capital dan kemitraan kita sama beberapa bank untuk pembiayaan nasabah AwanTunai,” ujarnya, kemarin (21/7).

Dalam menjaring pendanaan debt, perusahaan memang cenderung mengambil dari kalangan institusi sebagai lender. Beberapa bank yang telah bermitra diantaranya OCBC NISP, Jtrust Bank, Credit Saison, dan UOB. Ada tambahan dari bank lainnya yang masih dalam proses.

“Lewat kemitraan tersebut bank dapat masuk ke segmen UMKM dan menyalurkan pembiayaan secara aman.”

CIO Accial Capital Michael Shum dalam keterangan resminya mengatakan, AwanTunai memiliki pendekatan yang unik dalam mengelola risiko kredit di segmen mikro dengan baik, cepat, tapi juga bertanggung jawab. Hal ini memungkinkan ribuan pedagang mikro untuk memperluas bisnis mereka bahkan saat krisis Covid-19.

AwanTunai memiliki produk flagship yang bernama AwanTempo dirilis pada April 2019. Ini adalah produk pembiayaan untuk toko kelontong yang butuh tambahan modal untuk membeli kebutuhan tokonya. Perusahaan bekerja sama dengan supplier untuk memberikan pembiayaan kepada toko kecil tersebut.

Dino mengatakan dengan pendanaan debt tersebut, diharapkan dapat mengakselerasi ekspansi pembiayaan pemasok grosirnya dan produk flagship-nya agar semakin banyak pemilik toko yang terbantu memenuhi kebutuhan permodalannya. Disebutkan hingga kini AwanTempo telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp390 miliar.

Sebelum memperkenalkan produk itu, pada awal perusahaan berdiri membuat produk penyaluran pinjaman untuk pembelian smartphone dengan rentang maksimal Rp4 juta. Dalam meminimalisir risiko, perusahaan menggaet Blue Bird untuk para pengemudi taksi yang berminat.

“AwanTempo sekarang produk utama kami. Kita sudah tidak lanjut produk smartphone lagi,” katanya.

Mengembangkan produk baru

Dino mengaku perusahaan cukup beruntung tetap dapat menyalurkan pembiayaan selama pandemi. Menurut dia, segmen warung kelontong masih bisa beroperasi karena selama masa PSBB tetap buka untuk melayani kebutuhan pokok.

“Kami ada program kerja sama dengan mitra grosir AwanTunai untuk membantu para warung yang terkena dampak berat dari Covid-19, terutama yang ada di area perkantoran.”

Untuk rencana pengembangan produk berikutnya, Dino memaparkan saat ini perusahaan sedang mempersiapkan produk baru untuk pembiayaan hasil bumi untuk petani kecil. Sudah bermitra dengan LSM asing dan mitra aggregator hasil bumi untuk menyalurkan pembiayaan dari AwanTunai ke petani. Konsepnya pembiayaannya mirip dengan AwanTempo. Para aggregator harus kenal para petaninya untuk meminimalisir risiko gagal bayar.

“Risiko tinggi sekali. Banyak kasus sebelumnya, bank masuk ke segmen UMKM. Lalu NPL-nya tinggi sekali karena tidak ada data muncul di SLIK atau KTP tidak tepat. Makanya masalah di KUR mentok di dalam bank-bank tidak ada jalur aman untuk keluarkan KUR ke massa unbanked,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here