Acer meluncurkan sederet perangkat gaming baru di CES 2022, mulai dari laptop, komputer desktop, sampai monitor. Di segmen monitor, Acer menghadirkan tiga penawaran yang cukup menarik buat para gamer.
Tiga monitor gaming yang dimaksud adalah Predator X32 dan Predator X32 FP, serta Predator CG48. Ketiganya sama-sama merupakan monitor 4K, jadi segmentasinya jelas masuk kelas high-end.
Acer Predator X32 dan Predator X32 FP
Dua monitor ini cukup istimewa karena memadukan panel IPS 32 inci beresolusi 4K dengan teknologi Mini LED. Buat yang tidak tahu, Mini LED memungkinkan sebuah monitor untuk mengemas jauh lebih banyak local dimming zone, sehingga pada akhirnya mampu menyajikan kontras yang lebih baik sekaligus warna yang lebih kaya.
Dalam kasus ini, baik Predator X32 maupun X32 FP sama-sama mengemas 576 dimming zone, dengan tingkat kecerahan maksimum hingga 1.000 nit dan sudah memenuhi sertifikasi DisplayHDR 1000. Soal warna, keduanya menjanjikan akurasi Delta E<2 dan cakupan 99% AdobeRGB.
Mengenai perbedaannya, Predator X32 hadir membawa dukungan Nvidia G-Sync Ultimate, sementara Predator X32 FP dengan AMD FreeSync Premium Pro. Predator X32 juga mendukung teknologi Nvidia Reflex untuk memonitor dan mengurangi latensi sistem, cocok buat yang gemar memainkan game-game kompetitif.
Predator X32 FP di sisi lain datang mengusung port HDMI 2.1, sebuah fitur yang krusial bagi para gamer konsol. Acer juga mengklaim bahwa Predator X32 FP merupakan monitor 4K tercepat yang ada saat ini, dengan refresh rate 165 Hz dan waktu respon 1 milidetik.
Terkait ketersediaannya, Acer bakal memasarkan Predator X32 pada kuartal ketiga 2022 dengan harga mulai $1.999, sementara Predator X32 FP bakal meluncur lebih dulu di kuartal kedua 2022 dengan banderol mulai $1.799.
Acer Predator CG48
Dengan bentang diagonal 48 inci, perangkat ini mungkin lebih pantas disebut sebagai TV ketimbang monitor. Kendati demikian, fitur-fitur yang dibawanya tidak kalah dari monitor high-end, di antaranya refresh rate maksimum 138 Hz, waktu respon 0,1 milidetik (GtG), dan dukungan AMD FreeSync Premium Pro.
Pemilik konsol next-gen yang tengah mengincar monitor atau TV baru bisa melihat Predator CG48 sebagai salah satu opsi yang ideal berkat dukungan teknologi variable refresh rate (VRR) serta keberadaan port HDMI 2.1. Panel yang digunakan sendiri adalah OLED dengan resolusi 4K dan cakupan warna 98% DCI-P3.
Dari segi konektivitas, Predator CG48 turut dilengkapi DisplayPort 1.4, empat port USB 3.2, dan satu port USB-C. Di Amerika Serikat, monitor ini rencananya akan dijual pada kuartal ketiga 2022 dengan harga mulai $2.499.
Kehadiran PlayStation 5 dan Xbox Series X mendorong produsen TV untuk menyematkan fitur variable refresh rate (VRR) pada model-model high-end terbarunya. Sekarang, fitur yang dirancang untuk memuluskan jalannya permainan itu juga bisa kita nikmati di proyektor.
Adalah Acer Predator GD711, salah satu proyektor pertama yang pantas menyandang titel proyektor gaming berkat dukungan fitur VRR tadi. Fitur tersebut bisa aktif di resolusi 1080p 120 Hz saat disambungkan ke konsol, atau 1080p 240 Hz saat digunakan bersama PC. Sesuai fungsinya, VRR akan selalu menyamakan refresh rate tampilan dengan output frame rate (fps) yang tersaji di masing-masing perangkat.
Untuk keperluan di luar gaming, proyektor LED ini mampu memproyeksikan gambar dalam resolusi 4K (3840 x 2160), dengan tingkat kecerahan maksimum 4.000 LED lumen (atau 1.650 ANSI lumen), dan rasio kontras 2.000.000:1. Color gamut-nya tercatat di 95% Rec. 709, dan perangkat juga kapabel untuk menyuguhkan konten HDR10.
Ukuran proyeksi terbesarnya adalah 300 inci, akan tetapi Acer sendiri merekomendasikan ukuran 100 inci dari jarak 2,7 meter. Perangkat hadir membawa speaker 10 W dan remote control dengan lapisan antimicrobial. Urusan software, Acer telah membekalinya dengan integrasi app store Aptoide.
Konektivitasnya mencakup dua port HDMI 2.0, tiga port USB-A, dan port audio-out. Berbekal sirkulasi udara yang baik, proyektor ini memiliki estimasi masa hidup hingga 20.000 jam, atau sampai 30.000 jam jika menggunakan mode Eco.
Sejauh ini belum ada informasi mengenai ketersediaan proyektor ini di kawasan Asia, namun Acer berniat menjualnya di Tiongkok seharga 11.999 yuan, dan di kawasan Eropa seharga €1.499. Kalau dikonversi, berarti harganya ada kisaran 24-26 jutaan rupiah.
Alternatifnya, Acer juga menawarkan Predator GM712 yang sedikit lebih terjangkau di €1.399 atau 10.999 yuan. Perangkat ini menawarkan dukungan fitur VRR yang sama persis (hingga 120 Hz di konsol dan 240 Hz di PC), akan tetapi dengan proyeksi berbasis lampu biasa ketimbang LED.
Tingkat kecerahan maksimumnya lebih tinggi di 3.600 ANSI lumen, dan ia tetap kompatibel dengan konten HDR10. Meski begitu, rasio kontrasnya lebih rendah di 10.000:1. Juga lebih inferior adalah estimasi masa hidupnya: sampai 5.000 jam, atau bisa juga sampai 15.000 jam dengan menggunakan mode Eco Pro.
Industri game di kawasan Asia Tenggara dan Taiwan (GSEA) diperkirakan bernilai US$5 miliar pada 2019. Menurut Niko Partners, pada 2019, jumlah mobile gamers di GSEA mencapai 227 juta orang dan jumlah pemain PC mencapai 154,3 juta orang. Berkembangnya industri game di GSEA juga akan mendorong pertumbuhan industri esports. Alasannya, gamers di GSEA tidak hanya senang bermain game, tapi juga aktif di dunia esports.
Berdasarkan data dari Niko Partners, jumlah penonton di Asia Tenggara mencapai 100 juta orang. Audiens esports di masing-masing negara biasanya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu populasi dan konektivitas internet. Semakin besar populasi sebuah negara, semakin besar pula jumlah penonton esports di negara itu. Sementara itu, infrastruktur internet yang baik akan mendorong pertumbuhan ekosistem esports di sebuah negara.
Banyaknya jumlah penonton memang bisa menumbuhkan ekosistem competitive gaming. Karena, biasanya, semakin besar jumlah penonton, semakin banyak pula perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor. Memang, saat ini, sponsorship masih menjadi sumber pemasukan utama di dunia esports. Lalu, bagaimana tren sponsorship di Asia Tenggara?
Industri Endemik Masih Mendominasi Sponsorship untuk Esports
“Perusahaan yang paling sering menjadi sponsor esports adalah perusahaan-perusahaan endemik industri game, seperti produsen komputer, gaming peripherals, maupun ponsel,” kata Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners ketika ditanya tentang tren esports sponsorship di kawasan Asia Tenggara. Meskipun begitu, perusahaan-perusahaan non-endemik alias perusahaan yang tidak ada kaitannya dengan dunia game dan esports pun mulai tertarik untuk mendukung pelaku esports. “Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan non-endemik juga mulai masuk ke sponsorship esports di ASEAN,” ujar Darang. Lebih lanjut dia menjelaskan, perusahaan non-endemik tersebut biasanya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang makanan/minuman, perbankan, dan transportasi.
Di Indonesia, beberapa perusahaan endemik yang menjadi sponsor esports antara lain Acer Predator, ASUS ROG, Logitech, dan Razer. Mengingat di Indonesia mobile esports sangat populer, beberapa perusahaan smartphone juga aktif menjadi sponsor, seperti Xiaomi dan Samsung. Sementara itu, beberapa perusahaan non-endemik yang ikut aktif di kancah esports lokal adalah Red Bull yang menjadi sponsor dari Bigetron Esports dan ONIC Esports serta Sukro yang mendukung RRQ dan EVOS Esports.
BCA menjadi salah satu bank yang aktif mendukung pelaku esports di Indonesia. Salah satu turnamen esports yang BCA dukung adalah Piala Presiden. Mereka menyebutkan, alasan mengapa mereka tertarik untuk masuk ke komunitas esports adalah karena mereka ingin menggaet hati anak-anak muda, yang memang senang dengan competitive gaming. Contoh bank lain yang mendukung esports adalah BNI, yang belum lama ini menjadi sponsor dari Ladies Series MLBB 2021.
Dari segi nilai sponsorship, perusahaan endemik juga masih unggul. Meskipun begitu, Darang menyebutkan, semakin banyak perusahaan non-endemik yang menjadi sponsor esports. Pandemi COVID-19 menjadi salah satu alasan di balik tren tersebut. Pasalnya, kompetisi esports masih bisa diselenggarakan secara online walau pemerintah melakukan lockdown dan masyarakat disarankan untuk melakukan social distancing. Memang, pada awal tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 baru dimulai, konten esports bahkan dianggap bisa menjadi pengganti dari siaran olahraga. Karena, ada banyak kompetisi olahraga yang harus ditunda atau bahkan dibatalkan.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, Singapura menjadi negara yang menarik esports sponsorship dengan nilai yang paling besar. Menurut Darang, alasannya sederhana, yaitu karena Singapura sering menjadi tuan rumah dari turnamen esports dengan hadiah besar. Salah satu turnamen esports yang diadakan di Singapura belum lama ini adalah ONE Esports Singapore Major 2021, yang menawarkan hadiah sebesar US$500 ribu. Dan pada Mei 2021, Free Fire World Series 2021 Singapore digelar di Marina Bay Sands. Total hadiah dari kompetisi Free Fire itu mencapai US$2 juta.
Apa yang Membuat Ekosistem Esports Asia Tenggara Unik?
Hampir semua negara-negara di Asia Tenggara merupakan negara mobile first. Karena itu, tidak heran jika industri mobile game berkembang pesat di kawasan ASEAN. Alhasil, ekosistem esports yang berkembang pun merupakan ekosistem mobile game. Darang menyebutkan, hal ini juga terlihat pada kontrak esports sponsorship di kawasan Asia Tenggara. Di ASEAN, mobile esports menjadi minat utama para sponsor. Meskipun begitu, Darang menyebutkan, di Asia Tenggara, tidak ada satu game yang mendominasi kontrak sponsorship.
“Mobile game tetap menjadi yang paling diminati oleh para sponsor. Beberapa game yang paling banyak mendapatkan sponsor dalam pergelaran turnamen di seantero Asia Tenggara antara lain Free Fire, Arena of Valor, PUBG Mobile, dan Mobile Legends,” ungkap Darang. Ketika ditanya mengapa mobile game populer, dia menjawab, “Pengguna dan penonton mobile esports merupakan segmen terbesar esports di Asia Tenggara. Game ponsel juga mudah diakses, tidak memerlukan spec dan perlengkapan mahal seperti PC dan konsol, serta keberlanjutan turnamen-turnamennya mampu bertahan di kala pandemi. Hal-hal tersebut menjadikan mobile esports sebagai segmen paling populer di Asia Tenggara.”
Selain populernya mobile game, satu keunikan lain dari ekosistem esports di Asia Tenggara adalah aktifnya pemerintah dalam mengembangkan industri competitive gaming. Buktinya, esports telah dimasukkan dalam beberapa ajang olahraga bergengsi. Misalnya, di Asian Games 2018, esports dinobatkan sebagai cabang olahraga eksibisi. Sementara di SEA Games 2019, esports bahkan menjdi cabang olahraga bermedali. Esports juga akan kembali menjadi bagian dari SEA Games 2021 dan Asian Games 2022. Di Indonesia, esports juga akan menjadi cabang olahraga eksibisi Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021. Pemerintah bahkan memilih Lokapala, mobile MOBA buatan developer lokal, menjadi salah satu game yang diadu.
“Satu hal yang unik dan membedakan Asia Tenggara dengan kawasan lain adalah keterlibatan pemerintah sebagai sponsor atau penyelenggara acara esports,” kata Darang. “Sebagai contoh, pemerintah Indonesia melalui PB Esports dan Kemenparekraf, pemerintah Malaysia melalui MDEC, dan pemerintah Singapura melalui SGGA tercatat cukup terlibat dalam penyelenggaraan turnamen esports di negara masing-masing.”
Seperti halnya Asus maupun Lenovo, Acer juga memperkenalkan sederet laptop baru di CES 2021. Namun satu yang paling memikat menurut saya adalah Acer Predator Triton 300 SE. Lucunya, ketimbang harus tampil heboh agar mengundang banyak perhatian, daya tarik Predator Triton 300 SE justru terletak pada sisi minimalisnya.
Dalam keadaan tertutup, mungkin tidak akan ada yang mengira bahwa laptop ini merupakan laptop gaming. Bahkan saat sudah dibuka pun, Anda mungkin masih akan menganggapnya sebagai laptop biasa sebelum akhirnya sadar bahwa keyboard-nya dilengkapi backlight RGB. Dengan penampilan serba logam yang seelegan itu, Predator Triton 300 SE semestinya bisa menarik perhatian para pebisnis profesional yang hobi bermain game.
Berbeda dari Predator Triton 300, laptop ini punya wujud yang lebih ringkas. Tebalnya cuma 17,9 mm, dan bobotnya tidak lebih dari 1,7 kg. Ukuran layar IPS-nya juga lebih kecil di angka 14 inci, tapi masih dengan resolusi 1080p dan refresh rate 144 Hz. Pada samping kiri dan kanannya, Anda bisa menjumpai beragam port, mulai dari Thunderbolt 4, USB 3.2 Gen 2, sampai port HDMI.
Sebagai laptop keluaran tahun 2021, jeroannya sudah pasti menggunakan komponen-komponen yang terbaru. Pada konfigurasi termahalnya, Predator Triton 300 SE mengandalkan prosesor Intel Core i7-11375H yang memiliki boost clock 5 GHz plus GPU RTX 3060 versi laptop yang baru Nvidia umumkan belum lama ini. Melengkapi spesifikasinya adalah RAM dengan kapasitas maksimum 24 GB dan SSD sebesar 1 TB.
Satu detail yang belum Acer ungkap sejauh ini adalah kapasitas baterai yang tertanam di Predator Triton 300 SE, akan tetapi mereka menargetkan masa pakai selama 10 jam per charge – tentu saja bukan untuk dipakai gaming, dan cukup rasional untuk standar laptop dengan layar FHD.
Rencananya, Acer bakal melepas Predator Triton 300 SE ke pasaran mulai bulan Februari. Di Amerika Serikat, harganya dibuka di angka $1.400, akan tetapi Acer tidak merincikan seperti apa spesifikasi yang ditawarkan varian termurahnya tersebut. Buat yang mendambakan laptop gaming ringkas dengan gaya industrial yang simpel, doakan saja Acer bisa segera mendatangkannya ke tanah air.
Melalui sebuah livestream berjudul Next@Acer 2020 yang disiarkan pada tanggal 21 Oktober kemarin, Acer menyingkap sederet perangkat baru yang sangat menarik. Dari lini laptop ConceptD misalnya, selain memperbarui spesifikasi ConceptD 7 dan ConceptD 7 Pro, Acer turut mengungkap PC desktop ConceptD 300 yang sangat mencuri perhatian berkat desainnya yang elegan sekaligus timeless.
Beralih ke sektor gaming, tidak tanggung-tanggung, Acer meluncurkan enam monitor gaming baru sekaligus, termasuk salah satunya yang benar-benar dirancang secara spesifik agar tidak mudah membuat mata lelah, yang sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Eyesafe.
Acer juga membahas lebih jauh mengenai Planet9, sebuah platform esports yang mereka perkenalkan pertama kali pada bulan September lalu. Satu bagian paling menarik dari Planet9 adalah SigridWave, sebuah sistem penerjemah berbasis AI yang diciptakan untuk menjembatani komunikasi antar gamer tanpa harus terbendung perbedaan bahasa.
Sejauh ini sudah mendukung bahasa Inggris dan Mandarin, SigridWave dilatih agar benar-benar memahami terminologi gaming. Jadi ketimbang menerjemahkan kata “camper” sebagai “orang yang sedang berkemah”, SigridWave tahu yang dimaksud adalah “pemain yang berdiam di satu posisi dan menunggu musuh datang”.
Dalam kesempatan yang sama, Acer bahkan turut memperkenalkan lini produk baru bernama AcerPure yang berfokus di bidang lifestyle. Produk pertama dari lini tersebut adalah AcerPure Cool, kombinasi antara pembersih sekaligus penyejuk udara yang sangat relevan terhadap situasi pandemi.
Bersama sejumlah media lain, saya berkesempatan untuk mewawancarai lima eksekutif dari Acer guna menanyakan mengenai sejumlah hal terkait produk-produk baru Acer tadi. Kelima eksekutif tersebut adalah:
Tiffany Huang – Co-COO dan President of Corporate Marketing, Business Planning and Operations
Andrew Chuang – General Manager of Esports Service and Rugged Computing
Andrew Hou – President of Pan-Asia Pacific Operations
James K Lin – General Manager of Notebook Products Business
Jerry Kao – Co-COO and President of IT Products
Tanpa berlama-lama, pembicaraan kami langsung mengarah ke AcerPure, cukup wajar mengingat ini merupakan bidang baru yang belum pernah Acer geluti sebelumnya. Tiffany sendiri membenarkan bahwa ini merupakan upaya Acer untuk memperluas lineup produk mereka di luar bisnis utamanya, dan pembersih udara dipilih berkat relevansinya terhadap situasi pandemi.
Namun yang menarik adalah, seperti yang dijelaskan oleh James, Acer sebenarnya sudah mulai menggarap kategori ini sejak tahun lalu, tapi kala itu fokusnya hanya untuk ranah komersial. Barulah di awal 2020 ini, Acer melihat adanya peluang lini produk baru AcerPure ini untuk segmen konsumen umum.
Ke depannya dipastikan bakal ada kategori produk lainnya, tapi untuk sekarang, prioritas Acer adalah AcerPure Cool itu tadi. Kabar baiknya, Acer sudah berencana untuk menghadirkannya ke Indonesia mulai awal tahun 2021.
Saya sendiri lebih tertarik dengan sektor gaming, dan pertanyaan pertama yang saya lontarkan adalah, “Kapan Acer bakal membuat smartphone gaming Predator?” Tiffany pun tertawa, lalu lanjut menjelaskan bahwa mereka selalu terbuka terhadap peluang. Beliau bahkan sempat menyinggung sendiri terkait kegagalan Acer di industri smartphone beberapa tahun lalu, dan yang saya tangkap, itu bukan berarti Acer sudah menyerah.
Kalau tren smartphone gaming terus ramai ke depannya, bukan tidak mungkin kita akan melihat penawaran serupa dari Acer. Pun demikian, supaya tidak ada kesalahpahaman, Jerry menambahkan bahwa untuk sekarang Acer belum punya keinginan sama sekali soal itu.
Lalu ketika mulai membahas esports, saya langsung menanyakan tentang teknologi penerjemah berbasis AI SigridWave itu tadi. Jujur saya penasaran apakah Acer berniat untuk melisensikannya ke platform lain, atau mungkin ke layanan seperti Discord atau TeamSpeak. Andrew Chuang dengan tegas menjawab tidak, setidaknya untuk sekarang.
Terkait monetisasi Planet9, Andrew menjabarkan bahwa ke depannya mereka bakal mengeksplorasi sejumlah cara. Bisa dengan memberikan coaching, iklan, atau berjualan in-game item. Opsi lain yang tak kalah menarik adalah, Planet9 sebagai pusat data profil pemain-pemain profesional, yang kemudian mungkin bisa dijual ke para stakeholder esports.
Terakhir, kami juga sempat berbicara banyak mengenai Chromebook. Dalam penjelasannya, Andrew Hou memaparkan satu fakta yang sangat menarik: sampai kuartal ketiga kemarin, penjualan Chromebook yang dicatatkan Acer di Indonesia naik sebesar 2.601%. Ya, saya bukan salah ketik, tapi memang angka penjualannya naik 26 kali lipat dari tahun sebelumnya.
Rupanya, peningkatan sangat drastis ini datang dari keberhasilan Acer memenangkan sejumlah tender pendidikan dari pemerintah, dan hal yang sama juga terjadi di negara-negara lain seperti Jepang atau Filipina. Di Indonesia sendiri, Acer sekarang memimpin pangsa pasar Chromebook dengan 80%.
Oh ya, saya juga sempat meminta pendapat Acer mengenai tren laptop foldable. Soal itu, James menjelaskan bahwa Acer sebenarnya sudah mengeksplorasi laptop foldable selama beberapa tahun, namun mereka masih belum menemukan cara terbaik untuk menyajikan user experience yang paling optimal dari form factor tersebut.
Kalau melihat obsesi Acer terhadap laptop yang tipis dan ringan, sekaligus yang terkadang punya desain tidak umum, saya yakin di pusat R&D-nya sudah ada beberapa prototipe laptop foldable. Namun kalau bicara soal user experience, tentu saja kita juga harus menyinggung soal Microsoft sebagai penyedia sistem operasinya, dan sejauh ini mereka memang belum punya versi Windows 10 yang benar-benar matang untuk perangkat foldable.
Virus Corona membuat berbagai acara game dan turnamen esports ditunda atau dibatalkan, seperti E3 dan Point Blank World Challenge 2020. IEM Katowice 2020 juga terpaksa diselenggarakan tanpa penonton. Hal ini tidak hanya menyebabkan masalah untuk penyelenggara turnamen, tapi juga vendor yang berencana untuk memamerkan atau bahkan menjual produknya di tempat turnamen esports diadakan. Meskipun begitu, Acer Predator, yang memasuki tahun ketiga sebagai rekan Intel Extreme Masters, menganggap ini bukan masalah besar bagi mereka.
Manuel Linnig, Director of Public Relations, EMEA, Acer menjelaskan bahwa sejak awal, Acer memang lebih fokus pada konten digital daripada kegiatan offline saat turnamen berlangsung untuk membangun reputasi merek dan meningkatkan penjualan. Padahal, turnamen seperti IEM kini juga menyediakan expo hall, memungkinkan vendor untuk memamerkan atau bahkan menjual langsung produknya pada pengunjung.
“Saat fans masuk ke booth di expo hall untuk berinteraksi, mereka biasanya tidak mengingat banyak tentang apa yang mereka lihat,” kata Linnig pada The Esports Observer. “Karena itu, kami lebih fokus untuk membuat konten digital daripada mengadakan kegiatan offline.” Dia menjelaskan, kegiatan offline di turnamen esports memang memberikan dampak pada penjualan. Namun, dampak itu tidak besar. “Jika Anda menonton pertandingan sepak bola, Anda lebih tertarik dengan pertandingannya atau makanan dan minuman yang dijual sepanjang pertandingan?”
Lebih lanjut dia menambahkan, “Di industri ini, atau kebanyakan vendor di sini, Anda menggunakan turnamen esports sebagai batu loncatan, lalu mendorong penjualan melalui toko retail atau online.” Dia menjelaskan, memberikan promosi khusus pada produk yang ditampilkan di turnamen esports — yang bisa berlangsung selama tiga sampai empat minggu — memang bisa memengaruhi penjualan. Namun, jika mereka hanya menawarkan diskon, itu tidak akan menarik banyak pembeli.
Linnig mengungkap, membiarkan para gamer mencoba hardware atau aksesori secara langsung di expo turnamen esports memang bisa mendorong penjualan di masa depan. Meskipun begitu, kegiatan offline tidak meningkatkan angka penjualan secara drastis. Menurut Linnig, itu karena seorang pengunjung bisa mengunjungi booth dari banyak vendor. Jadi, kecil kemungkinan mereka akan mengingat satu vendor tertentu.
Selain menjadi sponsor dari IEM, Acer Predator juga mensponsori turnamen Rainbow Six Siege, yang dianggap sebagai game tactical shooter terpopuler setelah Counter-Strike. Sebelum itu, mereka sempat mendukung esports League of Legends. “Dengan Riot Games, kami menjadi sponsor dari League of Legends selama dua tahun. Tapi, kami merasa Counter-Strike lebih cocok dengan merek kami,” ujar Linnig. Alasan Acer lebih tertarik untuk mendukung Rainbow Six Siege adalah karena game itu memerlukan PC dengan spesifikasi yang tinggi. Lain halnya dengan League of Legends yang memang dibuat agar semua orang bisa memainkannya, walau spesifikasi PC mereka tak terlalu mumpuni.
Linnig menjelaskan, jika industri dapat membuat PC berkemampuan tinggi, maka developer akan membuat game yang menuntut PC berperforma tinggi. “Tren lain yang kami lihat adalah mobile PC, khususnya laptop. Laptop kini mulai menawarkan performa layaknya PC desktop. Kami juga melihat bahwa orang-orang sekarang senang menggunakan laptop untuk memainkan game berperforma tinggi, sehingga mereka bisa memainkannya dimana saja,” ujar Linnig.
Refresh rate 240 Hz dan tipe panel IPS masih merupakan kombinasi yang cukup langka di ranah monitor gaming. Rata-rata monitor 240 Hz menggunakan panel TN, akan tetapi belakangan mulai banyak pabrikan yang memproduksi monitor 240 Hz dengan panel IPS.
Acer adalah salah satunya. Di Jepang, mereka baru meluncurkan Predator XB3. Hadir dalam dua ukuran – 24,5 inci dan 27 inci – Predator XB3 mengunggulkan panel layar bertipe Fast IPS dengan refresh rate 240 Hz dan dukungan Nvidia G-Sync.
Mengapa harus IPS? Dibandingkan panel bertipe TN, IPS lebih unggul soal kekayaan warna dan viewing angle (sampai seluas 178°). Dua monitor ini menawarkan rasio kontras 1000:1 dan mendukung 99% spektrum warna sRGB. Keduanya juga sudah mengantongi sertifikasi Display HDR400.
Satu kelemahannya adalah resolusi; keduanya sama-sama mengusung resolusi 1080p. 1080p di layar 24,5 inci mungkin masih terlihat wajar. Di 27 inci, saya pribadi lebih memilih resolusi 1440p. Kendati demikian, kita juga tak boleh lupa bahwa resolusi 1440p menuntut spesifikasi PC yang jauh lebih mumpuni lagi.
Perihal konektivitas, dua monitor ini sama-sama menawarkan satu port DisplayPort 1.2a, sepasang port HDMI 2.0b, empat port USB 3.0, dan headphone jack. Stand-nya cukup fleksibel soal pengaturan posisi (tinggi, tilt, dan swivel), dan monitor ini pun dapat digunakan dalam orientasi portrait andai diperlukan.
Di Jepang, Acer memasarkan Predator XB3 24,5 inci seharga 46.000 yen (± Rp 6,4 juta) dan 27 inci seharga 55.000 yen (± Rp 7,6 juta). Sayang belum ada informasi terkait pemasarannya di negara-negara lain.
Melanjutkan kesuksesannya di awal tahun 2019 lalu, salah satu kompetisi besar di Asia Pasifik besutan Acer berlanjut ke musim berikutnya lewat Predator League 2020. Pada Predator League 2019 lalu ada BOOM Esports (Dota 2) dan Aerowolf T8 (PUBG) keluar sebagai pemenang.
Untuk Predator League 2020, Dota 2 dan PUBG kembali menjadi game pilihan untuk dipertandingkan. Satu perbedaan yang terasa untuk tahun ini adalah format kualifikasi yang berubah menjadi online. Sebelumnya pada Predator League 2019, para peserta kualifikasi diwajibkan bermain di iCafe yang sudah ditentukan.
“Perubahan format menjadi Online Qualifier diharapkan dapat menjangkau lebih banyak gamers talenta muda dari seluruh Indonesia. Mereka dapat mendaftar dan bertanding dari mana saja dengan mudah tanpa ada batasan wilayah. Dengan hal tersebut, misi kami mendukung ekosistem gaming dengan perangkat Acer jadi dapat terwujud. Acer sangat bersemangat untuk mendorong lahirnya juara esport dari Predator League, anak-anak muda inilah yang nantinya akan mengharumkan nama bangsa.” Herbet Ang, Presiden Direktur Acer Indonesia.
Kualifikasi Indonesia Predator League 2020 dimulai sejak hari ini, bersamaan dengan konfrensi pers Predator League 2020 yang diadakan di Empirica, SCBD. Kualifikasi hari ini merupakan kualifikasi khusus Invited Pro Team yang mempertandingkan PG.Orca, PG.Godlike, PG.BarracX, Hans Pro Gaming, dan Professional Esports.
Memperebutkan total hadiah sebesar Rp200 juta untuk kualifikasi Indonesia, Online Qualifier akan berjalan selama dua bulan, mulai dari akhir Oktober ini hingga Desember 2019 mendatang. Lalu dilanjut dengan final kualifikasi Indonesia yang akan berlangsung pada 11-12 Januari 2020 mendatang.
Nantinya, para pemenang kualifikasi Indonesia berhak untuk bertanding di Predator League 2020 Asia Pasifik, bersama 16 negara peserta lainnya. Negara yang jadi peserta dalam Predator League 2020 adalah: Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Australia, India, Singapura, Hong Kong, Macau, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Mongolia, Sri Lanka, Bangladesh, dan Myanmar.
Selama kualifikasi berlangsung, Acer akan hadir di lima kota besar, yaitu Medan, Surabaya, Yogyakarta, Samarinda, dan Makassar. Di tiap-tiap regional tersebut akan ada acara nonton bareng kualifikasi Predator League 2020, dan juga berbagai acara untuk komunitas.
Lebih lanjut soal Predator League 2020, Andrew Hou selaku Presiden Operasional Acer Regional Asia Pasifik juga memberikan komentarnya. “Pada penyelenggaraan Predator league yang ketiga ini, Acer kembali menghadirkan panggung internasional bagi para gamer bertalenta untuk saling berkompetisi, adu strategi dan kebolehn. Bersamaan dengan perkenalan komunitas gaming Planet9, Acer akan menyediakan ekosistem yang komperhensif untuk mendukung kemajuan industri gaming di banyak negara.”
Grand Final Predator League 2020 akan diselenggarakan di SM Mall of Asia Arena, Kota Pasay, Manila, Filipina pada 22-23 Februari mendatang. Para tim dari 17 negara tersebut akan bertanding untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$400.000 (Sekitar Rp5,6 miliar).
Jika Anda ingin dapat berpartisipasi dalam kerasnya kompetisi di Predator League 2020, Anda dapat langsung mendaftar pada laman resmi Predator League Indonesia. Bersiaplah menjadi gamers terhebat lewat gelaran Predator League 2020!
Dengan menyimak CES, kita bisa mendapatkan gambaran mengenai produk serta teknologi seperti apa yang akan hadir di sepanjang tahun. Satu hal yang memeriahkan segmen laptop di 2019 ialah tersedianya kartu grafis berteknologi ray tracing Nvidia, GeForce RTX. Para produsen tentu tak membuang-buang waktu. Brand-brand semisal Asus, MSI, dan Gigabyte diketahui mulai membawa laptop ber-RTX ke tanah air.
Anda mungkin sudah memahami fitur-fitur yang ditawarkan oleh GeForce RTX berkat gencarnya pengenalan yang dilakukan produsen. Namun ketika kompetitor senegaranya terlihat fokus mempresentasikan kualitas grafis, Acer juga mencoba bermain-main dengan desain eksperimental. Setelah sempat menggarap desktop replacement monster berlayar melengkung beberapa tahun silam, kali ini produsen PC asal Taiwan itu mengusung konsep panel berputar lewat Predator Triton 900.
Namun Triton 900 bukan satu-satunya notebook high-end andalan Acer untuk berkiprah di tahun ini. Di CES 2019, perusahaan juga menyodorkan opsi alternatif dengan wujud familier yang dititikberatkan pada aspek keringkasan. Acer menamainya Predator Triton 500. Dan kurang lebih dua bulan selepas pengumumannya, kedua produk melakukan pendaratan di Indonesia. Triton 500 sudah resmi dipasarkan, sedangkan saudara berlayar putarnya dapat di-pre-order.
Mengenai dua Triton baru
Dalam debut Predator Triton 900, Acer menyampaikan bahwa pembuatannya didorong oleh keinginan mereka buat merombak penyajian laptop tanpa mengorbankan performa. Berkat layarnya yang dapat diputar, terbuka beragam skenario penggunaan. Lalu konsumen juga diberi keleluasaan untuk menemukan posisi paling ‘ergonomis’ saat ber-gaming. Sebagai perangkat convertible, Triton 900 menyuguhkan empat mode pemakaian: notebook, display (layar mengarah ke belakang), tablet, dan ‘Ezel’ yang diprioritaskan bagi interaksi via layar sentuh.
Predator Triton 500 sendiri merupakan pewaris Triton 700 yang tersedia di Indonesia bulan Oktober 2018 silam. Ia adalah laptop berlayar 15-inci 144Hz yang ramping, dengan ketebalan hanya 17,9mm dan bobot 2,1kg sehingga memudahkannya diselipkan dalam tas serta dibawa-bawa. Mengikuti tren populer di segmen laptop ultra-tin, Triton 500 dibekali bingkai layar tipis berukuran 6,3-milimeter. Acer memilih Nvidia RTX berdesain Max-Q sebagai komponen utama di dapur pacu grafis, dan menjanjikan daya tahan baterai sampai delapan jam.
Inovasi desain
Pemakaian engsel ‘Ezel Aero’ di Predator Triton 900 memang menjadi aspek yang paling mencuri perhatian, tetapi ada banyak invosi desain esensial – dan kadang terselubung – bisa ditemukan di sana. Tubuh Triton 900 terbuat dari konstruksi logam, dan Acer terlihat berusaha untuk meminimalkan volumenya. Agar badan tetap ramping tanpa mengorbankan ruang hardware, produsen menempatkan GPU dan CPU di zona terpisah dari keyboard.
Efeknya, Triton 900 mempunyai layout yang menyerupai ROG Zephyrus – dengan keyboard, rankaian tombol macro dan bagian touchpad merangkap numpad menjorok ke depan. Papan ketik ini dibekali pencahayaan RGB per-key, sehingga Anda bisa memilihkan warna buat masing-masing tombol. Sistem serupa juga diterapkan di Predator Triton 500, tapi yang membuat Triton 900 berbeda ialah pemanfaatan papan ketik mekanis berprofil slim clicky-nya.
Meski wujudnya tidak terlalu bulky, Triton 900 sudah masuk ke segmen desktop replacement. Beberapa orang mungkin tak keberatan membawa laptop berukuran besar, tetapi tubuh all-metal perangkat ini membuatnya sangat berbobot. Saya belum mengetahui berapa berat keseluruhannya, namun butuh perjuangan hanya untuk membolak-balikkan laptop ketika saya ingin mengambil foto.
Triton 900 menyajikan layar sentuh berjenis IPS seluas 17,3-inci dengan resolusi 4K. Panel tersebut mampu merespons sepuluh titik sentuhan dan membaca gesture berbeda, serta dibekali teknologi Nvidia G-Sync buat membasmi efek screen tearing. Menariknya, Acer tampak tak mau buru-buru mencantumkan high-dynamic range di layar seperti yang sudah dilakukan Dell pada laptop Alienware dan Lenovo untuk lini Legion-nya.
Desktop convertible tersebut juga menyimpan sebuah rahasia menarik. Melengkapi port fisik standar, Triton 900 memiliki USB slot tersembunyi buat mencantumkan wireless adapter controller Xbox One S. Setelah dicolokkan, dongle bisa disembunyikan dalam chassis.
Pembaruan di dalam
Efek dari pemakaian komponen-komponen high-end seperti Nvidia GeForce RTX dan prosesor Intel Core i7 8th-gen adalah temperatur yang tinggi. Untuk menjinakkannya, Acer memperbarui desain kipas Aeroblade 3D mereka. Perancangan fan generasi keempat itu terinpsirasi dari ujung sayap burung hantu, memanfaatkan bahan logam. Dibanding jenis plastik, 49 buah bilah Aeroblade berketebalan hanya 0,1mm yang ada di sana mampu meniupkan angin 45 persen lebih banyak.
Di dalam Triton 900, terdapat dua fan Aeroblade 3D yang mampu berputar lebih cepat 11 persen via teknologi Coolboost beserta enam heat pipe. Di saudarinya yang lebih tipis, jumlah kipas Aeroblade lebih banyak: ada tiga buah dan dikombinasikan bersama lima pipa pendingin.
Predator Triton 500 menyuguhkan opsi kartu grafis Nvidia GeForce RTX 2060 dan 2080 berdesain Max-Q, sedangkan Triton 900 dipersenjatai GPU RTX 2080 kelas desktop. Keduanya diotaki oleh Intel Core i7 8750H – tersedia pula pilihan prosesor 8950H khusus Triton 900 – serta dilengkapi RAM dual channel DDR4 2666MHz maksimal 32GB.
Battlefield V dan Metro Exodus digunakan Acer untuk mendemonstrasikan kinerja laptop-laptop baru mereka, dipilih karena telah didukung oleh teknologi real-time ray tracing. Battlefield V berjalan sangat lancar di Predator Triton 900 tanpa perlu mengaktifkan mode overclock. Metro Exodus sendiri saya uji langsung di setting grafis ultra dengan resolusi 1080p serta opsi ray tracing dan fitur Nvidia HairWorks menyala. Permainan terhidang mulus tanpa kendala.
Alasan konsumen memilih Predator
Kita semua tahu bahwa lini Acer Predator bukanlah produk murah. Di Indonesia, Predator Thronos boleh dikatakan sebagai pemegang rekor set gaming PC termahal. Saya bertanya pada presales manager Acer Dimas Setyo mengenai apa alasan konsumen memilih produk gaming mereka. Ia menyebutkan tiga poin. Pertama, mayoritas perangkat Predator gampang di-upgrade. Kedua, pusat servisnya mudah ditemukan dan Acer berkali-kali memenangkan penghargaan Indonesian Customer Satisfaction Award. Dan ketiga, produk mereka jadi favorit berkat kehadiran fitur-fitur unik.
Seperti deretan produk Predator sebelumnya, Triton 500 dan 900 tidak hanya dikhususkan bagi gamer. Beragam fungsi serta fitur di sana juga sangat berguna untuk para pekerja kreatif dan kalangan pencipta konten.
Harga dan ketersediaan
Seperti yang sempat saya sebutkan, Predator Triton 500 sudah siap untuk dipinang. Model ber-GPU RTX 2060 Max-Q dibanderol Rp 35 juta dan varian dengan kartu grafis RTX 2080 dijajakan di harga Rp 54 juta. Lalu buat memiliki Predator Triton 900, Anda perlu mengeluarkan uang lebih banyak lagi, produk dijual seharga mulai dari Rp 70 juta ‘saja’, rencananya akan tiba di bulan April 2019.
Ajang CES kali ini rupanya menjadi saksi atas kelahiran sejumlah laptop gaming eksentrik. Kita sudah melihat Alienware Area 51m yang sepenuhnya upgradeable sampai ke CPU dan GPU, kemudian ada pula Asus ROG Mothership yang dapat dipisahkan layar dan keyboard-nya seperti Microsoft Surface Book.
Sekarang giliran Acer yang unjuk gigi lewat Predator Triton 900. Produk ini sebenarnya sempat Acer pamerkan di ajang IFA pada bulan September lalu, tapi dan sekarang ia sudah resmi diluncurkan. Dari kejauhan, yang paling mencolok dari Triton 900 adalah layarnya yang dilengkapi engsel putar yang sangat unik.
Engsel berbahan aluminium ini memungkinkan Triton 900 untuk dipakai dalam empat mode yang berbeda: mode standar, mode tablet, mode “Ezel” untuk memainkan game menggunakan kontrol sentuh, dan mode display. Tidak setiap hari Anda mendengar mengenai eksistensi sebuah laptop gaming yang convertible.
Layar sentuhnya sendiri menggunakan panel IPS 17 inci dengan resolusi 4K dan dukungan Nvidia G-Sync. Tentu saja Acer tak mau berkompromi soal performa. Varian termahal Triton 900 dibekali prosesor 6-core Intel Core i7 generasi kedelapan, GPU Nvidia GeForce RTX 2080, RAM 32 GB DDR4 dan SSD tipe NVMe PCIe.
Pemasarannya dijadwalkan berlangsung pada bulan Maret mendatang, dan harganya dimulai di angka $4.000. Terlalu mahal? Acer juga memperkenalkan Predator Triton 500. Bentuknya konvensional seperti Triton 700, dengan ketebalan hanya 17,8 mm dan bobot 1,86 kg.
Spesifikasinya mencakup layar 15,6 inci beresolusi 1080p, dengan refresh rate 144 Hz dan dukungan G-Sync, prosesor Intel Core i7 generasi kedelapan, GPU Nvidia RTX 2080 Max-Q, RAM 32 GB dan SSD tipe NVMe PCIe. Harganya dimulai di angka $1.800, akan tetapi Acer belum memastikan jadwal pemasarannya.