Tag Archives: achmad zulkarnain

Digitalisasi Klinik Kesehatan

Menaruh Harapan pada Digitalisasi Klinik Kesehatan

Pandemi Covid-19 merombak dinamika industri medis, lanskap layanan kesehatan pun juga ikut berubah karenanya. Tidak diragukan lagi, pandemi ini menimbulkan tantangan baru, namun juga mempercepat inovasi layanan kesehatan. Penyedia fasilitas kesehatan harus mencari cara untuk berbuat lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit.

Sebab saat menatap masa depan, penting untuk memahami bagaimana layanan kesehatan dapat terus berkembang dengan dukungan teknologi. Dari kunjungan pertama pasien, didiagnosis, hingga kembali ke rumah, teknologi yang terhubung dapat membantu penyedia fasilitas kesehatan meningkatkan produktivitas dan tingkat layanan yang diberikan kepada pasien.

Menurut data dari Statista Market Insights, yang terakhir diperbarui pada April 2023, mengestimasi pasar kesehatan digital selama dekade terakhir di Asia Tenggara. Pada 2017, total pendapatan industri ini mencapai $1,24 miliar. Kemudian pada 2023 melonjak hingga $6,66 miliar, menunjukkan pertumbuhan yang substansial.

Namun pertumbuhannya tidak seragam di semua segmen. Digital Fitness & Well-Being misalnya, tumbuh dari $0,72 miliar pada 2017 menjadi $3,35 miliar pada 2023. Sementara, segmen eHealth meningkat dari $0,52 miliar menjadi $3,32 miliar pada periode yang sama.

Indonesia akan memimpin kawasan ini dalam hal pendapatan pasar kesehatan digital. Angkanya meningkat dari $439,60 juta menjadi sekitar $2,3 miliar pada tahun ini.

Sebagai catatan, Statista mendefinisikan kesehatan digital terdiri dari dua segmen: Digital Fitness & Well-Being dan eHealth. Bagian pertama ini mencakup perangkat dan aplikasi yang dirancang khusus untuk kebugaran dan pelacakan gerak, seperti aplikasi kebugaran, aplikasi nutrisi, dan aplikasi meditasi. Kedua, eHealth yang sedikit lebih kompleks, mencakup perangkat, aplikasi, obat-obatan yang dijual melalui internet, dan konsultasi dokter online.

DailySocial.id menyusun artikel khusus untuk melihat gambaran bagaimana digitalisasi di segmen eHealth berjalan sejauh ini di Indonesia. Negara ini menarik karena terdiri dari ribuan pulau, sehingga klinik dan sejenisnya menjadi lapisan pertama layanan kesehatan. Agar akses kesehatan merata, bukan hanya perbanyak jumlah klinik, pendekatan lain bisa menjadi solusinya.

Menurut BPJS Kesehatan, jumlah fasilitas kesehatan (faskes) layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia mencapai 27.659 unit hingga 31 Januari 2023. Puskesmas merupakan jenis faskes terbanyak, yakni 10.283 unit atau mencapai 37,17% dari total. Berikutnya, klinik pratama 7.158 unit, dokter praktek perorangan 4.720 unit, dan rumah sakit 2.601 unit.

Klinik Rata / Rata

Seperti diketahui, faskes itu tidak hanya rumah sakit saja, tapi juga ada klinik, puskesmas, apotek, lab kesehatan, klinik kecantikan, dan klinik spesialis lainnya. Ekosistem industri kesehatan ini melibatkan banyak aktor dan instansi, yakni dokter, perawat, apoteker, pasien, BPJS, Kementerian Kesehatan, Kominfo, BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), pelaku bisnis klinik, pabrik farmasi, distributor alat kesehatan, ATK (alat tulis kantor), vendor IT, dan lainnya.

“Semua yang ada dalam ekosistem kesehatan, memiliki komunitas, kebutuhan, kepentingan, dan regulasi yang berbeda. Secara digital mereka semua sudah membuat dan menerapkan sistem untuk mempermudah pekerjaan mereka, namun sayangnya belum banyak yang bisa saling integrasi,” terang CEO TrustMedis Achmad Zulkarnain kepada DailySocial.id.

Co-Founder dan CEO DoctorTool Rainaldo menyampaikan perkembangan digitalisasi di industri kesehatan di Indonesia sejauh ini sedang berjalan ke arah yang menjanjikan. Terlihat dari komitmen dan inisiatif pemerintah dalam mendorong percepatan transformasi digital di dunia kesehatan.

“Banyak juga perusahaan startup yang mempunyai misi melakukan digitalisasi, baik dari sisi pemberi layanan maupun penerima layanan, yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan bagi masyarakat,” ujarnya.

Kendati begitu, sambungnya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk membuat proses digitalisasi menjadi lebih cepat. Di antaranya, standarisasi data, interoperabilitas, keamanan dan privasi data, serta kapasitas dan kesadaran masyarakat.

Co-founder dan CMO Rata Deviana Maria menekankan perlunya peningkatan literasi digital untuk tenaga kesehatan itu sendiri. Staf, tenaga kesehatan, dan pasien perlu memahami penggunaan aplikasi fasilitas kesehatan (faskes), baik di klinik, rumah sakit, atau dokter mandiri. Penerapan teknologi digital sangat membantu dalam meminimalisir terjadinya human error, khususnya pada pengelolaan data rekam medis pasien sehingga peningkatan layanan yang lebih cepat dan efisien.

“Mungkin, perlu adanya pengetahuan dalam bentuk pelatihan atau demo produk pada pasien atau staf terkait penggunaan aplikasi. Di Rata, kami berusaha mengkomunikasikan hal ini dengan seluruh tim agar semua info tersampaikan secara merata,” ujar Deviana.

Baik Rata, DoctorTool, dan TrustMedis merupakan beberapa pemain healthtech yang bermain di area layanan kesehatan, khususnya klinik. DoctorTool dan TrustMedis adalah penyedia software untuk meningkatkan efisiensi dan pelayanan fasilitas kesehatan yang menghadirkan berbagai fitur, seperti memudahkan pengelolaan data pasien, rekam medis, jadwal dokter, inventaris obat, dan faktur keuangan.

Sementara, Rata bermain di area spesialis gigi dengan menciptakan inovasi Aligner (teknologi merapikan gigi) asli buatan Indonesia. Mereka juga mulai ekspansi klinik gigi di 9 lokasi di Indonesia.

Tantangan omnichannel

Achmad melanjutkan, dalam menerapkan digitalisasi, perlu diperhatikan dari tiga sisi. Pemilik klinik juga perlu memantau bisnisnya secara real-time dan memastikan profit. Lalu, pengelola, dokter, dan tenaga kesehatan di klinik butuh melayani pasien dengan lebih mudah, dan pasien butuh dilayani dengan cepat.

“Digitalisasi yang dibangun, minimal harus bisa menjawab kebutuhan di atas. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bisa dianggap digitalisasi belum berhasil,” katanya.

Baginya, mengukur keberhasilan dari digitalisasi bisa dilihat dari waktu pelayanan dan jumlah pasien. Semakin cepat pelayanan, artinya digitalisasi sukses. Pelayanan yang ia maksud tidak hanya di ruang pemeriksaan, dimulai dari pasien booking antrean, antre di poli, pemeriksaan dokter, tes lab dan radiologi, antre di apotek, hingga bayar di kasir.

“Semua rangkaian proses ini harus cepat. Ketika pelayanan semakin baik, maka kepuasan pasien juga meningkat.”

DoctorTool

Bicara soal data pasien saja, lanjut Rainaldo, bila masih mengandalkan kertas sebagai media perekaman data akan begitu riskan karena punya banyak kelemahan, seperti sulit dibaca, sulit dicari, mudah hilang, dan memakan tempat penyimpanan.

“Mereka akan sulit mencari data, merekapnya, mengolah, dan membuat laporan yang diperlukan. Tentu saja kelemahan-kelemahan sistem konvensional sangat mudah diatasi dengan digitalisasi. Dengan data digital, kinerja pelayanan menjadi jauh lebih efisien,” imbuh Rainaldo.

Deviana menyampaikan, jikalau pendaftaran sudah sepenuhnya online, tapi prosedurnya masih lebih banyak dilakukan secara offline karena keterbatasan alat medis. Di Rata contohnya, sudah memiliki alat 3D scan dan CBCT (Cone Beam Computed Tomography) scan yang lebih canggih, namun hanya bisa digunakan untuk kunjungan pasien offline.

“Memang tidak semua klinik bisa menyediakan alat medis yang mumpuni, tetapi sebenarnya itu penting demi melancarkan dan mempercepat proses tindakan.”

Menurutnya, konsep ideal dari penerapan omnichannel di klinik kesehatan itu haruslah terintegrasi. Setidaknya visi tersebut sudah diterapkan di Rata. Pihaknya memanfaatkan teknologi baru, misalnya AI, untuk menghemat waktu lebih banyak, meningkatkan akurasi, serta efisiensi. Proses akuisisi pasien juga jauh lebih cepat, mulai dari mendapatkan leads hingga convert menjadi pasien.

“Ini semua berkat pendaftaran yang mudah dan tidak memerlukan banyak manpower.”

Tak lupa, perusahaan juga konsisten melakukan pelatihan untuk seluruh tim di semua divisi. Bahkan beberapa ada yang dikirim pelatihan di luar negeri. Strategi pemasaran juga terus menyesuaikan dengan tren masa kini. Rata bekerja sama dengan ratusan KOL dan brand gaya hidup, dan menggunakan media sosial untuk edukasi dan promosi.

“Semua channel online dan offline kami atur sedemikian rupa agar tetap terintegrasi untuk kenyamanan pasien, sehingga mereka mendapatkan pelayanan dan pengalaman yang menyenangkan dalam mendapatkan akses untuk meratakan gigi.”

Sejak berdiri di 2019, Deviana mengaku setiap tahunnya Rata dapat melayani lebih banyak pasien. Bila dihitung angkanya diklaim mencapai 70 ribu pasien, dengan beragam kasus gigi yang ditemui. Total kliniknya tersebar di 9 lokasi dan bekerja sama dengan 147 klinik rekanan.

Sementara itu, menurut Achmad, konsep omnichannel yang ideal menurutnya tak hanya terintegrasi antara online dan offline, juga setiap operasional klinik bisa mengetahui datanya. Alhasil optimalisasi dapat diketahui dari hulu ke hilir.

“Omnichannel sudah jadi keniscayaan dengan diterbitkannya Permenkes yang terbaru. Terlebih dengan penetrasi internet dan mobile yang sangat tinggi, pasien sekarang sudah aware dan minta instan, mulai dari membuat janji temu, melihat informasi pasien, review dokter, dan sebagainya.”

TrustMedis

Hanya saja, pada kenyataannya klinik kesehatan di daerah masih kesulitan mengimplementasikan konsep tersebut. Beberapa alasannya, kekurangan SDM dan ketersediaan pra-sarana internet atau software pendukung, sehingga kurang optimal dalam pelayanan, berdampak pada seringnya terjadi penumpukan pasien.

TrustMedis sendiri memiliki memiliki 28 modul, dari mulai pelayanan, operation, hingga back office untuk klinik, rumah sakit, laboratorium, dan klinik kecantikan. Setiap unit di klinik memiliki kebutuhan yang berbeda, modul yang berbeda, sehingga harus ditangani dengan cara berbeda.

“Di TrustMedis kita memiliki banyak (scout) talenta dengan tugas dan fungsi yang berbeda, beberapa scout kami merupakan dokter dan tenaga kesehatan, ada juga ahli akuntansi.”

Disebutkan perusahaan telah membantu lebih dari 400 layanan kesehatan. Tidak hanya membantu klinik mengelola bisnisnya, tapi juga meningkatkan pengalaman pasien dari klinik tersebut.

Prospek industri

DoctorTool turut serta mendukung program JKN BPJS Kesehatan yang ingin menjamin kesehatan bagi seluruh warga. Rainaldo menuturkan, pihaknya menyoroti digitalisasi dari semua sumber data yang terintegrasi dalam satu ekosistem menjadi hal yang sangat penting. Oleh karenanya, perusahaan merancang aplikasi sistem informasi manajemen dan rekam medis elektronik yang mudah digunakan oleh semua staf dan tenaga kesehatan.

“Semua fitur dikembangkan demi kemudahan dalam penggunaan, tetapi tetap memperhatikan kelengkapan data yang harus ditangkap. AI dan IoT diterapkan sebanyak mungkin dalam efisiensi pelayanan.”

Ada dua produk yang diperkenalkan: DoctorTool Mobile, aplikasi untuk pasien yang terintegrasi langsung dengan sistem DoctorTool di fasilitas kesehatan yang memungkinkan konsep omnichannel yang ideal bisa dilakukan; DoctorTool Hub, penghubung aplikasi DoctorTool dengan berbagai alat kesehatan berbasis IoT, sehingga tenaga kesehatan bisa mengurangi kesalahan dan mempercepat pencatatan dalam pengukuran tanda-tanda vital dan antropometri pasien.

Dengan penerapan solusi DoctorTool, diklaim rata-rata waktu tunggu jadi jauh lebih cepat sekitar 15 menit. Pencarian data rekam medis dari yang tadinya harus mencari kertas secara manual, sekarang hanya sekitar 5 detik.

“Karena DoctorTool sudah terintegrasi dengan Satu Sehat dan BPJS Kesehatan, DoctorTool dapat meningkatkan nilai kinerja klinik dari BPJS Kesehatan dengan sistem pelaporan otomatis sehingga klinik mendapatkan pendapatan kapitasi yang maksimal.”

Diklaim perusahaan telah melayani lebih dari 650 fasilitas kesehatan di 110 kota di seluruh Indonesia.

Rainaldo menyebut prospek industri klinik kesehatan yang sangat baik ke depannya, terlihat dari kebutuhan masyarakat yang meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kesadaran tentang kesehatan dan gaya hidup sehat juga turut memengaruhi kebutuhan akan layanan kesehatan.

Achmad menambahkan, persebaran jumlah klinik juga terus dibutuhkan di daerah pedalaman mengingat luasnya Indonesia. Klinik yang terus berkembang juga akan berubah menjadi rumah sakit. Kesempatan tersebut diiringi dengan tantangan dari pasien yang ingin cepat dan mudah dilayani.

“Maka tantangan buat klinik juga makin besar, telemedis dan AI harus bisa segera diterapkan dalam melayani pasien. Kami akan terus berinovasi dan implementasi teknologi baru yang bisa diterapkan di klinik, RS, dan fasilitas kesehatan lainnya.”

Deviana juga turut memberikan harapannya. Dia bilang, “Edukasi pada berbagai platform juga sangat penting agar layanan kesehatan online dan offline bisa terintegrasi lebih mudah. Karena di luar negeri, akses kesehatan gigi sangat mudah dijangkau dan bisa ditemui di mana-mana. Sudah saatnya Indonesia juga menerapkan hal yang sama, sesuai dengan misi Rata yang ingin memberikan akses kesehatan gigi lebih terjangkau pada seluruh masyarakat Indonesia.”

Trustmedis Launches Doctugo App, Preparing for Fundraising

In order to accommodate patients to access services from health facilities integrated with Trustmedis, the Doctugo application was introduced for public. In a general note, Trustmedis is a cloud-based platform aimed to support health facility services such as hospitals and clinics.

Trustmedis’ Founder & CEO, Achmad Zulkarnain revealed to DailySocial, in order to extend the business, Trustmedis also plans to expand strategic partnerships with healthetch platforms and super apps in Indonesia.

“Through Doctugo, we want to expand collaboration with healthtech platforms and other startups in Indonesia. We realize that in order for businesses to grow bigger, the most relevant way is collaboration not competition,” Achmad said.

Regarding finalization process, some leading healthtech platforms and startups will be partnered up with Doctugo. With the number of health facilities by Trustmedis, around 240 hospitals and clinics, partners should be able to benefit each other. They also wanted to provide more options and flexibility for patients from each health facilities.

“Currently, we have around 5 million registered patients from health facilities who have joined Trustmedis. We expect with the Doctugo application this number can be doubled by the end of 2021,” Achmad said.

Although it was recently launched, Achmad claims that the Doctugo application has been downloaded by around 500 people on the Play Store and has established partnerships with 6 hospitals in several regions in Indonesia. It is expected as the download increases to 5 thousand, they will held official launching.

Medical resume access and fundraising plan

In order to ensure all patients are verified, those who intend to use various services on the Doctugo app must download the app at the health facilities they visit. Later, the hospital or clinic partner will recommend the patient to download the Doctugo app. It’s not only for the queue, but it can also provide access to patient’s medical resume through the application.

“We make sure to follow all the rules from our regulator. Later, medical resumes can be viewed directly in the application as well as various other services,” Achmad said.

Thus, Trustmedis is not required to provide educational activities to raise awareness. All processes will be the responsibility of the participating health facilities. Therefore, verifying the data of existing patients, to be able to use all the services available in the application.

In business terms, through the Doctugo application, Trustmedis is expected to be able to easily launch monetization activities to health facilities which in the future have the potential to increase the number of their patients.

“In terms of quantity, we see more health facilities in the form of clinics. However, in terms of value, hospitals are ideal for us due to the large number of patients we have,” Achmad said.

After securing seed funding in early 2020, Trustmedis plans to held another fundraising this year. It is currently in the exploratory process, the fresh funding is targeted to finish in the third quarter this year.

“Even though our business that relied entirely on health facilities declined in the early pandemic, we really expect to accelerate Trustmedis business growth with Telemedical services and currently the Doctugo application, which is increasingly developed thanks to the massive digital adoption among the Indonesian people,” Achmad said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Trustmedis Luncurkan Aplikasi Doctugo, Rencanakan Penggalangan Dana

Bertujuan untuk memudahkan pasien mengakses layanan dari fasilitas kesehatan yang bergabung dengan Trustmedis, aplikasi Doctugo diluncurkan untuk masyarakat luas. Seperti diketahui, Trustmedis adalah platform berbasis cloud yang disasarkan untuk menunjang layanan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan klinik.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Trustmedis Achmad Zulkarnain mengungkapkan, untuk memperbesar aplikasi tersebut Trustmedis juga berencana untuk memperluas kemitraan strategis dengan platform healthetch hingga super apps di Indonesia.

“Melalui Doctugo kami ingin memperluas kolaborasi dengan platform healthtech hingga startup lainnya di Indonesia. Kami menyadari, agar bisnis bisa tumbuh lebih besar, kolaborasi menjadi cara yang paling relevan, bukan kompetisi,” kata Achmad.

Masih dalam proses finalisasi, nantinya ada beberapa platform healthtech dan startup yang popular akan menjadi mitra Doctugo. Dengan jumlah fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh Trustmedis yaitu sekitar 240 rumah sakit dan klinik, diharapkan bisa dimanfaatkan oleh mitra dan sebaliknya. Mereka juga ingin memberikan kesempatan kepada pasien dari masing-masing fasilitas kesehatan yang bergabung pilihan lebih dan fleksibilitas.

“Saat ini kami sudah memiliki sekitar 5 juta pasien yang terdaftar dari fasilitas kesehatan yang bergabung dengan Trustmedis. Harapannya dengan aplikasi Doctugo jumlah tersebut bisa bertambah dua kali lipat hingga akhir tahun 2021,” kata Achmad.

Meskipun baru diluncurkan sekitar tiga minggu lalu, Achmad mengklaim saat ini aplikasi Doctugo sudah diunduh sekitar 500 orang di Play Store dan sudah menjalin kemitraan dengan 6 rumah sakit di beberapa wilayah di Indonesia. Harapannya jika jumlah unduhan bertambah menjadi 5 ribu, mereka akan melakukan peluncuran resmi aplikasi ini.

Akses resume medis dan rencana penggalangan dana

Untuk memastikan semua pasien terverifikasi, bagi pasien yang ingin memanfaatkan berbagai layanan di aplikasi Doctugo, harus mengunduhnya di fasilitas kesehatan yang mereka kunjungi. Nantinya mitra rumah sakit atau klinik akan merekomendasikan pasien mengunduh aplikasi Doctugo. Bukan hanya proses antrean saja yang bisa dimanfaatkan, namun resume medis juga nantinya bisa diakses oleh pasien melalui aplikasi.

“Kami pastikan semua aturan dari regulator kami ikuti. Nantinya resume medis bisa dilihat langsung di aplikasi demikian juga dengan berbagai layanan lainnya” kata Achmad.

Dengan demikian Trustmedis tidak perlu melakukan kegiatan edukasi hingga awareness kepada pasien. Karena semua proses dilakukan oleh pihak fasilitas kesehatan yang bergabung. Sehingga menjamin kebenaran pasien yang ada, untuk bisa menikmati semua layanan yang tersedia di aplikasi.

Secara bisnis, melalui aplikasi Doctugo, Trustmedis diharapkan bisa lebih mudah melancarkan kegiatan monetisasi ke fasilitas kesehatan yang ke depannya memiliki potensi untuk menambah jumlah pasien mereka.

“Dari sisi kuantitas kami melihat lebih banyak dari fasilitas kesehatan berupa klinik. Namun dari sisi value, rumah sakit menjadi ideal bagi kami karena besarnya jumlah pasien yang dimiliki,” kata Achmad.

Setelah awal tahun 2020 lalu telah mengantongi pendanaan awal, tahun ini Trustmedis berencana untuk melakukan kegiatan penggalangan dana kembali. Masih dalam proses penjajakan, ditargetkan kuartal tiga tahun ini, dana segar bisa dikantongi.

“Meskipun saat awal pandemi bisnis kami yang mengandalkan sepenuhnya fasilitas kesehatan menurun, namun dengan layanan Telemedis dan saat ini aplikasi Doctugo, diharapkan bisa mempercepat pertumbuhan bisnis Trustmedis yang makin terakselerasi berkat masifnya adopsi digital di kalangan masyarakat Indonesia,” kata Achmad.

Application Information Will Show Up Here

Pandemi Melanda, Trustmedis Luncurkan Telemedis

Hadir sejak 2016 silam dengan sistem informasi manajemen rumah sakit, Trustmedis muncul lagi dengan layanan anyar. Kali ini Trustmedis menghadirkan produk baru bernama Telemedis. Produk ini khusus dibuat untuk memudahkan layanan pemesanan dan konsultasi kesehatan untuk fasilitas kesehatan.

Layanan yang mereka rilis sejak akhir Maret lalu ini sebenarnya agak serupa dengan fitur telemedicine dari healthtech yang sudah dikenal jauh sebelumnya. Namun CEO Trustmedis Achmad Zulkarnain menjelaskan kepada DailySocial bahwa Telemedis milik mereka berbeda dengan tempat lain yang sebatas konsultasi saja.

Telemedis dibuat dengan tujuan membantu klinik dan rumah sakit yang kehilangan banyak kunjungan pasien selama wabah Covid-19 berlangsung. Achmad menyebut penurunan kunjungan pasien di klinik dan rumah sakit mencapai 40%-60%.

“Untuk itu akhirnya kita memutuskan untuk mulai mengembangkan layanan ini, Telemedis untuk klinik dan rumah sakit,” ucap Achmad lewat pernyataan tertulisnya.

Pernyataan Achmad itu juga menjawab kenapa mereka baru mengeluarkan produk telemedicine ketika yang lain sudah mengeluarkan fitur serupa jauh sebelumnya. Achmad bahkan mengaku pihaknya tak punya rencana mengembangkan Telemedis, mengingat mereka adalah startup yang fokus menyediakan Health Information System (HIS) dan Electronic Medical Record (EMR) untuk fasilitas kesehatan di Indonesia.

Terlepas dari itu, Trustmedis membawa sejumlah kebaruan di aplikasi Telemedis mereka. Salah satunya adalah pemeriksaan melalui video call. Meski melalui video, Trustmedis menjamin kualitas pelayanan kesehatannya optimal dan sesuai perundang-undangan.

“Semua pelanggan (rumah sakit dan klinik) akan kita berikan layanan ini secara gratis, ada sekitar 500 dokter di berbagai faskes yang siap menggunakan layanan ini,” imbuh Achmad.

MedisMap berhenti

Perlu diingat sebelumnya saat Trustmedis berdiri dengan tiga pilar layanan yakni e-Doctor, e-Clinic, dan e-Hospital. Mereka melengkapi layanan itu dengan modul rawat inap, rawat jalan, IGD, farmasi, keuangan, administrasi, penunjang medis, bank darah, instalasi gizi, inventori, hingga akuntansi.

Dalam perjalanannya, Trustmedis juga memiliki strategi penting lain di luar produk HIS dan EMR yakni MedisMap. MedisMap ini disebut startup baru yang beroperasi di bawah Trustmedis. Ia merupakan aplikasi yang tujuannya memudahkan pengguna mencari fasilitas kesehatan terdekat dan pemesanan online.

Kala itu Achmad menyebut faktor pembeda MedisMap dengan aplikasi serupa adalah fasilitas rekam medis yang bisa diakses oleh dokter. Namun kabar terbaru dari Achmad menyatakan MedisMap sudah tak lagi beroperasi.

“MedisMap adalah sistem booking dokter, tidak sama dengan Telemedis dan sayangnya MedisMap ini sudah sejak 2 tahun lalu kita hold dulu, karena kami ingin fokus di produk HIS dan EMR,” ucap Achmad.

Menjadi SaaS

Banyak hal yang telah terjadi pada Trustmedis selama empat tahun ini menurut Achmad. Merujuk situs web resmi mereka, Trustmedis sudah melakukan banyak hal di antaranya adalah mengembangkan infrastruktur dan platform, memberlakukan model bisnis sewa bulanan, hingga mulai menjamah segmen B2C.

Namun hingga kini, layanan HIS mereka merupakan produk andalan perusahaan. Banyaknya dinamika tersebut akhirnya bermuara ke keputusan Trustmedis menjelma sebagai platform SaaS.

“Masa itu banyak sekali inovasi yang kita bangun, banyak dinamika terjadi, kebahagiaan dan kesediaan sudah pernah kita rasakan, bisnis naik dan turun kita hadapi, hingga akhirnya 2019, kita putuskan untuk mengubah skema menjadi SaaS,” pungkas Achmad.

Fasilitas kesehatan memang terhitung besar jumlahnya di seluruh Indonesia. Data dari Kementerian Kesehatan (2018) untuk Puskesmas menunjukkan totalnya mencapai 9.993 unit, klinik 8.841 unit, dan rumah sakit 2.813 unit. Trustmedis berambisi bisa merebut 10% dari jumlah tersebut.

Application Information Will Show Up Here

TrustMedis Coba Hadirkan Solusi Sistem Informasi Fasilitas Kesehatan di Indonesia

PT Trust Solusion Indonesia (TrustMedis) adalah perusahaan IT berbasis di Surabaya. Perusahaan tersebut memiliki aktivitas utama pengembangan software berbasis solusi dan memberikan jasa konsultasi menyeluruh dalam implementasi teknologi informasi, khususnya bidang kesehatan.

Achmad Zulkarnain Al Jufri, founder dan CEO TrustMedis, menjelaskan semangat awal mendirikan TrustMedis adalah masih banyaknya fasilitas kesehatan (faskes) yang kesulitan saat mengatur sistem informasi. Misalnya, kurang efisien, pencatatan ganda, dan pada akhirnya merugikan rumah sakit itu sendiri.

Dalam pengembangannya, lanjut dia, TrustMedis merupakan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) dengan tiga jenis pelayanan yakni e-Doctor, e-Clinic, dan e-Hospital. Selain itu, terdapat modul rawat inap, rawat jalan, IGD, farmasi, penunjang medis, administrator, keuangan, human resource management (HRM), costumer relationship management (CRM), bank darah, instalasi gizi, manajemen, inventori, dan akuntansi.

“Seluruh pelayanan yang ditawarkan TrustMedis sudah terintegrasi dengan BPJS Kesehatan. TrustMedis juga melayani pendaftaran secara online, display sistem antrian, dan ekios,” ujarnya kepada DailySocial, Selasa (16/8).

[Baca juga: Daftar Startup Indonesia di Bidang Kesehatan]

Dia menambahkan, dari adanya sistem yang sudah terintegrasi dengan BPJS Kesehatan, hal ini dapat membantu seluruh peserta karena ada catatan rekam medis yang tersimpan dan bisa diakses oleh seluruh fasilitas kesehatan yang sudah menjadi rekanan BPJS. Terlebih, pada 2018 adalah waktu paling lambat bagi seluruh fasilitas kesehatan untuk menjadi rekanan dan terintegrasi dengan BPJS.

TrustMedis dapat digunakan oleh seluruh faskes yang bergerak di bidang kesehatan, mulai dari praktek dokter mandiri, klinik dan puskesmas, rumah sakit spesialis, rumah sakit umum, asuransi, pasien, distributor obat dan alat kesehatan, hingga pemerintah.

Pihaknya mengklaim sejumlah keunggulan yang ditawarkan dibandingkan kompetitor lainnya, misalnya aplikasi berbasis web, menggunakan software development model Hierarichal Model View Controller (HMVC), bisa membuat Application Programming Interface (API). Dari sisi user interface, ada sistem validasi sehingga dapat meminimalisir human error saat memasukkan data.

Dari segi pengaturan standar sistem, tersedia data master dan bisa dilakukan oleh rumah sakit sehingga tidak ketergantungan dengan vendor. Pihaknya menyediakan dua opsi yang bisa dipilih untuk mengaksesnya lewat internet atau intranet dengan kisaran harga mulai dari 30 juta hingga miliaran Rupiah.

Saat ini, sambungnya, TrustMedis sudah digunakan oleh 100 fasilitas kesehatan yang tersebar di Surabaya, Sidoarjo, beberapa kota di Jawa Timur, Balikpapan, Banjarmasin, dan Makassar. Tahun ini pihaknya akan mulai merambah lokasi baru di Jakarta dan sekitarnya.

Secara potensi bisnis, pada 2014 tercatat ada 2.006 rumah sakit di Indonesia, rumah sakit bersalin sebanyak 2.307, poliklinik 7.396, puskesmas 9.908, puskesmas pembantu 24.949, dan apotek 8.977. Dari keseluruhan faskes, hanya 20% saja yang sudah memiliki sistem informasi yang baik.

Luncurkan MedisMap

Agar promosi brand TrustMedis menjadi lebih massive, perusahaan meluncurkan startup baru dengan ceruk layanan booking online dokter dinamai MedisMap. Menurut Achmad, MedisMap ini berbentuk aplikasi yang menawarkan fasilitas mencari dokter, faskes terdekat, dan booking online dalam perangkat smartphone dan situs website.

Achmad menjelaskan, MedisMap didirikan setelah melewati proses pengembangan sejak Desember 2015 dengan dana investasi sebesar 1 miliar Rupiah dari dana pribadi. Menurutnya, ada satu kekuatan utama yang bisa menjadi pembeda MedisMap dibandingkan startup serupa. Yakni, adanya fasilitas catat rekam medis yang bisa diakses oleh dokter karena aplikasi ini sudah terintegrasi dengan TrustMedis.

Rekam medis sangat dibutuhkan oleh dokter saat hendak menganalisa penyakit yang diderita oleh pasiennya. Mirisnya, hal ini belum sepenuhnya bisa diakomodir oleh pemerintah.

Agar semakin menarik minat, MedisMap akan menggencarkan sejumlah kerja sama strategis. Misalnya mengolaborasikan dengan startup di bidang lainnya, misalnya transportasi. Sementara ini, untuk pengguna MedisMap asal Surabaya sudah bisa menggunakan Ojesy (Ojek Syariah). Selain itu, kerja sama strategis dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Butuh investor

Achmad mengungkapkan sekarang ini pihaknya membutuhkan investor baru untuk kebutuhan perluasan server, menambah tenaga programmer, dan pemasaran. Rupanya, sudah ada sejumlah investor yang sudah menunjukkan minatnya, antara lain berasal dari Korea, Singapura, India, dan lokal.

“Sejauh ini sudah ada beberapa calon [investor] yang dekati kami. Kami pun harus seleksi lagi agar dapat investor yang tepat sesuai visi misi kami,” pungkasnya.

Di Indonesia pemain startup yang bergerak di bidang kesehatan sudah lumayan ramai. Sebut saja ada Konsula, Lokadok, HelloDoctor, Tanyadok, haiDokter, Pasienia, DokterSehat, Doktersiaga, Practo, Doktermana, Dokter.id, dan PilihDokter.

Namun, Achmad secara terang-terangan menyebut Konsula adalah kompetitor MedisMap secara head to head dan PT Buana Varia Komputama adalah kompetitor TrustMedis.