Startup jaringan perhotelan di Asia Tenggara, RedDoorz, berhasil membuktikan strategi mereka dalam bertahan di masa pandemi. Di tahun 2022, perusahaan mencatat pertumbuhan pendapatan hingga 5x lipat dibandingkan sebelum pandemi.
Sebelumnya, mereka sempat mengumumkan rencana perubahan strategi bisnisnya untuk menjadi perusahaan new-age hospitality. Salah satu strategi utama perusahaan adalah membangun merek hotel baru “Sans Hotel” di akhir tahun 2020.
Melalui ‘brand’ ini, RedDoorz membidik pelancong dari generasi Z dan milenial dengan mengedepankan konsep akomodasi yang youthful, design-inspired, dan warmth dengan memadukan teknologi pintar dan harga terjangkau.
Perubahan strategi ini terbukti mendorong pengembangan jumlah properti perusahaan mencapai 55 persen sejak tahun 2019. Hingga saat ini, RedDoorz telah mengakomodasi sekitar 3 ribu properti di 257 kota di seluruh Indonesia. Pencapaian ini menjadi sebuah pembuktian resiliensi bisnis RedDoorz di tengah masa pandemi.
Diluncurkan sejak tahun 2015, Indonesia menjadi pasar terbesar RedDoorz. Meskipun begitu, RedDoorz juga beroperasi di Singapura, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Di bulan Oktober 2022, RedDoorz Indonesia dan Filipina disebut telah mencapai break even point (BEP) atau tidak lagi merugi.
Regional VP Marketing RedDoorz Henry Manampiring mengungkapkan, “Melalui implementasi strategi dan fundamental bisnis yang berfokus kepada property owners dan customers, kami berhasil memenuhi janji kami untuk mencapai BEP di tahun 2022.” Dengan pencapaian ini, setiap pemasukan yang didapatkan perusahaan ke depannya akan terhitung sebagai keuntungan.
Memasuki tahun 2023, RedDoorz membagikan beberapa strategi dan rencana untuk meningkatkan kinerja bisnis ke depannya. Salah satunya dengan memperbarui sistem loyalty program menjadi lebih sederhana untuk meningkatkan pengalaman pemesanan dan menginap. RedDoorz juga akan memperkuat jaringan offline seller dan memperluas jangkauan propertinya.
VP of Multibrands RedDoorz Adil Mubarak juga menambahkan, “Melalui berbagai strategi dan inisiatif, perusahaan menargetkan untuk meningkatkan jumlah properti hingga dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya dan mencapai BEP untuk RedDoorz Southeast Asia di Q4 2023.”
Industri budget hotel di Indonesia
Berdasarkan data BPS, jumlah usaha penyedia akomodasi, termasuk hotel berbintang di Indonesia pada tahun 2021 tercatat sebesar 24.1 ribu, menurun dari tahun sebelumnya di tengah tekanan dari pandemi Covid-19. Angka tersebut menurun 10,43% dari tahun sebelumnya. Walaupun tren penurunan terjadi di seluruh kategori, akomodasi seperti hotel melati dan vila terpukul lebih keras.
Memasuki tahun 2022, industri pariwisata mulai kembali bangkit. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), pergerakan wisatawan domestik di tahun 2022 sudah menunjukkan angka yang positif. Tercatat per November 2022 terdapat 800 juta pergerakan, di atas target yaitu 550 juta pergerakan.
Dari sisi online travel agent (OTA), kebangkitan juga tengah dirasakan beberapa pemain di tanah air. Salah satunya Tiket.com yang di masa pandemi telah meluncurkan beberapa inovasi baru dengan menawarkan pengalaman online. Dalam wawancara bersama DailySocial.id, CEO Tiket.com George Hendrata mengungkap bahwa di masa pandemi sekalipun, pasarnya masih bertumbuh.
Dalam pasar hotel budget Indonesia, OYO sebagai pesaing langsung RedDoorz tengah mengembangkan jumlah pilihan akomodasi segmen premiumnya. Perusahaan juga menargetkan untuk melengkapi properti dengan perangkat teknologi yang dapat membantu pelanggan merancang, dan menjalankan penawaran promosi mereka sendiri untuk meningkatkan okupansi dan mendukung pemaksimalan pendapatan.
Di Indonesia sendiri, selain RedDoorz dan OYO, beberapa perusahaan yang menawarkan fasilitas hotel budget adalah Bobobox dan ZenRooms. Startup sejenis lainnya, Airy, sudah lebih dulu gulung tikar. Platform tidak lagi menampilkan listing untuk pemesanan di atas tanggal 31 Mei 2020.