Tag Archives: Aditi Sharma

Aditi Sharma

6 Hal Seputar Membangun Inovasi Regional Melalui Program Akselerasi

Dalam satu dekade terakhir, industri startup telah berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Lebih lagi, keberadaan startup ini telah mendorong daya saing inovasinya di Asia Tenggara. Tercatat, Indonesia termasuk salah satu negara dengan unicorn terbanyak di kawasan ini.

Beberapa unicorn tersebut kini bahkan membentuk program inkubasi dan akselerasi untuk mendorong pertumbuhan inovasi, tak hanya untuk negara sendiri, tetapi juga untuk kawasan regional.

Salah satunya Grab Ventures melalui program Grab Ventures Velocity (GVV) yang hadir untuk pasar Indonesia. Bagaimana pengalaman dan tantangan Grab Ventures dalam membangun inovasi di regional? Simak selengkapnya sesi #SelasaStartup kali ini bersama Director of Grab Ventures Aditi Sharma.

Lokalisasi sebagai strategi pendekatan setiap negara

Aditi menilai, lokalisasi menjadi strategi penting bagi program semacam GVV untuk memulai pengembangan inovasi di suatu negara. Hal ini patut digarisbawahi mengingat kebutuhan dan gap di kalangan masyarakat di setiap negara berbeda-beda. Di GVV, setiap pasar tujuan memiliki program yang sangat targeted dan spesifik.

“Sebagai contoh, GVV fokus terhadap [startup] di fase growth, dan kami lihat ini untuk pasar Indonesia. Ada beberapa partner potensial di sini, di mana kami bisa lakukan semacam test partnership selama program berjalan. Mereka berpeluang jadi commercial partner ke depan. Bagi kami, program ini well-suited untuk ekosistem Indonesia,” paparnya.

Kondisinya tentu berbeda jika dibandingkan negara lain. Ambil contoh Vietnam. Menurut pengalaman Aditi, Grab Ventures perlu melakukan ground work yang lebih besar di negara ini, seperti membangun ekosistem dan kapabilitas founder yang kuat.

“Kebutuhannya berbeda. Makanya, nama program di sana adalah Grab Ventures Ignite yang membidik startup early stage. Modelnya lebih ke capability-centric. Kami membuat program lebih kontekstual sesuai kebutuhan di negara tersebut,” tambah Aditi.

Bukan target pasar, tetapi tujuan

Selain lokalisasi, penting bagi Aditi untuk menentukan tujuan program. Artinya, selama punya dampak berarti terhadap ekosistem, bukan soal bahwa program tersebut harus dijalankan di setiap target negara tujuan.

“Kami terus mengeksplorasi peluang kerja sama di industri startup. Tapi, kami bukan sekadar buat program di setiap negara. Kami lihat apakah ada kebutuhan untuk meluncurkan program ini, negara mana yang dapat memberikan dampak positif terhadap ekosistem,” jelasnya.

Mencari target pasar yang menciptakan tren

Ada alasan mengapa Indonesia sering menjadi target utama investasi. Selain pasarnya besar, Indonesia dinilai memiliki tren pasar tersendiri. Bahkan menurut Aditi, hal ini menjadi alasan kuat mengapa program GVV dibuka pertama kali untuk pasar Indonesia.

Ia menyebutkan sebanyak 60 persen investasi digital di Asia Tenggara ‘lari’ ke Indonesia. Menurutnya, data tersebut menunjukkan bahwa perkembangan inovasi di Indonesia menjadi sebuah tren menarik.

Tren lainnya adalah perkembangan adopsi digital di Indonesia turut disumbang oleh segmen UKM. Selama ini, segmen UKM menjadi salah satu penopang pereknomian Indonesia. Tercatat, ada lebih dari 50 juta UKM di sini.

“UKM ini menjadi peluang besar bagi pertumbuhan inovasi. Apalagi di situasi pandemi, mereka dituntut untuk mengadopsi digital. Ini adalah sebuah tren yang membuat pasar Indonesia menarik,” kata Aditi.

Adaptasi baru menjadi tantangan

Dalam perjalanannya, Aditi telah bertemu dan bekerja sama dengan banyak founder lewat program yang diinisiasi Grab tersebut. Ada sejumlah tantangan yang ia anggap sebagai sebuah proses pembelajaran.

Salah satunya adalah beradaptasi dengan founder agar dapat saling bekerja sama. “Kami melihat saat itu founder belum meyakini what it means bekerja dengan venture capital dan tim-tim yang mengeksplorasi model bisnis baru, seperti kami,” ungkap Aditi.

Ia menilai bahwa hal ini dapat menjadi pembelajaran untuk saling memahami apa yang diinginkan satu sama lain dan menemukan partner startup yang potensial. “Feedback yang kami dapatkan saat bekerja bareng founder adalah mengalokasikan banyak waktu untuk mengetahui sama lain,” ujarnya.

Pivot di situasi pandemi

Selama masa pandemi Covid-19, terjadi perubahan yang sangat signifikan pada perilaku dan kebutuhan konsumen. Situasi ini juga menuntut pelaku bisnis untuk mengakselerasi digitalisasi.

Di sisi lain, sejumlah sektor bisnis terdampak positif dari krisis kesehatan ini, seperti kesehatan dan kebutuhan pokok. Bagi Aditi, hal ini menandakan bahwa Indonesia terus berupaya untuk mendorong pertumbuhan sektor bisnis, baik B2B maupun B2C.

“Makanya, penting untuk melihat kebutuhan customer di tengah situasi yang berubah saat ini. Pada kasus GVV batch ke-3, kami akhirnya melakukan pivot dengan fokus pada peluang digitalisasi di sektor UKM. Kini semua tentang solusi digital untuk membuat layanan Grab menjadi fleksibel di era pandemi. Di sini kami dapat membantu mereka mengadopsi teknologi digital,” katanya.

Perihal kriteria startup dan KPI

Kriteria menjadi standar umum dalam mencari partner yang potensial. Pada program akselerasi semacam GVV, Aditi menekankan strategic feed yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Terutama, apabila startup tersebut dapat men-deliver tujuan ini pada waktu yang tepat.

“Kami melihat kriteria semacam ini, seperti seberapa kuat komitmen founder, chesmistry dengan founder, atau apakah mereka mau mendukung ekosistem UKM. Ini yang kami sebut bahwa kami berbagi tujuan yang sama,” tutur Aditi.

Selain itu, program inkubasi juga tetap memiliki KPI untuk memastikan bahwa startup yang diajak kerja sama menjalankan misi yang sama dengan misi perusahaan. “Bagi kami, metrik utamanya adalah apakah tim dapat menciptakan model bisnis dan membawa tech leader. Tentu program ini selalu dievaluasi.”

Disclosure: DailySocial merupakan strategic partner Grab Ventures Velocity

Fokus Grab Ventures Velocity tahun ini di dua area utama, yakni pertanian dan usaha mikro

Grab Ventures Velocity Angkatan Kedua Incar Pemberdayaan Usaha Mikro

Grab resmi mengumumkan Grab Ventures Velocity (GVV) angkatan kedua, Rabu (10/4) kemarin. Berbeda dari angkatan pendahulunya, program flagship Grab ini akan fokus pada inovasi dan penyelesaian masalah di bidang agrikultur dan pemberdayaan usaha mikro.

Dalam pembukaannya, Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menegaskan, sejak awal bahwa kehadiran program ini diharapkan dapat memberikan dampak luas. Tidak hanya untuk Grab, tetapi juga masyarakat.

“Kami meyakini dua fokus tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang besar di Asia Tenggara. Melalui program ini, kami juga ingin nurturing bakal unicorn selanjutnya (nexticorn) di Asia Tenggara,” tutur Ridzki di Jakarta.

GVV merupakan program khusus pengembangan startup yang berstatus post seed dan ingin melakukan scale up. Sebanyak 3-5 startup terpilih akan mendapatkan mentorship, akses ke basis pelanggan dan teknologi Grab, serta mereka dapat menguji coba solusinya di platform Grab.

Head of Investments & Programs Grab Ventures Aditi Sharma menambahkan, ada banyak peluang yang dapat digali dari agrikultur, terutama yang berkaitan dengan rantai pasokan makanan segar tradisional, seperti buah dan sayur-sayuran.

Indonesia dinilai punya banyak persoalan berkaitan dengan rantai pasokan produk pertanian. Rumitnya jalur perdistribusian hingga kondisi geografis di Indonesia membuat prosesnya menjadi lama dan tidak efisien.

Diharapkan GVV dapat memaksimalkan potensi startup dalam membawa bahan makanan segar secara terjangkau dan berkualitas kepada seluruh target pasarnya di Asia Tenggara.

Demikian juga pemberdayaan terhadap pedagang kecil yang bertujuan memotong biaya operasional agar dapat meningkatkan pendapatan mereka. Aditi menyebutkan uji coba solusi mereka akan mengandalkan jaringan agen Kudo yang saat ini telah dipakai di 250 ribu wirausahawan digital Indonesia.

“Di angkatan sebelumnya, startup hanya menguji coba layanannya di negara asal mereka sendiri. Pada angkatan kedua, mereka berkesempatan untuk pilot di semua negara di Asia Tenggara,” ungkap Aditi.

Selain fase pendanaan post seed, kriteria lain yang dicari pada program ini adalah startup yang memiliki product market fit, telah memiliki basis pengguna, dan memiliki strong early traction. Pendaftaran telah dimulai sejak 29 Maret hingga 15 Mei. Program ini sendiri akan berjalan dua bulan (Mei dan Juni).

GVV didukung sejumlah instansi pemerintah terkemuka di Indonesia, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Badan Kreatif Ekonomi (BEKRAF).