Tag Archives: Adsvokat

DailySocial berdiskusi dengan beberapa VC tentang bagaimana pertanggungjawaban startup ke investor, pegawai, dan stakeholder lainnya jika terpaksa ditutup

Ketika Startup Harus Menutup Bisnis

Penutupan startup adalah proses yang tidak dapat dihindari ketika produk yang dihasilkan tidak mencapai product market fit, perusahaan tidak mampu pivot atau menghasilkan skema bisnis berkelanjutan untuk mendukung operasional, atau bahkan terjadi perpecahan di antara para pendiri.

Jika akhirnya startup harus menutup bisnis, langkah apa yang harus dilakukan untuk memberikan pertanggungjawaban terbaik ke investor, pegawai, dan stakeholder lainnya.

DailySocial mencoba mencari tahu bagaimana investor dan pendiri startup berbagi pengalaman ketika harus dihadapkan pada keputusan menutup startup.

Memahami alasan penutupan

Salah satu alasan mengapa kebanyakan pendiri startup enggan berbagi cerita tentang penutupan startup adalah rasa malu untuk mengakui kegagalan. Menurut Partner Y Combinator Aaron Harris, menutup bisnis merupakan proses yang sulit. Itu berarti mengakui secara terbuka bahwa Anda salah, tidak beruntung, atau tidak kompeten. Kebanyakan founder tidak memiliki cara yang tepat untuk memikirkan kapan waktu yang tepat menutup startup.

Founder juga tidak selalu dapat memilih untuk menutup. [..] Itu keputusan yang sulit dan menyakitkan. Itu adalah keputusan yang emosional dan berat.”

Partner Alpha JWC Ventures Erika Dianasari mengatakan, “Umumnya [penutupan] terjadi akibat kurang akurasi pencatatan data dan laporan usaha. Ketidakakuratan data bisa terjadi karena blank spot dalam proses operasional startup, competency issue, atau hal lain. Kurangnya akurasi data ini dalam kasus yang parah membuat founder tidak memiliki cukup waktu dan resources untuk membiayai operasional startup.”

Saat perusahaan dihadapkan pada situasi tidak ada pilihan lain untuk meneruskan bisnisnya, mereka harus melakukan pendekatan intensif dengan investor untuk menentukan langkah selanjutnya.

“Semua tentu saja bergantung pada bisnis, status pendanaan, layanan, produk, dan strateginya. Mungkin ada sejumlah kemungkinan yang dapat terjadi. Termasuk kemungkinan membuat startup tidak aktif untuk sementara waktu sampai situasinya membaik, penjualan aset atau kekayaan intelektual, reorganisasi, pivoting dan pengembalian dana, merger atau akuisisi kecil oleh orang lain atau hanya menghentikan operasi,” kata Executive Director Alpha Momentum Indonesia Kelvin Yim.

Dialog atau komunikasi yang terbuka penting dilakukan, demi mencari jalan yang tepat agar proses penutupan berjalan dengan baik dan hubungan antara investor dan pendiri startup tetap terjaga.

“Sebelum menjawab pertanyaan tentang penutupan, saya rasa kita harus kembali ke dasar hubungan antara investor dan pendiri startup. Di Alpha JWC Ventures hubungan kita didasarkan pada kepercayaan dan empati. Kita tahu bahwa kita semua melakukannya bersama-sama. Sebagai investor, kita tahu bahwa investasi startup [..] berisiko tinggi. Kita tidak bisa mengharapkan semua investasi berhasil. Oleh karena itu kami memilih pendekatan high touch untuk meningkatkan peluang sukses bagi para pendiri,” kata Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe.

Pertanggungjawaban

Idealnya startup berada di posisi terbaik untuk berhenti secara elegan ketika ada perjanjian yang mencakup detail penutupan: siapa yang memiliki otoritas pengambilan keputusan, bagaimana aset didistribusikan, siapa yang dibayar, dan dalam urutan apa. Hal ini biasanya tidak terlintas di pikiran kebanyakan pendiri startup saat baru mulai merintis. Ke depannya, langkah ini wajib dilakukan sebagai antisipasi skenario terburuk.

Menurut Daniel Tumiwa yang telah menutup startup adtech Adsvokat, penting untuk menjaga hubungan baik dan selalu transparan. Tidak hanya ke investor namun juga pegawai dan rekan bisnis.

Be transparent to all employees. Sebagai pemimpin harus bisa memberikan informasi jika saldo perusahaan sudah berada pada X rupiah misalnya. Saya akan menjadi orang pertama yang memberikan informasi kepada pegawai, untuk segera mencari pekerjaan baru, dan bersiap meninggalkan perusahaan,” kata Daniel.

Sementara Benny Tjia menyebutkan dirinya dihadapkan pada pilihan yang cukup berat untuk menutup Bornevia tahun 2017 lalu. Semua upaya telah dilakukan Benny dengan melibatkan pihak terkait.

“Saya jadi percaya bahwa satu-satunya alasan mengapa seorang pendiri menutup startupnya adalah jika dia menyerah dan tidak lagi ingin mengoperasikan / menjalankan perusahaan. Dalam keadaan lain apapun, itu harus menjadi pilihan terakhir. Saya pikir akan menjadi bijaksana bagi pendiri untuk duduk bersama jajaran manajemen dan investor lainnya untuk mempertimbangkan opsi lain untuk mengoptimalkan nilai pemegang saham, seperti perubahan haluan besar, kemungkinan untuk melakukan pivoting dan alternatif strategis lainnya,” ungkap Benny yang kini menjadi Principal Indogen Capital.

Di sisi lain, Benny menambahkan, banyak pihak yang bakal terdampak dari keputusan ini, termasuk investor, pegawai, dan mitra.

“Melihat ke belakang, kami sangat berterima kasih kepada pemegang saham dan para stakeholder kami yang selalu setia dan mendukung kami selama masa-masa sulit,” kata Benny.

Penyelesaian akhir dan dukungan investor

Startup Anda kemungkinan besar memiliki berbagai jenis aset, mulai dari inventaris yang tidak terjual, hingga perabot kantor dan kekayaan intelektual (IP). Menjadi tanggung jawab para pendiri untuk mendapatkan nilai sebanyak mungkin dari beberapa kemungkinan tersebut. Menurut Erika, ada beberapa langkah yang wajib dilakukan pendiri setelah startup tutup.

Langkah pertama adalah memberikan informasi resmi ke semua stakeholder  terkait permodalan, usaha, dan operasional startup. Sampaikan seluruh informasi yang akurat mengenai posisi keuangan startup (kas, aset, kewajiban) dengan pemegang saham. Siapkan langkah-langkah selanjutnya untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban dengan skala prioritas yang telah disepakati. Yang terakhir memberikan referensi pegawai ke startup yang masih aktif melakukan perekrutan.

“Walaupun tidak mudah, upayakan yang terbaik untuk meminimalisasi dampak kerugian dari seluruh pihak terkait berhentinya operasional,” kata Erika.

Hal senada diungkapkan Kelvin. Meskipun pertanggungjawaban beragam kondisinya, secara hukum startup harus mematuhi semua peraturan sebelum menghentikan operasi. Oleh karena itu, startup harus mengacu kembali ke perjanjian hukum yang telah ditandatangani. Jika tidak ada yang ditentukan di awal, terlepas dari hubungan dan kewajiban sosial, startup tidak memiliki kewajiban hukum setelah berhenti beroperasi.

“Hal ini sangat tergantung pada syarat pembayaran yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika ada [pilihan] kebutuhan untuk mengembalikan dana atau menganggap dana hangus sebagai kerugian. Juga sangat bergantung pada persyaratan yang disepakati selama putaran investasi,” kata Kelvin.

Terkait dukungan atau upaya terakhir investor untuk terus membantu startup yang mulai mengalami kerugian dan terlihat tanda-tanda untuk penutupan, menurut Kelvin, tidak ada jawaban yang tepat.

Menurutnya hal ini sangat tergantung pada situasi dan bisnis startup serta penilaian investor terhadap kondisi tersebut. Jika kedua belah pihak sepakat bisnis tidak akan dapat bertahan setelah meninjau semua aspek, maka tidak ada gunanya memberi dorongan.

“Proposisi bisnis selalu didasarkan pada faktor bisnis dan situasinya dan tidak boleh didasarkan pada emosi. Hanya setelah penilaian dan tinjauan situasi, sebagian besar investor akan memberikan reaksi dan tanggapan yang sesuai. Tetapi saya berasumsi bahwa itu adalah kewajiban startup untuk memberi tahu investor tentang situasi apa pun yang akan memengaruhi seluruh operasinya,” kata Kelvin.

Hal senada diungkapkan Jefrey. Menurutnya, dalam situasi sulit tersebut, dapat dilihat bagaimana investor memainkan peran besar dalam mempengaruhi hasil akhir.

“Di Alpha JWC Ventures misalnya, kami membantu para pendiri untuk memaksimalkan apa yang mereka miliki. Kami membantu mereka menemukan pembeli untuk aset mereka, mengidentifikasi dan menghargai aset tidak berwujud mereka, seperti merek, tim dan teknologi. Kami bahkan membantu pegawai mereka untuk dipekerjakan kembali di perusahaan lain. Kami mengetahui pasar, sehingga kami benar-benar dapat membantu mereka dan memfasilitasi diskusi lebih lanjut yang diperlukan untuk mendapatkan win-win solution,” kata Jefrey.

Pada akhirnya, investasi yang digelontorkan perusahaan modal ventura menjadi investasi berisiko paling tinggi. Jaga trust yang telah diberikan dan pertanggungjawabkan semua kemungkinan terburuk, jika pendiri startup terpaksa harus menutup bisnis.

Pemasaran digital dan potensi ke depannya / Pexels

Tren dan Lanskap Pemasaran Digital di Indonesia

Menurut data yang dilansir Digital Ready, content marketing masih digemari mayoritas kalangan B2B untuk kegiatan pemasaran. Sementara untuk penggunaan software marketing secara global, budget yang telah digunakan untuk memanfaatkan marketing tools tersebut sudah mencapai $32 miliar per tahunnya.

Dalam survei tersebut tercatat, 100 ribu bot aktif di Facebook Messenger telah menawarkan platform paling relevan untuk bisa melakukan interaksi dengan target pengguna. Sementara itu makin maraknya influencer untuk kegiatan pemasaran, telah meningkatkan biaya pengeluaran perusahaan hingga 39% secara global. Instagram hingga saat ini merupakan platform media sosial favorit untuk brand dan influencer.

Teknologi AI, chatbot, dan piranti lunak pemasaran

Salah satu highlight yang marak dibicarakan para praktisi dan pelaku adalah kebangkitan teknologi AI (artificial intelligence) dan chatbot untuk kegiatan pemasaran. Di tahun 2018 ini keduanya tidak hanya wacana. Chatbot menjadi “default” platform saat kegiatan pemasaran dilakukan.

“Perusahaan yang melayani konsumen/klien banyak atau inventori produk yang bervariasi seperti e-commerce akan sangat bergantung pada teknologi seperti piranti lunak pemasaran. Contoh menggunakan chatbot sebagai customer service yang bisa standby setiap waktu dan menjawab dan memproses permintaan,” kata VP Marketing Kofera Anis Thoha Manshur.

Dari sisi pemasaran produk yang memiliki inventori banyak, diperlukan software marketing yang dapat mengotomasi proses pembuatan iklan agar mencapai tujuan bisnis, seperti peningkatan pendapatan atau akuisisi konsumen baru.

Programmatic buying tools (seperti DoubleClick) juga bisa membantu mempercepat proses optimasi digital media buying jika tidak memiliki resource digital marketing specialist yang bisa mengoptimalkan bidding dan targeting secara manual.

“Tapi perlu dipertimbangkan juga bahwa programmatic buying memiliki keterbatasan kontrol dan biasanya memakan biaya yang tinggi jika budget juga besar, karena kebanyakan vendor programmatic buying tools mengambil biaya dari persentase budget. Semakin besar budget, semakin besar biaya,” kata Direktur Marketing DANA Timothius Martin.

Sementara menurut CEO ADSvokat Daniel Tumiwa, penggunaan software marketing untuk kegiatan pemasaran secara perlahan mulai diminati oleh brand. Namun demikian Daniel melihat peranan agency masih tetap menjadi pilihan brand, pelaku UKM, dan startup.

Inovasi konten kreatif

Dalam satu tahun terakhir persaingan landskap digital semakin ketat. Tidak hanya persaingan dalam hal pembelanjaan, tapi juga dalam hal kreativitas konten. Sekitar 3-4 tahun yang lalu, sebagian besar advertiser fokus menggunakan channel search (SEM) dan display marketing (display networks) di desktop dan mobile. Konten yang ditawarkan saat itu sebagian besar adalah promo diskon.

“Nah, dalam dua tahun terakhir ini, persaingan yang sangat ketat mendorong advertiser untuk lebih inovatif dalam pemilihan channel digital marketing dan juga konten yang lebih dari sekedar promo diskon. Video marketing seperti di YouTube (TrueView, bumper ad), Facebook Pocket TV, dan sponsored video post di Instagram merupakan channel favorit terbaru di antara advertiser. Video marketing menawarkan beberapa kelebihan kepada advertiser dibandingkan channel lainnya seperti search & display,” ungkap Timothius.

Timothius menambahkan, durasi yang fleksibel dan gabungan elemen visual dan audio dapat memberikan engagement yang lebih baik dari channel lainnya. Video juga memiliki peluang viral yang lebih besar dibandingkan channel lainnya, seperti static image dan search.

“Tergantung platform video yang digunakan, biasanya video marketing sangat efisien karena advertiser di-charge setiap pengguna menonton video hingga durasi tertentu (cost-per-view). Misalnya di YouTube, jika pengguna tidak menonton iklan sekitar 30 detik, maka advertiser tidak akan di-charge. Harga CPV bisa semurah Rp350,” kata Timothius.

Sementara itu untuk pasar B2B, Anis melihat, content marketing masih menjadi pilihan utama saat mulai melakukan kegiatan pemasaran. Untuk B2B, white paper, study case, dan pemaparan dalam bentuk video sangat penting untuk mengedukasi konsumen.

Di market B2C Indonesia, faktor penentu terbesar customer dalam proses pembelian adalah harga dan promosi. Di market B2B, harga dan promosi bukanlah menjadi faktor penentu yang utama. Banyak hal-hal lain yang perlu dipikirkan calon pembeli B2B, seperti ketersediaan produk dalam jumlah besar, fleksibilitas pembayaran, post-sale services, ketersediaan suku cadang, positive endorsement dari klien, dan lainnya.

“Hal-hal tersebut hanya bisa dikomunikasikan dalam suatu konten yang edukatif dan intuitif. Tidak hanya di dalam platform B2B tersebut, tetapi juga di platform media eksternal,” kata Timothius.

Tren media sosial dan peranan influencer

Media sosial masih menjadi platform pilihan yang relevan, mudah, dan sarat dengan pembaruan teknologi saat melakukan kegiatan pemasaran. Hal ini, menurut Anis, karena konten yang terbaru (“kekinian”) yang disajikan melalui format interaktif (seperti live streaming) atau konten terbatas (seperti insta story) menarik “rasa penasaran” banyak pengguna media sosial.

“Anda bisa mengamati bagaimana orang aktif mengunggah insta story atau hanya sekedar penasaran melihatnya. Kemudian fenomena yang terjadi di aplikasi seperti Bigo, TikTok, yang memberikan wadah para pengguna media sosial untuk berekspresi. Menurut saya, ke depannya media sosial akan memberikan lebih banyak variasi bagi pengguna dalam berekspresi.”

Hal senada juga disampaikan Timothius terkait tren media sosial saat ini dan tahun depan. Video memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi untuk pengguna mengekspresikan aktivitas dan pengalaman mereka dibanding static image dan teks (seperti status update).

“Video baru belakangan ini naik daun karena semakin terjangkaunya harga kuota data internet operator telekomunikasi di Indonesia dan juga penetrasi smartphone yang terus bertambah pesat. Pemain media sosial yang akan terus mendominasi dari tren video ini adalah Instagram dan Facebook.”

Terkait dengan peranan influencer saat ini dan ke depannya, Daniel Tumiwa yang menjalankan bisnisnya memanfaatkan “buzzer” atau influencer dari kalangan mahasiswa melihat, bakal makin tumbuh dengan pesat dan masih memiliki potensi yang cerah. Tidak hanya sekedar mempromosikan brand di channel digital (Instagram, Facebook, Twitter), tetapi juga di channel offline seperti event, community building, hingga ke produksi iklan TV dan OOH (Out-of-home).

“Cara influencer dalam mempromosikan suatu brand juga mulai berubah. Beberapa tahun lalu, influencer lebih cenderung mempromosikan dengan konten yang hard sell seperti foto dengan produk dan caption text yang menjual. Saat ini konten lebih menjual gaya hidup dan pengalaman dari menggunakan produk/layanan yang dipromosikan (soft sell). Dengan cara ini, viewers juga akan lebih percaya kepada brand yang di promosikan karena terlihat lebih natural seperti bukan iklan,” kata Timothius.

Sementara itu Anis melihat, peranan influencer sendiri makin penting bagi para konsumen yang sedang mencari informasi/referensi dalam pemilihan suatu produk. Untuk beberapa kategori produk dan bisnis, influencer marketing berperan sangat penting dalam menyebarkan efek “word of mouth“.

Influencer marketing saat ini semakin berkembang dan diminati. Contohnya suatu brand smartphone baru yang berasal dari Tiongkok, yaitu Xiaomi. Mereka besar berkat komunitas dan banyak bekerja sama dengan influencer,” tutup Anis.

Adsvokat's management in the launching event / Adsvokat

Adtech Platform Adsvokat Plans for New Fundraising This Year

To support its platform, both on developing news features and achieving growth, Adsvokat, an adtech platform founded by Daniel Tumiwa, plans to raise new funding round this year. Currently running as bootstrap business using personal money and funding from angel investors, Adsvokat focuses to raise Series A fund.

“Previously, we had a meeting with 26 local and global investors. There are currently three investors in a serious appraisal for the next funding round,” Daniel Tumiwa, ADSvokat’s Co-Founder and Chief ADSvokator, said.

Adsvokat implements O2O (Online-to-offline) concept and starts operating since July 2017. The company already has 100 students as member and four clients. They are Tokopedia, Telkomsel, Clear (Unilever), and BCA.

“Our next target is to have at least 60 thousand adsvokator [Adsvokat users] of student and 60 clients of various brands,” he said.

While simple, it’s using machine learning

Besides applying selfie to measure the campaign success. Adsvokat also pin an in-app tracker to see adsvokator activities in various medium. Adsvokat utilizes stickers on cars, helmets, smartphones, and clothing as a medium.

“The sticker must match the set criteria for its placement. Ideally, it cannot be combined with other brand’s stickers. One adsvokator can choose up to 3 medium from the select brand for a campaign,” Achmad M. Usa, Adsvokat’s COO, said.

Even with simple technology, Adsvokat claims to use machine learning technology to determine how many student adsvokators interested in existing campaigns and how many supporting products required by each campaign.

“We also ensure the Adsvokat app to minimize battery drain on smartphones. We apply data optimization with a comprehensive compression method. By those means, automatic data procession can be avoided and certainly conserve the phone’s battery,” Heru Herlambang, Adsvokat’s CTO, said.

Referral feature

Using referral feature, by asking 10 friends, to help marketing activities, Adsvokat is positioned as marketing medium that’s yet to be developed by other services. As a bridge between brand and users, Adsvokat claims it’s a powerful way for offline marketing.

“Impression for the current product is considered small in measurement compared to direct advocacy. Hence  the utilization of referral system to expand the current market activities,” Tumiwa said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Jajaran C-level Adsvokat saat acara peluncuran / Adsvokat

Adsvokat Berencana Galang Dana Seri A Tahun Ini

Untuk mengembangkan berbagai fitur dan mempercepat pertumbuhan, Adsvokat, platform adtech yang didirikan Daniel Tumiwa, berencana melakukan penggalangan dana tahun ini. Sementara menjalankan bisnis secara boostrap, memanfaatkan uang pribadi dan pendanaan dari angel investor, Adsvokat fokus melakukan fundraising tahapan Seri A.

“Sebelumnya kami telah melakukan pertemuan dengan 26 investor lokal dan asing. Saat ini sudah 3 investor yang masih dalam tahapan penjajakan serius dengan kami untuk pendanaan berikutnya,” kata Co-Founder dan Chief ADSvokator ADSvokat Daniel Tumiwa.

Adsvokat mengusung konsep O2O (online-to-offline) dan mulai beroperasi sejak Juli 2017 lalu. Perusahaan telah memiliki 100 mahasiswa yang bergabung dan empat klien, yaitu Tokopedia, Telkomsel, Clear (Unilever), dan BCA.

“Target kami selanjutnya adalah memiliki sekitar 60 ribu adsvokator [pengguna Adsvokat] dari kalangan mahasiswa dan 60 klien dari berbagai brand,” kata Daniel.

Simpel dengan pemanfaatan machine learning

Selain menerapkan selfie untuk pengukur kesuksesan kampanye, Adsvokat juga menyematkan tracker di aplikasi untuk melihat aktivitas yang telah dilakukan adsvokator tersebut dalam berbagai medium yang dipilih. Adsvokat memanfaatkan stiker di mobil, helm, smartphone, pakaian sebagai medium.

“Stiker tersebut harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan untuk penempatannya. Idealnya tidak menyatu dengan stiker dari brand lainnya. Satu orang adsvokator bisa memilih 3 medium dari brand yang dipilih untuk satu kampanye, kata COO Adsvokat Achmad M Usa.

Meskipun teknologi yang digunakan terbilang sederhana, Adsvokat mengklaim menggunakan teknologi machine learning untuk bisa menentukan berapa banyak adsvokator dari kalangan mahasiswa yang tertarik dengan kampanye yang ada, hingga berapa banyak produk pendukung yang dibutuhkan oleh masing-masing kampanye tersebut.

“Kami juga memastikan agar aplikasi Adsvokat tidak menghabiskan daya batere di smartphone. Kami terapkan optimasi data dengan metode kompresi yang komprehensif. Dengan cara tersebut bisa menghindari pemrosesan data secara berkala dan tentunya menghemat batere smartpone,” kata CTO Adsvokat Heru Herlambang.

Fitur referral

Meskipun metode pengukuran yang dimiliki Adsvokat saat ini terbilang belum menyeluruh, namun melalui fitur referral, yaitu mengajak 10 teman untuk membantu kegiatan pemasaran, Adsvokat berharap bisa menjadi medium kegiatan pemasaran yang belum banyak dikembangkan oleh layanan lainnya. Sebagai jembatan antara brand dan pengguna, Adsvokat mengklaim cara tersebut sangat ampuh untuk kegiatan pemasaran secara offline.

“Impresi untuk produk saat ini memang terbilang kecil pengukurannya dibandingkan dengan advokasi secara langsung, yaitu memanfaatkan sistem referral untuk memperluas kegiatan pemasaran yang ada,” kata Daniel.

Application Information Will Show Up Here
Daniel Tumiwa, Co-Founder dan CEO Adsvokat / DailySocial

Daniel Tumiwa Dirikan Adsvokat, Startup Adtech dengan Skema Online-to-Offline

Nama Daniel Tumiwa sudah tidak asing lagi di dunia startup Indonesia. Sempat menjabat sebagai CEO OLX Indonesia, akhir bulan Mei 2017 lalu Daniel hengkang dari platform iklan baris tersebut. Kini Daniel membangun sebuah startup baru yang menyasar sektor teknologi periklanan, Adsvokat.

Kepada DailySocial, Daniel mengungkapkan alasan dibalik didirikannya Adsvokat, model bisnis yang dimiliki, dan skema O2O (online-to-offline) bagi dunia periklanan di Indonesia.

Sempat kapok membangun startup

Sebelumnya, sekitar tahun 2008, Daniel sempat membangun startup yang menyasar industri musik. Namun setelah berjalan selama dua tahun, ia tidak bisa membawa perusahaan ke pertumbuhan yang baik dan harus gulung tikar. Pengalaman buruk tersebut yang membuat Daniel enggan untuk membangun startup kembali dan memilih bekerja di perusahaan yang lebih mapan, di antaranya PT Djarum, Multiply, Garuda Indonesia, lalu ke OLX Indonesia.

“Usai saya keluar dari OLX Indonesia, ada beberapa perusahaan yang menawarkan saya untuk bergabung bersama mereka. Namun setelah melakukan diskusi dengan keluarga, saya akhirnya memutuskan untuk membangun startup lagi,” kata Daniel.

Di tahun 2018 ini Daniel melihat, masyarakat Indonesia sudah cukup “mature” menerima perubahan teknologi dan makin semaraknya skema sharing economy yang sukses diperkenalkan Go-Jek. Memanfaatkan teknologi, Go-Jek tidak hanya memberikan lapangan pekerjaan baru bagi mitra pengemudi, namun juga kebiasaan baru menggunakan smartphone untuk berbagai kebutuhan.

“Saat ini inovasi, yang sebelumnya sulit untuk dikembangkan, menjadi mungkin dengan kehadiran teknologi, sekaligus kesiapan masyarakat yang tentunya menjadi target pasar,” kata Daniel.

Inspirasi dari lingkungan sekitar

Melihat tren dan perkembangan di ibukota, Daniel mendapatkan inspirasi mengembangkan memberdayakan medium tradisional dengan memanfaatkan teknologi. Lahirlah ide Adsvokat yang memanfaatkan teknologi dan kebiasaan masyarakat saat ini.

“Penambahan huruf ‘s’ sendiri sengaja kami sematkan untuk mempertegas posisi kami yang menyasar sektor advertising [ads]. Adsvokat ingin mengangkat advertising tradisional ke media digital,” kata Daniel

Berbeda dengan layanan yang dihadirkan perusahaan atau startup adtech yang ada saat ini, Adsvokat justru memanfaatkan peluang offline yang mulai ditinggalkan perusahaan adtech. Kebanyakan saat ini fokus ke segmen digital.

“Cara ini mulai ditinggalkan karena semua perhatian sekarang ke digital, padahal medium advertising tradisional dari dulu hingga ke depannya masih efektif. Salah satu alasan ditinggalkannya cara-cara offline karena belum ada pengukurnya, saya percaya saat ini teknologi memungkinkan untuk mengukur cara ini,” kata Daniel

Memanfaatkan medium tradisional seperti stiker di mobil, helm, kaos, luggage tag, di balik laptop, bahkan di belakang smartphone, Adsvokat ingin mengajak kalangan millennial mempromosikan brand yang disukai secara sukarela dengan rewards berupa penghasilan tambahan.

Pemanfaatan selfie dan penerapan gamification

Secara khusus Adsvokat menyaring ambassador Adsvokat dari kalangan mahasiswa. Nantinya, untuk memperluas kampanye yang ada, ambassador tersebut diminta untuk mengajak 10 orang temannya untuk ikut mempromosikan brand yang dipilih.

“Jadi siapa pun bisa memilih brand yang disuka, kemudian bisa mengadvokasi brand melalui medium pilihan mereka. Sepuluh orang memberikan komentar positif untuk brand tentunya akan menjadi berharga,” kata Daniel.

Cara kerjanya terbilang mudah. Usai melakukan pendaftaran, pengguna diminta memilih kampanye iklan yang masih berjalan di aplikasi Adsvokat. Jika profil pengguna tersebut disetujui, ia bisa memilih jenis medium yang ingin dipromosikan. Lakukan foto selfie sebagai pengukur keberhasilan kampanye tersebut pada setiap pengguna.

“Melalui cara selfie ini nantinya proses pengukuran impresi dari kampanye tersebut didapatkan. Cara yang sangat mudah namun terbilang efektif untuk menjalankan kampanye promosi secara offline,” ujarnya.

Selfie diklaim bisa mengukur impresi, misalnya promosi melalui stiker helm yang ditentukan berdasarkan waktu hingga lokasi. Semua bisa dihasilkan impresinya untuk penentuan rewards.

Dengan metode ini, Daniel mengklaim brand akan memiliki channel yang jelas, bisa diukur, dan memiliki relasi langsung dengan konsumen. Diharapkan hal ini bisa dimanfaatkan menyuarakan kebaikan brand dengan memanfaatkan ambassador Adsvokat.

Jika ambassador tersebut telah mampu menjalankan tugasnya selama 3 bulan dengan beberapa brand, ia akan mendapatkan “kenaikan pangkat” dan berhak untuk mengikuti Adsvokat Youth Conference. Dalam kegiatan ini ambassador akan mendapatkan pengetahuan seputar cara tepat membangun bisnis, digital marketing, dan pengetahuan lainnya langsung dari pakarnya.

“Di sinilah korporasi bisa terlibat langsung untuk memberikan peluang kepada ambassador dari Adsvokat mendapatkan pengetahuan seputar brand, bahkan merekrut tenaga magang dari ambassador Adsvokat tersebut,” kata Daniel.

Untuk menambah jumlah poin, ambassador tersebut juga bisa menikmati gamification berupa tugas-tugas yang harus diikuti dengan pendekatan permainan ala Pokemon Go.

Skema O2O

Dengan model bisnis yang terbilang sangat sederhana namun diklaim mampu memberikan hasil pengukuran yang akurat, Adsvokat diharapkan bisa menjadi tolar ukur penerapan skema O2O bagi sektor periklanan di Indonesia. Saat ini, menurut Daniel, belum ada startup atau platform adtech yang menerapkan cara ini.

“Setelah melakukan pertemuan dengan investor dan pelaku adtech di Indonesia, saya belum melihat ada yang menerapkan cara ini. Model bisnis ini merupakan jalur baru tersendiri yang diharapkan bisa membuka peluang offline di dunia adtech, sesuai dengan standarisasi, impresi dan berapa bayak yang dihasilkan untuk pajak iklan,” kata Daniel.

Application Information Will Show Up Here