Tag Archives: aerial videography

MIT Kembangkan Drone dengan Kemampuan Sinematografi Otomatis Lebih Canggih dari Milik DJI

Terbang dan merekam video dengan sendirinya sudah bukan perkara besar untuk drone generasi terkini. Lihat saja Phantom 4 Advanced atau Mavic Pro dari DJI yang dibekali teknologi ActiveTrack, dimana keduanya dapat mengudara selagi menempatkan suatu objek di tengah pandangannya, lalu mengikutinya ke manapun objek itu bergerak.

Namun bagaimana dengan manuver-manuver khusus seperti ketika harus merekam adegan balap mobil di salah satu seri franchise Fast & Furious? Kalau ini mungkin masih dibutuhkan operator drone yang berpengalaman, akan tetapi hasil riset tim Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory (CSAIL) asal MIT berkata sebaliknya.

Mereka mengembangkan sebuah sistem yang memungkinkan seorang sutradara untuk mengirimkan instruksi spesifik pada drone, menetapkan parameter-paramter tertentu supaya drone bisa mengerjakan tugas sinematografinya sendiri secara mandiri selagi mengacu pada teknik yang kerap digunakan oleh operator drone pada umumnya.

Secara garis besar sistem ini merupakan versi lebih advanced dari ActiveTrack itu tadi. Perbedaannya dideskripsikan seperti ini: kalau dengan ActiveTrack, drone memang bisa mengikuti pergerakan seorang aktor, tapi ketika aktor tersebut membalikkan badannya 180 derajat, drone bakal terus merekam punggungnya.

Dengan sistem besutan MIT ini, drone dapat mendeteksi aktor yang membalikkan badannya itu, lalu bergerak mengitarinya supaya fokus kameranya tetap ada pada wajah sang aktor. Semua ini tentu saja dilakukan tetap dengan memperhatikan kondisi sekitar, sehingga drone tidak akan menabrak sebuah pohon atau rintangan lain begitu saja ketika bermanuver.

Selebihnya, sistem bernama real-time motion planning for aerial videography ini menitikberatkan pada aspek kontrol yang merinci. Seorang sutradara bisa menetapkan parameter seperti misalnya komposisi dengan sudut pandang lebar atau sempit, orientasi sang aktor, sehingga pada akhirnya drone dapat memprioritaskan variabel-variabel ini dengan sendirinya selama sesi syuting.

Singkat cerita, apa yang ingin tim CSAIL MIT ini tawarkan adalah sinematografi drone yang lebih mudah diakses sekaligus yang lebih bisa diandalkan. Anda bisa menyimak video di bawah untuk mendapat gambaran terkait cara kerjanya secara umum.

Sumber: MIT.

DJI Focus Ialah Controller Khusus untuk Mengatur Aperture dan Fokus Kamera Drone

Produk seperti Matrice 600 membuktikan komitmen DJI untuk terus memberikan penawaran berkualitas bagi kalangan videografer profesional. Dan kini komitmen tersebut makin dipertegas lewat perangkat baru bernama DJI Focus.

Focus bukanlah sebuah drone, melainkan remote control tambahan untuk menyesuaikan aperture dan fokus milik kamera Zenmuse X5 atau X5R yang terpasang pada drone DJI Inspire maupun gimbal DJI Ronin. Perangkat ini tentu saja akan menambah kompleksitas, namun di tangan profesional ia bisa menjadi alat bantu yang sangat berharga.

Lho bukannya aplikasi DJI Go sendiri sudah bisa digunakan untuk mengatur aperture dan fokus dari kejauhan? Memang benar, namun feel-nya jelas berbeda ketimbang memutar aperture ring atau focus ring milik lensa kamera sebenarnya. Di sinilah Focus datang membantu, dengan klaim bahwa ia sanggup memberikan pengalaman yang sangat mirip dengan memutar lensa asli.

Cincin milik Focus bisa disesuaikan longgar-tidaknya, semuanya terserah selera pengguna. Saat disambungkan ke remote control milik Inspire, Focus bisa berfungsi hingga jarak 5 kilometer dari drone. Baterainya sendiri diperkirakan bisa bertahan selama 14 jam dalam satu kali charge.

DJI Focus sama sekali bukanlah aksesori wajib bagi pengguna drone DJI, apalagi yang sekadar memakainya dalam konteks hobi. Focus adalah aksesori yang ditargetkan secara khusus untuk videografer profesional, jadi jangan kaget melihat banderol harganya yang mencapai $2.000.

Sumber: Gizmag.

DJI Matrice 600 Adalah Mainan Baru Studio Hollywood

Lewat Phantom 4, keseriusan DJI dalam menciptakan drone yang sangat mudah diterbangkan oleh semua kalangan konsumen semakin terbukti. Akan tetapi hal itu bukan berarti kaum profesional mereka telantarkan begitu saja, seperti yang bisa dilihat dari drone terbarunya, DJI Matrice 600 (M600).

Melihat namanya, wajar kalau kita menduganya sebagai suksesor Matrice 100 yang ditujukan buat komunitas developer. Namun pada kenyataannya, M600 ini dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan videografer profesional yang seringkali mengandalkan perlengkapan kamera yang berat, kompleks sekaligus mahal.

M600 bukanlah sebuah quadcopter. Ia memiliki enam lengan baling-baling (hexacopter) yang bisa dilipat agar mudah dibawa-bawa. Ia sanggup menggotong muatan berbobot total 6 kg, yang berarti kamera profesional seperti Red Epic pun siap ia bawa, dengan bantuan gimbal anyar Ronin MX.

Ronin MX sendiri merupakan gimbal tiga axis yang cukup unik. Unik karena ia bisa digunakan di darat dengan kedua tangan, atau dipasangkan pada M600 yang mengudara. Kombinasi ini pun memberikan fleksibilitas bagi videografer untuk memakai beraneka kamera profesional dari berbagai merek.

DJI Matrice 600 bersama gimbal Ronin MX yang mengangkut kamera Red Epic / DJI
DJI Matrice 600 bersama gimbal Ronin MX yang mengangkut kamera Red Epic / DJI

Balik ke M600, yang menjadi otak dari segalanya adalah sebuah flight controller baru yang dapat mengadaptasikan parameter mengudara sesuai dengan muatan yang dibawa secara otomatis. Komponen ini juga mengemas sistem transmisi sinyal Lightbridge 2, dimana M600 meneruskan video beresolusi 1080p 60 fps dari jarak lima kilometer.

M600 ditenagai oleh enam unit baterai. Premisnya adalah, seandainya salah satu baterai mati, M600 masih bisa terus beroperasi. Waktu mengudaranya sendiri bergantung pada muatan yang dibawa; kalau membawa kamera besar seperti Red Epic, baterainya hanya bisa bertahan hingga 16 menit, kalau membawa kamera Zenmuse X5, daya baterainya bisa mencapai 36 menit.

Meski mayoritas penggunanya bakal memakai perlengkapan kamera dari merek pihak ketiga, ada sejumlah keuntungan yang bisa didapat jikalau memakai kamera dari lini Zenmuse besutan DJI sendiri. Salah satunya adalah kemudahan mengatur parameter exposure seperti aperture dan shutter speed lewat aplikasi DJI GO, atau menentukan titik fokus dengan Zenmuse X5 atau X5R.

Seperti yang saya bilang, DJI Matrice 600 ditujukan buat kalangan profesional, atau istilah lainnya, ‘mainan’ studio-studio Hollywood. Maka dari itu, jangan kaget melihat banderol harganya. DJI mematoknya seharga $4.600, atau $6.000 jika dibundel dengan gimbal Ronin MX.

Sumber: DJI via Engadget.

Berbentuk Aneh, Drone Ini Portabel, Tahan Banting dan Modular

Sebagian besar drone yang kita kenal juga sering disebut dengan istilah quadcopter. Istilah tersebut datang dari wujud fisik sang drone sendiri, dimana biasanya terdapat empat lengan yang menjadi penumpu baling-baling. Continue reading Berbentuk Aneh, Drone Ini Portabel, Tahan Banting dan Modular

Drone 3D Robotics ‘Solo’ Dilengkapi Fitur Autopilot dan Kontrol Penuh Atas GoPro

Wahai para penggemar drone besutan DJI, bersiaplah menyambut idola baru di dunia aerial photography dan videography. Drone terbaru dari 3D Robotics ini membawa sejumlah fitur yang sebelumnya tak pernah terbayangkan bisa disematkan ke sebuah quadcopter. Continue reading Drone 3D Robotics ‘Solo’ Dilengkapi Fitur Autopilot dan Kontrol Penuh Atas GoPro