Tag Archives: Airlangga Hartanto

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto tidak menyebut nama startup di sektor pendidikan dan virtual reality yang dijagokan menjadi unicorn

Menteri Perindustrian Berharap Muncul Startup Unicorn Baru di Sektor Pendidikan dan “Virtual Reality”

Pertumbuhan bisnis rintisan teknologi atau startup di Indonesia memang cukup signifikan. Saat ini dari 7 startup di Asia Tenggara yang menyandang predikat unicorn atau yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam sebuah kesempatan memprediksi akan ada dua unicorn baru dari Indonesia, masing-masing berasal dari sektor pendidikan dan virtual reality.

Dikutip dari beberapa sumber, Airlangga menyebutkan bahwa dua startup yang diprediksi akan menjadi unicorn tersebut sudah memiliki akses ke Silicon Valley, kiblat industri teknologi dunia. Dua startup ini, meski tidak disebutkan secara gamblang namanya, juga banyak dijadikan tujuan studi banding bagi negara-negara lain.

“Dua-duanya sudah punya akses ke Sillicon Valley dan banyak menteri dari negara-negara lain datang untuk belajar ke dua perusahaan ini,” terang Airlangga.

Airlangga meyakini bahwa unicorn baru di Indonesia akan mampu membawa efek berantai bagi pertumbuhan industri dan berpeluang untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak. Unicorn juga disebut akan mampu menjadi open platform untuk jutaan usaha kecil dan menengah di Indonesia.

Menurutnya pemerintah juga tengah memacu pengembangan infraastruktur dan teknologi digital yang mendukung implementasi industri 4.0. Sarana penunjang ini meliputi Internet of Things (IoT), big data, cloud computing, artificial intelligence (AI), maupun virtual & augmented reality.

Startup pendidikan dan VR di Indonesia

Saat ini ada empat startup asal Indonesia yang masuk kategori unicorn. Mereka adalah Tokopedia, Bukalapak, Go-Jek, dan juga Traveloka. Dua dari industri e-commerce (Bukalapak dan Tokopedia), satu dari on demand service (Go-Jek), dan OTA (Traveloka).

Di sektor pendidikan, nama-nama seperti RuangGuru, Zenius, Kelase, dan HarukaEdu tengah menggodok inovasi paling mutakhir dan solutif untuk pendidikan di Indonesia.

Sementara itu di sektor virtual reality, Indonesia memiliki beberapa startup potensial, seperti Octagon Studio, Shinta VR, Slingshot, OmniVR, ARnCO, dan Primetech. Startup-startup ini mencoba menggali lebih dalam pemanfaatan teknologi virtual reality, mulai dari untuk kepentingan game, pendidikan, dan lain-lain.

Terlepas dari prediksi Menperin tersebut, DailySocial mencatat belum ada startup di kedua sektor tersebut yang memiliki valuasi mendekati level unicorn.

Prediksi ketua idEA

Prediksi mirip diungkapkan Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung, meskipun sektor yang diunggulkannya berbeda. Ia mengungkapkan Indonesia akan berpeluang melahirkan unicorn baru, tetapi sektornya adalah e-commerce, dompet digital, dan jasa pembelian tiket atau OTA  yang telah berhasil membuktikan diri memiliki frekuensi transaksi, volume transaksi, dan coverage yang cukup besar.

Marketplace bisa menjadi unicorn, cuma saya melihat yang jadi unicorn itu yang existing player, bukan yang baru. Kalau benar-benar baru dari nol, terus jadi unicorn, itu harus melewati yang 10 [marketplace] ini dulu, yang 10 ini saja baru dua yang jadi unicorn,” terang Untung.

Lab IoT X-Camp XL Axiata

Gandeng 36 Mitra, XL Axiata Bangun Lab IoT X-Camp

Kini para pengembang Internet of Things (IoT) lokal boleh bergembira. Fasilitas laboratorium yang telah menjadi mimpi bagi setiap pelaku di ekosistem ini resmi hadir di Indonesia. Dengan laboratorium ini, Indonesia diharapkan dapat lebih gesit memaksimalkan potensi IoT dalam negeri.

Lab IoT bernama X-Camp merupakan hasil kolaborasi ‘keroyokan’ yang diinisiasi oleh operator seluler XL Axiata dengan 36 pihak lainnya. Setiap pihak punya peran masing-masing, mulai dari penyediaan mesin, properti, hingga pengembangan kurikulum untuk menciptakan sumber daya.

Peluncuran X-Camp turut diresmikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartanto di Kantor XL Axiata di Jakarta. X-Camp akan beroperasi secara efektif pada pertengahan November.

“X-Camp dibangun untuk memperluas implementasinya. Lab ini juga menjadi wadah untuk mempertemukan para stakeholder di ekosistem IoT. Ini bisnis masa depan, kalau tidak disiapkan dari sekarang, kita tidak akan siap,” ungkap Presiden Direktur sekaligus CEO XL Axiata, Dian Siswarini pada peluncuran Lab IoT X-Camp di Jakarta kemarin.

Ia berharap X-Camp dapat menjadi wadah dalam menghadirkan solusi digital sesuai kebutuhan industri. Ia bahkan menyebut bahwa X-Camp menjadi lab IoT terlengkap yang pernah dihadirkam oleh operator seluler, dan satu-satunya lab IoT yang tergabung di GSMA Lab Alliance di Asia Tenggara.

Sementara itu, Menperin Airlangga mengungkap pihaknya tengah menyiapkan kebijakan dalam mempercepat adopsi IoT. Pasalnya IoT merupakan bagian dari revolusi Industri 4.0.

“Dari sepuluh policy, salah satunya infrastruktur. Tentu peran (operator seluler) XL sangat penting. Perlu diketahui bahwa globalisasi adalah part of trade war. Dengan revolusi Industri 4.0, kita berupaya agar tidak ketinggalan,” jelasnya.

Di kesempatan sama, Menkominfo Rudiantara juga sempat menyentil tentang minimnya sumber daya manusia (SDM) dalam negeri yang punya kemampuan di bidang ini. Hal itu menjadi salah satu tantangan besar dalam menggerakkan adopsi IoT di tanah air.

Maka itu, XL turut menggandeng sejumlah universitas terkemuka untuk membangun sumber daya lokal dari perguruan tinggi. Mereka di antaranya Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Politeknik Negeri Semarang, dan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Sisanya menyusul untuk bergabung dalam program X-Camp Lab Alliance.

Pengembangan NB-IoT hingga kolaborasi inovatif

X-Camp menyediakan ragam fasilitas bagi para pengembang atau maker IoT. Perlu diketahui, X-Camp merupakan lab untuk pengembangan teknologi Narrowband (NB-IoT). Adapun, NB-IoT tengah digadang-gadang menjadi teknologi IoT penerus karena dapat berjalan di jaringan seluler 2G, 3G, dan 4G.

Tentu pengembangan NB-IoT sejalan dengan keinginan operator seluler seperti XL, mengingat operator saat ini tengah mengembangkan jaringan seluler generasi kelima (5G) untuk memaksimalkan adopsi NB-IoT lebih tinggi.

Hal ini juga diamini oleh Founder dan CEO DycodeX, Andri Yadi yang ditemui DailySocial di acara peluncuran ini. DycodeX termasuk salah satu mitra kolaborasi XL dalam membangun X-Camp, dan startup yang pertama kali memperkenalkan teknologi IoT lainnya, yakni LoRa.

Andri mengungkap pengembangan NB-IoT kali ini dilakukan dengan berkolaborasi dengan startup Kayuh, startup penyedia sepeda kayu asal Depok,, dalam merancang produk bike-sharing.

Lebih lanjut, X-Camp menghadirkan sejumlah fasilitas di mana para maker atau pengembang dapat melakukan berbagai kegiatan, mulai dari pengembangan ide, pembuatan prototype produk IoT hingga produksi skala kecil. Di sini, mereka juga dapat melakukan pengujian user experience.

“Ada banyak sekali tujuan dari pembangunan X-Camp, yaitu edukasi pasar, inkubasi bisnis, pengembangan bersama, dan pengembangan lab. Dari sini, kita pertemukan startup dengan industri, kita bisa eksplorasi ide IoT, hingga membuat kolaborasi.” demikian ungkap Direktur Teknologi XL Axiata, Yessie D Yosetya.

Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah

Menuju Revolusi Indonesia 4.0 Lewat Pusat Inovasi IoT

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto membuka sambutannya pada ajang Telkomsel Innovation Center (TINC) Conference & Exhibition di Balai Kartini Rabu (25/7), lewat paparan bertajuk “Making Indonesia 4.0”. Sebuah visi masa depan pemerintah untuk mewujudkan revolusi digital industri 4.0.

Dalam paparan tersebut, ia menyebutkan industri 4.0 dapat menjadi enabler untuk mendorong kemajuan bangsa dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. “Bangsa kita adalah negara terbesar di Asia dan demografi kita luas. Teknologi dapat jadi enabler agar negara kita lebih maju,” ungkapnya.

Maka itu, lanjut Airlangga, pemerintah mengajak setiap stakeholder terkait untuk berpartisipasi dalam mendorong pengembangan dan ekosistem Internet of Things (IoT) di Indonesia sebagai pilar industri 4.0.

Salah satunya melalui Telkomsel Innovation Center (TINC) yang menjadi upaya Telkomsel untuk fokus di industri IoT. TINC merupakan serangkaian program yang akan mempertemukan para startup, developer, hingga investor di industri IoT.

Program ini merangkum berbagai kegiatan untuk membentuk ekosistem IoT di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah fasilitas laboratorium IoT, kegiatan mentoring dan bootcamp, hingga akses networking bagi para startup, developer, maupun system integrator dengan pelaku bisnis terkait.

Tak hanya itu, anak usaha Telkom ini juga memperkenalkan Narrowband Internet of Things (NB-IoT) Lab pertama di Indonesia yang dapat dimanfaatkan para inovator TINC untuk melakukan uji coba produk IoT yang dikembangkannya. Lab ini berlokasi di Bandung, Jawa Barat.

Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah menyebutkan dorongan untuk memperkuat komitmennya di ranah IoT muncul karena banyak sekali masalah unik yang terjadi di Indonesia dan tak dapat diselesaikan dengan mengandalkan bantuan pihak luar. Ia menilai Indonesia harus mengembangkan ekosistem IoT sendiri.

“Implementasi aplikasi IoT itu sangat luas. Untuk membatasi imajinasi, makanya kita harus (mewujudkannya) lewat kolaborasi. Kita bisa dorong pengembangan IoT lebih luas lagi, tak hanya untuk pelaku usaha tetapi juga untuk negara,” ungkap Ririek dalam sambutannya.

Ririek berharap dalam beberapa tahun mendatang bisa mengantongi 1 miliar pelanggan produk IoT. Untuk saat ini, Telkomsel lebih fokus terhadap penyediaan solusi untuk kegiatan sehari-hari.

Diharapkan pula, TINC dapat kembali melahirkan lebih banyak solusi IoT dan kolaborasi lainnya dengan para inovator. Beberapa layanan IoT yang sudah melewati masa inkubasi antara lain kolaborasi dengan Banopolis (bike sharing di Universitas Indonesia) dan kolaborasi dengan eFishery (pemberi makan otomatis ternak ikan).

5G optimalkan adopsi IoT

Selain merangkul multi stakeholder untuk membentuk ekosistem, Telkomsel juga akan membangun jaringan 5G di masa depan untuk memperkuat adopsi IoT lebih masif lagi. Saat ini teknologi seluler generasi ke-5 ini belum komersial di dunia, namun akan diuji coba di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Dalam presentasinya, Director Planning & Transformation Telkomsel, Edward Ying mengatakan pemanfaatan IoT akan lebih optimal dengan mengandalkan koneksi 5G karena jaringannya mampu menghadirkan kecepatan 100 kali lebih tinggi dari 4G dengan latensi rendah.

“5G bagus untuk major improvement karena punya kecepatan tinggi dan lebih efisien. Kami yakin ini dapat menciptakan tools paling powerful untuk industri telekomunikasi di masa depan. Ekosistem bisa support banyak hal, seperti smart city,” ujar Ying.

Pihaknya juga akan meningkatkan jangkauan jaringan LTE dengan NB-IoT di sejumlah area pada 2019. Saat ini, jaringan Telkomsel telah didukung sebanyak 167 ribu unit BTS dengan 80 persen merupakan BTS di jaringan 4G.

IoT Forum sebagai katalisator

Tahun 2020, menurut riset Cisco, diprediksi ada 7,6 miliar orang yang menggunakan sebanyak 50 miliar perangkat yang saling terhubung dengan jaringan internet.

Sementara, riset McKinsey mengestimasi potensi pasar IoT di Indonesia mencapai $3 miliar pada 2020. Dari nilai tersebut, ada empat kategori yang bakal mendominasi pasar IoT di Indonesia, yakni kendaraan, industri, smart city, dan ritel.

Di balik potensi pasar yang sedemikian besar, masih ada sejumlah hal yang menghambat pertumbuhan industri IoT di Indonesia. Padahal ekosistem IoT di Indonesia dinilai mulai berkembang dan cukup siap untuk menghadapi tren IoT di global.

“Ekonomi akan jalan kalau ada demand dan supply. Kita menjadi katalisator supaya kita bisa menggerakkan pihak supply. Tetapi, belum tentu pihak demand tahu produk ini ada. Makanya, kedua pihak harus dipertemukan dalam satu komunitas,” ungkap Founder Indonesia IoT Forum, Teguh Prasetya pada kesempatan sama.

Teguh menilai IoT Forum berperan penting dalam mempertemukan dan mengenali kebutuhan dengan end user. Dengan begitu, pengguna jaringan dan produsen perangkat dapat saling terhubung untuk menentukan siapa yang menciptakan layanannya.

Sementara itu, CEO eFishery, Gibran Huzaifah justru menilai salah satu penghambat industri IoT di Indonesia adalah kurangnya relevansi use case yang diterapkan dengan masalah yang dihadapi di Indonesia. Contohnya adalah produk smart home. Padahal, kebutuhan smart home di Indonesia belum terlalu besar.

“Relevansi pada use case itu penting karena tidak semua yang dikembangkan di barat berkaitan dengan masalah yang ada di Indonesia. Intinya, di barat belum tentu paham masalah yang ada di sini,” tutur Gibran yang juga menjadi pembicara di TINC Conference & Exhibition.

Di eFishery, Gibran menerapkan use case berdasarkan hal-hal yang terjadi pada budidaya peternak ikan, yakni pemberian makanan ikan. Ia kemudian menciptakan mesin pemberi makan ikan secara otomatis.

Disclosure: DailySocial adalah media partner untuk kegiatan Telkomsel Innovation Center IoT Forum 2018 Convention & Exhibition.