Startup wealthtech Ajaib mengonfirmasi kabar mengenai PHK. Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (29/11), Ajaib merumahkan 67 karyawan atau 8% dari total karyawan. Tidak disebutkan tim mana saja yang terdampak langkah efisiensi tersebut.
Perwakilan manajemen Ajaib menyampaikan, dalam tiga tahun terakhir, perusahaan telah meningkatkan inklusi keuangan Indonesia melalui layanan jasa keuangan digital. Seluruh dampak positif dan perkembangan Ajaib sebagai perusahaan tidak terlepas dari dedikasi dan kerja keras tiap tim.
“Strategi perusahaan juga terus diadaptasi agar Ajaib dapat berkembang secara berkelanjutan. Untuk memastikan kesiapan perusahaan menghadapi kondisi makroekonomi yang tidak menentu, kami terpaksa melakukan perampingan karyawan yang berdampak ke 67 karyawan,” ucap perwakilan Ajaib.
Pegawai yang di-PHK akan mendapat kompensasi sesuai aturan perundang-undangan, serta tambahan bonus pesangon sebesar satu bulan untuk setiap tahun masa kerja, asuransi kesehatan bagi karyawan dan keluarga selama enam bulan ke depan, konseling, dan dukungan pencarian kerja.
Di samping itu, jajaran manajemen Ajaib akan mengurangi gaji mereka secara sukarela dan para founder tidak akan menerima gaji. Langkah tersebut diharapkan tidak berdampak berdampak ke kelangsungan perusahaan dan layanan kepada nasabah Ajaib.
“Ke depannya, Ajaib juga telah mempersiapkan strategi bisnis yang kuat untuk terus mewujudkan inklusi keuangan di Indonesia,” ujarnya.
Ajaib berdiri sejak 2018 dengan bisnis utamanya platform investasi untuk saham, reksa dana, dan aset kripto. Data internal perusahaan menunjukkan lebih dari 90% nasabah Ajaib adalah generasi muda, dari porsi tersebut sekitar 80% di antaranya adalah first-time investor yang menemukan akses investasi saham melalui Ajaib. Disebutkan Ajaib mencatat telah menjaring lebih dari dua juta investor ritel dalam dua tahun terakhir.
Perusahaan mendapatkan titel “unicorn” pada Oktober 2021 pasca meraih pendanaan Seri B $153 juta dari DST Global dan sejumlah investor lain, seperti Alpha JWC Ventures, Ribbit Capital, Horizons Ventures, Insignia Ventures, dan SoftBank Ventures Asia.
PHK startup sepanjang tahun 2022
Ajaib menambah jajaran startup teknologi yang menempuh jalur efisiensi karyawan dalam rangka menjaga runway di tengah ketidakpastian kondisi makroekonomi global. Berikut daftar perusahaan lainnya untuk kurun waktu sepanjang tahun ini:
Platform wealthtech Ajaib memperluas cakupan nasabah ritel dengan menggarap segmen premium melalui produk “Ajaib Prime”. Persyaratan untuk menjadi nasabah ini adalah memiliki nominal deposit saldo RDN dan portofolio saham minimal Rp200 juta. Sebelumnya, kompetitor terdekatnya Bibit juga merilis layanan yang sama melalui Bibit Premium.
Ajaib Prime menyediakan fitur komprehensif dan layanan personal, termasuk Relationship Manager pribadi untuk konsultasi portofolio, update kondisi market, hingga jalur bantuan khusus. Lalu, jaminan kompensasi hingga tiga kali broker fee atas kendala aplikasi, analisis eksklusif saham dan kondisi pasar, webinar eksklusif, laporan realized profit & loss, dan buying power hingga 2,85 kali modal dengan margin trading.
Direktur Utama Ajaib Sekuritas Asia Anna Lora menjelaskan terkait latar belakang hadirnya Ajaib Prime karena meningkatkan nilai investasi nasabah. Seiring itu juga meningkatnya minat dan kenyamanan mereka untuk berinvestasi di Ajaib.
“Ajaib terus mengembangkan layanan untuk memenuhi kebutuhan semua investor Indonesia. Ajaib Prime hadir untuk memberikan layanan yang hyper-personal, nyaman dan mudah, agar portofolio investasi terus tumbuh maksimal,” kata dia dalam keterangan resmi, (12/10).
Anna melanjutkan, meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap investasi digital di Ajaib tercermin dalam pertumbuhan pengguna yang diklaim naik hingga 100% dalam setahun terakhir. Data internal perusahaan menunjukkan lebih dari 90% nasabah Ajaib adalah generasi muda, dari porsi tersebut sekitar 80% di antaranya adalah first-time investors yang menemukan akses investasi saham melalui Ajaib. Adapun, disebutkan Ajaib mencatat telah menjaring lebih dari dua juta investor ritel dalam dua tahun terakhir.
Kondisi di atas selaras dengan di industri. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan jumlah investor pasar modal pada September 2022 mencapai 9,7 juta orang dan diprediksi akan tembus 10 juta pada akhir tahun ini. Data lainnya dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan saat ini ada lebih dari 80% investor pasar modal adalah generasi muda di bawah usia 40 tahun dengan total aset mencapai Rp150 triliun per Agustus 2022.
“Ajaib Prime merupakan langkah awal Ajaib untuk mengembangkan layanan prioritas. Ke depannya, kami akan terus memenuhi kebutuhan berbagai segmen investor Indonesia dan terus menjadi layanan investasi terbaik bagi semua. Hal ini sesuai dengan misi Ajaib untuk menyambut dan berkembang bersama generasi baru investor Indonesia,” pungkasnya.
Ajaib pisahkan aplikasi untuk kripto
Sebelumnya pada Agustus kemarin, Ajaib mulai memisahkan kelas aset kripto ke dalam aplikasi tersendiri Ajaib Kripto. Langkah tersebut diambil karena mengikuti arahan dari OJK pada awal Juli ini berisi larangan untuk perusahaan di bidang pasar modal melakukan pemasaran, promosi, atau iklan produk dan layanan jasa keuangan, selain yang telah diberikan izinnya oleh OJK termasuk efek yang diterbitkan di luar negeri (offshore products).
Larangan tersebut dimaksudkan untuk melindungi konsumen dan mencegah kesalahpahaman informasi yang diterima masyarakat terkait produk jasa keuangan yang ditawarkan. Seperti diketahui, aktivitas investasi di Indonesia diawasi oleh dua lembaga yang berbeda, yakni OJK dan Bappebti. OJK hanya mengawasi aktivitas transaksi saham dan reksa dana. Di luar itu, ada di ranah Bappbeti, seperti futures, kripto, dan emas.
Pangsa pasar investor tajir
Bergabungnya Ajaib, setelah Bibit, Bareksa, dan Moduit, untuk menggarap nasabah tajir ini menandai besarnya potensi yang bisa digarap. Menurut data yang dikutip dari Bank Dunia di 2020, menunjukkan jumlah orang yang memiliki aset besar atau GDP per kapita di atas $135.000 dan dikategorikan high net worth individual di Indonesia sebesar 4 juta orang atau sekitar 1,5% dari jumlah penduduk Indonesia.
Kemudian, sekitar 20% atau sebanyak 54 juta merupakan golongan dengan penghasilan menengah (GDP per kapita di atas USD 5.800). Sementara sebanyak 211 juta atau 78% merupakan golongan berpenghasilan kecil.
Meski angka kelompok HNWI ini hanya sekitar 4 juta orang, kelompok ini akan terus meningkatkan nilai kekayaannya karena mereka terus berupaya mengembangkan aset dengan memperbesar alokasi dana mereka untuk produk-produk investasi.
Mengutip dari Syndicated Survey YouGov 2022, masyarakat HNWI sebagian besar transaksi finansialnya, termasuk produk keuangan telah dilakukan secara digital, baik lewat layanan perbankan maupun platform keuangan digital yang terpercaya.
Investasi saham adalah satu dari sekian banyak alternatif di dunia investasi. Jauh sebelum mengenal digital, kelas aset yang satu ini prosesnya sangat manual. Pembelian saham dulu masih menggunakan papan manual, kertas untuk bertransaksi, dan harus dilakukan secara tatap muka di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kantor BEI didesain memiliki lantai perdagangan bertingkat karena terbatasnya ruang untuk menampung aktivitas perdagangan kala itu. Nasabah pun harus menelepon sales/broker untuk order saham yang diinginkan. Makanya, bursa saham zaman dulu lebih banyak dinikmati oleh para trader karena tidak banyak isu dan sentimen-sentimen seperti saat ini.
Namun lain dulu lain sekarang. Belakangan pesatnya pertumbuhan digital, turut dipicu oleh pandemi, mengakibatkan pesatnya inovasi di bidang wealthtech. Kehadiran wealthtech, permudah proses memahami saham jadi jauh lebih menyenangkan, meski risiko yang ditanggung tetap sama.
External Affairs Director Pluang Wilson Andrew menyampaikan, investasi kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup generasi muda dan kemudahan akses platform digital mempercepat peningkatan literasi serta inklusi keuangan di Indonesia.
“Investasi tidak lagi menjadi hal yang eksklusif karena prosesnya menjadi jauh lebih mudah dan bahkan dapat dipantau secara real-time melalui smartphone,” ucapnya kepada DailySocial.id.
Pendapat sama diutarakan Ajinkya Kulkarn, Co-founder aplikasi wealthtech asal India Wint Wealth. Dia bilang, perubahan demografi investor dan serangkaian jalur investasi baru mendorong industri fintech untuk memberikan pengalaman digital yang seamless dalam perjalanan investasi seseorang. Wealthtech, sambungnya, memberikan peluang penciptaan kekayaan yang sama bagi investor ritel kecil dengan sumber dana terbatas dan investor ultra kaya.
“Meskipun investor milenial ini tech-savvy, mereka tetap butuh bantuan untuk memecahkan kompleksitas di dunia keuangan. Fintech menawarkan nasihat profesional sekaligus kemudahan eksekusi melalui platform digital. [..] Fintech membangun kepercayaan, menjembatani kesenjangan antara investor dan pasar modal,” kata dia.
Menurutnya, wealthtech membantu investor berinvestasi yang didukung IQ (Intelligent Quotient) yang sangat didasarkan pada penelitian dan konsultasi. Mereka memiliki pengetahuan data dan keterampilan untuk membedah informasi ini yang membantu mereka menarik wawasan yang berarti dan pemahaman mendalam tentang skenario ekonomi. Hal ini memungkinkan investor untuk membuat keputusan investasi yang didukung data yang bijaksana.
“Di tengah lingkungan peraturan yang berubah, platform wealthtech tidak memperumit keuangan dan memberdayakan investor pemula untuk membuat keputusan yang bijak dan tepat waktu guna mencapai tujuan keuangan jangka panjang dan menciptakan kekayaan.”
Menurut laporan CB Insights yang diterbitkan pada 8 Maret 2022, pada kuartal IV 2021 pendanaan startup wealthtech di pasar global naik 156% secara year-on-year senilai $14,6 miliar. Momentum yang baik ini berdampak pada tren peningkatan jumlah investor ritel di Indonesia. Mengutip dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per Mei 2022, jumlah investor ritel di pasar modal tembus 8,85 juta SID (Single Investor Identification) atau naik 18,29% secara year-to-date dibandingkan Desember 2021.
Pertumbuhan tersebut didominasi oleh generasi muda berusia di bawah 30 tahun sebesar 60,29% dari keseluruhan jumlah investor. Sebagai catatan, angka ini mencakup SID yang merangkum kode unik untuk investor reksa dana, SBN, dan saham. Adapun, khusus untuk jumlah investor saham (C-BEST) tercatat 3,9 juta SID. Angka ini naik 13,26% secara year-to-date dari angka 3,45 juta SID.
Bila membandingkan pertumbuhan SID di reksa dana dan SBN, kenaikan investor saham memang masih kalah. Jumlah investor reksa dana untuk periode yang sama, tumbuh 19,58%, sementara SBN tumbuh 14,76%. Meski demikian, ketiganya sama-sama masih punya ruang tumbuh yang begitu besar karena rasionya dengan total penduduk masih di bawah 2%.
Berdasarkan risikonya, berinvestasi saham termasuk high risk, high return dan disarankan bukan buat pemula. Menurut Associate Director PT Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, investasi pada dasarnya harus didasari dengan pengetahuan dan jangan karena kata orang lain alias FOMO (fear of missing out).
“Beli yang kita tahu dan kenal, jangan kata orang. Karena sudah tahu dan kenal, misal BBCA (BCA) hampir semua ada ATM-nya,” ucapnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Dia juga menyarankan, kalau ingin pertama kali coba, sebaiknya dalam jumlah kecil, serta membiasakan diri untuk disiplin, dan siap untuk cut loss. “Kalau misal ternyata penurunan 1%-3% atau 2%-4% enggak boleh lagi yang namanya sayang untuk cut loss. Kalau memang waktunya cut loss, ya cut loss,” tegasnya.
Investasi saham dalam negeri
Ajaib adalah salah satu contoh terdekat di industri yang dapat tumbuh melesat lewat produk saham yang mereka tawarkan sejak Maret 2020. Langkah yang diambil Ajaib sedikit berbeda dibandingkan pemain wealthtech lainnya yang cenderung ambil strategi perdalam rangkaian produk reksa dana, atau kelas aset lainnya, seperti emas, atau mata uang kripto, dalam memperkenalkan investasi kepada pemula.
Ajaib ingin dikenal sebagai aplikasi yang ramah untuk investor ritel pemula, maka seluruh strategi dan produk Ajaib perlu diselaraskan. VP of Product Ajaib Aurora Marsye mengatakan, aplikasi Ajaib didesain penuh untuk mempermudah investor pemula terjun ke dunia saham.
Fitur-fitur seperti registrasi akun 100% online dalam hitungan menit; tidak ada minimum investasi dan buka rekening tanpa deposit awal; tampilan grafik komprehensif, analisis teknis dan fundamental mendalam; dan berbagai materi edukasi dan forum diskusi, adalah sebagian fitur andalan untuk menarik kalangan anak muda.
“Kita remove barrier-barrier yang selama ini menghalangi investor muda untuk terjun ke pasar saham. Dengan berbagai kemudahan ini, modal yang perlu disiapkan pengguna baru itu cukup berani saja,” kata Aurora beberapa waktu lalu.
Meski aplikasi dibuat seramah mungkin buat para pengguna, Ajaib tetap mengedepankan sisi edukasi mengingat investasi ini tergolong investasi high risk high return. Salah satu pendekatan yang kerap dilakukan adalah mengadakan pelatihan-pelatihan rutin dengan memanfaatkan platform media sosial yang banyak dikunjungi anak muda setiap harinya.
“Karena targetnya investor ritel kami lihat mereka mainnya di mana, sekarang banyak main di media sosial. Kami menghampiri mereka, jemput bola. Kami yakin semua pihak juga mengambil strategi ini agar semakin mudah dijangkau oleh para pengguna,” tambah Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora.
Langkah ini, lanjutnya, merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam meningkatkan kualitas literasi investor saham. Menurutnya, peningkatan secara kuantitas memang penting, namun menjaga kualitas pengguna juga tak kalah pentingnya.
Kompetitor terdekatnya, Stockbit, juga dikenal sebagai wealthtech yang menawarkan produk investasi saham. Langkah berbeda diambil oleh Pluang. Startup yang didirikan Claudia Kolonas ini termasuk aplikasi wealthtech dengan kelas aset terlengkap.
Investasi saham luar negeri
Pada awal berdiri dengan brand EmasDigi, Pluang menyediakan produk investasi emas. Mereka terus menambah portofolionya, mulai dari indeks futures (micro e-mini S&P 500 dan micro e-mini NASDAQ 1000), aset kripto, dan reksa dana. Dibandingkan peers-nya, Pluang cukup eksploratif dan berani memperkenalkan kelas aset karena berambisi ingin merangkul semua pengguna yang datang dari beragam profil risiko.
“Sebagai platform legal pertama yang menyediakan akses yang aman pada produk saham AS, peluncuran produk Contract for Differences (CFD) Saham AS pada awal tahun 2022 lalu merupakan komitmen Pluang untuk menjawab antusiasme investor ritel Indonesia dalam berinvestasi langsung di berbagai perusahaan global ternama di pasar modal AS secara terjangkau,” kata Wilson.
Dia melanjutkan, dalam kombinasi jenis aset investasi, indeks saham AS menjadi kombinasi menarik yang dipilih investor untuk dipasangkan dengan aset kripto, emas, dan reksa dana. Menurut hipotesis perusahaan, para investor dapat memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan tren investasi secara global.
Sejak meluncurkan kelas aset CFD saham, pihaknya mendapat respons positif karena tersedianya akses investasi ke pasar saham AS. Dari 40 saham yang diluncurkan, saham perusahaan teknologi jadi pilihan terpopuler di kalangan pengguna. Selanjutnya, diikuti saham perbankan jadi alternatif pilihan. “Secara pertumbuhan kuantitatif pun, angka AUM di jenis aset investasi ini terus meningkat sejak peluncurannya.”
Pluang meyakini produk pasar global merupakan aset yang strategis untuk dimiliki para investor Indonesia. Pasalnya, pertumbuhan nilainya sangat baik dan ukuran kapitalisasi pasar yang sangat besar. Pasar saham AS sendiri telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa sejak pandemi, juga pertumbuhan nilai aset dan investor menunjukkan tren yang positif.
“Kami mengamati bagaimana masyarakat Indonesia berusaha untuk mendiversifikasi asetnya di pasar modal AS. Dalam kepemilikan aset investasi, indeks saham AS memiliki potensi yang baik mengikuti aset investasi lainnya seperti aset kripto dan emas digital.”
Dalam temuan internal perusahaan, meski tidak dirinci secara spesifik, mayoritas pengguna akan memulai investasi dengan satu jenis produk investasi terlebih dahulu dan secara berkala memulai investasi dengan beragam aset lainnya. Kombinasi paling tinggi di kepemilikan aset jatuh pada kepemilikan aset kripto, emas digital, indeks saham AS dan reksa dana.
Kemudian, mereka juga cenderung menambah kelas aset baru dalam portofolio investasi mereka kurang lebih selama dua sampai tiga bulan. Disebutkan juga, para pengguna Pluang merupakan investor ritel pemula. Namun, mereka dinilai sudah mampu mendiversifikasi asetnya dengan merata dan bijak sesuai risiko portofolio produk investasi yang tersedia di Pluang.
Perilaku tersebut disinyalir karena mereka sudah mampu mendiversifikasi asetnya setelah mengikuti berbagai program edukasi, baik yang rutin diselenggarakan perusahaan di berbagai platform ataupun di luar itu. “Harapannya, konten-konten edukasi yang diberikan meningkatkan pemahaman pengguna kami dalam menganalisis risiko dari tiap produk investasi dan bisa memaksimalkan potensi peningkatan aset finansialnya.”
Seperti diketahui, pasar saham AS adalah salah satu pilihan utama untuk berinvestasi dalam hal mendiversifikasi portofolio. Negara ini adalah rumah bagi beberapa teknologi terbaik dan bisnis penghasil kekayaan lainnya yang menawarkan peluang investasi besar. Menurut laporan Credit Suisse, kapitalisasi pasar saham AS mewakili sekitar 56% dari total nilai pasar global.
Sementara itu, menurut Investopedia, bagi banyak investor, membeli saham luar negeri memungkinkan mereka melakukan diversifikasi dengan menyebarkan risiko, selain memberi eksposur terhadap pertumbuhan ekonomi di negara lain. Namun, risikonya volatilitasnya juga tak jauh berbeda dengan bursa saham lokal karena ada banyak faktor yang mempengaruhinya.
Makanya, lagi-lagi, investasi saham itu bukan untuk semua orang. Banyak penasihat keuangan menganggap saham asing sebagai tambahan yang sehat untuk portofolio investasi. Mereka merekomendasikan alokasi 5% hingga 10% untuk investor konservatif, dan maksimal 25% untuk investor agresif.
Akan tetapi, karena cocok untuk investasi jangka panjang, ia jadi menarik. Ada yang bilang, semakin lama seorang investor berada di pasar, semakin rendah kemungkinan kehilangan uang.
Seperti yang dikatakan David Gardner, salah satu pendiri The Motley Fool, “Tidak masalah ketika Anda berinvestasi jika Anda berinvestasi di perusahaan hebat. Sebagian kecil saham menyumbang sebagian besar pengembalian pasar secara keseluruhan. Itulah mengapa lebih baik membeli saham di perusahaan hebat sesegera mungkin daripada menunggu harga yang lebih baik yang mungkin tidak akan pernah datang.”
Saat ini, belum banyak pemain wealthtech lokal yang menggarap segmen tersebut. Nanovest, besutan Grup Sinarmas jadi satu-satunya yang lokal, kemudian ada juga Gotrade yang kini punya legalitas yang sah di Indonesia.
Nanovest tak hanya menyajikan investasi saham luar negeri, juga aset kripto, dan transfer dana. Sama seperti Gotrade, Nanovest juga bermitra dengan Alpaca untuk mengakomodasi transaksi saham. Untuk aset kripto, perusahaan sudah memiliki lisensi resmi dengan badan hukum PT Tumbuh Bersama Nano.
Gotrade
Strategic Initiatives Gotrade Ajisatria Suleiman menuturkan, pengalaman berinvestasi perusahaan asing memang bukan barang baru bagi orang Indonesia karena semua bisa diakses melalui sekuritas luar negeri melalui jaringan pribadi mereka. Namun, yang dibawa Gotrade bisa dikatakan inovasi karena perusahaan ingin mendemokratisasikan akses ini ke seluruh orang Indonesia.
“Kami percaya bahwa investor ritel baru juga harus memiliki akses yang sama terhadap produk investasi alternatif yang aman dan legal,” kata Aji.
Dia melanjutkan, hingga saat ini belum ada perusahaan sekuritas lokal di Indonesia yang dapat menawarkan sekuritas asing. Produk saham di Gotrade Indonesia adalah kontrak derivatif yang 100% didukung penuh oleh saham asli yang dimiliki di AS melalui mitra yang digaet, yakni Alpaca Securities LLC, dealer pialang teregulasi FINRA.
Di Indonesia, investasi derivatif ini diatur oleh Bappebti sehingga dibutuhkan izin Pialang Berjangka. Valbury Asia Futures pun dipilih sebagai mitra, mengingat punya reputasi baik dan pengetahuan yang mendalam terutama di bidang regulasi dan kepatuhan.
Dijelaskan lebih jauh, untuk setiap saham yang dimiliki oleh pelanggan Gotrade Indonesia, ada saham terkait yang dipegang oleh Valbury dalam akun terpisah di Alpaca Securities LLC. Hal ini memungkinkan Gotrade Indonesia untuk memberikan akses kepada masyarakat Indonesia ke saham AS sesuai dengan peraturan lokal Indonesia.
“Struktur kami diatur di bawah Peraturan Bappebti 1/2022 dan 2/2022. Pelanggan membuat kontrak dengan Valbury, dan Valbury kemudian melakukan transaksi terkait dengan Alpaca Securities. Kedua perdagangan ini terjadi secara real time. Seluruh transaksi dilaporkan ke Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan aspek moneter ditangani oleh Kliring Berjangka Indonesia (KBI), lembaga kliring perdagangan berjangka dan komoditas.”
Gotrade optimistis bahwa semakin terbukanya akses digital dan langkah edukasi masif dari berbagai pihak, secara perlahan dapat meningkatkan kedewasaan dan pengetahuan investor ritel pemula terhadap berbagai produk investasi. Hal itu tercermin dari jumlah investor ritel yang naik dua kali lipat pada tahun lalu, belum memperhitungkan investor dari produk alternatif seperti kripto. Mayoritas para investor baru ini adalah kaum muda perkotaan, paham teknologi, berpendidikan baik di posisi karir tingkat pemula atau menengah.
Sebelum resmi hadir di Indonesia, Gotrade sudah hadir sejak 2019 di Singapura. Gotrade didirikan oleh Rohit Mulani, Norman Wanto, dan David Grant. Platform ini dulunya bernama TR8 Securities yang terdaftar di Labuhan, Malaysia. Dalam operasionalnya, bermitra dengan Alpaca sebagai broker dengan lisensi FINRA dan perlindungan SIPC di Amerika Serikat.
Gotrade hadir menawarkan kemudahan untuk melakukan trading saham dari bursa Amerika Serikat. Aplikasi ini memungkinkan pengguna membeli saham pecahan di NYSE dan saham yang diperdagangkan di NASDAQ mulai dari $1 alias in fraction atau sepersekian dari satu lembar saham. Investor tetap mendapat dividen sesuai jatah kepemilikan saham.
Tidak disebutkan jumlah pengguna Gotrade Indonesia maupun global sejauh ini, pun nominal AUM yang telah dikumpulkan.
Ajaib menjadi platform wealthtech selanjutnya yang menawarkan investasi aset kripto. Solusi ini hadir di bawah unit usaha Ajaib Group, dengan badan hukum PT Kagum Teknologi Indonesia, dan sudah terdaftar sebagai salah satu pedagang aset kripto di Bappebti.
Kepada DailySocial.id, juru bicara Ajaib Kripto menyampaikan, “Saat ini, Ajaib telah meluncurkan fitur Ajaib Kripto secara bertahap ke pengguna Ajaib. Dengan fitur ini, untuk pertama kalinya investor Indonesia dapat berinvestasi di aset kripto, saham, dan reksa dana dalam satu aplikasi. Kami tidak sabar untuk mengumumkan perkembangan Ajaib Kripto dalam waktu dekat ini.”
Dalam memperkaya kelas aset, Ajaib turut memiliki sejumlah lisensi agar tetap patuh pada regulasi yang berlaku. Pada awal kehadirannya, Ajaib baru menghadirkan investasi reksa dana yang difasilitasi oleh PT Takjub Teknologi Indonesia. Kemudian, diperluas ke investasi saham di bawah badan hukum PT Ajaib Sekuritas Asia, hasil akuisisi atas PT Primasia Unggul Sekuritas.
Sejak saat itu pula, Ajaib tumbuh melesat dari segi pertumbuhan pengguna. Diklaim sejak tiga tahun lalu dirilis, perusahaan telah memiliki 1 juta investor ritel saham. Angka ini begitu pesat, lantaran di Indonesia saat itu baru memiliki 2,7 juta investor saham. Pencapaian tersebut mengantarkan Ajaib sebagai unicorn ketujuh dari Indonesia, pasca mendapat investasi Seri B senilai $153 juta yang dipimpin DST Global.
Pemain wealthtech lainnya
Sebelumnya, Pluang juga meluncurkan kelas aset yang sama sejak tahun lalu. Saat peluncurannya, perusahaan menggaet Tokocrypto dan Zipmex sebagai mitra pihak ketiga. Pengguna Pluang dapat melakukan transaksi jual beli 29 exchange.
Akan tetapi, Pluang menyeriusi lebih lanjut soal potensi kripto yang begitu besar di Indonesia. Kini telah terdaftar sebagai pedagang kripto dengan badan hukum PT Bumi Santosa Cemerlang. Artinya, Pluang menambah lisensi baru.
Sebelumnya, Pluang membentuk anak usaha untuk memperoleh lisensi APERD bernama Pluang Grow (PT Sarana Santosa Sejati). Juga, mengantongi lisensi emas perdagangan emas digital di bawah badan hukum PT Pluang Emas Sejahtera.
Sementara itu, Stockbit, pesaing terdekat dari kedua pemain di atas, dikabarkan tengah mempersiapkan kelas aset kripto di dalam platform-nya. Dalam situs pencarian kerja, perusahaan tengah mencari tim yang tepat untuk menangani produk tersebut.
Di balik gonjang-ganjing pasar kripto belakangan ini, sejatinya industri ini menawarkan potensi yang begitu menjanjikan. Berdasarkan data yang dirilis Bappebti, tercatat nilai transaksi aset kripto tumbuh dari Rp64,9 triliun pada 2020 menjadi Rp859,4 triliun di 2021. Kenaikan pertumbuhan transaksi aset kripto mencapai 16,2% per bulannya.
Pemerintah pun menetapkan aset kripto sebagai objek pajak. Per awal Mei 2022, pedagang fisik aset kripto yang sudah terregulasi Bappebti, wajib memungut PPn dan PPh bagi setiap investor yang bertransaksi jual-beli. Dalam rincian, di Tokocrypto misalnya, besaran pajaknya sebesar 0,31%, terdiri dari trading fee 0,1%, ditambah PPn dan PPh sebesar 0,21%.
Ajaib Group melalui PT Takjub Finansial Teknologi (TFT) kembali meningkatkan porsi kepemilikan sahamnya di PT Bank Bumi Arta Tbk (IDX: BNBA) sebanyak 443,52 juta saham atau setara 16 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), transaksi pembelian saham ini dilaksanakan pada 8 April 2022 dengan harga pelaksanaan Rp1.345 per saham.
Sebelumnya, Ajaib Group mencaplok sebanyak 665,2 juta saham atau mewakili 24 persen saham Bank Bumi Arta pada November 2021. Dengan penambahan ini, Ajaib kini menguasai 1,10 miliar saham atau setara 40 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh.
Manajemen Ajaib Group mengungkap bahwa pihaknya ingin menjadi pemegang saham pengendali baru Bank Bumi Arta melalui penambahan kepemilikan saham ini.
Ekspansi produk
Dalam pemberitaan sebelumnya, Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora sempat menyampaikan bahwa akuisisi ini akan memudahkan Ajaib untuk mengembangkan lebih banyak produk di masa depan.
Perusahaan mulai memperkenalkan layanan baru bernama Margin Trading Ajaib pada Maret. Sebagai informasi, margin trading merupakan pinjaman yang difasilitasi perusahaan sekuritas kepada nasabah pemilik rekening efek.
Margin Trading Ajaib memungkinkan pengguna untuk menebus jumlah saham lebih banyak dengan menggunakan pinjaman dana dari perusahaan sekuritas. Ajaib memfasilitasi Margin Trading dengan 0% pada biaya broker dan bunga margin.
Saat ini, bisnis utama Ajaib adalah platform investasi untuk saham dan reksa dana. Per Desember 2021, total investor Ajaib telah mencapai 1,4 juta orang. Dari angka tersebut, sebesar 96 persen merupakan investor pemula dan 90 persen masuk kelompok usia muda.
Sementara data BEI per akhir 2021 mencatat baru ada 7,48 juta investor retail di Indonesia. Namun, angka tersebut tumbuh signifikan sebesar 92,7 persen dibandingkan akhir 2020 yang hanya sekitar 3,88 juta investor.
Jika mengacu pada model bisnis Robinhood, platform trading dan investasi ini menerapkan komisi nol pada layanannya. Robinhood memonetisasi bisnis melalui sejumlah skema, termasuk margin trading, cash management fee, hingga Robinhood Gold.
Fintech akuisisi bank
Sempat dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan sejumlah faktor kuat yang melandasi aksi startup fintech mengakuisisi bank.
Akuisisi bank akan memampukan startup fintech untuk meningkatkan inklusi keuangan ke seluruh Indonesia. Salah satunya lewat fasilitas pinjaman modal usaha dengan plafon lebih tinggi. Dalam catatan kami, beberapa startup fintech yang mengakuisisi bank ini fokus di segmen UMKM.
Faktor lainnya, bank-bank yang diakuisisi ini merupakan bank kecil. Mereka dicaplok dengan harga murah karena tidak mampu memenuhi syarat modal minimum yang ditetapkan OJK. Lagi pula, akuisisi bank kecil lebih memudahkan perusahaan untuk melakukan transformasi karena infrastruktur dan kantor cabangnya kecil.
Within two years, Ajaib managed to become the first unicorn in investment or wealthtech in Southeast Asia. Starting the journey with mutual funds, Ajaib’s growth skyrocketed when the stock asset class was launched in mid-March 2020, it’s all due to the “birth” of many young investors amidst the pandemic.
The approach is quite different from similar players with tendency to adopt a strategy of deepening the mutual funds product range, or enriching the asset class to other instruments, such as gold or cryptocurrencies in order to introduce investment to novice investors.
In the recent Ajaib’s media gathering, it is said that the users have reached more than 1.4 million people. Around 96% of them are novice investors, with 90% coming from a young age and the rest are gen Z. Moreover, about 60% of users are actively use the platform and have stock portfolio.
Ajaib Sekuritas’ Director of Stock Brokerage, Anna Lora explained, the increasing number of users is also reflected in the total transaction volume of 30 billion per month with 5 million transactions. Before the company acquired Primasia Sekuritas (currently known as Ajaib Sekuritas) the monthly transaction value was in the range of Rp. 1 trillion-Rp 2 trillion, furthermore, the number has grown rapidly to Rp. 6 trillion-Rp. 8 trillion.
“We believe in the strength of Indonesian retail investors as a driving force for capital market investors. In Ajaib, the phenomenon of rising retail investors comes from second-tier cities,” he said.
Application for novice investors
In accordance with the company’s mission to be known as a friendly application for novice retail investors, all strategies and products need to be aligned. Ajaib’s VP of Product, Aurora Marsye said the application was fully designed to make it easier for novice investors to get into the stock business.
Such features as 100% online registration within minutes; no minimum investment and account opening without initial deposit; comprehensive chart display, in-depth technical and fundamental analysis; and various educational materials and discussion forums, are some of the main features to attract young people.
“We remove all kinds of barriers that have been preventing young investors to get into the stock market. With these various facilities, new users only need courage to invest,” Aurora said.
Although the application is designed as friendly as possible for users, Ajaib still prioritizes to educate, considering that stock investments are classified as high risk high return investments. Another approach is to hold regular trainings by utilizing social media platforms for young people.
“Because the target is retail investors, we observe their space, it is currently in the social media. We approach them, try to win the ball. We believe all players will also take this strategy to facilitate easy access for users,” Anna added.
Furthermore, it is part of the company’s strategy to improve the stock investors’ literacy. He said, quality improvement is important, but maintaining the user’s quality is equally important.
In Indonesia, the ratio of capital market investors and the population is still unequal. As of November 2021, KSEI recorded 7.1 million capital market investors, increased by 84% from the same period in the previous year of 3.27 people. Of the total investors, 99.51% are retail investors, dominated by the age group under 40 years with 59.81%.
Unfortunately, he could not elaborate further on the characteristics of Ajaib’s users, whether investors or traders, to the style and average allocation of funds in investing. “Everything is mixed as it all comes down to the [preference] of each investor. At Ajaib, the portion under management between mutual funds and stocks is even,” Anna revealed.
It includes plans to add other asset classes, after acquiring 24% of Bank Bumi Artha‘s shares. Anna ensures this strategic move will make it easier for Ajaib to develop more products in the future.
Learn from Robinhood
Ajaib’s moves are often compared to what Robinhood did in disrupting the financial industry, especially the stock market in the United States. Apart from designing an intuitive, user-friendly and up-to-date application, a key part of Robinhood’s strategy is zero commission on stock trading.
This is obviously attractive and helps with user acquisition. In the process, Robinhood monetizes its business with payments for order flow, stock borrowing fees, and subscriptions. In a way, “forcing” the incumbents in the brokerage industry to do the same.
Previously, incumbents such as Fidelity, Wellington, Charles Schwab, and E*Trade, were ruling the retail investor segment. Even E*Trade and Schwab account for over 40% of the brokerage industry’s total online revenue, according to IBISWorld in 2019. However, Robinhood has managed to attract more than 21 million active users, doubling from 2020, surpassing Schwab’s market share last year.
In creating new demand, Robinhood has succeeded in acquiring users from various races, from previously dominated by whites and experienced investors who are closely related to the stock market.
Behind Robinhood’s glittering achievements, this company leaves a controversy. From its convenience application, which uses gamification, the company seems to “underestimate” the educational aspect, especially since Robinhood’s main target is novice investors. Regulators in the state of Massachusetts went so far as to file a complaint against the company citing “aggressive tactics to attract inexperienced investors.”
It is one of the many controversies that burdens the regulators. According to SEC officials, bringing retail investors more access to capital markets is a good thing, as long as the core principles for protecting investors are not altered by apps that encourage active trading through behavioral cues.
“Our belief is, the more we lower the barriers to entry, the more we level the playing field and allow people to invest their money at a younger age, the better our economy will be and the better the society will be as we are kind. We live at the intersection of capitalism, democracy and innovation,” said Robinhood’s CEO, Vlad Tenev. “And I think it’s a very interesting place,” he concluded.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Penghujung tahun 2021 memberikan kejutan kepada para pelaku dan startup enthusiast. Bagaimana tidak, berbagai startup telah dinobatkan sebagai unicorn di tahun ini. Berdasarkan data dari DailySocial.id Annual Report 2021, tercatat total sebanyak 11 startup Indonesia telah menjadi Unicorn di tahun 2021. Jumlah ini bertambah dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Dari laporan Startup Report 2020, pada tahun 2020 saja, Indonesia hanya memiliki 5 startup unicorn, yaitu Tokopedia, Gojek, Traveloka, Bukalapak dan OVO. Namun, tujuh startup Indonesia saat ini telah mengisi deretan startup unicorn pada tahun 2021.
Unicorn sendiri merupakan level ke-4 dari tingkatan bisnis startup. Dalam tingkatan level Unicorn, nilai valuasi yang digunakan sebagai indikator adalah senilai USD$ 1 miliar – USD$ 10 miliar atau jika dirupiahkan adalah sebesar 10,47 triliun.
Beberapa startup yang telah menjadi unicorn di tahun 2021, merupakan startup pada level centaur di tahun sebelumnya. Berikut 11 startup Indonesia yang telah mencapai unicorn:
1. GoTo
GoTo merupakan startup merger antara Gojek dan Tokopedia. PT GoTo Gojek Tokopedia didirikan pada 17 Mei 2021 dengan fokus industri teknologi informasi. GoTo mengombinasikan layanan e-commerce, on-demand, dan layanan keuangan ke dalam satu ekosistem.
November tahun ini, Grup GoTo mengumumkan penutupan pertama penggalangan dana pra-IPO lebih dari $1,3 miliar (lebih dari 18,5 triliun Rupiah) dari berbagai investor.
2. Traveloka
Traveloka sendiri telah menyandang status unicorn pada tahun 2017, ketika mengantongi investasi sebesar USD350 juta dari Expedia. Berdiri sejak tahun 2012, Traveloka telah mengembangkan berbagai produk, hingga menjadi startup non fintech pertama yang menerapkan paylater “beli sekarang, bayar nanti”.
3. Bukalapak
Bukalapak merupakan salah satu perusahaan e-commerce Indonesia yang didirikan pada tahun 2010 lalu. Bukalapak berhasil menjadi unicorn pada tahun yang sama dengan Traveloka, dengan valuasi mencapai USD 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun.
Tahun 2021, Bukalapak dikabarkan memperoleh pendanaan sebesar $234 juta (lebih dari 3,4 triliun Rupiah) dalam putaran pendanaan Seri G yang dipimpin oleh Microsoft, GIC sovereign wealth fund Singapura, dan EMTEK.
4. OVO
Tahun 2019, OVO berhasil menjadi startup unicorn. Finance Asia menyebut valuasi OVO saat dinobatkan menjadi unicorn sudah mencapai $2,9 miliar (lebih dari 40 triliun Rupiah).
Sebagai perusahaan yang memimpin industri pembayaran digital bersama GoPay, OVO jelas memproses perputaran dana yang sangat besar yang mencapai triliunan Rupiah per tahunnya.
5. JD.id
Awal tahun 2020 lalu, JD.id telah mencapai valuasi perusahaan lebih dari US$1 miliar dan menambah jajaran startup unicorn saat itu. JD.id merupakan salah satu e-commerce yang ada di Indonesia dan merupakan bagian dari JD.com yang berkantor pusat di Beijing China.
6. Blibli.com
Blibli.com merupakan satu-satunya e-commerce yang meraih status unicorn pada tahun ini. Per Agustus 2021, blibli.com telah mencapai valuasi sebesar 1 miliar dollar AS. Berdiri pada tahun 2010, butuh waktu sekitar 11 tahun bagi blibli.com untuk mencapai level ke-4 pada tingkatan bisnis startup ini.
7. Tiket.com
Menyusul pesaingnya, Traveloka, Tiket.com akhirnya menjadi unicorn pada awal tahun 2021.
Tiket.com sendiri didirikan tahun 2011 dan diakuisisi Djarum Group melalui Blibli pada tahun 2017. Saat ini keduanya tetap berjalan dengan entitas legal (PT) terpisah, sehingga memungkinkan jika Tiket.com melangsungkan IPO terlebih dulu.
8. J&T Express
Awal tahun 2021, J&T Express telah menjadi unicorn dengan valuasi sebesar mencapai 7,8 miliar dollar AS atau setara Rp 113,5 Triliun. J&T Express menduduki posisi kedua sebagai startup unicorn Indonesia dengan nilai valuasi terbesar setelah Gojek.
J&T Express menjadi mitra pengiriman logistik dari sejumlah e-commerce besar, termasuk, Tokopedia, Bukalapak, Blibli, Shopee, dan JD.id.
9. Kredivo
Kredivo merupakan startup yang berada di bawah naungan PT FinAccel Teknologi Indonesia dan berdiri pada Desember 2015. Kredivo memiliki performa serta pertumbuhan yang pesat hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun sejak didirikan sehingga menarik perhatian para investor.
Sama dengan blibli.com, Kredivo menjadi unicorn pada pertengahan tahun 2021 ini.
10. Xendit
September 2021, Xendit mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $150 juta atau setara 2,1 triliun Rupiah. Putaran ini sekaligus mengokohkan valuasi perusahaan di atas $1 miliar dan menjadikan Xendit sebagai startup “unicorn” selanjutnya di Indonesia.
Sebelumnya Xendit telah menutup putaran pendanaan seri B senilai $64,6 juta pada Maret 2021 lalu dipimpin Accel. Dengan perolehan baru ini, secara total mereka telah mengumpulkan dana Rp3,4 triliun ($238 juta) sejak ronde awal di tahun 2015.
11. Ajaib
Sama seperti namanya, Ajaib berhasil menjadi startup unicorn hanya dalam waktu 2,5 tahun. Ajaib menyandang gelar unicorn setelah menutup putaran seri B sebesar $153 juta (lebih dari 2,1 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh DST Global. Pendanaan ini membawa jumlah total yang dikumpulkan Ajaib menjadi $243 juta. Ajaib sendiri telah memiliki 1 juta investor ritel saham, sejak pertama kali berdiri dua setengah tahun lalu.
Menutup tahun 2021 ini, sebuah kejutan muncul dari salah satu startup dengan dasar bisnisnya adalah kedai kopi, yaitu Kopi Kenangan. Desember 2021, Kopi Kenangan jadi “Unicorn New Retail” Pertama di Indonesia.
Kopi Kenangan mengumumkan telah menutup putaran pertama untuk pendanaan seri C senilai $96 juta atau setara 1,3 triliun Rupiah. Dengan tambahan dana investasi ini, perusahaan turut mengumumkan bahwa telah mencapai tonggak “unicorn” atau bervaluasi lebih dari $1 miliar. Dengan ini, Kopi Kenangan menambah deretan startup unicorn Indonesia.
Tidak hanya telah menjadi unicorn, beberapa startup lainnya juga sudah menjadi centaur di tahun ini. Untuk mengetahui informasi lainnya mengenai startup sepanjang 2021 ini, kunjungi DailySocial.id Annual Report 2021!
***
Disclosure : Artikel ini ditulis oleh Masni Rahmawatti. S
Dalam waktu dua tahun, Ajaib berhasil menyandang status unicorn pertama di bidang investasi atau wealthtech di Asia Tenggara. Memulai perjalanannya dengan reksa dana, pertumbuhan Ajaib melesat jauh ketika meluncurkan kelas aset saham pada pertengahan Maret 2020, tak lain dikarenakan ikut terciprat “berkah” dari kelahiran banyak investor kalangan muda di tengah pandemi.
Pendekatan yang diambil ini berbeda dengan peers sejenisnya yang cenderung ambil strategi memperdalam rangkaian produk reksa dana, atau memperkaya kelas aset ke instrumen lainnya, seperti emas atau mata uang kripto dalam memperkenalkan investasi kepada investor pemula.
Dalam media gathering yang diadakan Ajaib beberapa waktu lalu, diungkapkan kini pengguna Ajaib telah mencapai angka lebih dari 1,4 juta orang. Sekitar 96% di antaranya adalah investor pemula dengan komposisi sebesar 90% datang dari usia muda dan sisanya adalah gen Z. Kemudian, sekitar 60% pengguna termasuk aktif yang memiliki portofolio saham di Ajaib dan bertransaksi jual-beli di dalamnya.
Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora menjelaskan, melesatnya pengguna juga tercermin dari volume transaksi sebesar 30 miliar per bulan dan 5 juta transaksi. Sebelum perusahaan mengakuisisi Primasia Sekuritas (kini bernama Ajaib Sekuritas) nilai transaksi bulanannya berada di kisaran Rp1 triliun-Rp2 triliun, begitu diakuisisi Ajaib kini angkanya tumbuh melesat hingga Rp6 triliun-Rp8 triliun.
“Kami percaya kekuatan investor ritel di Indonesia sebagai penggerak investor pasar modal. Di Ajaib fenomena penambahan investor ritel ini sekarang datang dari kota lapis kedua,” ucap dia.
Aplikasi untuk investor pemula
Sesuai dengan misi perusahaan yang ingin dikenal sebagai aplikasi yang ramah untuk investor ritel pemula, maka seluruh strategi dan produk Ajaib perlu diselaraskan. VP of Product Ajaib Aurora Marsye mengatakan, aplikasi Ajaib didesain penuh untuk mempermudah investor pemula terjun ke dunia saham.
Fitur-fitur seperti registrasi akun 100% online dalam hitungan menit; tidak ada minimum investasi dan buka rekening tanpa deposit awal; tampilan grafik komprehensif, analisis teknis dan fundamental mendalam; dan berbagai materi edukasi dan forum diskusi, adalah sebagian fitur andalan untuk menarik kalangan anak muda.
“Kita remove barrier-barrier yang selama ini menghalangi investor muda untuk terjun ke pasar saham. Dengan berbagai kemudahan ini, modal yang perlu disiapkan pengguna baru itu cukup berani saja,” kata Aurora.
Meski aplikasi dibuat seramah mungkin buat para pengguna, Ajaib tetap mengedepankan sisi edukasi mengingat investasi saham tergolong investasi high risk high return. Salah satu pendekatan yang kerap dilakukan adalah mengadakan pelatihan-pelatihan rutin dengan memanfaatkan platform media sosial yang banyak dikunjungi anak muda setiap harinya.
“Karena targetnya investor ritel kami lihat mereka mainnya di mana, sekarang banyak main di media sosial. Kami menghampiri mereka, jemput bola. Kami yakin semua pihak juga mengambil strategi ini agar semakin mudah dijangkau oleh para pengguna,” tambah Anna.
Langkah ini, lanjutnya, merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam meningkatkan kualitas literasi investor saham. Menurutnya, peningkatan secara kuantitas memang penting, namun menjaga kualitas pengguna juga tak kalah pentingnya.
Di Indonesia sendiri, perbandingan jumlah investor pasar modal dengan populasi masyarakat masih timpang jauh. Per November 2021, KSEI mencatatkan investor pasar modal sebanyak 7,1 juta orang, naik 84% dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 3,27 orang. Dari total investor, sebanyak 99,51% adalah investor ritel yang didominasi oleh kelompok umur di bawah 40 tahun sebesar 59,81%.
Sayangnya, ia tidak bisa merinci lebih jauh bagaimana karakteristik pengguna Ajaib apakah termasuk investor atau trader, hingga gaya dan rata-rata alokasi dana dalam berinvestasi. “Semuanya mixed karena ini semua balik ke [preferensi] masing-masing investor. Di Ajaib porsi kelolaan antara reksa dana dan saham termasuk imbang,” tutup Anna.
Pun termasuk rencana untuk menambah kelas aset lainnya, pasca-mencaplok saham Bank Bumi Artha sebesar 24%. Anna hanya memastikan bahwa langkah strategis tersebut akan membuat Ajaib lebih mudah dalam mengembangkan lebih banyak produk ke depannya.
Berkaca dari Robinhood
Sepak terjang Ajaib sering disejajarkan dengan apa yang dilakukan Robinhood dalam mendisrupsi industri keuangan, khususnya pasar saham di Amerika Serikat. Selain mendesain aplikasi yang intuitif, user-friendly, dan kekinian, bagian utama dari strategi Robinhood adalah nol komisi pada perdagangan saham.
Hal ini tentu saja menarik banyak perhatian dan membantu akuisisi pengguna. Untuk melakukan ini, Robinhood memonetisasi bisnisnya dengan pembayaran untuk aliran pesanan, biaya pinjaman saham, dan langganan. Dalam mengantisipasi strategi tersebut, “memaksa” para petahana di industri broker untuk melakukan hal yang sama.
Sebelumnya, para petahana seperti Fidelity, Wellington, Charles Schwab, dan E*Trade, adalah penguasa untuk segmen investor ritel. E*Trade dan Schwab bahkan menguasai lebih 40% dari total pendapatan online industri broker, menurut IBISWorld pada 2019. Tapi kini Robinhood berhasil menarik lebih dari 21 juta pengguna aktif, naik dua kali lipat dari 2020, melampaui pangsa pasar Schwab pada tahun lalu.
Dalam menciptakan demand baru, Robinhood juga berhasil mengakuisisi pengguna dari berbagai kalangan ras, dari sebelumnya didominasi oleh kulit putih dan investor berpengalaman yang erat kaitannya di dunia saham ini.
Dibalik gemerlapnya pencapaian Robinhood, perusahaan ini juga tak lepas dari kontroversi. Dari kemudahan aplikasi Robinhood yang menggunakan gamifikasi, membuat perusahaan terkesan “menyepelekan” aspek edukasi, terlebih target utama Robinhood adalah investor pemula. Regulator di negara bagian Massachusetts bahkan sampai mengajukan keluhan terhadap perusahaan dengan alasan “taktik agresif untuk menarik investor yang tidak berpengalaman.”
Itu baru salah satu kontroversi dari sekian banyak kontroversi lainnya yang membuat regulator setempat keringat dingin. Menurut pejabat SEC, membawa lebih banyak akses ke pasar modal bagi investor ritel adalah hal yang baik, selama prinsip-prinsip inti untuk melindungi investor tidak diubah oleh aplikasi yang mendorong perdagangan aktif melalui petunjuk perilaku.
“Keyakinan kami adalah, semakin kami menurunkan hambatan untuk masuk, semakin kami menyamakan kedudukan dan memungkinkan orang menginvestasikan uang mereka di usia yang lebih muda, semakin baik ekonomi kita dan semakin baik masyarakat karena kita baik hati. hidup di persimpangan kapitalisme, demokrasi, dan inovasi,” kata CEO Robinhood Vlad Tenev. “Dan saya pikir itu adalah tempat yang sangat menarik,” tutupnya.
Ajaib signals to enter digital banking, following the steps of several large startups, such as Gojek and Akulaku. The recently labeled unicorn officially acquired 24% shares of PT Bank Bumi Arta Tbk (IDX: BNBA) for IDR 746 billion.
Based on the Indonesia Stock Exchange (IDX) disclosure, PT Takjub Finansial Teknologi (Ajaib) snags 554.4 million shares of Bank Bumi Arta at Rp1,345 per share. This transaction has been completed on November 17, 2021.
In its statement, Ajaib acquired Bank Bumi Arta shares through PT Surya Husada Investment, PT Dana Graha Agung, and PT Budiman Kencana Lestari. In detail, Ajaib bought 277.2 million shares of Surya Husada, diluting its ownership from 45.45% to 33.5%.
Moreover, Ajaib snags 166.32 million shares of Dana Graha Agung, from previously 630 million or 27.27% to 20.1% Meanwhile, Budiman Kencana Lestaro’s shares were purchased for 110.8 million, making its ownership at 13.4% from 18.18%.
Following Gojek and Akulaku
There has been no further statement, either from Ajaib or Bank Bumi Arta, regarding the post-acquisition plan. However, looking at other’s past corporate actions, Ajaib seems to be entering the digital banking business as many of giant startups has done, such as Gojek and Akulaku.
Gojek bought Bank Jago shares, while Akulaku entered Bank Neo Commerce. Both of these banks started as small banks, which were then ‘transformed’ by changing its identities.
With Ajaib’s position as a mutual fund and equity investment platform, this corporate action allows the company to increase the scalability of its services in Indonesia. Bank Bumi Arta is known to be a bank that offers business and consumer financing and bank guarantees.
Parent
Acquisition/Subsidiary
Transformation
Sea Group
Bank Kesejahteraan Ekonomi
Seabank
CT Group
Bank Harda Internasional
Allo Bank
EMTEK
Bank Fama
N/A
Kredivo
Bank Bisnis Internasional
N/A
On the other hand, this corporate action also indicates the efforts of other companies speeding up to pursue core capital obligations of IDR 2 trillion by the end of this year as stated in POJK regulation No. 12.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Ajaib memberikan sinyal untuk masuk ke bank digital sebagaimana telah dilakukan oleh sejumlah startup besar, seperti Gojek dan Akulaku. Startup yang baru mendapat gelar unicorn ini resmi mengakuisisi 24% saham PT Bank Bumi Arta Tbk (IDX: BNBA) senilai Rp746 miliar.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Takjub Finansial Teknologi (Ajaib) mencaplok 554,4 juta saham Bank Bumi Arta dengan harga Rp1.345 per saham. Transaksi pembelian ini telah dilakukan pada 17 November 2021.
Dalam pernyataannya, Ajaib mengakuisisi saham Bank Bumi Arta melalui PT Surya Husada Investment, PT Dana Graha Agung, dan PT Budiman Kencana Lestari. Rinciannya, Ajaib membeli 277,2 juta saham Surya Husada sehingga kepemilikannya terdilusi dari 45,45% menjadi 33,5%.
Kemudian, Ajaib mencaplok 166,32 juta saham Dana Graha Agung dari sebelumnya 630 juta atau 27,27% sehingga kepemilikannya menjadi 20,1% Sementara, saham Budiman Kencana Lestaro dibeli sebanyak 110,8 juta sehingga kepemilikannya kini menjadi 13,4% dari 18,18%.
Mengikuti jejak Gojek dan Akulaku
Belum ada pernyataan lebih lanjut, baik dari Ajaib maupun Bank Bumi Arta, mengenai rencana pasca-akuisisi saham ini. Namun, jika melihat aksi korporasi yang sudah-sudah, Ajaib tampaknya bakal masuk ke ranah bank digital sebagaimana dilakukan sejumlah startup raksasa, seperti Gojek dan Akulaku.
Gojek membeli saham Bank Jago, sedangkan Akulaku masuk ke Bank Neo Commerce. Kedua bank ini sama-sama berawal dari bank kecil, yang kemudian ‘disulap’ dengan mengganti identitasnya.
Dengan posisi Ajaib sebagai platform investasi reksa dana dan saham, aksi korporasi ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan skalabilitas layanannya di Indonesia. Bank Bumi Arta diketahui merupakan bank yang menawarkan pembiayaan usaha dan konsumtif hingga bank garansi.
Induk
Akuisisi/Anak Usaha
Transformasi
Sea Group
Bank Kesejahteraan Ekonomi
Seabank
CT Group
Bank Harda Internasional
Allo Bank
EMTEK
Bank Fama
N/A
Kredivo
Bank Bisnis Internasional
N/A
Di sisi lain, aksi korporasi ini juga mengindikasikan upaya perusahaan-perusahaan lain yang tengah mengebut untuk mengejar kewajiban modal inti Rp2 triliun sampai akhir tahun ini sebagaimana tertuang dalam aturan POJK Nomor 12.