Tag Archives: Akseleran

PT Akselerasi Usaha Indonesia (Akseleran Group) menunda IPO jadi tahun depan lalu PHK (layoff) 60 karyawan hampir semua divisi terdampak

Akseleran Tunda IPO Hingga Tahun Depan, Rumahkan 60 Karyawan

PT Akselerasi Usaha Indonesia (Akseleran Group) menunda pelaksanaan IPO dari rencana semula pada 9 Agustus 2023 menjadi tahun depan. Perusahaan berdalih keputusan dipicu karena belum menemukan investor strategis yang tepat untuk mendukung ke depannya.

“Dikarenakan kondisi pasar saat ini, dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mendapatkan strategic investor yang tepat yang dapat mendukung perusahaan ke depannya. Oleh karena itu, perusahaan memutuskan untuk menunda IPO untuk sementara waktu,” ujar Group CEO & Co-founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan dalam keterangan resmi.

Secara terpisah, mengutip dari Investor.id, Ivan menjelaskan faktor pemicu lainnya adalah kondisi pasar masih banyak yang ‘wait and see’, terutama bagi investor institusi, yang mana sektor teknologi belum diminati dan tingginya suku bunga di tahun ini. Belum lagi rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) yang dinilai tidak bergairah pada tahun ini dibandingkan 2022.

Tech IPO juga institutional investor juga masih wait and see. Makanya butuh waktu lebih panjang untuk secure strategic investor untuk kami,” tegas dia.

Menyabung dari kabar tersebut, perusahaan melakukan restrukturisasi internal dengan merumahkan (PHK) kurang lebih 60 karyawan. Hampir semua divisi terdampak dari keputusan ini.

Ivan menyampaikan, restrukturisasi ini ditempuh agar grup berada dalam kondisi yang optimal untuk dapat menjalankan operasionalnya dengan lebih efektif dan efisien, agar mampu bertumbuh secara berkelanjutan dalam jangka panjang dan tetap sehat secara finansial.

Ia berdalih, restrukturisasi ini bukan jalan pintas yang diambil perusahaan. Sebelumnya, keputusan serupa sudah ditempuh untuk meningkatkan kinerja keuangan sejak 2020, termasuk meningkatkan pendapatan usaha secara substansial sebesar 105%, 117%, dan 80%, berturut-turut dari 2020-2022, serta mengelola biaya secara efisien pada saat yang sama.

“Ini merupakan restrukturisasi internal pertama yang perusahaan lakukan sejak pertama beroperasi di 2017.”

Karyawan yang terdampak dipastikan akan menerima kompensasi sesuai haknya yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Tak hanya itu, perusahaan akan memberikan dukungan finansial, profesional, perpanjangan asuransi kesehatan, memberikan laptop, serta arragement kerja yang fleksibel agar mereka dapat melakukan transisi dan melanjutkan karier ke depannya.

Dampak pasca-tunda IPO

Sebagai dampak penundaan IPO, rencana perusahaan untuk mengakuisisi penuh perusahaan multifinance PT Pratama Interdana Finance (PIF) juga ikut tertunda. Ivan mengaku masih berdiskusi dengan manajemen PIF terkait hal tersebut.

Deal-nya, kami akan melihat kondisi pasar dalam satu tahun ke depan. Jadi mungkin kalau kami lakukan pakai buku kuartal empat itu artinya sampai Juni tahun depan. Makanya kami lihat kondisi pasar sampai tahun depan,” jelasnya.

Kendati begitu, perusahaan akan terus melanjutkan bisnisnya sebagai p2p lending dengan memberikan kemudahan akses penyaluran untuk UKM dan investasi pendanaan yang aman buat masyarakat.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan per 2022, Akseleran masih mencatatkan rugi sebesar Rp22 miliar. Target untuk menghasilkan laba bersih selambat-lambatnya pada kuartal IV 2023 akan dikejar, dengan upaya meningkatkan penyaluran pinjaman sekaligus pendapatan, serta efisiensi pengeluaran operasional.

Dalam periode yang sama, perseroan telah menyalurkan lebih dari Rp6,5 triliun pinjaman kepada ribuan penerima pinjaman, dengan tingkat pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) penyaluran pinjaman mencapai 96% per tahun sejak 2018-2022.

Adapun per Juni 2023, perusahaan telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp1,44 triliun, angka ini naik 22% secara year-on-year. Tingkat NPL dapat terjaga dengan stabil sebesar 0.66% dari outstanding pinjaman per Juni 2023. Angka tersebut diklaim salah satu yang terendah di Indonesia untuk perusahaan p2p lending.

Dari sisi pendanaan, Akseleran didukung oleh lebih dari 200 ribu pemberi pinjaman ritel dan berbagai pemberi pinjaman institusional, termasuk dari BCA, BRI, Bank OCBC, Bank Mandiri, dan Bank Jtrust.

Application Information Will Show Up Here
Usai IPO, Akseleran berencana masuk ke bisnis sekuritas, bank, hingga asuransi, setelah tiga tahun fokus di multifinance dan lending

Setelah IPO, Akseleran Ingin Rambah Bisnis Sekuritas Hingga Bank

PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk (Grup Akseleran) segera melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham AKSL. Usai IPO, perseroan bersiap untuk mengembangkan bisnis ke sektor keuangan lainnya, mulai dari sekuritas, bank, hingga asuransi.

Grup CEO dan Co-founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengungkapkan, rencana masuk ke bisnis di luar nonpinjaman merupakan aspirasi perseroan untuk jangka panjang. Setidaknya sampai tiga tahun mendatang, perseroan tetap memfokuskan diri di bisnis pinjaman, yakni p2p lending dan multifinance.

Multifinance mau kita buat fully-integrated sampai 2026, setelah itu seiring skala bisnis meningkat kami mau lihat bisnis lain seputar jasa keuangan. Beberapa bisnis yang mungkin bisa ditambahkan, sekuritas karena kita ada basis investor ritel, consider juga kemudian hari masuk ke banking karena bisa ambil deposit untuk himpun dana sehingga cost of fund turun. Tapi kita mau fokus tiga tahun dulu sampai 2026 bangun bisnis multifinance dan lending-nya,” ujarnya saat paparan publik, kemarin (3/7).

Pengembangan bisnis ke jasa keuangan lainnya, di luar lending, sudah banyak ditempuh oleh berbagai perusahaan fintech, dalam hal ini kompetitor Akseleran itu sendiri. Ambil contoh, Modalku yang masuk ke Bank Index dan akuisisi perusahaan multifinance PT Buana Sejahtera Multidana, Investree yang mencaplok Bank Amar, KoinWorks dengan BPR Asri Cikupa, Kredivo dengan Bank Bisnis, Amartha dengan Bank Victoria Syariah, Alami dengan BPRS Cempaka Al Amin, dan lainnya.

Menurut Ivan, pada hakikatnya semua bisnis itu harus berevolusi agar tetap relevan dengan tren di industri. Bagi perusahaan yang masuk ke perbankan, biasanya ingin menekan ongkos sumber dana karena bisa menampung deposit dari masyarakat. Namun, Akseleran lebih memilih untuk cari segmen pasar dengan ticket size yang lebih besar.

“Kalau masuk bank harus step by step karena butuh modal besar. Sementara kami tipikalnya mau kontrol untuk create sinergi yang real, kalau minoritas enggak bisa drive.”

Rencana berikutnya

Perseroan mulai melirik masuk ke bisnis multifinance sudah sejak tahun lalu. PT Pratama Interdana Finance jadi pilihan karena perusahaan tersebut dianggap memiliki fundamental bisnis yang bagus. Rencana akuisisi ini diharapkan rampung pada Oktober 2023, sembari di-rebrand dan diintegrasikan dengan grup.

“Kita bisa dapat [perusahaan] multifinance yang sudah dicari dari tahun lalu, perusahaannya relatif bersih [utang], pricing oke, dan perhitungannya the earlier kita bisa integrasi, kesempatan yang terbuka lebih bagus.”

Harapannya pada 2024 mendatang bisnis teranyar ini dapat beroperasi penuh dan memberikan transformasi kinerja grup yang lebih substansial, tercermin dalam laporan keuangan setahun penuh yang paling lambat dipublikasikan pada Maret 2025.

Ivan menuturkan, akuisisi ini bakal menjadi game changer bagi perseroan dalam mendongkrak pendapatan. Dalam regulasi, dengan bisnis lending, maksimal penyaluran yang dapat disalurkan untuk peminjam sebesar Rp2 miliar. Sementara, perseroan yang menyasar peminjam dari bisnis skala menengah ini biasanya mencari pinjaman mulai dari Rp10 miliar sampai Rp15 miliar.

“Produknya sama, proses sama, cost structure sama, tapi revenue bisa naik 7 sampai 10 kali lipat. Dengan multifinance, bisa support ticket size lebih besar dan segmen yang disasar juga lebih luas,” tambahnya.

Tidak hanya kelebihan itu saja, perseroan melihat peningkatan prospek bisnis ini berpengaruh pada semakin murahnya sumber dana yang bisa didapat untuk disalurkan kembali ke peminjam. Lantaran, perusahaan multifinance sangat dimungkinkan untuk mencari sumber dana dari penerbitan surat hutang, tak hanya pinjaman dari bank saja.

Sebagai diferensiasi dengan pemain sejenis, nantinya bisnis multifinance ini juga akan menjalankan produk yang sama dengan bisnis lending Akseleran. Yakni, menawarkan produk pinjaman berbasis cashflow dengan underlying tagihan milik peminjam, seperti pinjaman invoice, purchase order financing, dan inventory financing.

Multifinance lain belum ada yang menawarkan produk ini, kebanyakan main di pembiayaan motor dan sejenisnya. Selama kita bangun expertise bangun produk lending berbasis cashflow, jadi expertise kami untuk akuisisi peminjam, penilaian, eksekusi, hingga pelunasannya, akan jadi nilai tambah yang ditawarkan Akseleran.”

Sejak kemarin hingga 18 Juli 2023 mendatang, Akseleran membuka masa penjatahan. Sebanyak 2,98 miliar lembar saham atau sebanyak-banyaknya 29% dari modal ditempatkan ditawarkan ke publik dengan harga penawaran Rp100-Rp120 per lembar. Perseroan berpeluang meraup dana sebesar Rp358 miliar dari aksi korporasi ini.

Agar saham dapat terserap dengan baik, perseroan menyiapkan sejumlah jurus. Tidak hanya memperkuat fundamental laporan keuangan, pemegang saham juga berkomitmen untuk melakukan lock up saham hingga tiga tahun selepas IPO. Co-founder Mikael Ramses Tambunan menuturkan, langkah ini ditempuh karena perusahaan ingin memberikan keyakinan kepada investor baru bahwa rencana IPO ini adalah komitmen jangka panjang.

“Menegaskan bahwa IPO ini bukan suatu kesempatan buat para existing shareholder untuk segera keluar sehingga ada lock up,” kata dia.

Application Information Will Show Up Here
Startup fintech lending Akseleran, melalui induknya PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk, mengumumkan segera melantai (IPO) di BEI

Akseleran Segera IPO, Incar Dana Hingga Rp358 Miliar

Hari ini (28/6) Akseleran, melalui induknya PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk, mengumumkan segera melantai (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan menargetkan dapat meraup dana segar sampai dengan Rp358 miliar.

Dalam newsletter konsumen yang diterima DailySocial.id, perusahaan menyampaikan public expose akan diselenggarakan pada pekan depan, 3 Juli 2023. Bersamaan dengan itu masa penjatahan (book building) juga dibuka hingga 18 Juli 2023. Bila tidak ada aral melintang, pencatatan di papan BEI akan dilaksanakan pada 9 Agustus 2023.

“Keputusan untuk go public merupakan langkah yang signifikan bagi Grup Akseleran karena ini menunjukkan kepercayaan akan visi, layanan, dan potensi pertumbuhan dari Grup Akseleran. Kami percaya bahwa langkah ini akan membuka peluang-peluang baru dan memperkuat komitmen kami untuk menyediakan pengalaman pengguna yang lebih baik lagi,” ujar perusahaan.

Mengutip materi presentasi yang dipublikasi, perusahaan akan melepas 2,98 juta lembar saham atau setara 29% saham disetor ditempatkan setelah IPO. Harga per lembarnya dipasang mulai dari Rp100-Rp120, dengan rasio waran 10:1.

Nantinya dana segar dari aksi korporasi akan digunakan untuk dua hal: sebanyak Rp36,5 miliar digunakan untuk akuisisi perusahaan pembiayaan PT Pratama Interdana Finance untuk kuasai 99,99% kepemilikan saham, dan menyetor tambahan modal sebesar Rp200 miliar untuk amunisinya, sisanya untuk modal kerja perusahaan dalam rangka mendukung bisnis utama dan pengembangan bisnis selanjutnya.

Ada dua underwriter yang ditunjuk dalam IPO ini, yakni BCA Sekuritas dan BRI Danareksa Sekuritas.

Kinerja Akseleran

Startup fintech ini sudah beroperasi sejak 2017 sediakan akses kredit untuk UKM. Berdasarkan laporan keuangannya per 2022, total dana pinjaman yang telah disalurkan sebesar Rp6,5 triliun (kumulatif), bila dilihat secara tahunan angkanya sebesar Rp2,93 triliun dengan rentang penyaluran per bulannya Rp336 miliar.

Dari laporan perusahaan, portofolio penyalurannya sebanyak 90% untuk pinjaman invoice financing, PO financing, dan inventory financing, dengan tenor enam bulan dan pinjaman mulai dari Rp75 juta sampai Rp2 miliar. Adapun dari proporsi pemberi pinjamannya, sebanyak 206 ribu adalah investor ritel, dan delapan dari kalangan institusi. Rasio kredit macetnya (NPL) berhasil dijaga di rasio 0,41%.

Portofolio peminjamnya didominasi oleh sektor migas (17%), disusul konstruksi (12,7%), suplai konstruksi (7,2%), dan material bangunan (7,2%). Lokasinya terbesar di Jakarta (47%), Jawa Barat (17%), dan Jawa Timur (15%).

Melihat lebih jauh dari laporan keuangan perusahaan, Akseleran mencetak pendapatan sebesar Rp71,4 miliar dengan pertumbuhan 80% yoy dan biaya operasional masih membengkak Rp94 miliar, naik 34%. EBITDA perusahaan masih negatif Rp18,9 miliar, tunjukkan tren positif sebesar 33% dibandingkan tahun sebelumnya. Alhasil dari seluruh laporan tersebut, Akseleran cetak rugi bersih Rp22,4 mliar.

Perusahaan memproyeksikan dapat segera cetak laba pada kuartal IV 2023, setelah melakukan berbagai strategi besar, salah satunya mengakuisisi perusahaan multifinance. Diyakini akan menjadi game changer bagi perusahaan karena memungkinkan penyaluran lebih besar antara Rp10 miliar-Rp15 miliar untuk UKM dengan omzet bisnis Rp50 miliar dalam setahun.

“Perusahaan multifinance juga akan membuat Grup Akseleran menjadi lebih efisien; karena biaya, proses, dan waktu untuk melakukan asesmen terhadap pinjaman sebesar Rp10-15 miliar tidak berbeda dengan asesmen pinjaman sebesar Rp2 miliar. Sehingga dengan struktur biaya yang sama, pendapatan dapat bertumbuh secara substansial,” tutup perusahaan.

Application Information Will Show Up Here
Founder Akseleran

Akseleran Kembangkan Produk Pinjaman Baru; Diversifikasi Dana Lewat Lender Institusi

Di awal tahun 2021, perusahaan teknologi p2p lending Akseleran mengumumkan pencapaiannya dalam menyalurkan pinjaman senilai Rp960 miliar sepanjang tahun lalu. Kinerja itu berhasil disalurkan meskipun Indonesia mengalami krisis seiring pandemi Covid-19.

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran pinjaman di tahun 2020 mengalami peningkatan 91,3% year on year (yoy) di angka Rp155,9 triliun dibandingkan tahun 2019 sebanyak Rp81,49 triliun. Sementara itu, jumlah pinjaman yang disalurkan p2p lending tumbuh 16,43% yoy dari Rp13,14 triliun menjadi Rp15,31 triliun di 2020.

Co-Founder & CFO Akseleran Mikhail Tambunan dalam keterangan resmi menyampaikan, “Secara kumulatif, Akseleran sudah menyalurkan total pinjaman usaha sebesar Rp1,9 trililun lebih kepada 2500 peminjam dan juga didukung oleh 150 ribu lebih pemberi pinjaman (lender) ritel atau perorangan yang tersebar merata dari Aceh hingga Papua.”

Ia turut menambahkan, terjadi peningkatan tren penyaluran pinjaman usaha Akseleran tiap bulannya dengan rata-rata mencapai sebesar Rp80-90 miliar. Di bulan Januari 2021, Akseleran berhasil menyalurkan total pinjaman usaha sebesar Rp105 miliar atau berada di atas rata-rata penyaluran pinjaman.

Pengembangan produk

Dalam wawancara terpisah, Ivan Tambunan selaku Co-Founder & CEO Akseleran menyampaikan, pandemi yang terjadi di 2020 telah membuat perusahaan melakukan de-risking, yaitu pengurangan risiko yang menyebabkan perubahan peresentase dua produk andalan mereka, meliputi invoice financing (60%) dan pre-invoice financing (40%). Hal ini disebabkan oleh sifat dasar pre-invoice financing yang cenderung lebih berisiko.

Meskipun demikian, perusahaan mengakui tetap menerapkan penilaian kredit yang prudent dengan fokus kepada cashflow calon borrower sebagai bagian dari mitigasi risiko. Langkah tersebut disinyalir berhasil menurunkan pencapaian total NPL Akseleran secara kumulatif di angka 0,13%.

Selain itu, Ivan juga menyampaikan bahwa perusahaan tengah mengembangkan solusi API-based loan origination system (LOS). Produk ini disebut seamless supply chain financing facilities. Konsepnya sama seperti pembiayaan modal kerja kepada mata rantai bisnis dalam rangka penyediaan pasokan barang/jasa dari pihak supplier, dalam hal ini adalah corporate anchor kepada pihak buyer.

Bersama solusi API ini, akan hadir juga produk baru yang disebut instant B2B digital commerce financing. Akseleran menargetkan kerja sama dengan platform digital B2B commerce , payment gateway, atau saluran pembayaran lainnya untuk mempermudah transaksi menggunakan fasilitas yang disediakan Akseleran. Sistemnya seperti paylater, namun spesifik untuk B2B.

Diversifikasi sumber dana

Pada hari ini (11/2) Akseleran baru saja mengumumkan PT Bank Jago Tbk sebagi salah satu institutional lenders dalam platformnya. Melalui kolaborasi sinergis ini, Bank Jago berkomitmen untuk menyalurkan pembiayaan produktif kepada para pelaku UMKM (borrower) melalui platform Akseleran sebesar Rp50 miliar yang akan dimulai pada Februari 2021.

Sebelumnya, sudah ada beberapa nama yang lebih dulu menjadi partner institui di Akseleran. Dari industri perbankan sudah ada Bank Mandiri, BCA, JTRUST, dan bank regional BPR SUPRA. Selain itu, ada juga Pegadaian, Mandiri Tunas Finance, KreditPlus, Ciptadana,dan beberapa multifinance yang ikut menjadi institutional lender.

Sampai saat ini, presentase jumlah penyaluran dana di Akseleran masih didominasi oleh ritel (70%); sisanya insititutional lender (30%). Bekerja sama dengan lebih dari 10 institutional lender, perusahaan berhasil menyalurkan dana sekitar $70m atau Rp979 miliar.

Pihaknya melihat kedepannya ada kemungkinan untuk komposisi ini bisa berubah menjadi 50:50 antara ritel dan institusi. Melihat pasar di luar, misalnya di Amerika Serikat atau Tiongkok, pada akhirnya yang mendominasi adalah institutional funding. Namun, menurut Ivan, pasar Indonesia sedikit berbeda. Investasi retail di luar sudah sangat banyak, sementara di Indonesia belum. Platform ini sendiri bertujuan untuk membuka akses bagi masyarakat bisa mengembangkan dananya. Hal ini yang dirasa Ivan menjadi unique market.

“Menurut saya, retail market akan tetap ada, mungkin ke depannya bisa lebih sedikit tetapi kita akan tetap maintain marketplace konsep kita. Ketika pandemi melanda, institutional lender mulai menarik diri, apa jadinya kalau tidak ada retail? Hal ini menunjukkan pentingnya diversifikasi sumber dana,” jelas Ivan.

Saat ini Akseleran disebut sedang terlibat penggalangan dana putaran seri B yang ditargetkan bisa selesai di Q1 2021. Tidak disebutkan siapa saja yang terlibat, namun pihaknya menyatakan dukungan dari investor sebelumnya tetap kuat.

“Targetnya, kita ingin bisa scale-up 10x lipat dari volume kita saat ini dalam waktu 2-3 tahun. Harapannya, di akhir tahun 2021, kita sudah bisa sustainable dengan cashflow positif,” tutup Ivan.

Application Information Will Show Up Here
Akseleran menyalurkan pinjaman usaha dari Pegadaian / Akseleran

Pegadaian Perkuat Peran di Ekosistem Keuangan, Salurkan Pinjaman Usaha Melalui Akseleran

Pegadaian kembali menambah portofolio barunya sebagai institutional lender. Kali ini, perusahaan menggandeng Akseleran untuk menyalurkan pinjaman usaha ke segmen pelaku UKM sebesar Rp30 miliar.

AVP Digital Lending Product Pegadaian Indri Wijayanti mengungkap bahwa ini menjadi portofolio kedua Pegadaian. Sebelumnya, perusahaan memulai debutnya sebagai institutional lender di Investree dengan nilai yang tidak dapat disebutkan.

“Akseleran adalah P2P lending kedua yang bekerja sama dengan Pegadaian. Sinergi lanjutan dengan Akseleran belum ada, saat ini baru sebatas sebagai lender,” ungkapnya dihubungi DailySocial. Lebih lanjut, Indri belum dapat mengomentari mengenai sinergi selanjutnya yang sedang dijajaki.

Sementara itu, dalam keterangan resminya, Co-founder sekaligus Chief Credit Officer Akseleran Christopher Gultom mengungkap bahwa perjanjian kerja sama ini sebetulnya sudah dilakukan sejak 2 November 2020. Realisasi penyaluran pinjaman ditargetkan pada Desember ini.

“Pegadaian tak hanya menambah jumlah institutional lender kami yang kini sudah mencapai 10 perusahaan, tetapi juga melengkapi mitra kami dari sektor jasa keuangan. Semuanya telah berkontribusi sebesar 20 persen terhadap total penyaluran pinjaman di Akseleran,” jelasnya.

Per akhir November, Akseleran telah menyalurkan total pinjaman produktif sebesar Rp1,7 triliun terhadap 2.500 pinjaman dengan lebih dari 150 ribu pemberi pinjaman. Adapun, Akseleran mencatat rekor pinjaman tertinggi sejak tiga tahun terakhir pada November ini sebesar Rp120 miliar.

Akseleran juga mencatat pertumbuhan penyaluran pinjaman hingga 32 persen pada periode Januari-November 2020. Total NPL Akseleran saat ini berada di angka 0,2 persen dari total pinjaman usaha yang telah disalurkan.

Mengutip informasi Kontan beberapa waktu lalu, Direktur Teknologi dan Digital Pegadaian Teguh Wahyono sempat mengatakan bahwa pihaknya menyiapkan pinjaman berbasis digital dengan besaran pinjaman Rp50 juta-Rp2 miliar.

Pinjaman ini akan menggunakan dua sumber pendanaan, yakni (1) direct lending atau langsung dari Pegadaian yang membidik kalangan BUMN lewat skema invoice financing dan (2) sumber tidak langsung (indirect lending) melalui platform penyedia P2P lending. 

Transformasi untuk memperkuat posisi di industri keuangan

Strategi menjadi institutional lender adalah upaya Pegadaian untuk bertransformasi di ekosistem keuangan digital. Ke depannya, Pegadaian ingin menawarkan jasa keuangan lain ke pasar yang lebih luas, tak terbatas pada layanan gadai. Pegadaian bahkan telah bersinergi dengan Tokopedia untuk layanan emas dan meluncurkan Pegadaian Digital Service (PDS).

Saat ini, Pegadaian memiliki tiga bisnis utama, yaitu gadai, pembiayaan, dan investasi emas. Berdasarkan data perusahaan, 90 persen pendapatan Pegadaian disumbang dari layanan gadai, sedangkan 2 juta nasabah dari total 13,86 juta nasabah di 2019 telah bertransaksi melalui aplikasi PDS.

Bicara tentang institutional lender, Pegadaian bukanlah yang pertama dan satu-satunya perusahaan yang menjalankan strategi ini. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah pelaku di industri keuangan, terutama perbankan, mulai “menanamkan” modalnya melalui platform P2P lending.

Bukan tanpa alasan, besarnya segmen UMKM dan masyarakat yang belum terjangkau bank (unbankable & underbanked) menjadi salah satu pemicu meningkatnya bisnis P2P di Indonesia.

Institution(s) Portfolio(s)
BCA Akseleran
BRI Modal Rakyat, Investree
Mandiri Akseleran
PermataBank Kredivo
Pegadaian Investree, Akseleran

Berdasarkan laporan terbaru yang diterbitkan DSResearch, sektor perbankan dan pembiayaan masih menjadi kontributor lender terbesar pada platform P2P. Adapun, sebanyak 44,7 persen platform fintech memiliki 1 institutional lender dan 34,2 persen memiliki 2-5 institutional lender, diikuti 5-10 (6,6%) dan lebih dari 10 (1,3%).

Total Banking Multifinance
1 institution  5,9% 2,9%
2-5 institution  15,4% 19,2%
5-10 institution  40% 0%
>10 institution  100% 100%

Laporan ini mengungkap bahwa langkah korporasi masuk sebagai institutional lender menjadi salah satu pendekatan untuk meningkatkan cakupan layanan mereka ke segmen yang selama ini belum pernah dijangkau. Langkah tersebut dinilai dapat mendorong inklusi keuangan bagi masyarakat Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Belajar dari pengalaman eFishery, Akseleran, Lemonilo, dan Kiddo tentang tips berkolaborasi dengan sesama startup atau pihak lain secara menguntungkan

Tips Bagaimana Startup Menjalin Kolaborasi

Kolaborasi menjadi langkah strategis untuk memperkuat bisnis, baik dengan sesama startup, UKM, korporasi, maupun lembaga pemerintah. Sebelum startup memutuskan untuk melakukan kolaborasi, ada beberapa langkah yang baiknya diperhatikan, agar kolaborasi tidak mandek dan malah merugikan untuk kedua belah pihak.

DailySocial mencoba merangkum pengalaman beberapa startup saat memutuskan berkolaborasi. CEO eFishery Gibran Hufaizah, CEO Akseleran Ivan Tambunan, Co-Founder Lemonilo Shinta Nurfauzia, dan CEO Kiddo Analia Tan menceritakan pengalamannya.

Memperluas kapabilitas perusahaan

Alasan utama sebagian besar kolaborasi adalah untuk memperluas kapabilitas dari bisnis perusahaan. Untuk startup yang masih belia usianya, langkah ini bisa menjadi cara efektif memperkuat postioning perusahaan dan meningkatkan awareness ke target pengguna.

Bagi eFishery yang cukup aktif melancarkan kolaborasi, langkah ini harus dilakukan dengan cerdas. Artinya partner yang menawarkan kolaborasi cukup relevan dengan kebutuhan startup saat ini.

Di sisi lain, sebagai startup dengan model bisnis tergolong niche, Gibran Hufaizah melihat upaya eFishery berkolaborasi sepenuhnya untuk meng-cater kebutuhan petani ikan dan udang di tanah air.

“Kami selalu mendengarkan keperluan para petani sebelum melakukan kolaborasi. Apakah dalam bentuk finansial, pemasaran hingga teknologi. Jika masih bisa dibantu secara internal kita bantu. Namun jika sifatnya sudah diluar dari bisnis kami, kolaborasi merupakan cara terbaik untuk dilakukan,” kata Gibran.

Sementara menurut Ivan Tambunan, kolaborasi perlu dilakukan karena setiap pelaku usaha memiliki keunggulannya masing-masing. Dengan berkolaborasi, pelaku usaha bisa menciptakan sinergi. Sebagai layanan fintech, Akseleran menjadi salah satu platform yang memiliki peluang besar berkolaborasi dengan startup di sektor yang berbeda.

“Faktor yang menentukan kolaborasi [..] haruslah sama-sama bersinergi dan saling memberikan keuntungan satu sama lain,” kata Ivan.

Hal senada diungkapkan Shinta Nurfauzia. Pada akhirnya harus jelas benar apakah kolaborasi tersebut bisa membuahkan hasil yang positif kepada masing-masing startup. Pastikan end result bisa menjadi win win solution.

“Lemonilo selama ini sudah sering melakukan kolaborasi antar startup. Salah satunya adalah dengan brand fashion. Alasan utama kami melakukan kolaborasi dengan sektor yang berbeda tersebut adalah, memperkenalkan produk kami kepada pasar dari mereka dan juga sebaliknya,” kata Shinta.

Seiring berkembangnya bisnis, Lemonilo mulai masuk ke segmen mass market. Target pasarnya semakin lebar. Hal ini turut dipicu kehadiran mi instan Lemonilo sebagai produk yang dianggap cocok untuk gaya hidup sehat masyarakat Indonesia.

Sementara bagi platform edtech untuk anak Kiddo, kolaborasi yang dilakukan harus didukung target atau pencapaian. Selama ini Kiddo melakukan beberapa kolaborasi dengan beberapa platform. Salah satunya dengan GogoKids dari Malaysia.

“Kolaborasi yang kami lakukan harus punya target yang secara langsung maupun tidak langsung [untuk] mendukung obyektif perusahaan. Caranya (how) bisa bervariasi, tapi alasannya (why) harus jelas dari awal.” kata Analia.

Memperkuat positioning perusahaan

Tentang kapan waktu yang tepat melakukan kolaborasi, para penggiat startup mengungkapkan tidak bisa ditentukan secara pasti. Yang perlu diperhatikan adalah pondasi bisnis startup harus kuat dan memiliki penawaran yang lebih, sehingga dilirik mitra yang dibutuhkan.

Untuk eFishery sendiri, kolaborasi strategis yang telah dilancarkan adalah bersama dengan Gojek. usai menerima pendanaan dari Go Ventures dan Northstar beberapa waktu yang lalu. Gibran menyebutkan bakal terjadi integrasi yang masif antara ekosistem Gojek yang raksasa dengan ekosistem eFishery sendiri.

“Perbincangan investasi dan kolaborasi strategis antara eFishery dan Gojek sudah kami bicarakan dalam waktu yang cukup lama. Masing-masing pihak melihat, jika kolaborasi dilakukan bisa membantu masing-masing ekosistem untuk tumbuh dan berkembang lebih luas dan lebih cepat lagi,” kata Gibran.

Sementara menurut Ivan, kolaborasi dapat dilakukan sejak awal. Dalam hal ini startup dapat lebih pintar dan bijak dalam melihat peluang, baik itu terkait kondisi internal maupun eksternal. Bagaimanapun juga, jika kolaborasi berhasil dilakukan dengan baik, efeknya akan berdampak baik bagi perusahaan, konsumen, dan para mitra.

“Kiddo sendiri merupakan platform yang sudah melakukan kolaborasi sejak hari pertama: kolaborasi dengan para penyedia aktivitas anak [merchant]. Selain dengan merchant, kami juga cukup sering melakukan kolaborasi dengan perusahaan lain seperti perbankan, startup retail, brand yang menyasar anak dan keluarga, komunitas ibu, dan banyak lagi. Kami percaya kolaborasi yang pas akan menguntungkan kedua belah pihak,” kata Analia.

Pada akhirnya, kolaborasi yang dilakukan harus berimbas kepada kebutuhan. Jangan sampai tidak memberikan impact dan nilai yang positif untuk masa depan startup.

“jika startup sudah cukup percaya diri, didukung dengan base yang kuat, dan [memiliki] positioning yang menjanjikan, kolaborasi dengan startup yang telah memiliki nama besar dan penawaran lebih baik bisa langsung dilakukan,” kata Shinta.

Berbisnis bersama keluarga, termasuk startup, memerlukan dukungan moral, kombinasi "expertise" yang berbeda, dan visi dan misi yang selaras

Bagaimana Keluarga Bersama Membangun Startup

Industri startup yang dinamis menarik berbagai talenta untuk andil di dalamnya. Tak terkecuali mereka yang memiliki pertalian darah, alias kakak-adik atau bahkan saudara kembar. DailySocial mencatat beberapa startup yang didirikan keluarga ini mampu bertahan dan tetap relevan di kancah persaingan industri.

Startup-startup ini bergerak di industri media, foodtech, gaming, dan fintech. Berikut ini beberapa pembahasan tentang pengalaman dan dukungan keluarga ketika membangun startup.

Anton dan Roki: hobi dan minat yang sama

Anton dan Roki Soeharyo
Anton dan Roki Soeharyo

Saat mendirikan Touchten, kakak beradik Anton dan Roki Soeharyo memiliki hobi yang sama, yaitu game, yang diturunkan langsung oleh ayah mereka. Melihat peluang yang ada, ketika dewasa, Anton dan Roki memutuskan mendirikan perusahaan gaming di Indonesia.

“Awalnya hanya berpikiran jika bisa main game dan ‘digaji’. Setelah kami dewasa kami mulai ‘evolve‘ dan memutuskan untuk menciptakan game sendiri. Akhirnya kami berpikir bagaimana startup kami dapat mengangkat industri game Indonesia,” kata Anton.

Touchten sendiri berdiri sejak tahun 2009. Meskipun didirikan bersama sang adik, kini Anton fokus mengembangkan platform PlayGame dan MainGame. Roki kini menjabat sebagai CEO, menggantikan posisi Anton.

Blood is thicker than water. Walau beda perusahaan, pastilah selalu adik saya ada di hati. Kalau ada yang bisa saya bantu dari dukungan moral atau dukungan apapun pastinya akan dibantu. Sebagai entrepreneur pastinya kita perlu dukungan moral atau sekedar temen curhat,” kata Anton.

Untuk mereka yang ingin mendirikan startup bersama keluarga, Anton membagikan tips menarik berdasarkan pengalaman dirinya membangun bisnis bersama sang adik.

“Yang pasti sulitnya adalah maintain clear distance antara keluarga dan bisnis. Be professional, harus tegas antara keluarga dan kolega. Saat di rumah boleh menjadi kakak dan adik, tapi ketika menginjak kaki di kantor harus profesional biar bisa maju,” kata Anton.

Mario, Marbio, dan Marius Suntanu: Work-life balance

Marius, Mario dan Marbio Suntanu
Marius, Mario, dan Marbio Suntanu

Yummy Corp berawal dari visi Mario Suntanu yang melihat perkembangan industri food delivery yang semakin pesat di mana-mana, termasuk di Indonesia. Mario menggaet adik-adiknya, Ismaya Group, dan Co-Founder lainnya (Juan Chene dan Daisy Harjanto) untuk membangun perusahaan bersama.

Tahap pertama startup dipimpin Marbio Suntanu sebagai Managing Director untuk membangun bisnis yang memberikan makan siang yang sehat, lezat, membantu produktivitas, namun tetap terjangkau. Di tahun 2018, Mario bergabung secara full-time di Yummy Corp sebagai CEO. Di tahun yang sama, Marius Suntanu bergabung sebagai Food Development Director dan bertanggung jawab atas semua variasi makanan Yummy Corp. Dalam satu tahun, tim yang dipimpinnya berhasil menghadirkan sekitar 11.350 variasi menu berbeda.

Salah satu kunci keberhasilan Yummy Corp adalah hubungan positif antar saudara. Serupa dengan dengan hubungan rekan kerja lainnya, masing-masing harus bisa saling support di berbagai situasi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah saling menghargai pendapat dengan expertise di bidang masing-masing agar saling melengkapi.

“Kelebihan menjadi satu keluarga, diskusi dan brainstorm di luar office hour sangat mungkin dilakukan saat kumpul keluarga. Namun diperlukan batasan sampai mana diskusi itu berlanjut agar work-life-balance tetap terjaga dan hubungan keluarga saat di luar kantor tetap hangat,” kata Mario.

Kombinasi expertise Ivan Tambunan, Mikhail Tambunan, dan Christopher Gultom

Mikhail Tambunan, Christopher Gultom, Ivan Tambunan
Mikhail Tambunan, Christopher Gultom, dan Ivan Tambunan

Keunggulan yang diklaim dimiliki CEO Ivan Tambunan, CFO Mikhail Tambunan, dan Chief Credit Officer Christopher Gultom adalah expertise masing-masing. Hal tersebut mendukung Ivan semakin percaya diri menetapkan strategi dan memimpin pengembangan produk Akseleran. Masing-masing bertanggung jawab berdasarkan skill dan pengalaman kerja dalam menjalankan perusahaan.

“Didukung dengan background masing-masing yang berhubungan di bidang keuangan, kita mempunyai visi yang sama yaitu mengurangi financing gap yang ada di Indonesia, dan yang paling besar itu dialami oleh UKM,” kata Christopher.

Menurut Mikhail, hal yang paling berat adalah bagaimana tetap menjaga hubungan saudara di tengah hubungan profesional di perusahaan. Jika visi misi serta tugas dan wewenang tidak jelas, maka hal parah bisa terjadi adalah keretakan di hubungan persaudaraan.

Bagi Ivan, meskipun memiliki risiko konflik yang bisa merusak hubungan, banyak keuntungan yang bisa diperoleh jika mendirikan startup bersama keluarga, terutama pada aspek dukungan moral dan kepercayaan satu sama lain.

“Yang terpenting, startup harus dijalankan dengan merit based. Jadi membangun bersama keluarga bukan hanya karena hubungan kekeluargaan [nepotisme] melainkan karena memang expertise dari masing-masing pihak. Selain itu dari awal sudah harus kompak dan memutuskan untuk transparan dan fair terhadap satu sama lain,” kata Ivan.

Winston dan William Utomo: bisnis media

William dan Winston Utomo
William dan Winston Utomo

Sebagai CEO IDN Media, Winston Utomo mengawali bisnis berbentuk situs bernama IDN Times bersama sang adik William sejak tahun 2014 lalu. Kini IDN Times menjadi platform media berbagai generasi, khususnya generasi muda, walaupun keduanya tidak memiliki pengalaman di bidang jurnalistik.

Sayangnya Winston dan William Utomo tidak menanggapi permintaan wawancara yang dilayangkan DailySocial terkait pengalamannya memulai dan menjalankan bisnis bersama saudara ini.

Dukungan moral Reynold dan Ronald Wijaya

Ronald dan Reynold Wijaya
Ronald dan Reynold Wijaya

Berbeda dengan kakak-adik pendiri startup lainnya, Reynold dan Ronald Wijaya memiliki startup di industri yang berbeda. Reynold Wijaya CEO Modalku yang menyasar industri fintech, sementara saudara kembarnya Ronald Wijaya membangun bisnis healthy food product bernama Lemonilo.

Meskpun berbeda, saat mulai membangun bisnis masing-masing saling memberikan dukungan moral. Hal tersebut dirasakan benar oleh Ronald yang sempat mengalami kesulitan saat membangun startup pertamanya, yaitu Konsula.

“Di saat-saat kelam itu, justru saya mendapatkan banyak dukungan moral dari Reynold, dan of course dari istri dan keluarga lainnya. Karena sifat nature dari bisnis kita yang sangat berbeda, maka saya lebih banyak mendapatkan dukungan moral. Tetapi menurut saya, dukungan moral sebenarnya jauh lebih penting daripada hal lainnya. Banyak saat-saat dimana kita mau menyerah, tapi akhirnya bangkit kembali karena dukungan moral tersebut,” kata Ronald.

Sebagai saudara, hubungan Reynold dan Ronald sangat dekat. Keduanya bisa saling mengandalkan dan terbuka satu sama lainnya. Sebagai saudara kembar, mereka dari lahir sampai universitas selalu di sekolah yang sama.

“Tentunya kami saling mendukung satu sama lain dan dalam menjalankan bisnis mencoba yang terbaik untuk memberikan masukan terhadap perkembangan bisnis, memecahkan masalah, atau menumbuhkan perusahaan dengan baik,” kata Reynold.

Untuk mereka yang ingin membangun startup bersama adik atau kakak, ada tips menarik yang dibagikan Ronald dan Reynold. Meskipun mereka memutuskan untuk tidak mendirikan bisnis bersama, namun ada pelajaran penting yang menjadi fokus keduanya.

“Hal terbaik bila tetap ingin membuat usaha bersama adalah boleh kok untuk dari awal membagi saham kepada keluarga lainnya, asal jelas. Tetapi dari hal manajemen, jangan ada dua suara. Harus menentukan siapa kapten kapalnya sehingga bisa membedakan dengan jelas antara manajemen dengan kepemilikan,” kata Ronald.

Sejumlah startup teknologi Indonesia menceritakan pengalamannya menjalankan "Work From Home" selama lebih dari dua bulan

Pilihan “Work From Home” Seterusnya Jadi Opsi Menarik Sejumlah Startup Pasca Pandemi

Sebagai salah satu jenis perusahaan yang telah terbiasa menerapkan skema remote working, startup di berbagai lini bisnis tidak menemui banyak kendala ketika aturan bekerja di rumah dan PSBB diberlakukan pemerintah. Dinamika dan rutinitas bekerja di rumah berjalan secara seamless, didukung tools yang selama ini sudah biasa digunakan. Setelah hampir 3 bulan aturan bekerja di rumah diterapkan, sejumlah perubahan dan kebijakan baru kemudian diambil.

Twitter menjadi perusahaan teknologi pertama yang kemudian memberikan pilihan kepada pegawai di seluruh dunia, tempat Twitter beroperasi, untuk bekerja di rumah seterusnya.

“Perlu diingat, bahwa ‘bekerja dari rumah selamanya’ adalah salah satu opsi yang ditawarkan, bukan sebuah keharusan. Jika memang ada pegawai yang ingin melakukan hal tersebut, tentunya perlu melalui diskusi lebih lanjut dengan atasan masing-masing,” kata Country Industry Head Twitter Indonesia Dwi Adriansah.

Sebelum Covid-19 merebak, Twitter telah memiliki opsi serupa–pegawai bisa bekerja dari mana saja. Terbuka, kolaboratif, dan multitasking merupakan kultur bekerja yang diklaim diterapkan di Twitter Indonesia. Menurut Dwi, tiga kata tersebut sangat merepresentasikan bagaimana tim bekerja selama ini.

“Sejak dibuka secara resmi di Indonesia 5 tahun lalu, tim kami terbilang gesit dan multitasking. Seperti kata pepatah, ‘kecil-kecil cabe rawit’, situasi itulah juga yang terjadi di tim kami,” kata Dwi.

Selain Twitter, DailySocial mencoba untuk melihat seperti apa kebijakan startup Indonesia dalam memberilakukan Work From Home (WFH) saat ini dan nanti ketika (suatu saat) pandemi berakhir.

Menyesuaikan tanggung jawab pegawai

Sebagai startup teknologi, praktik kerja dari rumah sudah diterapkan Sirclo sebelum masa pandemi, meski pada umumnya hanya berlaku untuk pegawai yang sesekali membutuhkan fleksibilitas untuk bekerja sembari mengurus keperluan pribadi dari rumah. Perusahaan menjunjung tinggi budaya kolaborasi, ketika berbagai aktivitas, seperti meeting atau diskusi grup, sesungguhnya jauh lebih produktif saat bertemu tatap muka.

Meskipun demikian, karena alasan kesehatan dan keselamatan pegawai merupakan prioritas utama, Sirclo berupaya agar menerapkan kebijakan WFH untuk mayoritas tim hingga situasi kondusif kembali. Perusahaan juga terus memaksimalkan penggunaan teknologi yang merupakan solusi untuk #PulihkanJarak antar sesama anggota tim, dengan pelanggan, dan dengan rekan bisnis.

“Sebagian dari tim operasional Sirclo yang tetap berkantor secara fisik di fulfillment centre kami yang berlokasi di Taman Tekno BSD, dikarenakan bisnis e-commerce enabler Sirclo turut bertanggung jawab dalam pemenuhan pesanan online melalui marketplace. Sebagai langkah preventif, kami menerapkan kebijakan berikut, melakukan pengecekan suhu, pemakaian masker secara wajib, menjaga jarak fisik, aktif memantau kondisi kesehatan karyawan secara langsung. Karyawan yang bertugas melakukan pemenuhan pesanan juga masuk kerja secara bergilir dengan sistem shift, agar keamanan dan produktivitas tetap terjaga,” kata CEO Sirclo Brian Marshal.

Hal serupa diberlakukan PrivyID. Sebagai startup yang wajib mengikuti aturan regulator, kebijakan untuk bekerja di rumah tidak semua diberlakukan kepada pegawai. Untuk kantor yang berlokasi di Jakarta, misalnya, kebijakan WFH diterapkan secara keseluruhan. Namun untuk kantor di Yogyakarta, ada beberapa pegawai yang tetap wajib bekerja di kantor.

“Saat pandemi saat ini kantor Jakarta sudah melakukan WFH secara total. Namun untuk kantor di Yogyakarta, WFH diberlakukan kecuali untuk verifikator dan customer service yang tetap bekerja di kantor untuk memenuhi standar ISO 27001 tentang manajemen keamanan informasi, terutama data pelanggan. Hanya spacing tempat duduk diubah menjadi berjarak 2 kali lipat, PC untuk kerja didesinfektan setiap pergantian shift, [dilakukan] cek suhu, [dan] mereka yang sakit tidak dibolehkan bekerja di kantor,” kata CEO PrivyID Marshall Pribadi.

Mengamini kedua pernyataan di atas, sebagai platform jasa desain interior dan konstruksi, Dekoruma memberlakukan kebijakan serupa. Beberapa pegawai, terutama mereka yang bertugas di bagian operasional, tidak memungkinkan untuk bekerja di rumah.

So far, kami masih belum merasakan kendala productivity yang berarti. Ada hal-hal atau aktivitas yang sebenarnya jauh lebih efisien, tapi ada juga beberapa bagian dari aktivitas yang menjadi challenging. Terutama untuk simple and short discussion. Contohnya kalau dulu sesama tim bisa diskusi lebih cepat, sekarang tidak bisa dan semakin sulit karena harus melalui chatting/call,” kata CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan.

Tools pendukung produktivitas bekerja

Salah satu alasan kegiatan bekerja di rumah efektif dilakukan adalah ketersediaan berbagai tools pendukung, mulai dari platform video conference, platfrom messaging, organizer, dan calendar untuk memaksimalkan pekerjaan pegawai di rumah.

“Karena meeting dan presentasi dilakukan melalui video call, atasan kemudian bisa ikut di setiap meeting. Sebelumnya hanya mendapatkan laporan dari mereka setelah kembali ke kantor. Kemudian manajemen juga bisa berkomunikasi lebih sering lewat concall. Sebelumnya pertemuan jarang dilakukan, karena banyak meeting di luar dan kemacetan lalu lintas yang menyulitkan mereka untuk kembali ke kantor,” kata Marshall.

Penggunaan tools juga menjadi hal yang wajib dilakukan pegawai Mekari. CEO Mekari Suwandi Soh mengungkapkan, online meeting dan sinkronisasi komunikasiseperti internal memo, secara rutin dilakukan. Perusahaan juga menyediakan lebih banyak data ke tim yang relevan, sehingga mereka bisa mengambil keputusan. Hal ini ternyata mampu meminimalisir kegiatan yang kurang produktif, seperti diskusi ringan tanpa agenda, ataupun watercooler chat.

“Untuk tim yang selama ini tidak membutuhkan banyak kolaborasi, WFH menjadi lebih efektif. Selama ini kami juga sudah memiliki metriks untuk tiap pekerjaan, sehingga standar produktivitas bisa terus dipantau. Tetapi untuk yang membutuhkan diskusi dengan tim di pelanggan, ada banyak tantangan karena tidak semua pelanggan memiliki infrastruktur dan teknologi memadai,” kata Suwandi.

Untuk layanan fintech seperti Akseleran, selama WFH perusahaan mengedepankan nilai-nilai yang sudah dipegang sebelumnya, khususnya terkait excellence, reliability, dan kerja sama tim.

“Kami percaya bahwa orang-orang yang berkualitas baik akan bisa memaksimalkan performanya bila diberikan kepercayaan tanpa harus melakukan micro manage. Yang penting kita tentukan strategi dan tujuan yang ingin diraih, dan kita komunikasikan hal tersebut dengan baik kepada seluruh tim. Setelah itu tim dapat memenuhi pekerjaan mereka masing-masing tanpa harus diatur terlalu detail termasuk tanpa harus bertatap muka,” kata CEO Akseleran Ivan Tambunan.

Perusahaan lain, seperti Tokopedia, menggunakan parameter Objectives and Key Results (OKR) saat memberlakukan kebijakan bekerja di rumah. Untuk menjaga produktivitas seluruh Nakama (sebutan karyawan Tokopedia), setiap karyawan sudah memiliki OKR pribadi, tim, dan perusahaan yang sejalan. Di sisi lain, praktik bekerja dari rumah sudah lumrah dilakukan, bahkan jauh sebelum sebelum adanya pandemi.

“Demi memastikan efektivitas lebih dari 4.900 Nakama dalam melayani kebutuhan masyarakat Indonesia di tengah pandemi, kami mewajibkan setiap pegawai untuk tetap menjalankan komunikasi virtual antar tim secara berkala sesuai dengan jadwal yang ditentukan,” kata juru bicara Tokopedia.

Penerapan WFH jika pandemi usai

Menanggapi kebijakan WFH selamanya yang Twitter terapkan, manajemen startup Indonesia melihat kemungkinan itu ada, namun dengan beberapa catatan.

“Selama beberapa bulan terakhir, kami pun bersyukur dapat memenuhi target dari segi pertumbuhan jumlah klien dari seluruh lini bisnis, karena semakin banyak pelaku usaha yang berminat masuk ke ranah e-commerce. Dengan segala kapasitas/resources yang telah kami bangun untuk menunjang produktivitas saat WFH, kami terbuka untuk menerapkan sistem kerja yang paling efektif untuk mendukung kinerja pegawai di masa yang akan datang. Hingga hari ini, tim Sirclo berjumlah lebih dari 350 pegawai,” kata Brian.

Sementara itu, kebijakan WFH di PrivyID masih akan diberlakukan hingga akhir Mei 2020 sambil dievaluasi lebih lanjut. Marshall melihat proses WFH cukup efektif–ada karyawan yang semakin produktif, namun ada pula yang menurun. Salah satu faktornya adalah kondisi rumah mereka dengan gangguan yang bersifat domestik.

“Jumlah karyawan PrivyID saat ini sekitar 160 orang. Kami membuat aturan dalam jam kerja setiap karyawan harus merespon chat/email maksimal dalam 30 menit kecuali sedang concall. Nanti setelah pandemi berakhir pun, kami arahkan tim sales/BD untuk tetap menghindari meeting in person dengan klien. Dari segi waktu dan biaya transport, jauh lebih hemat [ketika WFH] dan malah deal bisa dicapai relatif lebih singkat,” kata Marshall.

Dukungan perusahaan juga menjadi fokus Mekari agar kegiatan bekerja di rumah saat ini dan selanjutnya bisa berjalan secara efektif. Perusahaan memastikan tim memiliki teknologi yang tepat untuk mendukung pekerjaan.

“Bahkan kami juga memberikan tunjangan, seperti paket data sebagai benefit yang kami sesuaikan dengan kondisi saat ini, yang dapat diakses karyawan dengan mudah di fitur Mekari Benefit dalam Talenta Mobile,” kata Suwandi.

Untuk meningkatkan produktivitas pegawai setelah pandemi usai, Akseleran akan tetap bekerja bersama-sama sebagai satu tim yang diharapkan bisa menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Hingga 18 Mei 2020, jumlah karyawan Akseleran mencapai 157 orang atau naik 51% dibandingkan Mei 2019.

“Di Dekoruma kami masih dalam proses diskusi untuk policy setelah PSBB. Namun kebijakan work from home akan menjadi opsi. Hanya saja implementasi dan pengaturannya belum rampung. Masih ada beberapa divisi di Dekoruma yang tidak memungkinkan untuk WFH, seperti operasional dan lainnya,” kata Dimas.

Startup pemula memiliki ruang gerak terbatas untuk membangun bisnis di situasi sekarang. Perlu beberapa cara untuk memastikan bisnis tetap berjalan

Mengatasi Tantangan Produktivitas Startup Pemula di Situasi “New Normal”

Sudah hampir dua bulan terakhir, ekosistem digital di Indonesia mulai beradaptasi terhadap kondisi “new normal” ini. Startup mulai melakukan manuver dengan mengembangkan fitur atau layanan baru demi menyesuaikan diri terhadap perubahan perilaku konsumen.

Dari sisi investasi, DailySocial melihat aktivitas pendanaan masih terlihat cukup normal. Bahkan ada beberapa startup yang mengumumkan pendanaan baru di sepanjang April ini. Namun, kita belum dapat memastikan apakah kondisi ini dapat tetap berlanjut dalam tiga bulan ke depan.

Kami tidak bilang bahwa startup di fase growth atau later stage terdampak minimal dari situasi ini. Namun, kita bisa sepakat bahwa 2020 menjadi tahun yang sulit bagi para pelaku startup tahap awal (early stage) yang baru memulai membangun bisnisnya.

Mengapa demikian? Menurut Founder dan CEO Startup Spider Beatrice Kessler, startup di fase ini umumnya masih mengandalkan pendanaan dari kantong sendiri, dana keluarga, atau dari crowdfunding. Bisnisnya belum stabil karena masih mencari traction dari produk/layanan yang dirilis.

Dengan likuiditas terbatas, sulit bagi pelaku bisnis untuk bertahan dalam beberapa minggu atau bulan ke depan. Malah, founder pemula bisa jadi tidak menggaji diri sendiri demi efisiensi. Ruang gerak startup untuk membangun bisnisnya juga semakin sempit karena minim SDM dan jaringan bisnis.

Paparan di atas juga diperkuat oleh survei yang dirilis 500 Startups bertajuk “The Impact of COVID-19 on the Early-Stage Investment”. Sebanyak 32,2 persen responden melihat dampak negatif akan sangat terasa bagi startup early stage.

Bahkan sebanyak 62,6 persen responden memprediksi pandemi COVID-19 bahkan berdampak pada iklim investasi dan bisnis startup early-stage selama 1-2 tahun, sedangkan 20,1 persen responden meyakini dampaknya bakal terasa hanya 0-1 tahun.

Untuk menghadapi situasi ini, responden merekomendasikan sejumlah strategi bernavigasi bagi startup pemula. Cara yang paling banyak diusulkan adalah (1) mengurangi biaya, diikuti (2) meningkatkan runway, (3) fokus pada customer rentention, (4) membatasi ekspansi pasar, (5) menutup deal pendanaan dalam 3 bulan atau sebelumnya, dan (6) membatasi penggunaan tim non-core.

Langkah mitigasi startup early-stage Indonesia

Cara-cara di atas, sebagian besar juga direkomendasikan oleh Founder dan CEO Qlue Rama Raditya untuk bisa bertahan di situasi saat ini. Meskipun Qlue sudah masuk dalam growth stage, upaya berikut sebetulnya juga berlaku bagi startup di fase apapun.

Paling utama adalah disiplin keuangan. Langkah ini sangat krusial mengingat startup pemula memiliki runway yang pendek. Maka itu, sebaiknya pelaku bisnis jangan terburu- buru menghabiskannya di awal. Sisihkan pendanaan dalam bentuk alokasi bulanan.

Rama juga merekomendasikan diversifikasi produk untuk memudahkan startup melakukan manuver lebih lincah. Pada kasus Gojek dan Grab, mereka tetap dapat mengoperasikan kategori layanan lain meski layanan utamanya, yakni ride-hailing, ditutup sementara.

Lalu, bagaimana soal tantangan produktivitas dengan keterbatasan SDM dan ruang gerak?

Startup early stage Legalku melakukan sejumlah langkah mitigasi untuk meningkatkan efisiensi pendanaan tanpa mengurangi target traction. Langkah mitigasi ini berfokus pada dua hal, yakni pengembangan produk dengan timeline cepat dan deliverable jasa tetap on-time.

Founder dan CEO Legalku Muhamad Philosophi mengungkap, pihaknya memprioritaskan pengembangan produk/layanan yang dapat segera dijual ke konsumen korporasi. Bagi layanan yang bersifat complementary, pihaknya akan menunda pengembangannya hingga beban kerja tim teknologinya berkurang.

“Untuk mengefisiensikan pengelolaan, kami menunda pengembangan beberapa fitur atau layanan yang tidak in line dengan pendapatan,” paparnya kepada DailySocial.

Kemudian, perusahaan juga meningkatkan deliverable jasa supaya tetap on-time karena situasi ini memaksa koordinasi dilakukan secara remote dan banyak institusi pemerintahaan tutup. Dengan pembatasan sosial ini, pihaknya berupaya mengurangi waktu perjalanan dokumen untuk mendapatkan persetujuan dari klien melalui pengembangan fitur e-signature.

“Tadinya kami memprioritas pengembangan aplikasi mobile, baru lanjut pada fitur e-signature yang ditargetkan meluncur bulan Mei ini. Namun, untuk menyesuaikan di situasi ini, akhirnya pengembangan e-signature kami dahulukan,” ujar pria yang karib disapa Philo ini.

Sementara itu, startup early-stage di bidang P2P Lending Akseleran mengungkap bahwa produktivitas pada pengembangan produk tetap berjalan sesuai rencana sehingga perusahaan dapat langsung berlari cepat ketika situasi sudah pulih.

Co-founder dan CEO Akseleran Ivan Tambunan menyebut ada beberapa strategi untuk mendisiplinkan pengeluaran, antara lain selektif dalam menambah SDM baru selama belum ada urgensi, menghentikan layanan yang tidak banyak digunakan untuk mengoptimalkan pengelolaan, dan selektif mengeluarkan budget marketing hanya yang dapat memberikan nilai Customer Lifetime Value to Customer Acquisition (LTV:CAC) yang baik.

“Kami berupaya megefisiensikan operasional dan tetap sustain aktivitas yang kami lakukan. Fokus kami saat ini bukan lagi pada ekspansi, tetapi mempertahankan bisnis,” ujar Ivan.

Five Pivot Strategies from Akseleran, Moselo, and Kata.ai

Building a startup is not just a matter of creating traction and gaining as many users as possible. A true startup is well-known with a culture that survives through the concept of “fail fast, learn fast”.

Therefore, what happens if the startup business that you develop does not get the expected traction? One of the answers is a pivot.

Changing business models, transitioning to different services, or being called pivots is no longer a new way in the startup industry. Some startups in Indonesia have done this, starting from 100 percent pivot by changing company brands and platforms to changing the type of service.

When you decide to pivot, many questions will arise. Starting from what kind of things to prepare, things to be avoided, and how to begin.

In order to answer the question above, DailySocial summarizes various tips and strategies for pivots based on the results of our interviews with Kata.ai (pivot 2016), Akseleran (pivot 2017), and Moselo (pivot 2018).

For the record, these tips are not sorted by the sequence of steps.

Communication with stakeholders

All agreed that startups must communicate with stakeholders if they want to do a pivot. Indeed, the most important ones are the investors and the company team.

Kata.ai’s Co-founder and CEO, Irzan Raditya said communication is important to provide understanding and awareness for investors and teams. There should even be a break between making plans and starting pivoting employees.

“Do the right communication, especially investors to make sure you get the support from the shareholders to support and give a clear understanding of why you pivot,” Irzan said.

As for Moselo’s CEO Richard Fang, startups should avoid one-way communication about the reasons and goals of the pivot. That is, every employee has the right to express their perspectives and concerns about this pivot.

A clear and sustainable business model

Making a business transition is a major step that requires full commitment from both the organization and other stakeholders.

Also, for Irzan, before meeting investors, startups should ideally have a clear and sustainable business plan to ensure this new business model can survive in the future.

“First, we have to research before meeting investors. [After that], we were assisted by one of our investors to work on the direction. We must emphasized that when meeting investors, the plan should be clear and have the option of going where to pivot,”  he added.

As an example, Kata.ai, which was previously named Yesboss in 2015, offers a personal virtual assistant service with the concept of conversational commerce. In its journey, this business model is considered less scalable and has a wide impact.

Thus, the company pivot and the following year by becoming an Artificial Intelligence (AI) enabler focused on Natural Language Processing (NLP) technology.

Product-market fit is fundamental

The most common reason we’ll ancounter while interviewing pivoted startups is: products and services are not developing, or the traction grow slowly.

Above are some valuable lessons for Akseleran that product-market-fit is a very fundamental point for the survival of startup businesses.

Akseleran started its business as a solution to channeling loans to SMEs in the form of equity participation. After six months of release, Akseleran decided to pivot into P2P lending because of the slow distribution. After the pivot, Akseleran focus on the same target market, SMEs.

Akseleran’s co-founder and CEO Ivan Nikolas Tambunan revealed that the Indonesian market is quite receptive to equity-based funding. With the slow distribution, it makes Akseleran products less scalable and considered not market-fit.

Ivan also added, when the developed product has not been validated in the market when running the pivot process, startups should refrain from adding new human resources.

“At first, we have to give full information about the product roadmap and the business model. Therefore, they understand the changes. Well, to facilitate motivation and stay in one direction, it’s good for [the team] to start small,” he said.

Focus on the target market, not feature

Another point that should be noted for anyone who is building a startup is how important it is to focus on what the market needs, not what the company wants.

No matter how cool or sophisticated a product or service is, it will be useless if consumers are reluctant to use it.

This was experienced by Moselo who was originally a startup commerce chat provider for creative products. Richard Fang believes that this is often the case with startups who are just starting out.

He admitted that initially, his team was too focused on developing features, then forget the target market. When making a pivot into a marketplace that offers creative products, the company finally begins to focus on recognizing the right target market.

In addition, he said, the pivot that took time from August-December 2018 will actually make the company more relevant to consumers and businesses can be profitable.

“So what we did [during the pivot] was to sharpen Moselo’s target audience. We look for solutions that are appropriate from our data collection. Also, recognize the pain-points of the target because this can be a source of income for the business,” Richard added.

Measuring the limit of pivot success

Don’t ask how many startups failed to pivot. Lots.

Now, as startups, it is very important to know the extent of our limits to ensure that the pivots are run successfully or vice versa.

As we interviewed the three startups, each has its own parameter to measure the pivot success. Generally, it is the number of users or Gross Merchandise Value / Volume (GMV).

In terms of Kata.ai, Irzan mentioned after the pivot in 2016, the company has experienced business growth of three to five times, even already obtained profits in 2019. In addition, Kata.ai also has corporate customers from large-scale companies.

“Speaking of startups, talk of surviving. We have data and see which parameters can be improved. As an AI conversational startup, we look up to user engagement. Previously, we only have tens of thousands, now millions of users. Revenues also increased,” he said.

While Moselo pivots to get significant traction. Therefore, the number of transactions, the number of customers, and GMV will be the main parameters.

“Since the pivot, we have raised 320 percent GMV growth with users reaching up to 50 thousand. We continue to track the parameters in order to know whether this initiative succeeded or failed,” Richard said.

Similar to Moselo, Akseleran validates the action of this pivot with traction. Based on the company data, Akseleran can only distribute Rp2 billion funding while it was still an equity-based loan platform.

“In order to have a product-market fit, we validate it with traction. After turning into P2P lending, we have distributed more than Rp1 billion in the first month. Then it increased to Rp30 billion in six months. This validates whether the pivot is working or not.” Ivan added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian