Tag Archives: alibaba

Lazada Dikabarkan Dapat Dana Tambahan Rp12,6 Triliun dari Alibaba

Setelah memperoleh dana segar $353 juta (sekitar Rp5,2 triliun) pada April lalu, Lazada dikabarkan kembali mendapat dana tambahan sebesar $845 juta (sekitar Rp12,6 triliun) dari Alibaba.

Dilansir dari Bloomberg, informasi ini dimuat dalam laporan yang dikirimkan perusahaan ke regulator di Singapura pada Rabu (19/7). Pendanaan tersebut akan digunakan untuk memperkuat bisnis e-commerce Lazada di Asia Tenggara.

Dengan investasi terbaru ini, Alibaba telah menyuntik hingga miliaran dolar AS ke Lazada. Sejak didirikan pada 2012, Lazada Group tercatat telah mengumpulkan dana ratusan juta dolar AS dari berbagai investor, termasuk beberapa perusahaan teknologi terbesar di dunia.

Lazada diakuisisi Alibaba senilai $1 miliar pada 2016. Pada 2017, perusahaan mengantongi $1,1 miliar pada putaran pendanaan yang dipimpin oleh Alibaba dan Temasek dengan total pendanaan yang telah dikumpulkan mencapai lebih dari $3 miliar.

Pada 2022, Alibaba mengumumkan pemisahan (spin-off) Lazada menjadi entitas terpisah. Keputusan ini didorong oleh beberapa faktor kunci, termasuk menjadi lebih independen dan fokus. Alibaba berupaya mendorong Lazada lebih banyak otonomi dan kemandirian dalam mengejar jalur pertumbuhan di pasar Asia Tenggara.

Strategi pemisahan Lazada juga memungkinkan mereka memperkuat bisnis di Asia Tenggara dan mengonsolidasikan posisinya sebagai pemain utama dalam lanskap e-commerce global. Langkah ini juga dianggap mampu membuat Lazada untuk bersaing lebih baik dengan pesaing regional.

Perkuat posisi di Asia Tenggara

Alibaba kembali memberikan pendanaan kepada Lazada agar bisa mengungguli pemain yang menguasai pasar di Asia Tenggara saat ini, yaitu Sea Group melalui Shopee. Posisi Lazada di pasar e-commerce Indonesia dihadapkan pada sejumlah faktor, termasuk kompetitor, lokalitas yang terbatas, dan pengalaman pengguna yang kurang menarik.

Keberhasilan Shopee dan Tokopedia di Indonesia dapat dikaitkan pendekatan mereka yang berfokus pada penjual, dan strategi pemasaran yang efektif. Untuk mendapatkan kembali momentum dan meningkatkan posisinya di pasar Indonesia, dinilai perlu mengutamakan upaya lokalitas, meningkatkan pengalaman belanja secara online, dukungan kepada penjual dan layanan pemenuhan pesanan.

Memanfaatkan afiliasinya dengan Alibaba Group, Lazada juga dinilai masih bisa meraih pangsa pasar yang signifikan dan bersaing lebih efektif melawan Shopee dan Tokopedia.

Application Information Will Show Up Here

Makin Banyak Industri Terbuka dengan Blockchain dan Web3

Pameran dan konferensi teknologi BEYOND Expo kembali dibuka sejak kemarin (10/5). Selama tiga hari ratusan pembicara, panelis, dan eksibisi digelar dengan mengangkat tiga industri terhangat: healthcare, sustainability, dan consumer tech.

Setiap konferensi diisi dengan jadwal padat diskusi panel dan pameran produk yang mengeksplorasi inovasi teknologi terkini. Khusus di consumer tech, sejumlah pembicara dari perusahaan terdepan berbagi pandangannya tentang berbagai topik, mulai dari kendaraan tak berawak, web3, hingga dampak generatif AI pada industri ritel.

Hari pertama dimulai dengan keynote speech tentang “The Web3 in the New AI Era” oleh Yang Wang, VP for institutional advancement Hong Kong University of Science and Technology.

Dia bilang, “Hong Kong [dan Tiongkok] telah membuat dikenal di dunia: kami ingin mengembangkan ekonomi digital, kami ingin mengembangkan Web3. Ada komitmen yang sangat kuat untuk ini.”

Wang menerangkan, bahwa kemunculan tools kreatif AI generatif, seperti ChatGPT, Midjourney, dan Stable Diffusion telah menawarkan momentum penting untuk kemunculan Web3 yang sebenarnya, dengan memungkinkan lebih banyak orang menghasilkan konten, dan memiliki konten yang mereka buat.

“Teknologi ini telah memungkinkan banyak tugas yang tidak dapat diakses bahkan oleh orang yang paling berpendidikan tinggi”, katanya.

Ia pun menutup pidatonya dengan catatan sebuah optimisme, bahwa Tiongkok merangkul teknologi secara terbuka menandakan banyak peluang untuk memanfaatkan Web3.

Masa depan Web3

Kemudian, diskusi berikutnya mengangkat tema “The Future of the Metaverse” antara CEO Unity China Junbo Zhang dan Editor-in-Chief Phoenix Technology Liu Yukun.

“Akankah teknologi [AI dan Web3] menghasilkan perubahan revolusioner?,” tanya Yukun kepada Zhang.

Zhang menjawab,”Saya pikir kita akan melihat perubahan yang sangat besar dalam tiga sampai lima tahun ke depan.” Menurutnya, disrupsi tidak selalu berarti berkonotasi negatif. Masih banyak yang beranggapan bahwa jika code dihasilkan secara otomatis, maka tenaga manusia tidak akan dibutuhkan lagi di banyak pemrograman di masa mendatang.

“Namun teknologi AI adalah alat yang membantu developer melepaskan kreativitas mereka ke tingkat yang lebih tinggi, dan developer lain hanya akan mendapat manfaat [seiring perkembangan industri].”

Topik ini kemudian berlanjut dalam diskusi panel yang mengangkat tema “Investing in Web3”, dimoderatori oleh Technology Editor-in-Chief Chinaventure, dengan panelis Partner CMC Capital Xu Chen, Founding Partner LingFeng Capital Ma Ning, dan Managing Director UpHonest Capital Rex Zheng.

Ning menyampaikan, sekarang adalah saat yang tepat untuk berinvestasi di perusahaan Web3. Walau dia tetap bullish karena baru-baru ini terjadi penurunan di pasar global karena perusahaan di Tongkok, terutama yang bekerja di bidang tapi, tapi potensi pertumbuhannya tetap ada secara eksponensial. “Ketika orang lain pesimis, lebih baik aktif,” ujarnya.

Chen menambahkan, Tiongkok memiliki keunggulan inheren dalam ekologi internetnya, merujuk pada besarnya jumlah pengguna internet dan permintaan yang meningkat untuk produk web3 didorong oleh generasi muda yang tertarik dengan dunia internet. “Saat teknologinya matang, peluangnya besar,” tambahnya.

Perbankan semakin terbuka

Teknologi yang muncul seperti blockchain tidak hanya terbatas pengaplikasiannya di perusahaan baru dan berbasis teknologi saja, tetapi pemain tradisional seperti bank juga melihat manfaat dari teknologi semacam itu.

“Meskipun kami adalah bank tradisional, kami memiliki keahlian yang kuat dalam teknologi dan banyak layanan kami telah menggabungkan Web3,” kata Deputy CEO ICBC Macau Zheng Bin kepada panel dengan tema “Crypto Finance: Risks and Rewards”.

Meskipun ICBC adalah bank tradisional, Bin menjelaskan bahwa lembaganya selalu berinvestasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang. Menurutnya, blockchain dengan cepat menunjukkan mampu memecahkan banyak masalah bagi klien dan pelanggannya, dengan membuat perbankan lebih efisien.

Pihaknya telah bekerja sama dengan pemerintah Macau untuk menggunakan arsitektur blockchain untuk menerbitkan kartu konsumsi kepada penduduk lokal, meningkatkan kenyamanan dan efisiensi proses. Kartu konsumsi mengacu pada voucher konsumsi elektronik yang dikeluarkan oleh pemerintah Macau untuk mendukung warga selama pandemi Covid-19 dalam tiga tahun terakhir.

Zheng dan panelis lainnya, lead of Web3 ecosystem development for Alibaba Cloud Leo Li, sepakat bahwa pengawasan diperlukan untuk pengembangan Web3. Bagaimanapun, mata uang kripto dan teknologi keuangan lainnya memerlukan beberapa bentuk regulasi untuk meningkatkan kepercayaan pada mereka.

Serta menyepakati bahwa pendekatan sandbox sangat memungkinkan pemerintah untuk menguji peraturan mata uang kripto, yang mampu memberikan solusi dan mendorong lembaga keuangan untuk mengadopsinya.

“Ini adalah teknologi inklusif, tetapi tanpa pengawasan dan kerangka kepatuhan, keserakahan manusia mengambil alih, [menyebabkan kehancuran tahun lalu],” kata Li.

Konferensi consumer tech adalah salah satu dari konferensi BEYOND Expo yang diselenggarakan selama tiga hari di Macau, pada tanggal 10 Mei-12 Mei 2023.

Disclosure: DailySocial.id merupakan media partner dari BEYOND Expo 2023

Alibaba memperkenalkan Zreal Studio, produk dari unit divisi Digital and Media Entertainment Group untuk permudah industri hiburan digital

Inovasi Alibaba Menjawab Potensi AI Generatif

AI generatif merupakan salah satu jenis teknologi kecerdasan buatan yang dapat menghasilkan berbagai jenis konten antara lain teks, citra, audio, dan data sintetik. Tren AI generatif kini semakin terdorong karena didorong oleh ramahnya tampilan UI/UX sehingga memudahkan pengguna baru untuk membuat teks, grafik, dan video berkualitas tinggi dalam hitungan detik.

AI generatif sangat menjanjikan dalam segala hal, terutama dalam digital marketing karena perusahaan dapat dengan mudah menciptakan konten marketing yang baru dan unik. Dalam proses analisis data, algoritma pada AI generatif akan melatih diri mereka untuk menghasilkan konten yang lebih akurat dan sesuai dengan data konsumen yang dimiliki perusahaan.

Itu baru bicara satu pekerjaan yang terbantu, masih banyak potensi menjanjikan lainnya untuk pekerjaan lainnya. Topik ini menjadi salah satu yang diangkat oleh Joe Tsai, Executive Vice Chairman Alibaba Group, dalam paparannya di hari pertama BEYOND EXPO 2023 yang digelar pada hari ini (10/5).

Menurutnya, sejak ChatGPT mempopulerkan AI generatif pada tahun lalu, membuka mata pada dunia bahwa ini akan mengubah cara industri kreatif membuat konten dan memainkan faktor penting ke depannya. “Salah satu industri yang berubah karena inovasi ini adalah hiburan digital,” kata Tsai.

Inovasi dari Alibaba untuk permudah industri hiburan digital dapat lebih efisien dengan menghasilkan konten terbaik adalah menghadirkan Zreal Studio. Produk ini berada di bawah unit divisi Digital and Media Entertainment Group. Belum banyak informasi yang bisa didapatkan terkait ini di internet.

Tsai bilang, teknologi yang dibangun Zreal Studio ini mampu membuat digital artist dengan karakter sesuai keinginan (Artificial Intelligence Generated Content/AIGC). Ia mendemonstrasikan iklan yang menampilkan artis buatan bernama Leah.

“Dengan digitalisasi, kita dapat menyatukan olahraga yang sangat Amerika, seperti baseball, dengan seseorang [aktris AI Leah] yang dibuat dalam citra aktris Tiongkok. Kemudian kita dapat menggabungkan keduanya menjadi semacam adegan Tiongkok-Amerika dalam mempromosikan bisbol Liga Utama.”

Tak hanya itu, dia juga menunjukkan bagaimana layar LED canggih dapat secara signifikan memangkas ruang yang dibutuhkan untuk syuting film dan menyederhanakan logistik pengoperasiannya. Biasanya secara tradisional sebuah studio film untuk membuat hal yang serupa rata-rata butuh waktu satu bulan. Akan tetapi dengan AI generatif waktunya dipangkas hingga tiga minggu menjadi satu minggu saja. “Karena digitalisasi gambar bisa lebih cepat dan bisa menjadi aset digital buat perusahaan.”

Ia melanjutkan, “dengan panel LED, kami dapat membuat studio dengan ruang yang sangat kecil. Kami memiliki studio di Beijing seluas sekitar 2.000 meter persegi yang dapat menangani semuanya. Kami memiliki ratusan ribu adegan yang Anda buat sebelumnya dan tampilkan di layar. Itu membuat syuting film menjadi sangat mudah, jadi Anda tidak perlu pergi ke berbagai lokasi film.”

Dilanjutkan dengan diskusi panel, selain Tsai, bergabung pula Jin Liqun (President dan Chairman, Asian Infrastructure Investment Bank), Andrew Sheng (Chief Consultant with China Banking & Insurance Regulatory Commission), dan Kishore Mahbubani (mantan Presiden Dewan Keamanan PBB).

Topik AI generatif kembali dibahas dalam diskusi dengan tema besar “What’s Next” tersebut. Dari sekian banyak kekhawatiran dari kehadiran AI dan produk turunannya karena secara filosofis dapat memisahkan manusia dengan ikatan fisik sebagai makhluk sosial. Tak heran, wacara berbagai pekerjaan dapat terganti oleh robot belakangan semakin kencang.

Tsai justru berpendapat ia tidak sepenuhnya sepakat dengan kekhawatiran tersebut. Mau bagaimanapun peran manusia dalam kehidupan nyata itu tidak tergantikan. Otak manusia lebih unggul dari robot karena memiliki miliaran neuron yang bisa berkomunikasi dengan triliunan koneksi.

“Jangan pernah lupa bahwa kita benar-benar perlu berbicara satu sama lain secara fisik. Intinya, apa yang kita lihat hari ini adalah perceraian, di mana Anda saling mengirim email. Mungkin Anda menggunakan cara pertama yang lebih baik untuk menjelaskan mengapa Anda tidak setuju.”

Ia melanjutkan, “Tetapi implikasi fisiknya sangat besar. Kita bisa memecahkan banyak hal melalui imajinasi. Tetapi jika kita tidak berhati-hati, imajinasi yang terdistorsi dapat benar-benar menyebabkan dunia nyata berada dalam ketidakseimbangan yang serius.”

Kompetitor ChatGPT

Pada bulan lalu, Alibaba meluncurkan produk sejenis ChatGPT yang disebut Tongyi Qianwen, menyusul perusahaan teknologi raksasa lainnya yang juga memperkenalkan chatbot AI generatif buatan mereka sendiri.

Mengutip dari BBC, Tongyi Qianwen secara kasar diterjemahkan sebagai “mencari jawaban dengan mengajukan seribu pertanyaan”. Belum ada versi Bahasa Inggris dari produk tersebut.

“Kami berada pada momen penentuan teknologi yang didorong oleh AI generatif dan komputasi awan,” kata Chairman dan Chief Executive Alibaba Daniel Zhang.

Disebutkan, Tongyi Qianwen mampu bekerja dalam bahasa Inggris dan Tiongkok, rencana awalnya akan ditambahkan ke DingTalk, aplikasi messaging milik Alibaba. Tongyi Qianwen dapat melakukan sejumlah tugas, termasuk mengubah percakapan dalam rapat menjadi catatan tertulis, menulis email dan menyusun proposal bisnis. Integrasi berikutnya akan disematkan ke dalam Tmall Genie, yang mirip dengan asisten suara Alexa dari Amazon.

Pada awal tahun ini, Alibaba DAMO Academy (DAMO) memaparkan prakiraan tahunannya tentang tren teknologi terkemuka yang dapat membentuk banyak industri di tahun-tahun mendatang. Di antara tren teknologi terkemuka, AI generatif telah memperoleh daya tarik yang cukup besar.

Diharapkan inovasi ini membuat langkah lebih lanjut dengan aplikasinya yang terus berkembang untuk mengubah cara konten digital diproduksi. Dibantu oleh kemajuan teknologi di masa depan dan pengurangan biaya, AI generatif akan menjadi teknologi inklusif yang secara signifikan dapat meningkatkan variasi, kreativitas, dan efisiensi pembuatan konten, menurut DAMO.

“Dalam tiga tahun ke depan, kita akan melihat model bisnis muncul dan ekosistem menjadi matang karena AI Generatif dipasarkan secara luas. Model AI generatif akan lebih interaktif, aman, dan cerdas, membantu manusia menyelesaikan berbagai pekerjaan kreatif,” tulis laporan tersebut.

*) DailySocial.id merupakan media partner dari BEYOND EXPO 2023

asiastar alibaba

AsiaStar 10×10 Jadi Cara Alibaba Cloud Soroti Startup Indonesia ke Kancah Global

Asia Tenggara dikenal sebagai kawasan yang tersohor akan potensi pertumbuhan ekonomi serta populasi masyarakatnya yang didominasi oleh golongan usia produktif. Kondisi tersebut tentu menarik bagi kalangan investor maupun pekerja luar negeri. Dari kondisi itu pula lah yang akhirnya mendorong inisiatif Project AsiaForward Alibaba Cloud yang bekerjasama dengan berbagai mitra perusahaan teknologi terkemuka yang akan menyelenggarakan perhelatan AsiaStar 10×10.

Mitra terkemuka dari proyek inisiatif tersebut di antaranya adalah; Thomas Tsao (Founding Partner dari Gobi Partners), Dzuleira Abu Bakar (CEO dari MRANTI Corp), Mohan Belani (CEO dan Co-Founder dari e27), dan masih banyak lagi. Bersama-sama, para praktisi  ini akan mengenali, mengakui, dan mengapresiasi prestasi dari beragam perusahaan rintisan di bidang teknologi yang beroperasi di Asia Tenggara.

AsiaStar 10×10 akan berfokus pada eksibisi 100 perusahaan, komunitas, dan proyek yang beroperasi dalam sepuluh kategori di seluruh kawasan Asia Tenggara. Dengan program ini, Alibaba Cloud bermaksud untuk merayakan inovasi teknologi masyarakat luas bersama dengan investor termasyhur, lembaga pemerintah, dan beberapa media terkemuka. Berikut ini adalah sepuluh kategori dalam AsiaStar 10×10 yang perlu Anda ketahui:

Trailblazers (perintis)

Kategori ini berisi perusahaan pra-IPO atau proyek dengan pendanaan Seri B yang telah memberikan peranan yang krusial dalam mendorong inovasi teknologi di kawasan operasi bisnis mereka. Perusahaan-perusahaan dianggap telah memiliki daya kompetitif yang tinggi dan berhasil memukau investor global, serta membuka jalan pengaruh yang positif terhadap ekosistem startup pada umumnya yang didorong oleh cakupan produk yang luas, serta kinerja dan fundamental bisnis yang baik.

Gamechangers

Sesuai namanya, perusahaan dengan kategori gamechanger merupakan perusahaan rintisan yang dianggap mampu mengubah situasi pasar dengan rekor-rekor dan performa bisnis yang cemerlang, seiring dengan berkembangnya kancah teknologi Asia Tenggara.

Growth

Kategori ini mencakup startup tahap awal yang menjanjikan dan telah mengembangkan produk yang solutif, unik, dan inovatif. Perusahaan pada kategori ini telah mengumpulkan dana hingga Seri B. Startup dalam kategori ini juga diketahui mampu membawa perubahan yang esensial di pasar tempat mereka beroperasi.

Enabler

Kategori Enabler mencakup pada perusahaan SaaS –perusahaan yang menyediakan layanan jasa berbasis software– yang menyediakan dukungan krusial untuk perusahaan dari setiap lini bisnis. Perusahaan ini menjadi dasar dari proses digitalisasi bisnis konvensional atau perusahaan lainnya. Startup yang berada dalam kategori ini telah menjadi langkah penting dalam memodernisasi ekonomi kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan.

Explorer

Perusahaan yang berada pada kategori ini adalah perusahaan rintisan Tiongkok yang telah berhasil menjelajah ke kawasan Asia Tenggara dan membangun kehadiran yang kuat. Asia Tenggara adalah rumah bagi pasar luar negeri yang penting bagi perusahaan teknologi yang berbasis di China. Perusahaan Explorer ini dinilai telah berhasil mengatasi perbedaan budaya, aturan perundang-undangan, serta tantangan dari segi lokalisasi yang biasanya membutuhkan pemikiran adaptif dan orientasi pada masa depan.

Open Source

Startup open source umumnya merupakan perusahaan yang berfokus pada percepatan digitalisasi, dengan memberikan dukungan teknologi terhadap berbagai entitas lain. Startup yang berada di klaster ini juga umumnya menekankan transparansi, skalabilitas, dan kemudahan penggunaan. Proyek-proyek Open Source juga dianggap mampu mempercepat laju kemajuan teknologi di kawasan Asia Tenggara.

Frontiers

Frontier adalah kategori yang memayungi perusahaan startup yang menawarkan produk sangat teknis. Perusahaan yang masuk pada kategori ini di antaranya adalah perusahaan quantum computing, perusahaan dengan inovasi biotek dan medis, teknologi luar angkasa, serta solusi canggih lainnya. Perusahaan Frontiers dinilai dapat menimbulkan disrupsi yang mendasar dan dapat mengganggu stabilitas bisnis di masa saat ini, bahkan apabila visi mereka tampak tidak masuk akal.

Impact

Perusahaan pada kategori ini umumnya telah membawa kemajuan tingkat mendasar dan signifikan di tempat mereka beroperasi. Perusahaan-perusahaan biasanya akan lebih memiliki visi dan misi serta tujuan sosial sebagai fondasi mereka. Tak tertutup juga, perusahaan-perusahaan ini juga telah berhasil mengenalkan produk dan solusi mereka ke pasar yang baru untuk peningkatan taraf dan kualitas hidup komunitas.

Investor

Biasanya Investor adalah tulang punggung pertumbuhan untuk setiap bisnis yang ingin berkembang. Namun tentu saja, hanya investor yang telah memberikan impact jangka panjang yang akan dimasukkan dalam kategori ini, dengan mempertimbangkan kepada aset yang telah dikelola, ukuran portofolio, jumlah exits, serta keseluruhan value creation untuk startup di kawasan regional.

Launchpads

Mencakup pada institusi pendidikan dan pengembangan yang menyediakan ekosistem yang aman dan nyaman untuk mengembangkan startup di masa mendatang. Kategori ini memberikan kesempatan kepada wirausahawan baru untuk mengasah ide dan business acumen mereka sebelum mereka melangkah secara mandiri.

Tertarik ingin bergabung di AsiaStar 10×10? Perlu Anda ketahui, dari 10 kategori di atas, hanya perusahaan dan entitas pada kategori Growth, Enablers, Open Source, Frontiers, dan Impact yang dapat mendaftar secara terbuka bagi siapa saja pada perhelatan AsiaStar 10×10. Perlu diingat, hanya pelamar yang telah memberikan dampak berarti di kancah teknologi Asia Tenggara antara Juli 2021 dan Juni 2022 yang akan dipilih.

Setiap pendaftaran nantinya akan dievaluasi oleh perwakilan lembaga pemerintah, investor, dan media untuk memastikan semua proses dilaksanakan secara transparan dan adil. Untuk mempelajari lebih lanjut mengenai AsiaStar 10×10, Anda dapat mengunjungi laman resmi asiastar10x10.kr-asia.com. Silakan kunjungi juga tautan ini untuk mengirimkan pengajuan atau nominasi untuk kategori 100 perusahaan yang akan dipertontonkan pada publik.

DailySocial.id adalah mitra media program Alibaba Cloud 10×10 yang merupakan bagian dari inisiatif Project AsiaForward Alibaba Cloud.

Dukung Akselerasi Transformasi Digital, Alibaba Cloud Komitmen Fokus pada Pengembangkan Talenta dan Program Kemitraan Lokal di Indonesia

Dukung Akselerasi Transformasi Digital, Alibaba Cloud Komitmen Fokus pada Pengembangkan Talenta dan Program Kemitraan Lokal di Indonesia

Perusahaan penyedia layanan komputasi awan terkemuka besutan Jack Ma, Alibaba Cloud, berkomitmen untuk lebih banyak berinvestasi dalam hal sumber daya manusia di Indonesia pada tahun 2022 ini. Rencananya, Alibaba Cloud menargetkan untuk memberikan pelatihan digital kepada lebih dari 50.000 talenta Indonesia melalui program “Pelatihan Talenta Digital.” 

Berkolaborasi dengan 11 universitas di Indonesia, Alibaba Cloud berjanji untuk melatih talenta Indonesia dengan set keahlian digital di beberapa bidang seperti komputasi awan, analisis data, dan machine learning.

Tak hanya itu, nantinya, program ini juga memberikan lebih banyak dukungan kepada startup lokal dan developer, memperluas kerja sama dengan ekosistem lokal, serta menawarkan lebih banyak solusi industri yang lebih canggih guna mendukung percepatan transformasi digital di negara ini. 

Hal ini sejalan dengan komitmen Alibaba Cloud untuk selalu memberikan dukungan kepada komunitas startup yang berkembang cepat. Faktor ini ditunjukkan juga oleh Alibaba Cloud dengan menyelenggarakan serangkaian acara, seperti StartupFest, sebuah ajang berskala besar di mana para Startup melakukan pitch untuk memperoleh cloud resource gratis senilai hingga USD 60.000, dan berkesempatan mendapatkan akses untuk mengikuti investasi global. 

Tahun ini juga Alibaba Cloud akan melanjutkan acara host Re-cloud Challenges di komunitas developer, menawarkan alat pengembangan low-code beserta kupon dan dana tunai guna membantu para developer menciptakan solusi bersama di platform Alibaba Cloud. 

Sebagai tulang punggung teknologi digital dan inteligensi Alibaba Group, Alibaba Cloud terus melakukan perluasan kerja sama ekosistemnya melalui berbagai perusahaan teknologi dan jaringan (channel). 

Alibaba Cloud beragenda meningkatkan program kerja sama ini dengan memasukan 200 mitra dari berbagai sektor, mulai dari ritel, keuangan, logistik, hingga gaming pada akhir tahun 2022, menyediakan solusi industrial yang dapat disesuaikan serta konsultasi mengenai transformasi digital untuk para pelaku bisnis guna melayani berbagai permintaan perpindahan ke digital.

Senada dengan ini, General Manager Alibaba Cloud Indonesia, Leon Chen mengatakan, ”Dengan adanya tiga data center dan satu pusat scrubbing di Indonesia, kami telah tumbuh dengan kuat dan telah memperluas basis pelanggan kami di 10 sektor pada tahun lalu. Kedepannya, kami bertekad untuk menyediakan lebih banyak sumber daya manusia lokal melalui inisiatif yang kami jalankan, seperti memberikan pelatihan talenta digital, memberikan dukungan kepada komunitas startup dan developer, memberikan solusi bersama dengan para mitra, dan memperkenalkan teknologi terdepan kepada pasar Indonesia,” terangnya dalam siaran pers yang DailySocial.id terima.

Perusahaan yang didirikan sejak tahun 2009 ini telah menjelma menjadi mitra terpercaya startup lokal untuk menjalankan bisnis digital dan menangkap berbagai kesempatan untuk pertumbuhan bisnis. Seperti dua anggota Unicorn baru yang muncul tahun lalu, Xendit dan Kopi Kenangan, yang mempercayakan Alibaba Cloud untuk membangun infrastruktur operasional digitalnya.

Sebagai perusahaan teknologi keuangan, Xendit mengandalkan jasa Alibaba Cloud untuk sistem komputasi, kontainer, database, serta Key Management Service (KMS) guna mengenkripsi dan melindungi aset data yang sensitif.

Theo Mitsutama, Senior Engineering Manager Xendit mengatakan, “Seiring dengan pesatnya peningkatan pengguna yang dialami Xendit setiap tahunnya, kami mencari mitra cloud yang dapat dipercaya untuk memberikan solusi komprehensif yang berisi inovasi berkelanjutan, kelincahan, dan keandalan. Kami merasa sangat terhormat dapat bermitra dengan Alibaba Cloud.”

Tak mau ketinggalan juga, startup lain seperti Speedwork dan Teman Bumil turut serta bekerja sama dengan Alibaba Cloud untuk membantu mempermudah menghidupkan inovasi dan kreasi digital.

Speedwork selaku penyedia solusi perawatan mobil, dapat mengembangkan bisnisnya dengan cepat di seluruh negeri dengan pengalaman omnichannel O2O yang mulus. Speedwork memanfaatkan infrastruktur Alibaba Cloud seperti jaringan dan database untuk membangun fondasi teknologi yang kuat untuk bisnis perdagangan digitalnya yang berkembang pesat.

“Dengan memanfaatkan infrastruktur teknologi Alibaba Cloud yang tangguh dan aman, kami dapat memanfaatkan kekuatan komputasi awan untuk mendorong pertumbuhan bisnis kami yang kuat dan memberikan layanan tanpa batas kepada pelanggan kami. Kami berharap dapat bekerja sama dengan Alibaba Cloud di masa depan untuk lebih banyak inovasi dan kreasi digital, ” kata Foeryanto Jawoto, CEO Speedwork.

Sama dengan para perusahaan di atas, Teman Bumil sebagai aplikasi parenting yang menyediakan informasi dan layanan edukatif untuk membantu jutaan ibu milenial juga bekerja sama dengan Alibaba Cloud untuk penyediaan layanan cloud yang meliputi containerization, security, dan storage.

“Aplikasi Teman Bumil berusaha untuk mendukung para ibu, selama masa kehamilan dan masa mengasuh anak, melalui kerjasama dengan para mitra yang memiliki pikiran yang sama. Kami senang telah mencapai kesuksesan bersama dengan Alibaba Cloud, dan kami berharap bisa memberikan manfaat yang lebih besar kepada para ibu dengan menggunakan infrastruktur cloud yang revolusioner dari Alibaba Cloud,” kata Evi Kristianti – Head of Patient Pillar PT GUE (Global Urban Esensial)

Alasan Di Balik Strategi Investasi Agresif Tencent

Sekarang, Tencent merupakan publisher game terbesar di dunia. Sejauh ini, strategi Tencent untuk mengembangkan bisnis game mereka adalah dengan mengakuisisi atau membeli saham dari berbagai perusahaan game. Sepanjang 2021, Tencent masih menggunakan strategi yang sama untuk membangun bisnis game mereka.

Bulan Desember 2021, Tencent mengakuisisi Turtle Rock, developer dari Left 4 Dead. Pada Juli 2021, Tencent mengeluarkan US$1,27 miliar untuk membeli developer asal Inggris, Sumo. Di era sebelum 2020, strategi Tencent dalam mengakuisisi atau menanamkan investasi di perusahaan-perusahaan game terbilang konservatif. Mereka hanya tertarik dengan perusahaan-perusahaan yang telah meluncurkan game sukses. Contohnya, Riot Games, yang membuat League of Legends.

Namun, pada 2020, Tencent mulai mengubah strategi mereka. Pada 2021, mereka bahkan sangat aktif dalam melakukan akuisisi atau membeli saham dari perusahaan-perusahaan game. Menurut Niko Partners, rata-rata, Tencent melakukan 2,5 transaksi bisnis per hari, mulai dari pembelian saham sampai akusisi. Per 10 Mei 2021, Tencent telah menandatangani 51 transaksi bisnis, jauh lebih banyak dari total transaksi bisnis yang mereka lakukan pada 2020 — yang hanya mencapai 31 transaksi sepanjang tahun.

Walau Tencent menjadi lebih agresif dalam mengakuisisi atau membeli saham perusahaan-perusahaan game, mereka tidak mencoba untuk melakukan rebranding pada perusahaan yang sudah mereka akuisisi atau modali. Sebaliknya, Tencent biasanya membiarkan perusahaan-perusahaan itu beroperasi secara mandiri.

Tencent kini masih menjadi publisher game nomor satu. | Sumber: Niko Partners

Melihat sikap Tencent yang menjadi lebih agresif dalam mengakuisisi atau membeli perusahaan gameNiko Partners mencoba untuk menjelaskan tiga alasan di balik perubahan strategi tersebut.

1. Ancaman dari Alibaba dan ByteDance

Salah satu alasan mengapa Tencent menjadi lebih agresif dalam melakukan investasi dan akuisisi di industri game sepanjang 2021 adalah karena mereka menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan dua raksasa teknologi Tiongkok lain: Alibaba dan ByteDance, perusahaan induk TikTok.

Memang, pada awal 2020, ByteDance dikabarkan berencana untuk membuat divisi gaming. Tak hanya itu, sekarang, mereka juga mempekerjakan hampir 3 ribu orang untuk membuat game sendiri. Sejauh ini, mereka telah sukses dengan Ragnarok X: Next Generation di Hong Kong dan Taipei, serta One Piece: The Voyage di Tiongkok. Tak berhenti sampai di situ, pada Maret 2021, ByteDance mengakuisisi Moonton, developer dari Mobile Legends.

ByteDance beli Moonton di tahun 2021. | Sumber: IGN

Sementara itu, pada September 2019, Alibaba meluncurkan Three Kingdoms: Tactics, game yang didasarkan intellectual property (IP) Koei Techmo. Berkat game tersebut, Alibaba sukses menjadi publisher mobile game terbesar ke-4 di Tiongkok pada 2020. Di tahun yang sama, mereka memutuskan untuk memindahkan divisi gaming mereka dari segmen “inisiatif inovasi” — berisi bisnis-bisnis kecil yang bersifat eksperimental — ke segmen “hiburan dan media digital”. Alasannya adalah karena mereka menganggap, bisnis game mereka sudah berkembang cukup besar.

 2. Munculnya Game-Game Populer dari Developer Menengah

Tencent tidak hanya menghadapi persaingan dari perusahaan raksasa seperti Alibaba dan ByteDance, tapi juga dari perusahaan-perusahaan game skala menengah, seperti miHoYo, Lilith Games, dan QingCi Digital. Dari tiga perusahaan itu, Tencent hanya memiliki saham di QingCi Digital. Dan nilai saham yang mereka miliki hanyalah 3,33%, yang mereka beli seharga RMB101 juta (sekitar Rp225, 6 miliar). Padahal, ketiga perusahaan itu telah mengeluarkan game-game sukses.

Developer miHoYo berhasil meraih sukses di kancah global dengan Genshin Impact. Game itu hanya membutuhkan waktu 12 hari untuk mendapatkan US$100 juta, yang merupakan total biaya produksi dari game tersebut. Tak hanya itu, pada Maret 2021, 5 bulan sejak Genshin Impact diluncurkan, game itu telah berhasil menjadi mobile game dengan pemasukan terbesar ke-3 di dunia. Dan menurut Niko Partners, total pemasukan dari Genshin Impact di semua platform telah menembus US$1,5 miliar.

Rise Kingdoms berhasil mengalahkan game Tencent dengan genre yang serupa.

Sementara itu, Lilith Games meluncurkan AFK Arena dan Rise of Kingdoms di Tiongkok pada tahun lalu. AFK Arena adalah turn-based RPG sementara Rise of Kingdoms merupakan real-time multiplayer 4x strategy game. Menariknya, pada tahun lalu, Tencent sebenarnya juga meluncurkan game dengan genre yang sama seperti AFK Arena dan Rise of Kingdoms. Namun, game dari Tencent masih kalah populer dari kedua game buatan Lilith.

3. Keinginan untuk Kuasai Pasar Game International

Saat ini, Tiongkok memang masih menjadi pasar game paling besar. Sekitar 33% dari total pemasukan game PC dan mobile berasal dari Tiongkok. Meskipun begitu, Tencent juga tertarik untuk memasuki pasar game internasional. Sekarang, pasar game internasional hanya berkontribusi sebesar 21% dari total pemasukan Tencent. Mereka berencana untuk meningkatkan angka itu menjadi 50%.

Di pasar game internasional, sebagian besar dari pemasukan Tencent berasal dari IP yang lisensinya mereka beli, seperti PUBG Mobile dan Call of Duty Mobile. Dari segi platform, mobile masih memberikan kontribusi paling besar. Meskipun begitu, Tencent juga sadar, nilai pasar game PC dan konsol di luar Tiongkok bernilai US$70 miliar. Jadi, walau mobile jadi salah satu prioritas mereka, mereka juga tidak mengacuhkan pasar game PC atau konsol. Selain itu, mereka juga merasa, mereka masih bisa menumbuhkan bisnis game PC mereka di Tiongkok.

Di masa depan, Tencent juga berencana untuk mengembangkan game AAA yang bisa dimainkan di berbagai platform. Sementara mereka membuat game tersebut, mereka juga akan terus menanamkan investasi di perusahaan-perusahaan game yang memang sudah punya pengalaman dalam membuat game AAA.

Menilik Strategi Investasi Agresif Tencent

Per 10 Mei 2021, Tencent telah mengakuisisi atau menanamkan investasi di 51 perusahaan game. Dari semua perusahaan game itu, sebanyak 39 perusahaan berasal dari Tiongkok dan 12 sisanya berasal dari luar Tiongkok. Lima dari 12 perusahaan asing yang Tencent akuisisi atau berikan modal berasal dari Korea Selatan. Kesamaan lain dari lima perusahaan itu adalah mereka fokus untuk membuat game PC atau mobile. Tahun ini, Tencent sama sekali tidak melirik perusahaan Amerika Serikat. Kemungkinan, alasannya adalah karena masalah geopolitik. Bahkan saat ini, kepemilikan saham Tencent di Riot Games dan Epic Games menjadi perhatian dari Committee on Foreign Investments in the United States (CFIUS).

Hampir setengah dari 51 perusahaan game yang menarik perhatian Tencent punya pengalaman dalam membuat game konsol atau PC. Menariknya, banyak dari perusahaan tersebut yang bermarkas di Tiongkok. Seperti yang disebutkan oleh Niko Partners, keputusan Tencent untuk menanamkan investasi di perusahaan Tiongkok yang membuat game PC dan konsol adalah sesuatu yang baru. Pasalnya, di 2020, kebanyakan perusahaan game asal Tiongkok yang mendapatkan investasi atau diakuisisi oleh Tencent merupakan perusahaan yang membuat mobile game.

Pada 2021, Tencent justru menginvestasikan dana mereka ke perusahaan yang membuat game PC atau konsol, seperti Game Science yang membuat Black Myth: Wu Kong, Surgical Scalpels yang merupakan kreator dari Project Boundary, atau UltiZero Games yang membuat Lost Soul Aside. Tujuan Tencent menanamkan modal di perusahaan-perusahaan tersebut adalah karena mereka ingin memperkuat posisi mereka di pasar game PC lokal, yang diperkiran akan kembali tumbuh pada 2022.

Tak hanya di dalam negeri, Tencent juga tertarik untuk menanamkan saham atau mengakuisisi perusahaan game yang membuat game atau konsol di luar Tiongkok, seperti Fatshark, Bohemia Interactive, Dontnod Studios, dan Klei. Salah satu tujuan mereka adalah untuk membawa game-game dari perusahaan itu ke Tiongkok. Tujuan lainnya adalah karena mereka ingin bisa mendapatkan keahlian perusahaan-perusahan itu dalam membuat game PC dan konsol.

Tencent Mulai Perhatikan Gamers Perempuan

Pada 2021, Tencent juga berusaha untuk memperkaya portofolio akan perusahaan yang mereka akuisisi atau modali. Sekarang, mereka juga tertarik dengan perusahaan yang membuat game untuk gamers perempuan atau game dengan konten anime. Dalam satu tahun terakhir, mereka telah menanamkan modal di 14 perusahaan yang membuat game dengan gaya anime dan game untuk perempuan.

Sebelum ini, Tencent sebenarnya telah membuat game yang didasarkan pada anime, seperti Naruto dan Dragon Ball. Meskipun begitu, game anime Tencent tidak sesukses Genshin Impact dari miHoYo atau Onmyoji dari NetEase. Alasan mengapa Tencent tertarik dengan game bergaya anime atau game yang menargetkan gamers perempuan adalah karena pada akhir 2020, ada lebih dari 350 juta gamers perempuan dan 300 juta fans ACGN (Animation, Comic, Game, dan Novel) di Tiongkok.

Perubahan lain dalam strategi investasi Tencent adalah sekarang, mereka lebih bersedia untuk menanamkan modal ke perusahaan-perusahaan muda. Dalam dua tahun terakhir, mereka telah memberikan investasi pada enam perusahaan yang baru membuat sedikit produk atau bahkan belum mengeluarkan produk sama sekali. Tampaknya, alasan mengapa Tencent menjadi lebih proaktif dalam menanamkan investasi adalah karena ancaman dari developer game skala menengah seperti miHoYo dan Lilith Games.

Startup insurtech Fuse umumkan tambahan pendanaan Seri B (extended Series B) dari eWTP Technology and Investment Fund, CE Innovation Capital (CEIC), dan Saratoga Investama Sedaya

Startup Insurtech Fuse Terima Tambahan Pendanaan Seri B

Startup insurtech Fuse mengumumkan perolehan tambahan pendanaan seri B (extended series B) dari eWTP Technology and Investment Fund, CE Innovation Capital (CEIC), dan Saratoga Investama Sedaya. Tidak disebutkan nominal dana yang didapat.

Pengumuman ini disampaikan selang satu bulan setelah Fuse mengumumkan pendanaan seri B yang dipimpin oleh GGV Capital dengan keterlibatan investor sebelumnya. Di antaranya adalah East Ventures Growth, SMDV, Golden Gate Ventures, Heyokha Brothers, dan lainnya.

eWTP merupakan salah satu investment arm yang di-backup oleh Alibaba dengan dana kelolaan sebesar $600 juta. Fund tersebut menargetkan investasi startup di negara-negara berkembang, seperti India, Vietnam, dan Thailand. Fuse adalah portofolio pertama eWTP di Indonesia.

Dalam keterangan resmi, Partner & CFO eWTP Jiang Dawei mengatakan, Fuse memiliki proposisi nilai unik yang dapat memberdayakan kanal penjualan tradisional dengan menghubungkan berbagai perusahaan asuransi. Selama ini perusahaan asuransi tersebut tersebar dengan jaringan agennya dan menyediakan produk asuransi yang komprehensif bagi agen/broker.

“Fuse juga telah mendemonstrasikan kemampuan untuk memanfaatkan produk asuransi inovatif dan mutakhir dari negara lain untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang istimewa. Oleh karena itu, kami melihat Fuse sebagai pemain regional yang kuat di Asia Tenggara dalam waktu dekat,” kata Dawei, Kamis (16/9).

Partner CEIC Xiaolin Zheng menambahkan, Fuse memiliki keunggulan kompetitif di distribusi omnichannel dan inovasi teknologi. Mereka memosisikan diri dengan model “To Agent” yang telah meningkatkan efisiensi rantai pasok asuransi dalam bentuk digital.

“Kami percaya hal tersebut membuat Fuse berada di jalur yang tepat untuk meningkatkan skala bisnis di jangka panjang. Rendahnya penetrasi produk asuransi di Indonesia mengakibatkan prospek pertumbuhan yang menjanjikan dan peningkatan kebutuhan dari konsumen selama masa pandemi,” tutur dia.

CEO Fuse Andy Yeung mengatakan, pihaknya menyambut eWTP, CEIC, dan Saratoga sebagai investor karena mereka adalah pemimpin di sektor masing-masing. “Kami menantikan pengalaman-pengalaman berharga yang akan diperoleh dari mereka.”

Yeung mendirikan Fuse bersama Ivan Sunandar pada 2017, keduanya adalah veteran di industri asuransi. Diklaim, Fuse telah memiliki lebih dari 60 ribu mitra agen/broker dan bekerja sama dengan lebih dari 30 perusahaan asuransi memasarkan lebih dari 300 produk asuransi di dalam platform.

Total Pendapatan Premi Bruto (Gross Written Premium/GWP) yang telah diproses Fuse mencapai lebih dari $50 juta (Rp720 miliar) pada tahun lalu. Angka tersebut diklaim membuat Fuse menjadi perusahaan insurtech terbesar di Indonesia. Akan tetapi, potensi tersebut dapat tergali lebih dalam karena Fuse ingin menyelesaikan permasalahan kepercayaan di antara 97% orang Indonesia yang belum memiliki asuransi.

Fuse meluncurkan aplikasi Fuse Pro yang memungkinkan mitra agen/broker menutup polis secara instan dan mudah bagi konsumen.

Operasional Fuse tak hanya di Indonesia saja, tapi juga sudah melebar ke Vietnam dan Tiongkok dengan total 28 kantor cabang dan memiliki lebih dari 460 pegawai.

Kompetisi pasar

Startup insurtech memang sedang mendapat traksi yang tinggi selama pandemi. Pencapaian startup dari Indonesia kemudian direplikasi saat masuk ke pasar regional. Langkah tersebut juga dilakukan oleh pesaing Fuse, seperti PasarPolis dan Qoala.

PasarPolis yang juga sudah melebarkan sayapnya ke Thailand dan Vietnam. Startup ini mengklaim telah memroses lebih dari 300 juta polis pada akhir Agustus 2021. PasarPolis juga telah mengantongi pendanaan tambahan seri B pada awal tahun ini sebesar Rp70 miliar dari IFC.

Selain kedua pemain tersebut, ada Qoala yang juga telah mengantongi pendanaan seri A senilai Rp209 miliar yang dipimpin MDI Ventures melalui Centauri Fund. Startup ini juga sudah masuk ke Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Pada Maret 2020, Qoala mengklaim telah memroses lebih dari 2 juta polis per bulan, naik dari bulan yang sama di tahun sebelumnya sebanyak 7 ribu polis.

Menurut data yang diolah DSInnovate dalam “Insurtech Report 2021“, GWP yang telah dibukukan industri perasuransian di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020. Asuransi jiwa mendominasi angka dengan persentase 73,8%.

Kendati sempat terdampak pandemi di awal kemunculannya di Indonesia, namun sektor ini relatif bisa cepat pulih jika dilihat dari Gross Premium Income yang didapat. Dalam laporan di atas, ada beberapa faktor penting yang dapat mendorong adopsi asuransi.

Pertama, isi proses klaim yang harus memudahkan (48% responden). Kemudian yang kedua terkait brand penyedia layanan yang harus meyakinkan (39%). Lalu dilanjutkan biaya (37%) dan manfaat yang diberikan (11%).

Application Information Will Show Up Here

Cloud Computer Mini dan Robot Pengirim Barang Jadi Sorotan Rangkaian Teknologi Terbaru Alibaba Cloud

Untuk pertama kalinya dalam 12 tahun, Alibaba Cloud menggelar Apsara Conference sepenuhnya secara online. Tema yang diangkat tahun ini adalah “Melangkah Menuju Masa Depan Inteligensi Digital”, dan seperti di tahun-tahun sebelumnya, ada sederet teknologi baru seputar cloud computing dan AI yang diperkenalkan.

Salah satu yang layak mendapat sorotan adalah sebuah cloud computer mini yang sepintas kelihatan seperti sebuah hard disk eksternal. Bobotnya disebut tidak lebih dari 60 gram, akan tetapi ia menawarkan sumber daya komputasi cloud yang nyaris tidak terbatas. Semuanya cukup dengan menyambungkan perangkat ke monitor.

Sepintas premisnya mungkin terdengar seperti stick computer pada umumnya, tapi praktiknya tidak sesimpel itu mengingat perangkat ini didukung oleh cloud backend yang sangat mumpuni. Itulah mengapa Alibaba melihat potensi pengaplikasian perangkat ini di skenario-skenario profesional seperti rendering animasi, software development, maupun skenario lain yang biasanya membutuhkan PC berspesifikasi tinggi.

Untuk keperluan rendering animasi misalnya, cloud computer besutan Alibaba ini diklaim hanya perlu waktu sekitar 10 menit untuk me-render satu frame. Bandingkan dengan PC tradisional yang umumnya membutuhkan waktu hingga 90 menit untuk mengerjakan tugas yang sama.

Penggunaan cloud backend juga berarti pembaruan sistem dapat dilakukan secara online, menghemat sebagian besar biaya pembaruan dan perawatan PC tradisional yang relatif mahal dalam konteks perkantoran. Juga menarik adalah bagaimana perangkat ini akan ditawarkan dengan model biaya berlangganan, maupun membayar sesuai penggunaan. Selain untuk kalangan enterprise, Alibaba juga nantinya akan menyediakan cloud computer ini buat konsumen individu.

DAMO Academy Delivery Robot

Pada konferensi tahun lalu, Alibaba juga sempat menyinggung soal pemanfaatan AI untuk keperluan autonomous driving di sektor logistik. Teknologi tersebut dikerjakan oleh DAMO Academy, salah satu divisi Alibaba Group yang berfokus di bidang riset dan pengembangan. Tahun ini, DAMO sudah siap memperkenalkan evolusi teknologinya lebih lanjut.

Gambar di atas adalah robot pengirim barang yang sedang mereka garap. Robot ini dipercaya mampu membawa 50 paket sekaligus dan menempuh jarak hingga 100 kilometer sebelum baterainya perlu diisi ulang. Jadi kalau dihitung, rata-rata satu unit robot ini sanggup mengirimkan 500 paket dalam satu hari ke satu komunitas atau kampus yang menjadi tujuan.

Tujuan diciptakannya robot ini adalah untuk memenuhi permintaan yang meningkat terkait pengiriman paket jarak jauh secara cepat di Tiongkok. Kalau sekarang diperkirakan ada sekitar 200 juta paket yang dikirim setiap harinya, di tahun-tahun ke depan jumlahnya bisa meningkat sampai 1 miliar paket per hari, dan di situ tenaga robot semacam ini jelas akan sangat membantu.

Menariknya, robot ini tidak cuma mengandalkan GPS untuk bernavigasi. Teknologi positioning dan deep learning yang canggih juga ikut diterapkan supaya robot tetap bisa beroperasi di saat sinyal GPS-nya lemah atau bahkan tidak ada sinyal sekalipun. Dari perspektif sederhana, robot ini pada dasarnya mampu mengidentifikasi hambatan serta memprediksi arah pergerakan objek-objek yang ada di sekitarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Alibaba Cloud turut mengumumkan sejumlah produk cloud-native baru yang mereka siapkan buat konsumennya. Empat di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Cloud Lakehouse: generasi baru arsitektur big data yang sanggup menyuguhkan data berbasis nilai yang signifikan, serta inteligensi melalui komputasi lintas platform, intelligent cache, pemisahan data hot/cold, peningkatan kapasitas penyimpanan, serta akselerasi kinerja secara umum.
  • Sandboxed-Container 2.0: versi baru Sandboxed-Container ini memungkinkan pelanggan untuk menjalankan aplikasi di lingkungan sandboxed yang ringan dengan kecepatan lebih tinggi dan biaya sumber daya runtime yang lebih rendah.
  • PAI-DSW 2.0: versi anyar platform cloud-native machine learning interactive development ini telah dirombak agar lebih mudah digunakan oleh kalangan developer secara optimal, tentunya selagi menjaga kompatibilitas dengan plug-in dari komunitas, serta mendukung lingkungan multi-development seperti JupyterLab, WebIDE dan Terminal.
  • Lindorm: database cloud-native yang sudah digunakan di ekosistem Alibaba Group ini sekarang juga tersedia demi memberi manfaat yang lebih luas lagi bagi ekosistem Alibaba Cloud. Biaya penyimpanan yang terjangkau serta karakteristik pemrosesan yang fleksibel membuat Lindorm cocok digunakan dalam berbagai skenario seperti Artificial Intelligence of Things (AIoT), penilaian risiko, dan aplikasi.

Alibaba Cloud Indonesia’s Main Strategy to Build up Partnership and Local Talents

Alibaba Cloud has planted 21 data centers in various countries worldwide. Two of those located in Indonesia launched in 2018 and 2019. Alibaba Cloud Indonesia Country Manager Leon Chen said, the company is currently in the process of making its third data center in Indonesia, it is to launch in early 2021.

“We see great potential, and Indonesia alone is a strategic market for Alibaba Cloud. That is also the reason why Alibaba Cloud is the first global cloud provider to deliver data centers in Indonesia,” he said.

Partnership strategy

In addition to Alibaba Cloud, DailySocial reported several other large companies have planned investments for the development of local data centers. There are Microsoft to pour funds up to US$1 billion, Amazon with US$2.5 billion, and Google with an undisclosed value (they recently launched the cloud region).

While local providers play an important role in the market share – such as Biznet Gio, Telkom Sigma, and others. In addition to technology solutions, the two brands mentioned are affiliated with other companies engaged in telecommunications and digital.

In his business strategy narrative, Leon said his team has a synergy approach in terms of market penetration. They collaborate with local partners to deliver expertise and technology to strengthen local companies. Also, various training and certification programs to become a ‘talent pool’ strategy, in order to increase the availability of local experts.

“To date, Alibaba Cloud has partnered up with around 100 locals in our ecosystem […] Earlier this year, we also announced training programs initiated with universities, incubators, and training institutions in Indonesia.”

Believe in local talents

In the interview, Max Meiden Dasuki also participated as Alibaba Cloud’s Lead Solutions Architect. The man who graduated from Surabaya Technical College took a role as a consultant for customers from startups and corporations.

“We educate customers on cloud adoption. We work with local partners to provide customized solutions to improve the efficiency of their business operations and overcome their challenges more cost-effectively,” Max said.

Furthermore, he also mentioned an example. One of the customers has a need for a relational database management system solution, they find many challenges using traditional databases. After in-depth discussion and analysis, Max and the team usually provide technical advice, in that case maybe he would suggest implementing a cloud-native database like PolarDB.

“We help them to migrate from traditional databases to PolarDB. So they can manage databases without having to worry about performance since they can measure computing resources quickly and efficiently,” Max explained.

In addition, Max also said that 80% of Alibaba Cloud in Indonesia are local staff. While 20% are female.

Target in 2020

Alibaba Cloud Indonesia has planned to launch 200 training programs this year. Targeting 20 thousand participants, it is expected that 50% of them can continue to the certification stage. In addition, the company plans to recruit 5 thousand new employees globally by the end of the year, including its business units in Indonesia.

“We have achieved three-digit business growth for three years in a row […] supporting customers from various sectors, especially e-commerce, finance, media, education; for example Adira Finance, MNC, JNE, Kopi Kenangan, Investree, Akulaku, and others,” Leon said.

Along with the construction of its third data center, Alibaba Cloud is about to set up its first ‘data scrubbing center’ in Indonesia. The need for data intelligence services is a company consideration in the release of the system – in addition to complying with regulations that require the management of strategic data in local data centers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Leon Chen

Penguatan Mitra dan Talenta Lokal Jadi Strategi Utama Alibaba Cloud Indonesia

Alibaba Cloud saat ini memiliki 21 pusat data (data center) yang tersebar di berbagai negara di dunia. Dua di antaranya berada di Indonesia, diresmikan pada tahun 2018 dan 2019 yang lalu. Country Manager Alibaba Cloud Indonesia Leon Chen bahkan mengatakan, perusahaan saat ini sedang dalam proses pembuatan pusat data ketiganya di Indonesia, ditargetkan rampung awal tahun 2021.

“Kami melihat potensi yang besar di sini; dan Indonesia sendiri merupakan pasar strategis untuk Alibaba Cloud. Hal tersebut pula yang menjadi alasan mengapa Alibaba Cloud menjadi penyedia cloud global pertama yang menghadirkan data center di Indonesia,” ujarnya.

Strategi kemitraan

Tidak hanya Alibaba Cloud, DailySocial mencatat beberapa perusahaan besar lainnya sudah canangkan investasi untuk pengembangan pusat data lokal. Ada Microsoft yang akan gelontorkan dana hingga US$1 miliar, Amazon dengan US$2,5 miliar, dan Google dengan nominal yang tidak disebutkan pasti (belum lama ini mereka rilis cloud region).

Sementara penyedia lokal juga punya andil besar dalam menggarap pangsa pasar – sebut saja nama-nama seperti Biznet Gio, Telkom Sigma, dan lain-lain. Selain solusi teknologi, dua brand yang disebutkan tersebut terafiliasi dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang telekomunikasi dan digital.

Menceritakan strategi bisnisnya, Leon mengatakan, untuk penetrasi pasar pihaknya memiliki pendekatan sinergi. Mereka menjalin kerja sama dengan mitra lokal untuk membawa keahlian dan teknologi guna memperkuat perusahaan-perusahaan lokal. Selain itu, berbagai program pelatihan dan sertifikasi untuk menjadi strategi ‘talent pool’, guna meningkatkan ketersediaan tenaga ahli lokal.

“Saat ini, Alibaba Cloud memiliki sekitar 100 mitra lokal pada ekosistem kami […] Awal tahun ini, kami juga mengumumkan program-program pelatihan yang kami inisiasi bersama universitas, inkubator, dan institusi pelatihan di Indonesia.”

Mempercayakan talenta lokal

Dalam wawancara turut hadir Max Meiden Dasuki selaku Lead Solutions Architect Alibaba Cloud. Pria lulusan Sekolah Tinggi Teknik Surabaya tersebut berperan sebagai konsultan bagi para pelanggan dari kalangan startup dan korporasi.

“Kami mengedukasi pelanggan tentang bagaimana mengadopsi cloud. Kami bekerja bersama mitra lokal untuk menyediakan solusi khusus guna meningkatkan efisiensi operasi bisnis mereka dan mengatasi tantangan mereka dengan biaya yang lebih efektif,” ujar Max.

Lebih detail ia mencontohkan mengenai tugasnya. Misalnya salah satu pelanggan mempunyai kebutuhan solusi sistem manajemen basis data relasional, mereka menemukan banyak tantangan menggunakan basis data tradisional. Setelah diskusi dan analisis yang mendalam, Max dan tim biasanya memberikan saran teknis, dalam kasus tadi mungkin ia akan menyarankan penerapan cloud-native database seperti PolarDB.

“Kami membantu mereka untuk bermigrasi dari database tradisional ke PolarDB. Sehingga mereka dapat mengelola database tanpa perlu khawatir dengan kinerja mengingat mereka dapat mengukur sumber daya komputasi dengan cepat dan efisien,” terang Max.

Selain itu Max turut menyampaikan, tim Alibaba Cloud di Indonesia 80% adalah staf lokal. Sementara 20% merupakan staf perempuan.

Target tahun ini

Alibaba Cloud Indonesia telah berkomitmen mengadakan 200 pelatihan tahun ini. Menargetkan 20 ribu peserta, diharapkan 50%-nya bisa melanjutkan sampai ke tahap sertifikasi. Di samping itu, perusahaan merencanakan perekrutan 5 ribu pegawai baru secara global sampai akhir tahun, termasuk untuk unit bisnisnya di Indonesia.

“Kami telah mencapai tiga digit pertumbuhan bisnis selama tiga tahun berturut-turut […] mendukung pelanggan dari berbagai sektor, terutama e-commerce, keuangan, media, pendidikan; contohnya Adira Finance, MNC, JNE, Kopi Kenangan, Investree, Akulaku, dan lain-lain” kata Leon.

Bersamaan dengan pembangunan pusat data ketiganya, Alibaba Cloud juga tentang menyiapkan ‘data scrubbing center’ pertamanya di Indonesia. Kebutuhan akan layanan intelegensi data menjadi konsiderasi perusahaan dalam perilisan sistem tersebut – di samping agar comply dengan regulasi yang mengharuskan pengelolaan data-data strategis di pusat data lokal.