Tag Archives: Alibaba Group

Alibaba Dilaporkan Suntik Dana 5,2 Triliun Rupiah ke Lazada

Alibaba Group kembali menyuntik dana segar ke Lazada sebesar $353 juta atau sekitar 5,2 triliun Rupiah berdasarkan laporan VentureCap. DailySocial.id telah menghubungi pihak Lazada Indonesia untuk mengonfirmasi kabar ini, tetapi belum ada tanggapan.

Sejak didirikan pada 2012, Lazada Group tercatat telah mengumpulkan dana ratusan juta dolar dari berbagai investor, termasuk beberapa perusahaan teknologi terbesar di dunia. Lazada diakuisisi Alibaba senilai $1 miliar pada 2016. Pada 2017, perusahaan mengantongi $1,1 miliar pada putaran pendanaan yang dipimpin oleh Alibaba dan Temasek dengan total pendanaan yang telah dikumpulkan mencapai lebih dari $3 miliar.

Kemudian, Lazada kembali mengantongi dana segar sebesar $1 miliar dari Alibaba di 2018, menjadikan total investasi perusahaan Tiongkok ini di Lazada menjadi lebih dari $4 miliar. Pendanaan ini digunakan untuk mendukung pertumbuhan dan ekspansi Lazada di seluruh Asia Tenggara, dengan fokus  membangun jaringan logistik dan memperluas penawaran produknya.

Pada 2020, Lazada kembali mendapatkan pendanaan lagi sebesar $1,3 miliar dari sekelompok investor termasuk Alibaba, Temasek, dan investor institusional lainnya. Pendanaan ini digunakan untuk mendukung pertumbuhan dan ekspansi Lazada yang berkelanjutan, dengan fokus membangun kemampuan teknologi dan memperluas basis pelanggannya.

Seiring dengan semakin matangnya pasar e-commerce di Asia Tenggara, Lazada membutuhkan modal agar dapat bersaing secara sehat dengan pesaing lainnya yang semakin populer di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Perkuat posisi di e-commerce

Indonesia adalah pasar yang besar pemain e-commerce dengan populasi lebih dari 270 juta orang dan kelas menengah yang berkembang pesat. Menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Company, pasar e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai $82 miliar pada 2025, naik dari $13 miliar pada 2015.

Lazada Group telah mengalami pertumbuhan positif di Indonesia, salah satu pasar utama mereka. Sejak diluncurkan di Indonesia pada 2012, Lazada telah menjadi pemain terkemuka di industri e-commerce dengan penetrasi kuat di daerah perkotaan maupun pedesaan. Salah satu kunci sukses Lazada di Indonesia adalah kemampuannya menjangkau pelanggan di pedesaan.

Indonesia adalah pasar yang sangat terfragmentasi, dengan banyak konsumen yang tinggal di daerah terpencil dengan akses terbatas ke toko tradisional. Lazada tercatat telah mampu memasuki pasar ini dengan menawarkan berbagai macam produk dan menyediakan pengiriman yang andal, bahkan ke daerah yang paling terpencil sekalipun.

Pemain lain yang juga memiliki basis pelanggan besar di Indonesia adalah Shopee. Hingga saat ini, Shopee telah beroperasi di lebih dari 10 negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Shopee menawarkan rangkaian produk yang serupa dengan Lazada, tetapi dengan penekanan lebih besar pada social commerce dan mobile-first technology.

Persaingan antara Lazada dan Shopee diprediksi semakin meningkat sejalan dengan perkembangan pesat e-commerce Asia Tenggara. Kedua perusahaan terus berinvestasi di pemasaran, logistik, dan teknologi untuk tetap menjadi yang terdepan dalam persaingan, sekaligus berinovasi untuk menawarkan pengalaman berbelanja yang baru dan menarik bagi pelanggan mereka.

DANA mengumumkan telah menyelesaikan transaksi investasi terbaru dari Sinar Mas dan Lazada Group dengan nominal dirahasiakan

DANA Umumkan Investasi dari Sinar Mas dan Lazada Group, Dukung Jadi Platform Ekosistem Terbuka [UPDATED]

DANA mengumumkan telah menyelesaikan transaksi investasi terbaru dari Sinar Mas dan Lazada Group dengan nominal dirahasiakan. Perolehan dana tersebut akan digunakan untuk mempercepat misi perusahaan untuk menjadi platform ekosistem terbuka guna menopang pesatnya digitalisasi di Indonesia.

Berdasarkan keterbukaan di Bursa Efek Indonesia pada hari ini (11/8), PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA), unit usaha Grup Sinar Mas di bidang finansial, menyuntikkan dana sebesar $25 juta untuk DANA. Dikonfirmasi lebih jauh oleh manajemen DANA, terdapat tiga anak usaha di bawah Grup Sinar Mas yang berpartisipasi dalam putaran teranyar ini dengan total $250 juta (lebih dari 3,6 triliun Rupiah). Satu di antaranya dari SMMA. Adapun, suntikan dari Lazada tidak disebutkan angkanya.

“Total fund $250 juta dari tiga entitas di bawah Sinar Mas, salah satunya SMMA yang bernilai $25 juta,” ucap perwakilan DANA saat dihubungi DailySocial.id.

Setelah ronde pendanaan ini, menurut daftar CB Insights, DANA masuk ke jajaran startup unicorn dengan valuasi di atas $1 miliar. Dalam daftar tersebut, DANA masuk sebagai startup unicorn ke-9, menyusul perusahaan lokal lainnya seperti Traveloka, Kopi Kenangan, Xendit, OVO, dan Ajaib.

Saat dimintai konfirmasi lebih lanjut oleh DailySocial.id pada Kamis (18/8), Co-founder dan CEO DANA Indonesia Vince Iswara hanya menuturkan, “We don’t really comment on our valuation. Kita pingin put more focus on How strong indonesia tech companies are and confidence from very reputable investors are high!.”

Dalam keterangan resmi yang disampaikan pada Rabu (10/8), Vince Iswara menyampaikan rasa bangganya atas bergabungnya Sinar Mas dan Lazada Group sebagai pemegang saham DANA, bersama dengan pendukungnya terdahulu, yakni EMTEK Group dan Ant Group. Ia meyakini platform DANA akan memberikan banyak nilai strategis kepada investor.

“Dukungan yang diberikan semua pemegang saham tentu akan memperkuat DANA, seiring kami terus meningkatkan layanan keuangan digital yang DANA berikan kepada seluruh masyarakat Indonesia dan dalam mengakselerasi literasi dan inklusi keuangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Kami juga percaya investasi ini merupakan bagian dari pengembangan bisnis yang akan mempersiapkan DANA untuk fase pertumbuhan selanjutnya,” ucapnya.

Sebelumnya, investasi dari Sinar Mas dilakukan melalui PT Dian Swastika Sentosa Tbk (DSSA), yang masuk lewat anak usahanya PT DSST Dana Gemilang (DSST), sebesar Rp2,8 triliun pada Februari 2022. Langkah tersebut menjadikan DSST sebaagai salah satu pemegang saham mayoritas di DANA setelah PT Elang Andalan Nusantara, perusahaan patungan yang didirikan PT Kreatif Media Karya (KMK) dan Alibaba melalui API Investment Ltd.

Chairman DSSA Franky Oesman Widjaja menyampaikan, investasi dari pihaknya di Dana menandai dimulainya kolaborasi strategis yang berkelanjutan antara Sinar Mas dan DANA. “Kolaborasi antara DANA dan berbagai lini usaha Sinar Mas pada akhirnya akan mendorong akselerasi digital di Indonesia. Kami sangat menantikan kolaborasi dengan DANA untuk membawa dampak positif terhadap digitalisasi bisnis di Indonesia [..],” kata Franky.

CEO Lazada Group dan Lazada Indonesia James Dong menambahkan, dengan lanskap digital yang terus bertumbuh di Indonesia dan Asia Tenggara, maka peningkatan akses layanan keuangan dan penyediaan opsi pembayaran yang lebih luas unutk bisnis dan konsumen menjadi sebuah pengembangan yang sangat penting.

“Meskipun Lazada tetap berfokus pada e-commerce, kami melihat Lazada memegang peranan penting dalam membangun infrastruktur teknologi, logistik, dan infrastruktur pembayaran yang akan menguntungkan Asia Tenggara untuk jangka panjang. Investasi kami di DANA merupakan langkah strategis ke arah yang tepat,” ujar Dong.

Vince menyampaikan, pihaknya tetap aktif terlibat dan membuka peluang investasi, serta kemitraan bagi calon investor terpilih yang memiliki keyakinan terhadap visi dan misi DANA untuk mempercepat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.

Dalam mewujudkan ambisi menjadi platform ekosistem terbuka, DANA mengukuhkan diri untuk terlibat sebagai first mover pada Working Group Nasional Open API dalam rangka mengimplementasikan Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP).

Produk Open API Pembayaran DANA berhasil mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia pada akhir Juni 2022. Dalam working group tersebut, DANA bersama 14 first mover lainnya, terdiri dari perbankan, e-commerce, dan penyedia jasa pembayaran (PJP) lainnya.

Sebagai catatan, standarisasi melalui SNAP adalah bagian dari Blue Print Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang disusun oleh Bank Indonesia. Ini merupakan standar nasional untuk menyeragamkan bahasa, protokol, instruksi, dan lainnya yang memfasilitasi interkoneksi antar aplikasi, demi mendorong percepatan pelaku sistem pembayaran dalam melakukan kerja sama digital juga menekan biaya transaksi konsumen.

Kehadiran SNAP juga mampu mendorong integrasi, interkoneksi, dan interoperabilitas, sehingga meningkatkan efisiensi sekaligus interlinkage antara PJP bank dan PJP non-bank, maupun pelaku digital lainnya.

Pencapaian DANA

Langkah DANA untuk masuk ke platform ekosistem terbuka didukung oleh kondisi yang mana ada lebih dari 43% populasi unbanked di Indonesia. Oleh karenanya, pembayaran digital jadi gerbang utama untuk mendapatkan akses layanan keuangan.

Berdasarkan data Bank Indonesia, pembayaran digital telah telah melampaui transaksi kartu kredit dan debit sebagai alat pembayaran, khususnya dari sisi volume transaksi, dengan nilai mencapai lebih dari 16 miliar transaksi di 2021. Sementara dari nilai transaksi, pembayaran digital telah melampaui kartu kredit secara signifikan sebesar Rp786 triliun dalam kurun waktu yang sama.

“Kami berkomitmen untuk terus menjadi platform ekosistem terbuka dalam penyediaan solusi pembayaran dan layanan keuangan berbasis gaya hidup karena itu diperlukan untuk mencapai inklusi keuangan yang lebih masif.”

Vince pun meyakini melalui strategi yang terbuka tersebut, DANA ditargetkan dapat tumbuh lebih dari dua kali lipat untuk total volume pembayaran atau nilai transaksi bruto pada tahun ini.

Diklaim saat ini DANA memiliki lebih dari 115 juta pengguna dan memroses rata-rata lebih dari 10 juta transaksi harian. Aplikasi DANA itu sendiri, mengutip dari data.ai (sebelumnya bernama AppAnnie), menduduki peringkat pertama sebagai aplikasi di kategori Keuangan yang paling banyak diunduh di Indonesia pada 2021.

Teknologi DANA disebutkan memudahkan proses onboarding mandiri bagi para merchant dari berbagai skala bisnis, dalam waktu kurang dari satu jam. Mereka pun langsung dapat menerima berbagai jenis instrumen pembayaran, sama seperti merchant besar di Indonesia.

Di samping itu, DANA juga menawarkan merchant platform yang mudah digunakan dan kemampuan untuk menyelesaikan pembayaran secara real-time. Kini DANA telah diterima oleh lebih dari 18 juta merchant yang tergabung dalam jaringan QRIS nasional.

Persaingan platform pembayaran digital

Menurut Fintech Report 2021 yang diterbitkan oleh DSInnovate, platform fintech e-money (berbasis server) menjadi layanan yang paling diminati di Indonesia. Tak ayal, karena layanan tersebut memang saat ini menjadi infrastruktur pembayaran utama di berbagai aplikasi digital untuk konsumer. Di sisi lain, inovasi juga terus digencarkan, termasuk dengan merambah ke segmen offline merchant memanfaatkan kapabilitas QRIS.

Platform fintech paling populer di Indonesia / DSInnovate
Platform fintech paling populer di Indonesia / DSInnovate

Laporan tersebut juga mengungkap hasil survei kepada 1500 responden pengguna platform e-money, didapati DANA menempati peringkat ketiga dari sisi jumlah pengguna dan total awareness.

Platform e-money paling banyak digunakan di Indonesia / DSInnovate
Platform e-money paling banyak digunakan di Indonesia / DSInnovate
Application Information Will Show Up Here
*) Kami menambahkan angka investasi yang diberikan dari Grup Sinar Mas beserta konfirmasi resmi dari manajemen DANA
*) 18/8 Kami menambahkan status DANA mencapai unicorn berdasarkan CB Insights dan pernyataan dari Vince Iswara

10 Tren Teknologi Teratas di Tahun 2021 Menurut Alibaba DAMO Academy

2020 merupakan tahun yang sangat berat, dan sulit rasanya membayangkan bagaimana kita dapat melalui masa pandemi tanpa bantuan teknologi. Dari yang sepele seperti teknologi video conferencing untuk membantu kita menjalani rutinitas sehari-hari, sampai teknologi-teknologi yang dimanfaatkan oleh para ilmuwan guna mencari solusi yang paling efektif.

Di tahun 2021 ini, teknologi sudah pasti akan kembali banyak dilibatkan, dan harapan terbesarnya tentu adalah supaya peradaban kita bisa kembali berjalan normal. DAMO Academy, inisiatif riset global yang diprakarsai oleh Alibaba Group, baru saja memublikasikan prediksi mereka terkait tren terbaru yang berpotensi membentuk industri teknologi di tahun 2021. Berikut sorotannya.

1. Penggunaan bahan semikonduktor generasi ketiga, diwakili oleh GaN dan SiC, akan berkembang ke industri baru

Gallium nitride (GaN) dan silikon karbida (SiC) sebenarnya bukanlah barang baru, akan tetapi selama ini penggunaannya sangat terbatas akibat metode pemrosesannya yang kompleks serta biaya produksinya yang tinggi. Barulah di beberapa tahun terakhir, kita bisa melihat penerapan yang lebih luas – GaN untuk charger smartphone, SiC untuk inverter mobil – berkat terobosan dalam bidang pertumbuhan material dan fabrikasi perangkat yang berhasil membantu mengurangi ongkos produksinya.

Namun dalam lima tahun ke depan, pemanfaatan material semikonduktor generasi ketiga diperkirakan juga bakal merambah bidang baru, seperti misalnya stasiun pangkalan 5G, kendaraan yang menggunakan sumber energi baru, pembangkit listrik bertegangan sangat tinggi, dan pusat data.

2. Koreksi kesalahan kuantum dan utilitas praktis komputasi kuantum akan menjadi prioritas utama pada era “pasca-supremasi-kuantum”

2020 adalah tahun pertama yang berlalu setelah supremasi kuantum berhasil tercapai. Di tahun 2020, kita melihat investor di seluruh dunia yang berbondong-bondong beralih ke bidang komputasi kuantum. Lalu seiring dengan teknologi dan ekosistemnya yang berkembang pesat, banyak platform komputasi kuantum yang menjadi terkenal.

Di tahun 2021, tren ini diperkirakan bakal mendapat perhatian lebih dari seluruh lapisan masyarakat. Komputasi kuantum harus cukup bernilai agar bermanfaat. Misi di era “pasca-supremasi-kuantum” harus diselaraskan di seluruh industri: untuk mengatasi masalah ilmiah dan teknis yang kritis melalui inovasi kolaboratif; dan untuk membuka jalan bagi koreksi kesalahan kuantum dan utilitas praktis, dua tonggak penting dalam komputasi kuantum.

3. Terobosan pada bahan berbasis karbon akan mendorong perkembangan alat elektronik fleksibel

Dulu, komponen elektronik yang fleksibel tidak cukup lentur dan tidak mampu bersaing dengan komponen berbasis silikon yang kaku dalam hal karakteristik listrik, sehingga membatasi penggunaan komersialnya. Sekarang, komponen-komponen ini sudah bisa kita jumpai pada banyak perangkat wearable maupun layar yang fleksibel.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, terobosan dalam pengembangan bahan berbasis karbon telah memungkinkan komponen elektronik fleksibel untuk melampaui kemampuan generasi sebelumnya. Contohnya, tabung nano karbon sekarang telah digunakan untuk menghasilkan sirkuit terintegrasi berskala besar yang memberikan kinerja lebih baik daripada sirkuit berbasis silikon dengan ukuran yang sama. Graphene, bahan berbasis karbon yang cocok untuk alat elektronik fleksibel, juga sudah mulai diproduksi dalam skala besar.

4. Teknologi AI mempercepat R&D obat-obatan dan vaksin

Artificial intelligence (AI) sudah diadopsi secara luas untuk menginterpretasikan gambar medis dan mengelola rekam medis, akan tetapi penerapannya dalam pengembangan vaksin dan penelitian klinis obat masih dalam tahap uji coba. Namun di saat algoritma AI baru mulai bermunculan dan daya komputasi bisa mencapai tingkat yang baru, teknologi ini akan mempermudah penyelesaian R&D obat-obatan dan vaksin yang sebelumnya sangat memakan waktu sekaligus mahal.

Integrasi AI di bidang ini pada dasarnya bakal mengurangi pekerjaan yang berulang sekaligus meningkatkan efisiensi R&D. Lalu apa manfaatnya bagi masyarakat luas? Well, kita dapat menikmati perawatan medis dan obat-obatan yang lebih baik dengan lebih cepat.

5. Teknologi brain-computer interface (antarmuka otak-komputer) memungkinkan kita melampaui batas tubuh manusia

Teknologi antarmuka otak-komputer adalah pilar dan kekuatan pendorong rekayasa saraf, yang menganalisis bagaimana otak manusia bekerja pada dimensi yang lebih tinggi. Dari kacamata sederhana, antarmuka otak-komputer membentuk jalur komunikasi langsung antara otak dan perangkat eksternal yang dapat memperoleh, menganalisis, dan menerjemahkan sinyal otak untuk mengendalikan mesin.

Di masa depan, teknologi ini bakal membantu manusia mengendalikan tangan robot secara lebih baik, atau membantu mengatasi keterbatasan fisik para pasien yang sepenuhnya sadar tapi tidak bisa berbicara atau bergerak.

6. Pemrosesan data akan menjadi independen dan dapat berkembang secara mandiri

Perkembangan pesat cloud computing dan pertumbuhan data eksponensial memunculkan tantangan besar terkait pemrosesan tugas komputasi, pengendalian biaya penyimpanan, dan manajemen klaster selama pemrosesan data dilakukan dengan cara tradisional. Solusi yang lebih baik adalah optimasi otomatis sistem manajemen data berbasis AI.

Ke depannya, AI dan machine learning akan diadopsi di berbagai bidang, dan ini bakal meminimalkan biaya yang dibutuhkan untuk keperluan komputasi, pemrosesan, penyimpanan, optimasi, dan perawatan. Hasil akhirnya adalah ketersediaan sistem pengelolaan data yang otonom dan berkembang secara mandiri.

7. Teknologi cloud-native akan membentuk kembali sistem TI

Siklus pengembangan produk yang panjang dan efisiensi R&D yang rendah dalam pengembangan software tradisional sudah menjadi problem sejak lama. Di sinilah arsitektur cloud-native, yang hadir dengan distribusi beban kerja, skalabilitas dan fleksibilitas mencoba memberikan solusi, dengan tujuan agar perusahaan dapat memanfaatkan dan mengelola beragam hardware dan sumber daya cloud computing secara lebih efektif.

Manfaat yang ditawarkan teknologi cloud-native sejatinya terlalu banyak untuk disebutkan, tapi beberapa contohnya meliputi pemisahan banyak lapisan komponen infrastruktur seperti jaringan, server, dan sistem operasi, mengurangi biaya komputasi, meningkatkan efisiensi teknologi, memudahkan proses pengembangan aplikasi di cloud, serta memperluas cakupan aplikasi cloud.

8. Pertanian akan didukung oleh teknologi inteligensi data

Teknologi digital generasi baru, termasuk halnya Internet of Things (IoT), AI, dan cloud computing, saat ini tengah gencar diterapkan di industri pertanian, mulai dari proses produksi hingga ritel. Sensor generasi baru membantu mendapatkan data lahan pertanian secara real-time. Analitik big data dan AI mempercepat pemrosesan data pertanian dalam jumlah besar. Praktisi pertanian dapat memantau tanaman, menerapkan pembiakan yang presisi, dan mengalokasikan sumber daya lingkungan sesuai kebutuhan.

Di samping itu, teknologi seperti 5G dan blockchain turut dimanfaatkan untuk mengontrol sekaligus melacak aspek logistik dari produk pertanian, memastikan pengiriman yang aman dan dapat dipercaya. Singkat cerita, dengan adanya teknologi digital generasi baru ini, industri pertanian tidak harus sepenuhnya bergantung pada kondisi alam, dan akan terbantu banyak oleh analisis data yang cerdas.

9. Industri inteligensi data berkembang dari implementasi titik tunggal ke implementasi pada seluruh industri

Setelah masa pandemi COVID-19 di awal tahun 2020, ketahanan ekonomi digital berhasil menarik perhatian perusahaan-perusahaan besar, di mana teknologi digital berkembang dan menyebar dengan cepat, dan lebih banyak investasi disuntikkan ke dalam pembangunan infrastruktur baru. Beberapa faktor ini membantu membangun persepsi di mana kita bisa melihat lompatan inteligensi industri dari yang tadinya cuma digunakan oleh satu bagianm menjadi diterapkan di seluruh industri.

Inteligensi industri akan muncul di setiap celah dan membantu pengambilan keputusan yang tepat guna di industri. Hal ini akan memberikan dampak berskala besar, dan penerapannya bisa berlaku di rantai pasokan, produksi, manajemen aset, logistik, dan penjualan.

10. Intelligent operations centers (pusat operasi cerdas) akan menjadi suatu keharusan bagi kota-kota di masa depan

Inisiatif kota pintar (smart city) pertama kali diluncurkan satu dekade lalu dan telah memicu peningkatan signifikan dalam tata kelola kota melalui teknologi digital. Namun di tengah hantaman pandemi COVID-19, beberapa kota pintar pun harus menjumpai sejumlah tantangan. Dari situ pusat operasi cerdas mulai digunakan secara luas guna memaksimalkan penggunaan sumber daya data dan mempromosikan tata kelola dan layanan publik global yang mendetail sekaligus real-time.

Di saat Artificial Intelligence of Things (AIoT) telah matang dan diterapkan secara luas serta teknologi komputasi spasial makin ditingkatkan, pusat operasi pun akan menjadi kian cerdas. Lalu dengan mempertahankan konsep kota sebagai “digital twins”, pusat operasi cerdas menganggap setiap kota sebagai sebuah sistem terpadu dan mampu menyajikan layanan di seluruh kota. Singkatnya, pusat operasi cerdas akan menjadi infrastruktur digital kota di masa yang akan datang.

Gambar header: Depositphotos.com.

Ibrahimovic dan Alibaba Sponsori Ekspansi Challengermode

Perusahaan esports Challengermode yang bermarkas di Swedia baru-baru ini mengumumkan mendapatkan pendanaan dari Alibaba Group. Rencananya dana yang terkumpul akan dialokasikan unutk melancarkan ekspansi operasi mereka dari region Eropa hingga ke region Amerika utara.

Tidak hanya itu momentum yang didapatkan Challengermode dirasa tepat ketika jumlah active player secara global cenderung mengalami peningkatan yang signifikan semenjak pembatasan sosial diberlakukan sejak awal tahun 2020. Di waktu yang sama jumlah penonton yang mengonsumsi konten gaming dan esports juga tumbuh dengan tren yang positif.

Robel Efrem, selaku co-founder dan CEO dari Challengermode menyampaikan, “kami sangat bersemangat mendapatkan pendanaan baru ini bersama dengan dukungan dari sekumpulan investor yang kuat serta memiliki visi yang sama untuk esports.”

via: Challengermode
via: Challengermode

Adapun eWTP Capital adalah perusahaan yang bernaung di bawah Alibaba Group yang menjadi pemimpin dari seri pendanaan yang diberikan kepada Challengermode. Total pendanaan sebesar 12 juta Dolar Amerika berhasil terkumpul dari berbagai sumber seperti Telia Ventures, GP Bullhound,dan Back in Black Capital. Nama Zlatan Ibrahimovic, pemain sepak bola profesional yang juga berasal dari Swedia, turut mengambil bagian dalam seri pendanaan ini.

Beberapa tahun sebelum ini Zlatan Ibrahimovic juga sudah mempercayakan sejumlah dana kepada esports platform Challengermode di tahun 2017. Dengan potensi perkembangan esports di masa mendatang, tidak sedikit dari pesohor maupun atlet olahraga profesional mulai melirik untuk menanamkan uangnya di ranah esports.

Beberapa tahun ke belakang esports platform Challengermode sudah menjadi platform yang bisa diandalkna dalam pelaksanaan turnamen. Gelaran turnamen Dreamhack, organisasi esports Fnatic, dan FIFA sudah pernah menjalin kerja sama dengan Challengermode.

Image
via: Twitter ibra_official

Sejak didirikan di tahun 2014 Challenggermode sukses membangun ekosistem esports dari komunitas yang bersifat grassroot. Misi yang ingin dicapai oleh Challengermode sebenarnya terbilang sederhana yaitu, menjadi esports platform yang inklusif bagi semua player.

CY Chen selaku Managing Partner dari eWTP Capital menambahkan, “dengan senang hati kami menambahkan Challengermode ke dalam portfolio eWTP Capital. Posisi mereka sebagai perusahaan yang unggul dalam industri esports yang berkembang pesat membuatnya sangat cocok dengan kami.”

BAce Capital menjadikan India dan Indonesia sebagai fokus utama berinvestasi karena potensi pasar digital yang menjanjikan

Startup India dan Indonesia Jadi Fokus Penyaluran Dana BAce Capital

BAce Capital, perusahaan venture capital yang disokong Ant Financial, menargetkan bisa menyalurkan dana investasi untuk startup-startup India dan Asia Tenggara–khususnya Indonesia yang berorientasi pada konsumen dan bersifat mobile first.

BAce Capital sejauh ini sudah mengantongi komitmen modal senilai $100 juta (1,4 triliun Rupiah) dari Ant Financial dan juga investor individu dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India, dan Asia Tenggara. Perusahaan menargetkan bisa mengumpulkan hingga $150 juta (2,1 triliun Rupiah) untuk dana awal ini dengan Ant Financial menjadi limited partner terbesar.

Tim investasi BAce Capital sendiri terdiri dari mantan tiga eksekutif Alibaba dan Ant Financial, yakni mantan Managing Director Ant Financial India Benny Chen, mantan Senior Director India and Southeast Asia Strategic Investment Alibaba Group Kshitij Karundia, dan mantan CIO Lazada Indonesia dan Deputy Director Alibaba Group Mulyono.

Managing Partner BAce Capital Benny Chen menjelaskan, mereka menargetkan pendanaan untuk tahapan Seri A ke Seri B dengan peluang ticket size mulai dari $500.000 hingga $15 juta. India dan Indonesia akan menjadi area dengan fokus terbesar, mendapat alokasi 70-80% dari dana corpus.

Kepada DailySocial, Mulyono menjelaskan bahwa di Indonesia mereka akan fokus untuk startup mobile first dan consumer internet. Dua sektor ini dianggap masih memiliki peluang besar, baik di pasar India maupun Indonesia. Sementara untuk vertikal, BAce Capital akan bersifat industry agnostic dan akan lebih banyak fokus ke area yang dirasa cocok dengan use case mobile internet.

“Kami percaya bahwa sekarang level dari adoption and stickiness-nya internet indonesia masih sangat early stage. Masih sangat banyak potensi yang akan bisa dimaksimalkan. Kuncinya adalah bagaimana kita bisa menggunakan network effect dengan efisiensi paling tinggi  utk membuat nilai tambah ke customer,” jelas Mulyono.

Adalah rahasia umum bahwa Indonesia memiliki potensi besar di Asia Tenggara untuk urusan ekonomi digital atau yang berkaitan dengan aplikasi mobile dan internet. Dikutip dari DailySocial Startup Report 2018, pengguna internet di Indonesia diperkirakan sudah mencapai lebih dari 54% populasi, atau berada di angka 90 juta jiwa. Pertumbuhan internet economy di Indonesia pun diprediksi akan mencapai angka $100 miliar pada tahun 2025 atau sekitar 41% dari seluruh ekonomi digital Asia Tenggara.

Mengawali kiprah investasinya, BAce Capital telah memberikan investasi pertamanya untuk startup asal Bangalore, India, Healofy, yang merupakan platform informasi kehamilan dan parenting, khususnya untuk ibu-ibu.

Tokopedia announces 16 trillion rupiah funding led by SoftBank Vision Fund and Alibaba Group

Tokopedia Announces 16 Trillion Rupiah Funding Led by Softbank and Alibaba

Today (12/12) Tokopedia officially announces the latest funding worth of $1.1 billion (around 16 trillion rupiah). This round was led by SoftBank Vision Fund and Alibaba Group, participated also Softbank Ventures Korea and Tokopedia’s existing investors. The news has been rumored since last November.

Tokopedia plans to use the additional capital to boost technology and infrastructure development in empowering millions of customers to provide the best service.

“In the first nine years, Tokopedia focused on building the biggest marketplace in Indonesia providing the physical and digital product. Entering the tenth year, Tokopedia will turn our ecosystem into infrastructure-as-a-service (IaaS) where logistics, fulfillment, payment, and our financial service will enable trading, both online and offline. It’ll expand Tokopedia’s scale and network while increasing operational efficiency for millions of business and partners,” William Tanuwijaya, Tokopedia’s Co-founder and CEO, said.

To date, Tokopedia has reached 93% sub-district in more than 17,000 islands all over Indonesia. This year, Tokopedia’s gross merchandise value (GMV) increased by four times. Currently, Tokopedia also provides same-day delivery for 25% of the transactions occurred in its platform.

“Tokopedia provides access to more than 100 million products to all Indonesians. We support and trust the power of local entrepreneurs, and see the potential of Tokopedia’s growth increasing,” Lyda Jett said as SoftBank Investment Advisers’ Senior Investor and Tokopedia’s Board Member.

It was said earlier about the current condition of shareholders in Tokopedia. William Tanuwijaya and Leontinus Alpha Edison are said to hold less than 8% of its company shares. Softbank in total (including its affiliates) owns more than 38% of the company shares. Alibaba, through Taobao, is the second largest investor with 25% shares.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Tokopedia

Tokopedia Umumkan Perolehan Pendanaan 16 Triliun Rupiah yang Dipimpin oleh Softbank dan Alibaba

Hari ini (12/12) Tokopedia resmi mengumumkan perolehan pendanaan terbaru senilai $1,1 miliar (setara dengan 16 triliun Rupiah). Putaran pendanaan kali ini dipimpin oleh SoftBank Vision Fund dan Alibaba Group dengan partisipasi Softbank Ventures Korea, serta investor-investor Tokopedia sebelumnya. Kabar tentang pendanaan ini sudah tersiar sejak akhir November lalu.

Tokopedia berencana menggunakan tambahan modal tersebut untuk mendorong pembangunan teknologi dan infrastruktur yang akan memberdayakan jutaan bisnis lokal untuk tumbuh dan memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggan.

“Dalam sembilan tahun pertama kami, Tokopedia fokus untuk membangun marketplace terbesar di Indonesia yang menyediakan barang fisik serta digital. Memasuki tahun kesepuluh, Tokopedia akan mengembangkan ekosistem kami menjadi infrastructure-as-a-service (IaaS) di mana teknologi logistik, fulfillment, pembayaran, dan layanan keuangan kami akan memberdayakan perdagangan, baik online maupun offline. Ini akan memperluas skala dan jangkauan Tokopedia, sekaligus meningkatkan efisiensi operasional bagi jutaan bisnis dan mitra,” ujar Co-Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya.

Sejauh ini Tokopedia sudah menjangkau 93% kecamatan di Indonesia di lebih dari 17.000 pulau. Pada tahun ini gross merchandise value (GMV) Tokopedia meningkat hingga empat kali lipat. Saat ini Tokopedia juga telah melakukan pengiriman di hari yang sama (same-day delivery) untuk 25% transaksi yang terjadi dalam platformnya.

“Tokopedia telah menyediakan akses ke lebih dari 100 juta jenis produk kepada masyarakat Indonesia. Kami mendukung dan percaya kepada kekuatan entrepreneur lokal, dan melihat potensi pertumbuhan Tokopedia akan terus berkelanjutan,” sambut Lydia Jett, Senior Investor SoftBank Investment Advisers sekaligus Anggota Dewan Tokopedia.

Pada pemberitaan sebelumnya tersiar kabar mengenai kondisi kepemilikan saham saat ini di Tokopedia. William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison disebut memegang kurang dari 8% saham perusahaan. Softbank secara total (termasuk melalui afiliasinya) memiliki lebih dari 38% saham perusahaan. Alibaba, melalui Taobao, menjadi investor terbesar kedua dengan kepemilikan 25%.

Application Information Will Show Up Here
Alex Li dan Raymond Ma (Alibaba Cloud) bersama Menkominfo Rudiantara / Alibaba

Alibaba Cloud Resmikan Data Center di Jakarta

Setelah melakukan riset dan pengenalan pasar selama dua tahun di Indonesia, Alibaba Cloud hari ini meresmikan kehadirannya di Indonesia. Komitmen Alibaba Cloud dibuktikan dengan kehadiran data center di Jakarta yang menyediakan pilihan lokal untuk UKM, startup, korporasi, dan lembaga pemerintahan. Secara keseluruhan jumlah data center Alibaba Cloud mencapai 18 buah yang tersebar di seluruh dunia.

Head of Alibaba Cloud ASEAN & NZ Raymond Ma mengungkapkan, secara independen Alibaba Cloud hadir di Indonesia memberikan platform yang diperkuat dengan teknologi yang advanced dan harga yang cukup terjangkau, terutama untuk target pasar yang diincar yaitu UKM.

“Kehadiran kami di Indonesia adalah independen. Dengan teknologi dan berbagai layanan yang kami miliki, Alibaba Cloud memiliki keyakinan yang cukup besar untuk mengembangkan bisnis di Indonesia.”

Ditambahkan Raymond, tidak hanya memberikan solusi teknologi komputasi awan, Alibaba Cloud diklaim ideal bagi startup yang mengembangkan bisnis AI dan pengolahan big data.

Selain itu layanan big data “MaxCompute” memungkinkan pengguna menyimpan dan mengolah data struktural dalam jumlah besar, hingga ukuran terabyte dan petabyte.

“Tentunya kami akan menjaga kerahasiaan data perusahaan dan UKM yang menggunakan Alibaba Cloud. Selain di Indonesia, Alibaba Cloud juga memberikan pilihan untuk menyimpan datanya di luar Indonesia sesuai dengan kebutuhan mereka,” kata Raymond.

Pelatihan bersertifikasi

Pendekatan lain yang dilakukan Alibaba Cloud untuk merangkul lebih banyak klien di Indonesia adalah memberikan pelatihan bersertifikasi. Program inkubasi Alibaba yang bernama Alibaba Cloud Certified Professional (ACP) memiliki target melatih 300 peserta dan memberikan sertifikasi kepada 100 orang ahli di bidang cloud di Indonesia.

“Indonesia merupakan negara yang sangat strategis untuk pengembangan bisnis cloud milik Alibaba. Untuk itu kita akan memastikan untuk memberikan informasi hingga layanan purnajual yang lengkap kepada klien,” kata General Manager APAC Alibaba Cloud Alex Li.

Disinggung apakah nantinya Alibaba Cloud akan mempekerjakan talenta Indonesia, Alex mengatakan kesempatan tersebut ada, namun saat ini Alibaba ingin fokus ke pemberian edukasi dan informasi tentang cloud. Program ini ditangani langsung tim khusus untuk solusi arsitektur cloud.

Terkait keamanan data yang disimpan di Alibaba Cloud dan peraturan yang ditentukan pemerintah Indonesia, Raymond Ma menegaskan sebagai perusahaan asing yang mencoba mengembangkan bisnis di Indonesia, Alibaba Cloud akan menuruti semua peraturan yang ditetapkan pemerintah.

“Untuk keamanan sendiri kami menjamin dengan teknologi yang kami miliki data milik klien akan terjaga keamanannya. Alibaba Cloud juga tidak akan membuka dan melihat data milik klien kami.”

Membuka peluang kemitraan

Saat ini Alibaba Cloud telah memiliki klien korporasi dan layanan e-commerce seperti Tokopedia, GTech Digital Asia, Dwidaya Tour, dan Yogrt. Alibaba Cloud masih membuka kesempatan perusahaan lokal untuk menjalin kemitraan dan memanfaatkan teknologi cloud miliknya.

“Fokus kami di Indonesia tidak hanya mendirikan data center, tetapi juga pelatihan dan dukungan untuk UKM di Indonesia. Dengan pendekatan unik dan pelokalan, hal tersebut yang membedakan Alibaba Cloud dengan kompetitor lainnya,” tutup Raymond.

Para panelis saat diskusi soal investor asal Tiongkok di Indonesia / DailySocial

Melihat Minat Besar Investor Tiongkok terhadap Startup Indonesia

Sejak dua tahun terakhir Indonesia banyak kedatangan investor Tiongkok untuk melakukan investasi hingga akuisisi kepada startup lokal. Mulai dari Alibaba Group hingga Tencent, semua menunjukkan rasa antusiasme terhadap industri startup Indonesia.

Salah satu alasan mengapa makin besarnya minat investor Tiongkok adalah sudah semakin sempitnya industri startup di Tiongkok. Hal ini menjadikan Indonesia, yang saat ini masih dalam fase early stage dalam perkembangan startup hingga teknologi, menjadi negara yang paling “seksi” sebagai tujuan berikutnya

Seperti diungkapkan di Tech In Asia Jakarta 2017, menurut Adrian Li, Founder & Managing Partner Convergence Ventures, makin maraknya investor asal Tiongkok masuk ke Indonesia seharusnya disambut baik dan patut untuk dicermati. Hal ini menandakan Indonesia memiliki potensi yang besar seperti India dan Tiongkok.

“Saya melihat hingga kini Indonesia masih kekurangan modal untuk late stage company. Berbeda dengan Tiongkok yang makin dibanjiri investor asal Silicon Valley. Hal tersebut yang kemudian membuat banyak investor asal Tiongkok berminat untuk melakukan investasi di Indonesia untuk mengisi celah tersebut,” kata Adrian.

Adrian bersama investor Tiongkok lainnya ingin memberikan kontribusi, tidak hanya modal namun pengetahuan tentang membangun startup berbasis teknologi yang sukses, seperti yang terjadi dengan kebanyakan startup asal Tiongkok saat ini.

Mengubah tantangan menjadi peluang

Hingga kini Indonesia masih disebut sebagai negara di Asia yang banyak memiliki unbankable people. Hal tersebut, menurut Ian Goh, Managing Partner 01VC, justru menjadi potensi yang baik untuk dikembangkan.

“Intinya adalah jadikan tantangan dan kekurangan yang ada menjadi sebuah peluang. Salah satunya dengan mengembangkan layanan financial technology (fintech), seperti e-wallet dan layanan keuangan digital lainnya di Indonesia.

Ian melihat fintech saat ini masih menjadi industri yang menjanjikan terutama di Indonesia dengan kondisi yang unik dan masih minimnya infrastruktur saat ini. Jika nantinya ekosistem hingga infrastruktur sudah tercipta dengan baik, pastinya akan memudahkan startup untuk membangun bisnis.

Serupa dengan Ian, Adrian melihat fintech masih menjadi industri yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan merupakan sektor yang paling diminati investor Tiongkok.

“Selain fintech saya juga ingin melihat startup yang bisa men-distrupt industri televisi melalui fitur hingga teknologi yang baru untuk orang banyak,” kata Adrian.

Ciptakan model bisnis baru dan hindari meniru

Meskipun memiliki optimisme yang tinggi terhadap startup asal Indonesia, beberapa investor Tiongkok masih melihat pola sama yang banyak diterapkan startup lokal, yaitu meniru model bisnis yang sebelumnya sudah hadir dan terbilang sukses. Hal ini juga ditegaskan Joseph Chan, Partner AppWorks Ventures.

“Ciptakan inovasi baru yang bisa dimanfaatkan oleh pengguna terbesar saat ini, yaitu kalangan millennial. Mereka tidak hanya dikenal sebagai digital native, namun juga pasar yang tergolong sangat konsumtif,” kata Joseph.

Sebagai investor, Joseph ingin melihat lebih banyak startup lokal menciptakan inovasi memanfaatkan Artificial Intelligence, juga bisa memecahkan masalah rutinitas dengan mengutilisasi mobile internet.

Tampil lebih unggul dibanding pemain asing

Meskipun saat ini sudah banyak layanan e-commerce asing masuk ke Indonesia hingga rencana Amazon yang memperluas layanannya ke Asia Tenggara, menurut investor Tiongkok hal tersebut tidak akan berpengaruh kepada startup lokal yang sebelumnya sudah membangun bisnis di Indonesia.

“Berbeda dengan Amazon India yang hadir jauh sebelum startup lokal mulai banyak hadir di India sehingga cukup menyulitkan startup lokal untuk bersaing. Di Indonesia selama ini pemain lokal sudah hadir lebih awal, sehingga sudah memiliki pondasi yang kuat dan mampu bersaing dengan pemain asing,” kata Ian.

Sementara menurut Joseph, Indonesia memiliki keunikan tersendiri yang membedakan startup negara lainnya, sehingga memudahkan startup Indonesia menentukan jalannya sendiri.

Pada akhirnya startup lokal yang ingin berhasil dan mampu bersaing dengan pemain asing, menurut para investor Tiongkok, harus memiliki passion yang mendalam terhadap bisnis yang dijalankan, memiliki tim yang solid, dan menciptakan bisnis yang mampu memberikan solusi terhadap masalah yang kerap dihadapi masyarakat luas.

Rencana dan fokus Lazada Indonesia untuk produk asal Tiongkok, Taobao / Lazada

Rencana Lazada Indonesia untuk Kanal Khusus Produk dari Marketplace Taobao

Sebagai layanan e-commerce yang sudah menjadi bagian dari Alibaba Group, pertengahan bulan September 2017 lalu Lazada Indonesia menghadirkan kanal khusus yang menjual produk murah dan beragam dari marketplace asal Tiongkok, Taobao. Selain di Lazada Indonesia, layanan khusus ini juga sudah hadir di Lazada Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.

Kepada DailySocial CMO Lazada Indonesia Achmad Alkatiri mengungkapkan, layanan ini sengaja dihadirkan untuk merangkul lebih banyak lagi konsumen di Lazada Indonesia. Untuk koleksi sendiri cukup beragam, mulai dari fesyen, elektronik hingga aksesoris.

“50% assortment dari Koleksi Taobao adalah produk fesyen, diikuti produk elektronik dan aksesoris, peralatan olahraga, anak dan bayi kemudian produk home and living,” kata Alkatiri.

Pengiriman langsung dan bebas ongkos kirim

Untuk memastikan produk yang dipesan bisa segera tiba di rumah pembeli, proses pengantaran produk koleksi Taobao memakan waktu maksimal 14 hari, sejak konfirmasi transaksi diterima. Semua produk Koleksi Taobao langsung dikirimkan dari para penjual di Tiongkok ke salah satu hub Lazada Indonesia sebelum dikirimkan ke masing-masing konsumen dalam satu paket sekaligus.

“Dengan proses ini memberikan kemudahan bagi konsumen yang membeli berbagai macam barang dalam 1 transaksi. Karena konsumen cukup menerima satu paket berisikan berbagai macam barang tersebut, tidak perlu menunggu datangnya barang berkali-kali,” kata Alkatiri.

Hal tersebut diklaim Lazada Indonesia membedakan proses pengantaran saat ini yang dilakukan jika pembelian dalam jumlah banyak di penjual yang berbeda. Untuk pembayaran, Lazada Indonesia juga menyediakan pilihan COD (cash on delivery) di seluruh Indonesia.

Selain harga yang terjangkau dan pilihan terbilang besar jumlahnya, Lazada Indonesia memberikan layanan lebih berupa bebas ongkos kirim kepada pembeli, dengan berbelanja minimal Rp. 150,000.

“Target kita adalah untuk terus menjadi situs destinasi belanja online terlengkap dan terkemuka di Asia Tenggara dan Indonesia, dengan menghadirkan berbagai pilihan produk terbaik dengan harga yang terjangkau untuk menjawab keperluan masyarakat kita yang majemuk,” kata Alkatiri.

Tantangan baru untuk layanan e-commerce lokal

Sebelumnya DailySocial sempat menanyakan pendapat investor hingga pimpinan startup layanan e-commerce terkait dengan kehadiran Taobao di Lazada Indonesia. Semua pendapat tersebut mengerucut kepada tantangan hingga gangguan yang bakal di hadapi layanan e-commerce lokal di Indonesia.

Dengan harga yang murah, pilihan produk beragam dalam jumlah yang besar hingga pengiriman yang cepat, hingga bebas ongkos kirim, tentunya menjadi penawaran yang lebih kepada konsumen.

Seperti yang diungkapkan oleh Co-Founder dan Managing Partner Ideosource Edward Chamdani.

“Pasti akan berpengaruh karena akses seluruh merchant Taobao akan bisa di akses oleh konsumen Lazada. Jadi tergantung seberapa kuat Lazada bisa menaikkan online traffic dan reach-nya tentu akan berpengaruh terhadap layanan e-commerce lainnya. Apalagi kalau logistik (time to delivery) sudah makin cepat.”

Dengan strategi yang tepat dan lebih fokus kepada kualitas produk, menurut CEO Berrybenka Jason Lamuda bisa menjadi cara tepat untuk bisa bersaing dengan produk asal Tiongkok tersebut.

“Seperti kita ketahui, produk dari Tiongkok terkenal dengan murahnya karena mereka memproduksi barang dalam jumlah besar. Hal baiknya untuk Berrybenka, produk yang kita jual adalah pakaian yang sifatnya preferensi, bukan barang komoditas,” kata Jason.

Application Information Will Show Up Here