Tag Archives: alipay

Akulaku Paylater Alipay+

Akulaku Gandeng Alipay+ untuk Memperluas Layanan PayLater

Akulaku mengumumkan kemitraan bersama Alipay+ untuk memperluas penggunaan produk Paylater. Lewat kemitraan ini, konsumen dapat bertransaksi dengan metode pembayaran Akulaku Paylater di berbagai merchant global milik Alipay+.

Dalam keterangan resminya, kerja sama ini diharapkan dapat membuka akses layanan keuangan digital bagi segmen konsumen yang punya keterbatasan riwayat kredit maupun yang kurang terlayani oleh layanan keuangan formal. Adapun, kemitraan ini disebut sebagai produk kerja sama Buy Now Pay Later (BNPL) pertama bagi Alipay+ di Asia Tenggara.

“Secara konsisten, Akulaku PayLater terus mengekspansi penetrasi layanan melalui kerja sama strategis bersama platform dengan cakupan jaringan merchant luas. Kami harap metode pembayaran dalam Alipay+ dapat menambah use case solusi keuangan digital. Kemitraan ini merupakan komitmen kami menciptakan lanskap keuangan yang lebih maju dan nyaman bagi pengguna,” ungkap Presiden Direktur Akulaku Finance Indonesia Efrinal Sinaga.

Akulaku PayLater rata-rata mengantongi 8,6 juta transaksi per bulan dengan basis pengguna terbesar di Indonesia. Saat ini BNPL Akulaku telah terhubung ke berbagai jaringan merchant terkemuka, termasuk Shopee, Bukalapak, Tiket.com, hingga Alfamart. Pihaknya tengah melakukan penjajakan untuk memperluas cakupan transaksi di berbagai merchant Alipay+.

General Manager Global Partnerships Alipay+ Cheng Guoming menilai BNPL telah menjadi bagian penting dari ekosistem pembayaran digital. Maka itu, pihaknya antusias melalui kerja sama ini sehingga masyarakat Indonesia dan pasar potensial lainnya dapat menikmati layanan pembayaran lintas batas yang lancar dan nyaman.

Sebagai informasi, Alipay+ pertama kali meluncur pada 2020 yang memungkinkan pelaku bisnis global, terutama di segmen UKM untuk menerima metode pembayaran digital dari berbagai negara dan menjangkau ratusan juta konsumen regional dan global. Saat ini, Alipay+ telah terhubung ke satu juta merchant offline di Eropa dan Asia, termasuk platform global, seperti Apple, Google, Agoda, dan TikTok.

Alipay berupaya masuk ke Indonesia

Perjalanan Alipay untuk masuk ke Indonesia cukup berliku. Namun, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) memang telah berupaya mendorong Alipay dan WeChat Pay sejak 2018 untuk bermitra dengan bank lokal agar dapat beroeperasi di sini. 

Hal ini demikian mengingat WeChat dan Alipay merupakan dua layanan pembayaran digital yang banyak digunakan di Tiongkok. Otomatis ini menjadi potensi besar mengingat banyak turis asal Tiongkok yang familiar terhadap platform tersebut.

Untuk masuk ke Indonesia, Alipay diketahui telah beberapa kali menjajaki potensi kerja sama dengan sejumlah bank. Dalam catatan DailySocial.id, pengajuan izin kerja sama ini telah dilakukan di antaranya dengan Bank CIMB Niaga, Bank Mandiri, dan BCA.

Dalam hal ini, bank setempat akan menjadi fasilitas (acquiring), bukan penyelenggara fasilitas (issuing). Misalnya, BCA akan menyediakan mesin EDC di merchant yang dikunjungi turis asal Tiongkok, seperti kawasan wisata.

Sebelum pandemi Covid-19, jumlah turis asal Tiongkok di sepanjang 2019 dilaporkan mencapai 2 juta orang, turun 3,1% dibandingkan 2018 yang sekitar 2,1 juta orang.

Pasar paylater

PayLater menjadi salah satu inovasi untuk memperluas akses keuangan di Indonesia. Apalagi, penetrasi kartu kredit di Tanah Air hanya berkisar 6% dari total populasi. Selain Akulaku, beberapa platform paylater yang juga berebut di pasar Indonesia di antaranya adalah Kredivo, Home Credit, Gopaylater, hingga Atome.

Kredivo yang merupakan startup unicorn di bidang paylater pertama di Indonesia, menjadi salah satu pesaing kuat karena memiliki ratusan jaringan merchant online dan offline, termasuk marketplace besar, seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan Lazada.

Pendekatan pasar platform “paylater” di Indonesia / DSInnovate

Berdasarkan laporan DSInnovate tentang “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, paylater (72,5%) berada di posisi kedua dari total produk fintech yang paling banyak dipakai di Indonesia. Di urutan pertama adalah digital money (82,2%) dan investasi (57,3%). Adapun, pasar paylater diproyeksi mencapai Gross Merchandise Value (GMV) dari $889,7 juta di 2020 menjadi $8,5 miliar di 2028.

Application Information Will Show Up Here
Kerja Sama BCA dengan Alipay dan WeChat Pay

Realisasi Kerja Sama dengan BCA Diundur, Alipay dan WeChat Pay Baru Bisa Hadir di Indonesia Awal 2020

BCA masih merampungkan proses kerja sama dengan Alipay dan WeChat Pay untuk kehadirannya di Indonesia. Diharapkan pada kuartal pertama tahun depan dapat segera dirilis.

Mulanya, perseroan menargetkan kerja sama ini bakal terealisasi pada September 2019. Namun terpaksa harus diundur karena harus memenuhi semua urusan teknis.

“Masih terus kami proses secara teknikal. Kami harapkan awal tahun depan mudah-mudahan kuartal pertama tahun 2020 sudah bisa kerja sama,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja, seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim menjelaskan, dalam kerja sama ini perseroan hanya akan menjadi penyedia fasilitas (acquiring), bukan penyelenggara fasilitas (issuing).

BCA akan menyediakan mesin EDC di merchant yang banyak dikunjungi turis Tiongkok, seperti kawasan wisata, untuk bertransaksi dengan Alipay atau WeChat. “Karena mereka sudah terbiasa tidak bawa kartu kredit, hanya bawa ponsel. Jadi nanti bisa pakai mesin EDC kami,” kata Vera.

Selain BCA, kedua pemain uang elektronik raksasa asal Tiongkok ini juga menjajaki kerja sama dengan bank BUKU IV lainnya. Bank tersebut antara lain BNI, BRI, Bank Mandiri, Bank Panin, dan CIMB Niaga.

Ini sesuai dengan ketentuan BI yang menyatakan, setiap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) harus bekerja sama dengan perusahaan domestik, jika ingin berbisnis di tanah air.

Di samping itu, PJSP asing dan lokal juga harus menyesuaikan layanannya dengan implementasi QRIS sampai akhir tahun ini. Dengan begitu, QRIS bisa diimplementasikan menyeluruh mulai awal tahun depan.

“(Saya dengar) perusahaan asing masih melakukan (pembayaran dengan kode QR). Dalam waktu sampai akhir tahun ini mereka harus ikut QRIS. Kalau ada yang melakukan di luar pakai QRIS, kami tertibkan,” terang kata Deputi Gubernur BI Sugeng.

Dengan persyaratan menggandeng BUKU 4, Bank Mandiri mengajukan perizinan cross border e-wallet untuk Alipay ke Bank Indonesia

Gandeng Alipay, Bank Mandiri Ajukan Izin “Cross Border E-Wallet” ke Bank Indonesia

Bank Mandiri diketahui sedang mengajukan izin sebagai penyelenggara dompet elektronik lintas negara (cross border e-wallet) ke Bank Indonesia. Pihaknya menggandeng Alipay yang disebut raksasa finansial digital Tiongkok Ant Financial.

“Untuk Alipay saat ini masih pembicaraan, nanti kami akan menjadi acquirer, sedangkan Alipay akan jadi issuer. Saat ini kami juga sedang mengajukan izin cross border e-wallet ke Bank Indonesia,” ucap SEVP Consumer and Transaction Bank Mandiri Jasmin seperti dikutip dari Kontan.

Menurut Jasmin, kerja sama dengan Alipay ini adalah wujud implementasi Peraturan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Indonesia Standard (QRIS).

Di samping itu, kerja sama ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang mewajibkan setiap prinsipal menggandeng Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4 atau bank dengan modal inti minimal Rp30 triliun.

Dalam aturan ini, BI mewajibkan prinsipal asing menempatkan dana float minimal 30 persen berbentuk kas atau giro di BUKU 4 dan maksimal 70 persen dana floating pada instrumen keuangan yang diterbitkan pemerintah.

Besarnya arus kedatangan turis asal Tiongkok jadi penyebab getolnya Alipay dan WeChat Pay menghadirkan layanannya di Indonesia. Pada akhir 2018, kunjungan pelancong asal Tirai Bambu ke Indonesia tercatat sudah naik 275 persen dalam lima tahun terakhir. Tak heran jika Menteri Pariwisata Arief Yahya menargetkan tahun ini dapat menarik 3,5 juta turis Tiongkok. Pihak Bank Mandiri membenarkan kerja sama ini bertujuan mempermudah transaksi turis tersebut.

“Benar, salah satunya untuk turis,” ucap Corporate Secretary Mandiri Rohan Hafas kepada Dailysocial.

Raksasa fintech asal Tiongkok, Alipay dan WeChat Pay, diketahui sudah mengincar kerja sama dengan bank-bank besar di Indonesia sejak akhir tahun lalu. CIMB Niaga sendiri diketahui juga telah mengajukan izin bermitra dengan Alipay pada awal tahun ini.

CIMB Niaga akan menggunakan beberapa penyedia switching pihak ketiga untuk kerja sama dengan Alipay (dan juga WeChat Pay)

CIMB Niaga Resmi Ajukan Izin Kerja Sama dengan Alipay ke Bank Indonesia

PT Bank CIMB Niaga Tbk langsung bergerak cepat mengajukan permohonan izin kerja sama dengan Alipay ke Bank Indonesia (BI) kemarin, Kamis (17/1). Sebagaimana dikutip dari Antara, Deputi Gubernur BI Sugeng telah mengonfirmasi hal tersebut.

Sebelumnya, CIMB Niaga juga sudah mengajukan permohonan izin kerja sama dengan WeChat Pay untuk masuk ke pasar financial technology (fintech) di Indonesia. Kini, BI tinggal melakukan verifikasi, termasuk kelengkapan dokumennya.

Seperti diketahui, Alipay dan WeChat Pay sama-sama menyediakan jasa pembayaran digital di Tiongkok. Alipay terafiliasi dengan raksasa ecommerce dunia Alibaba, sedangkan WeChat Pay berada di bawah naungan Tencent Holdings Limited.

Alipay dan WeChat Pay tidak memiliki izin Bank Indonesia ketika melakukan kerja sama dengan sejumlah merchant di Bali dalam menawarkan jasa pembayaran digital kepada turis-turis asal Tiongok pada pertengahan 2018 lalu.

Padahal, sesuai Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, setiap prinsipal asing wajib bekerja sama dengan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4 atau bank bermodal inti minimal Rp30 triliun. Dengan kata lain, Alipay dan WeChat Pay tidak memiliki izin beroperasi di Indonesi

Untuk memuluskan langkahnya sebagai penyedia jasa pembayaran digital yang sah di Indonesia, keduanya mendekati bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun statusnya hingga kini masih “gantung” karena bank-bank tersebut berencana mendirikan entitas baru, sebuah BUMN khusus yang bergerak di segmen fintech.

Kembali ke permohonan izin CIMB Niaga dan Alipay, DailySocial mencoba menghubungi direksi dan manajemennya untuk menanyakan persiapan kerja sama tersebut.

Direktur Perbankan Konsumer Lani Darmawan mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan pilot untuk penerimaan WeChat Pay di merchant. Pilot yang dimaksud adalah melakukan live test di merchant.

“Kami menggunakan EDC di beberapa lokasi wisata agar bisa mendukung pariwisata Indonesia. Dengan begitu pengguna WeChat yang berwisata ke Indonesia bisa merasa nyaman,” ungkapnya lewat pesan singkat.

Berbeda dengan WeChat Pay, pihak CIMB Niaga tidak melakukan pilot untuk Alipay karena alasan tertentu. Head of Acceptance, eChannel, dan Partnership CIMB Niaga Bambang Karsono Adi menyebut pihaknya memilih route berbeda sehingga tidak memerlukan pilot lagi.

“Kami ajukan permohonan izin ke BI tanpa pilot karena internal test sudah berjalan dengan baik. Alipay sudah ‘firmed’ sehingga sistem infra kami bisa dukung integrasi hanya dengan internal test tanpa perlu ‘live test’ di merchant sesungguhnya,” ujarnya kepada DailySocial.

Ia enggan menyebutkan penyedia switching pihak ketiga yang akan menjadi mitranya karena mereka juga sedang melengkapi persyaratan beroperasi ke BI.

Selain itu, lanjut Bambang, pihaknya belum dapat mengonfirmasi kapan kerja sama ini akan komersial, termasuk jumlah merchant yang bisa memakai layanan Alipay dan WeChat Pay.

“Proses otorisasi transaksi WeChat Pay dan Alipay dilakukan langsung oleh switching pihak ketiga. Kemudian saat settlement ke merchant yang juga merchant kami, [switching] diproses oleh kami,” sambung Bambang.

Chinese tourists great potential is such an opportunity / Alipay

Alipay Approaches BRI and BCA to Handle Chinese Tourist in Indonesia

After WeChat, Alipay is getting its business ready for Indonesia by approaching BRI and BCA. The pilot project is yet to be announced.

Quoted from Detik, Alipay has just signed the MoU with BRI. After that, there’ll be homework, including license.

BRI can be a facilitator for tourist to make easier transaction as the acquirer. They can use Alipay at some merchants partnered with BRI.

However, they haven’t calculate potential income for the company in the MoU. Therefore, the internals are preparing another IT system because the one used by Alipay is different with Visa and Mastercard.

“In addition to GPN (National Payment Gateway), something will be added related to the payment from China,” he said.

Aside from BRI, BCA is also rumored to be approached by Alipay, but it is yet to discuss MoU. Santoso, BCA’s Director said to DailySocial they currently in the exploratory process of how long BCA’s acquiring system can collaborate with Alipay.

“In terms for collaboration, system development is indeed necessary, to be able to connect with one another,” he explained.

Still, he didn’t have a definite answer regarding the finalization because it’s still on progress.

“We’ll see, it’s to be announced in time.”

Previously, Bank Indonesia said the China-based digital wallet, Alipay and WeChat Pay is getting serious in digging Indonesia’s market by approaching national bank. In fact, WeChat development is getting better in Indonesia because they already passed the transaction test with BNI in Bali at IMF 2018 event.

Sugeng, Deputy Governor BI said, besides Bali, WeChat is now available for Chinese tourists in Medan, North Sumatra. Both locations are chosen due to the most favorite destination for Chinese tourists.

“CIMB Niaga is said to have signed the partnership with WeChat,” he added.

Sugeng also said if the business to business partnership has approved by both China’s digital wallet with four national bank, the legal business from BI will follow.

“If everything is settled [partnership], we’ll review business legal and technical problem, and business process. Bank in 4th category will register ask for license to BI.”

Partnership between two will be made according to the current regulation, it is PBI (BI Regulation) Number 20/6/PBI/2018 of E-Money Organizer.

Stated in the regulation that transaction from Chinese tourists in Indonesia will be converted into rupiah. Also, transactions will be recorded in GPN system.

The amount of Chinese tourists

Alipay and WeChat aggressive movement to enter Indonesia is due to the high rate of Chinese tourist in this country. Quoted from BPS data, Chinese tourists is in the fourth position of the total cumulative, 14.39 million by November 2018, or increased by 11.63%.

As per November 2018, the number of Chinese tourist has reached 124,616 people, decrease from the same period in previous year of 148,306. The first position is taken by Malaysian tourist of 186,422, followed by Singaporean (153,988), and Timor Leste (142,050).

Bali is the favorite destination, especially for Chinese and Australian people with 3-day visit in average.

Based on BPS data, a total tourist during January to November 2018 is 5.57 million. Sort by nationality of tourists in Bali, Tiongkok (22.99%), Australia (19.16%), England (4.51), and Japan (4.29%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kerja Sama Alipay dan BRI

Alipay Dekati BRI dan BCA untuk Layani Turis Tiongkok di Indonesia

Setelah WeChat, kini giliran Alipay yang mulai kencang menyiapkan bisnisnya di Indonesia dengan menggaet BRI dan BCA. Belum disebutkan pilot project yang akan segera dilaksanakan.

Dengan BRI, dikutip dari Detik, Alipay baru melakukan penandatanganan MoU. Setelahnya ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, termasuk soal perizinan.

Direktur BRI Handayani menjelaskan, dalam kesempatan ini perseroan berharap bisa mendukung industri pariwisata nasional. Pasalnya banyak turis dari Tiongkok datang ke Indonesia dan memiliki alat pembayaran khusus.

BRI bisa menjadi fasilitator agar turis bisa mudah bertransaksi sebagai pihak acquirer. Turis bisa membayar dengan Alipay di merchant yang sudah bekerja sama dengan BRI.

Namun dia belum memperhitungkan potensi pendapatan yang bisa diraih perseroan dari MoU tersebut. Untuk itu, dalam internal perseroan sedang melakukan berbagai persiapan IT karena sistem yang dipakai Alipay berbeda dengan Visa dan Mastercard.

“Selain ada Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) juga, nanti kita akan tambahkan lagi terkait pembayaran dari Tiongkok,” katanya.

Tak hanya dengan BRI, BCA juga dikabarkan didekati oleh Alipay, namun belum sampai ke tahap MoU. Kepada DailySocial, Direktur BCA Santoso menjelaskan saat ini perusahaan masih proses penjajakan dan pendalaman sejauh mana sistem acquiring BCA dapat berkolaborasi dengan Alipay.

“Tentunya untuk bisa berkolaborasi butuh pengembangan sistem agar bisa saling connect satu dengan yang lainnya,” terang Santoso.

Hanya saja, dia belum memberikan jawaban pasti terkait kapan penjajakan ini selesai karena dia mengaku masih berlangsung.

“Kita tunggu saja, nanti kami akan informasikan pada waktunya.”

Sebelumnya Bank Indonesia menyebut dompet digital asal Tiongkok, Alipay dan WeChat Pay kian serius mendalami pasar Indonesia dengan menggandeng bank nasional. Adapun WeChat sudah lebih maju perkembangannya di Indonesia, lantaran perusahaan tersebut sudah uji coba transaksi dengan BNI di Bali saat momen pertemuan tahunan IMF 2018.

Deputi Gubernur BI Sugeng menyebut, selain Bali, WeChat juga sudah bisa digunakan oleh turis Tiongkok yang berada di Medan, Sumatera Utara. Kedua lokasi ini dipilih karena menjadi destinasi terbesar yang dikunjungi turis Tiongkok.

“CIMB Niaga juga disebut sudah tanda tangan kerja sama dengan WeChat,” tambah Sugeng.

Sugeng menyatakan bila kerja sama secara bisnis ke bisnis sudah berhasil disepakati oleh dua dompet digital Tiongkok dengan empat bank nasional, maka legal bisnis dari BI juga akan menyusul.

“Kalau semua sudah settle [kerja sama], maka kami lihat legal bisnis dan masalah teknis, serta bisnis proses. Nanti bank BUKU 4 akan mendaftarkan dan minta persetujuan dari BI.”

Kerja sama antara kedua belah pihak dilakukan sesuai dengan aturan main yang berlaku, yaitu Peraturan BI (PBI) Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik.

Di dalam aturan tersebut, juga menjelaskan transaksi pembayaran dari turis Tiongkok di Indonesia akan dikonversikan ke rupiah. Selain itu, transaksi pembayaran juga akan terekam dalam sistem GPN.

Jumlah wisman Tiongkok

Gencarnya Alipay dan WeChat untuk masuk ke Indonesia, lantaran potensi turis Tiongkok yang mendatangi negara ini cukup tinggi. Dikutip dari data BPS, wisman Tiongkok menempati urutan keempat terbesar dari total kumulatif hingga November 2018 ada 14,39 juta kunjungan atau naik 11,63%.

Per November 2018, jumlah kunjungan wisman Tiongkok mencapai 124.616 orang atau turun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebanyak 148.306. Peringkat pertama ditempati oleh wisman dari Malaysia sebanyak 186.422, kemudian diikuti Singapura (153.988), dan Timor Leste (142.050).

Bali menjadi destinasi favorit para wisman, terutama buat orang Tiongkok dan Australia dengan rata-rata lama kunjungan selama 3 hari.

Data BPS menyebut kunjungan wisman pada Januari hingga November 2018 sebanyak 5,57 juta. Menurut kebangsaan wisman yang datang ke Bali adalah Tiongkok (22,99%), Australia (19,16%), India (5,75%), Inggris (4,51), dan Jepang (4,29%).

Smart City Melbourne

Strategi Pemerintah Melbourne Wujudkan Kota Pintar Lewat “Open Data”

Impian kota Melbourne menjadi smart city semakin mendekati kenyataan. Tidak hanya menggandeng penduduk dan startup, pemerintah juga perkuat hubungan dengan negara tetangga demi pertukaran keahlian. Pemerintah mencanangkan visi pada 2021 Melbourne menjadi kota yang berani, inspiratif, dan berkelanjutan.

Dalam kunjungan DailySocial bersama Kedutaan Besar Australia dalam rangka Digital Indonesia Media Visit, kami bertemu dengan beberapa perwakilan Pemerintah Melbourne (disebut City of Melbourne) dan menceritakan berbagai program yang sedang dijalani dan kolaborasi yang akan dilakukan dengan pemerintah Indonesia.

Business Development Officer International & Civil Services Branch, Megan Cockroft, menceritakan dalam mewujudkan visi pemerintah juga membangun koneksi dan kemitraan dengan antar kota internasional dengan fokus di Asia. Praktiknya dengan memfasilitasi pertukaran keahlian antara dua kota, baik dalam hal kelestarian kota, tata kota, biomedis, penelitian, dan ekonomi digital.

Jakarta menjadi salah satu kota yang sudah menjadi Business Partner Cities Network (PBC) buat Melbourne. Bandung pun turut bergabung dengan melibatkan Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Sekarang kami dengan Bandung masih dalam tahap diskusi, proyek mana yang kemungkinan mau dikolaborasikan. Hubungan kami dengan Bandung cukup kuat, seiring Bandung kini juga sedang fokus untuk menjadi smart city,” kata Cockroft, Rabu (28/11).

Secara nasional, hubungan antara Melbourne dengan Indonesia juga cukup kuat di bidang pertukaran pelajar, startup, dan organisasi kepemimpinan.

Gelar kompetisi hackathon

Ilustrasi data untuk mencari ketersediaan lahan parkir / DailySocial
Ilustrasi data untuk mencari ketersediaan lahan parkir / DailySocial

Untuk mewujudkan konsep smart city yang menyeluruh, pemerintah Melbourne membangun divisi tersendiri. Sama halnya dengan penempatan Jakarta Smart City oleh Pemerintah Provinsi Jakarta.

Dalam Smart City, berisi 45 orang dan terbagi jadi enam tim yakni riset, citylab, sistem informasi geografis, strategi dan open data. Pendekatan open data sebenarnya sudah dimulai sejak November 2014 sebagai bagian dari dimulainya pemerintah mengadopsi kebijakan yang terbuka.

Pemerintah percaya bahwa menyelesaikan isu di lapangan itu bisa diselesaikan lewat komunitas dengan memanfaatkan data yang tersedia. Data bisa diakses oleh siapapun tanpa terkecuali, data tidak terbuka apabila mengenai privasi, keamanan, dan sensitivitas.

“Ada lebih dari 200 datasets tersedia dan bisa diakses lewat open data platform, 32 di antaranya sudah diotomasi dan bisa dibuka lewat API Socrata,” terang Innovation Officer Smart City Office, Emma Forster.

Bila dirinci datasets tersebut berbicara mengenai ketersediaan lahan parkir mobil dan rambu lalu lintas, data pejalan kaki langsung untuk identifikasi jalan setapak, perkembangan properti yang diusulkan atau dibangun, dan sebagainya.

Forster mengungkapkan sejak open data dibuka hingga kini, telah menghimpun lebih dari 30 ribu unique users, 240 ribu page views, 1 juta hits API per bulan, dan tumbuh hingga 86% pada tahun ini.

Agar pemanfaatan open data lebih masif dan relevan dengan kondisi di lapangan, Smart City mengundang komunitas startup atau pelajar untuk berpartisipasi dalam kompetisi hackathon. Ini baru pertama kalinya digelar, sejak menginisiasi konsep open data platform di 2014 lalu.

Dia bercerita, pada hackathon ini pihaknya menantang komunitas untuk menyelesaikan isu terkait disabilitas. Satu dari lima orang Australia termasuk golongan disabilitas, namun 80% di antaranya tidak terlihat seperti orang cacat.

Peserta dapat memanfaatkan seluruh open data platform yang tersedia dan menggabungkannya dengan teknologi yang ada. Di akhir periode kompetisi, pihaknya memutuskan menetapkan Melba (Melbourne’s Smart Asisstant) keluar sebagai pemenang pertama.

Melba menawarkan solusi berbasis AI membantu orang mencari parkir kosong, navigasi kemacetan pejalan kaki, gangguan konstruksi, dan jalan pintas.

Kemitraan dengan Alipay

Program lainnya yang sedang dikerjakan Pemerintah Melbourne adalah kemitraan dengan Alipay untuk opsi pembayaran sumbangan secara non tunai buat seniman jalanan. Proyek percobaan ini sudah dimulai sejak Juli 2018, pergerakannya masih ditinjau sejauh ini oleh tim.

Business Development Officer International & Civic Services Branch, Terry Wu, menerangkan proyek ini dilirik lantaran dari segi ekonomi ada 1,43 juta pengunjung Tiongkok ke Australia pada akhir September 2108. Sebanyak 621,6 ribu di antaranya mendatangi Melbourne.

Turis Tiongkok menghabiskan AUD 2,7 miliar di Victoria, sama dengan 35% dari market share. Selain itu Victoria menampung 34% atau 180 ribu pelajar Tiongkok yang menuntut ilmu di sana.

Mengutip dari riset Nielsen di 2017, disebutkan bahwa 76% turis Tiongkok cenderung memilih opsi pembayaran non tunai saat melancong ke luar negeri. Serta lebih dari 90% turis menggunakan opsi pembayaran dengan smartphone saat bertransaksi.

“Program ngamen ini kami pilih karena merupakan representasi dari Melbourne sebagai kota dengan budaya jalanan yang hidup. Lagi pula dengan semakin trennya budaya non-cash, dikhawatirkan akan berdampak pada pendapatan para seniman jalanan,” ucapnya.

Ada 10 seniman yang terpilih berhak mengikuti proyek trial ini, mereka dibekali kode barcode yang dapat dipindai oleh para pengguna Alipay. Bisa juga menerima opsi pembayaran dengan kartu yang didukung oleh Visa dan MasterCard.

Jika proyek ini sukses, kemungkinan besar menurut Terry akan dibawa ke kota lain seantero Australia. Setiap turis yang memberikan sumbangan akan menerima kode promosi menarik yang bisa ditukar.

“Bagi turis Tiongkok, tentunya ini sesuatu yang menarik. Tapi bagi warga lokal, menjadi hal yang sangat baru karena mereka bisa memberi sumbangan pakai kartu Visa atau MasterCard saja.

Terry menjelaskan pihaknya memilih Alipay sebagai mitra lantaran anak usaha fintech dari Alibaba ini sudah memiliki kantor perwakilan di Melbourne.

Dari segi jumlah merchant yang sudah menerima pembayaran dengan Alipay diprediksi sudah lebih dari 1000 unit.

“Alipay memiliki market share hampir 50% untuk pembayaran non tunai di Melbourne. Jadi itulah alasan kita kenapa lebih memilih Alipay.”

Selain dua program di atas, City of Melbourne memiliki program pelatihan entrepreneur selama enam bulan untuk pelajar dan startup dan digital engagement untuk penduduk Melbourne dalam memberikan masukan, keluhan, dan rencana buat pemerintah.

Digital engagement ini bisa dikatakan mirip seperti aplikasi Qlue yang dipakai Jakarta Smart City dalam menaungi semua feedback penduduk Jakarta.

BNI is to act as a "bank settlement", WeChat Pay and Alipay will be able to scan the GPN-based QR code

BNI to Facilitate WeChat Pay and Alipay to Enter Indonesia

Two China-based payment services, WeChat Pay and Alipay, will soon to be available in Indonesia through a partnership with PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). The result is to be available for public by the end of the year. Currently, WeChat Pay and Alipay cover more than 90% e-money-based transaction in China.

Quoted from Kumparan, Dadang Setiabudi, BNI’s Tech Director confirming the the partnership with both payment services. He said the planned partnership is on the last stage and soon to final.

“BNI and WeChat Pay, also BNI and Alipay are in a legal process and soon-to-be-finished. The form of partnership is for BNI to be an acquiring and official settlement bank for the inbound transaction of WeChat Pay and Alipay from China to make transactions in BNI’s merchants,” Setiabudi explained.

Later, WeChat Pay and Alipay are integrated with Quick Response Indonesia Standard (QRIS) Code available in BNI’s merchants. It means the GPN standardized QR Code should be capable to be scanned through WeChat Pay or Alipay.

“Yes, indeed, to be a part of BNI’s merchants,” he added.

The central bank is giving its blessings. Mirza Adityaswara, BI’s Senior Deputy Governor, in his previous statement, has encouraged Alipay and WeChat Pay to explore partnerships with local banks to run business in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pembayaran Alipay dan WeChat Pay

Setelah BNI, Bank Lain Siap Terima Pembayaran Alipay dan WeChat Pay

Adopsi pembayaran lewat Alipay dan WeChat Pay di Indonesia akan diperluas, rencananya setelah BNI akan ada bank BUKU IV lainnya yang siap menerima layanan tersebut di merchant-nya. Pasalnya, baik WeChat maupun Alipay tidak diperboleh masuk ke Indonesia secara mandiri, lantaran harus memenuhi beberapa regulasi dari Bank Indonesia.

“Dengan BNI ini tidak eksklusif, jadinya bank BUKU IV yang lainnya bisa ikut masuk. Namun bagi BNI ini bisa menjadi tambahan nilai untuk para merchant kami [Yap!],” ujar Manager Divisi Transactional Banking Services BNI, Auzaiy di sela-sela acara Fintech Talk di Bali, Kamis (25/10).

Dia menerangkan dari ketentuan BI, perusahaan yang ingin bermain di segmen e-money setidaknya mayoritas harus dimiliki oleh lokal sebesar 51%. Terlebih WeChat dan Alipay tidak diperbolehkan menggandeng fintech e-money seperti OVO, melainkan harus terkoneksi langsung ke bank.

Bank yang bisa menerima pun tidak sembarang, minimal sudah berstatus BUKU IV dengan ketentuan modal inti minimal Rp30 triliun. Sehingga mereka harus menggunakan berbagai jasa pembayaran atau jasa transaksional yang disediakan oleh bank BUKU IV tersebut agar terjadi interoperabilitas dan interkonetivitas.

“Kenapa BI maunya bank BUKU IV? Karena kan harus laporan secara rutin, ada banyak hal yang perlu dikontrol. Sementara kalau pakai fintech, itu tidak bisa.”

Adapun bank BUKU IV lain yang sudah menerima yang sudah menerima izin QR Code dari BI di antaranya BRI dan CIMB Niaga.

Disebutkan integrasi antara BNI dengan WeChat dibantu oleh dua pihak lokal, satu di antaranya adalah PT Alto Halo Digital International (AHDI), anak usaha dari perusahaan switching Alto Networks.

Auzaiy melanjutkan, inisiasi awal yang dimulai dari BNI ini tentunya bakal dimanfaatkan penuh oleh perseroan dalam memberikan nilai tambah untuk para merchant yang telah bergabung. Secara perlahan, BNI akan terus menambah QR Code untuk para merchant, dimulai dari Bali dan Manado. Dua destinasi tersebut menjadi tempat favorit wisatawan Tiongkok.

Saat ini merchant BNI yang tergabung dalam Yap! di Bali mencapai angka 11 ribu merchant. Bila digabung dengan NTB dan NTT angkanya melambung sampai 18 ribu merchant. Keseluruhan merchant Yap! mencapai lebih dari 150 ribu di seluruh Indonesia.

“Sekarang masih di-roll out pelan-pelan, mungkin nanti akhir tahun ini pengalaman transaksi lewat WeChat Pay dan Alipay akan lebih terasa maksimal.”

Dia berharap tingginya tingkat kunjungan wisatawan dari Tiongkok, tentunya diharapkan bisa menambah devisa buat negara. Sekaligus tambahan fee based income (pendapatan non bunga) buat perseroan.

Pembayaran Alipay dan WeChat Pay

BNI Jadi “Jalan Masuk” WeChat Pay dan Alipay ke Indonesia

Dua layanan pembayaran Tiongkok WeChat Pay dan Alipay sebentar lagi masuk ke pasar Indonesia melalui kerja samanya dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Hasil kemitraan ini diharapkan bisa diimplementasikan ke publik pada akhir tahun. WeChat Pay dan Alipay secara keseluruhan menguasai lebih dari 90% transaksi berbasis uang elektronik di negara Tirai Bambu tersebut.

Dikutip dari Kumparan, Direktur Teknologi BNI Dadang Setiabudi tidak menampik pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan kedua layanan pembayaran populer di Tiongkok tersebut. Ia menjelaskan bahwa kerja sama yang disusun sudah berada di tahap akhir dan hampir selesai.

“BNI dan WeChat Pay serta BNI dan Alipay dalam proses finish legal dan hampir selesai. Bentuk kerja samanya adalah BNI akan menjadi acquiring dan official settlement bank untuk transaksi inbound nasabah WeChat Pay dan Alipay dari Tiongkok untuk transaksi di merchant BNI,” terang Dadang.

Nantinya WeChat Pay dan Alipay akan terintegrasi dengan Quick Response Indonesia Standard (QRIS) Code yang ada di merchant-merchant BNI. Artinya QR Code standarisasi GPN tersebut bakal bisa dipindai melalui aplikasi WeChat Pay maupun Alipay.

“Iya benar, tetapi akan menjadi bagian merchant-nya BNI,” terang Dadang.

Bank sentral sendiri memberikan restunya. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara dalam pernyataan sebelumnya mendorong layanan pembayaran digital Alipay dan WeChat Pay menjalin kerja sama dengan bank lokal untuk menjalankan operasionalnya di Indonesia.