Tag Archives: Amasia

Social Commerce Platform Super Secures Over 1 Trillion Rupiah Series C Funding

Super social commerce announced a $70 million (over 1 trillion Rupiah) series C funding round led by New Enterprise Associates (NEA), a Silicon Valley-based VC. Also participating in this round, Insignia Ventures Partners, SoftBank Ventures Asia, DST Global Partners, Amasia, B Capital, and TNB Aura.

In fact, a number of angle investors were also involved, including Stephen Pagliuca (Chairman of Bain Capital), Eric Feng (former General Partner of Kleiner Perkins and Gold House), and Moses Lo (Xendit’s CEO).

It is said that they have reached $106 million (over 1.5 trillion Rupiah) in total funding since its debut. Also, this is the highest figure for the social commerce vertical in Indonesia. The latest round was announced after a year of Super’s $28 million Series B funding led by SoftBank Ventures Asia.

In an official statement today (2/6), Super’s Co-founder and CEO, Steven Wongsoredjo said the company will use the additional capital to continue its mission of equal access for people in Kalimantan, Bali, West Nusa Tenggara, East Nusa Tenggara, Maluku, and Papua in the next few years.

One way is to focus on regional expansion for multinational and local FMCG suppliers in rural areas. In the meantime, empowering more community leaders to optimize their income to have a better quality of life.

“The two and third tier cities have 3-5 times lower GDP per capita than Jakarta. However, the cost of consumer goods is higher by 20-200%. In fact, more than 30% of Indonesia’s GDP comes from East Java, Kalimantan and East Indonesia. Super is targeting a huge untapped market,” Steven said.

NEA’s partner, Andrew Schoen added, “We are thrilled to be able to support the entire Super team. The company is positioned to improve the lives of the 260 million Indonesians living outside the Indonesian capital. Super will continue to improve access to basic goods, create meaningful and rewarding jobs, and streamline supply chains for tier-2, tier-3, and Indonesian rural areas.”

Future plans

Super’s Head of Strategy and Business Development, Gisella Tjoanda said, in its fourth year, Super gets the meaning of data collection and analysis as one of the keys to success in launching new SKUs. Therefore, they will expand the engineer team to improve the warehouse management system.

“By applying machine learning, we can help Super make better use of data to expand its SKUs in the future,” she said.

Currently, Super has successfully launched two private-label brands to realize product-market fit. The company is to reinvest some of the fresh money to develop additional private-label FMCG brands in the next few years. In addition, launching cosmetic products due to the increasing market demand for this segment throughout Indonesia.

In order to accomplish its mission of being a sustainable company, Super will launch a feature for community agents to track end consumer transactions to help community agents offer better-designed experiences for end customers.

Super was founded in 2018, offering differentiation that utilizes a hyperlocal logistics platform to deliver consumer goods to thousands of agents within 24 hours of ordering. Super partners with thousands of community agents such as individuals and stalls to collect and distribute millions of dollars worth of goods to their communities each month.

It is said that Super is currently available in 30 cities in East Java and South Sulawesi, primarily targeting areas with $5,000 or lower GDP per capita.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup social commerce Super mengumumkan perolehan pendanaan Seri C sebesar $70 juta yang dipimpin New Enterprise Associates (NEA)

Platform Social Commerce “Super” Raih Pendanaan Seri C Lebih dari 1 Triliun Rupiah

Startup social commerce Super mengumumkan perolehan pendanaan seri C sebesar $70 juta (lebih dari 1 triliun Rupiah) yang dipimpin New Enterprise Associates (NEA), VC berbasis di Silicon Valley. Jajaran investor lain yang turut berpartisipasi meliputi Insignia Ventures Partners, SoftBank Ventures Asia, DST Global Partners, Amasia, B Capital, dan TNB Aura.

Selanjutnya, sejumlah angle investor juga turut terlibat, di antaranya Stephen Pagliuca (Chairman Bain Capital), Eric Feng (eks-General Partner Kleiner Perkins dan Gold House), dan Moses Lo (CEO Xendit).

Disebutkan, total perolehan dana yang berhasil raih Super hingga kini mencapai $106 juta (lebih dari 1,5 triliun Rupiah) sejak pertama kali berdiri. Diklaim angka ini tertinggi untuk vertikal social commerce di Indonesia. Putaran teranyar ini didapat selang setahun lebih pasca Super mengantongi pendanaan Seri B sebesar $28 juta yang dipimpin oleh SoftBank Ventures Asia.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (2/6), Co-founder dan CEO Super Steven Wongsoredjo menuturkan, dana segar ini akan dimanfaatkan perusahaan untuk melanjutkan misinya pada pemerataan akses bagi masyarakat di Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua dalam beberapa tahun ke depan.

Salah satunya caranya, yakni berfokus pada perluasan wilayah bagi para pemasok FMCG multinasional dan lokal di daerah pedesaan. Sekaligus, memberdayakan lebih banyak pemimpin masyarakat untuk mengoptimalkan pendapatan mereka agar memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

“PDB per kapita di kota-kota tingkat dua dan tiga itu lebih rendah hingga 3-5x dari Jakarta. Namun, biaya barang-barang konsumsi lebih tinggi sebesar 20-200%. Padahal, lebih dari 30% PDB Indonesia berasal dari Jawa Timur, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Super mengejar pasar besar yang belum dimanfaatkan,” kata Steven.

Partner NEA Andrew Schoen menambahkan, “Kami sangat senang dapat mendukung seluruh tim Super. Super diposisikan untuk meningkatkan kehidupan 260 juta orang Indonesia yang tinggal di luar ibu kota Indonesia. Super akan terus meningkatkan akses ke barang-barang dasar, menciptakan pekerjaan yang berarti dan bermanfaat, dan merampingkan rantai pasokan untuk wilayah tingkat-2, tingkat-3, dan pedesaan di Indonesia.”

Rencana berikutnya Super

Head of Strategy and Business Development Super Gisella Tjoanda menuturkan, di tahun keempatnya, Super memahami pentingnya pengumpulan dan analisis data sebagai salah satu kunci sukses dalam meluncurkan SKU baru. Oleh karena itu, pihaknya akan memperluas tim engineer untuk meningkatkan sistem manajemen gudang.

“Dengan menerapkan machine learning, dapat membantu Super memanfaatkan data dengan lebih baik untuk memperluas SKU-nya di masa mendatang,” kata dia.

Saat ini, Super berhasil meluncurkan dua merek private-label untuk merealisasikan product-market fit. Perusahaan akan kembali berinvestasi sebagian dari modal baru mereka untuk mengembangkan merek private-label FMCG tambahan dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, meluncurkan produk kosmetik karena melihat dari keinginan pasar yang meningkat untuk segmen ini di seluruh Indonesia.

Untuk melanjutkan misinya menjadi perusahaan berkelanjutan, Super akan meluncurkan fitur bagi agen komunitas untuk melacak transaksi konsumen akhir guna membantu agen komunitas menawarkan pengalaman yang dirancang lebih baik bagi pelanggan akhir.

Super dirintis sejak 2018, membawa diferensiasi yang memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mengirimkan barang-barang konsumen ke ribuan agen dalam waktu 24 jam dari waktu pemesanan. Super bermitra dengan ribuan agen komunitas seperti individu dan warung untuk mengumpulkan dan mendistribusikan barang bernilai jutaan dolar AS ke komunitas mereka setiap bulan.

Diklaim, saat ini Super beroperasi di 30 kota di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, terutama menargetkan daerah yang memiliki PDB per kapita $5.000 atau lebih rendah.

Application Information Will Show Up Here

Xendit’s Latest Funding of 2.1 Trillion Rupiah Confirms Its Unicorn Status

Xendit announced the series C funding of $150 million or equivalent to 2.1 trillion Rupiah. This round also settled the company’s valuation above $1 billion and made Xendit the next “unicorn” startup in Indonesia.

The investment was led by Tiger Global Management with the participation of a series of investors, including Accel, Amasia, and Goat Capital. With this fresh funding, Xendit plans to innovate on its product range, aiming expansion to selected countries in Southeast Asia.

The Xendit fintech platform has started to be available in the Philippines. To solidify its debut, the company recently invested in local payments startup, Dragonpay.

“We are seeing a major shifting to digital that almost all businesses, from small shop owners on Instagram, to the largest companies in Indonesia [..] Xendit’s digital payments infrastructure allows businesses to receive payments faster,” Xendit’s Founder & CEO, Moses Lo said.

Previously, Xendit closed its $64.6 million Series B funding round in March 2021 and was led by Accel. With this latest funding, they have raised IDR 3.4 trillion ($238 million) in total since the first round in 2015.

“Xendit recorded a total payout volume increase of more than 200% yoy in Indonesia and the Philippines, continuing our growing track record by more than 10% month-on-month, since our debut. Our new unicorn status will help strengthen the core mission as our guide,” Xendit’s Co-Founder & COO, Tessa Wijaya added.

Beyond fintech

Xendit’s core solution is a payment gateway, enabling businesses to have a digital payment infrastructure, either integrated into the backend system (for example in e-commerce or other services such as online travel) or used directly through the provided application (for example for social commerce).

Realizing the huge potential of MSMEs in Indonesia, Xendit is also developing SaaS products to help micro-small businesses digitize business processes, beyond pure fintech products. Most recently, they provide a product inventory service to make it easier for business owners to synchronize between online platforms for sales.

Additional capital will also be channeled to increase Xendit’s penetration into the MSME segment. Various specific features and services will be rolled out, in addition to strengthening the capabilities of existing products such as capital loans, chargeback insurance, to fraud prevention.

“Xendit’s digital payment infrastructure which designed specifically for Southeast Asia is now the new standard for the financial industry in the region. By providing a reliable and secure payment gateway, Xendit has paved the way to a digital economy for businesses,” Tiger Global Management’s Partner, Alex Cook said.

On the other hand, Xedit also has a special product Instamoney, as an API service to help businesses provide remittance features. Several platforms have used this system, such as Wise and MoneyGram.

Indonesia’s unicorn

Looking at the startup ecosystem in Indonesia today, it seems that in the future we will continue to welcome a new generation of unicorns. One of the reason is that there are dozens of startups with centaur valuations – while global and local investors are also increasingly eager to inject their funds.

Based on our data, there are currently a total of 10 startups have been confirmed as unicorns. Several players have the potential to follow in the near future with valuations above $500 million, including SiCepat, Kopi Kenangan, Ruangguru, and Akulaku.

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak ~$3 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Blibli (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Tiket.com (dikonfirmasi perusahaan) ~$1 miliar
Kredivo* $2,5 miliar
Xendit ~$1 miliar

*assuming the merger process to go public via SPAC has been completed


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Xendit Unicorn

Dapat Pendanaan Baru 2,1 Triliun Rupiah, Xendit Sandang Status “Unicorn”

Xendit mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $150 juta atau setara 2,1 triliun Rupiah. Putaran ini sekaligus mengokohkan valuasi perusahaan di atas $1 miliar dan menjadikan Xendit sebagai startup “unicorn” selanjutnya di Indonesia.

Investasi ini dipimpin oleh Tiger Global Management dengan partisipasi sejumlah investor, yaitu Accel, Amasia, dan Goat Capital. Dengan dana segar ini, Xendit berencana untuk terus melakukan inovasi pada jajaran produknya, dengan tujuan ekspansi ke negara-negara terpilih di Asia Tenggara.

Platform fintech Xendit juga sudah mulai dijajakan ke Filipina. Untuk mantapkan debutnya, perusahaan belum lama ini berinvestasi ke Dragonpay selaku startup pembayaran setempat.

“Kami sedang melihat pergeseran besar-besar ke ranah digital yang dilakukan hampir semua pelaku usaha, baik pemilik toko kecil di Instagram, sampai perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia [..] Infrastruktur pembayaran digital Xendit memungkinkan para pelaku usaha untuk dapat menerima pembayaran dengan lebih cepat,” ujar Founder & CEO Xendit Moses Lo.

Sebelumnya Xendit telah menutup putaran pendanaan seri B senilai  $64,6 juta pada Maret 2021 lalu dipimpin Accel. Dengan perolehan baru ini, secara total mereka telah mengumpulkan dana Rp3,4 triliun ($238 juta) sejak ronde awal di tahun 2015.

“Xendit mencatatkan peningkatan total volume pembayaran lebih dari 200% yoy di Indonesia dan Filipina, melanjutkan rekam jejak kami yang tumbuh lebih dari 10% dari bulan-ke-bulan, sejak awal pendirian. Status baru kami sebagai unicorn akan membantu memperkuat misi yang sejak awal menjadi pegangan kami,” imbuh Co-Founder & COO Xendit Tessa Wijaya.

Beyond fintech

Solusi utama Xendit adalah payment gateway, memungkinkan pebisnis memiliki infrastruktur pembayaran digital, baik yang diintegrasikan ke backend sistem (misalnya di e-commerce atau layanan lain seperti online travel) maupun digunakan langsung melalui aplikasi yang disediakan (misalnya untuk social commerce).

Menyadari besarnya potensi UMKM di Indonesia, saat ini Xendit juga turut mengambangkan produk SaaS untuk membantu pebisnis mikro-kecil untuk melakukan digitalisasi proses bisnis, di luar produk fintech murni. Teranyar, mereka menghadirkan layanan inventori produk untuk memudahkan pemilik usaha melakukan sinkronisasi antarplatform online untuk penjualan.

Modal tambahan yang didapat turut dikatakan akan difokuskan untuk meningkatkan penetrasi Xendit ke segmen UMKM. Berbagai fitur dan layanan yang spesifik akan digulirkan, di samping menguatkan kapabilitas produk yang sudah ada seperti  pinjaman modal, asuransi tolak bayar, sampai pencegahan penipuan.

“Infrastruktur pembayaran digital Xendit yang dirancang khusus untuk Asia Tenggara, kini menjadi standar baru untuk industri finansial di kawasan ini. Dengan menyediakan payment gateway yang andal dan aman, Xendit telah membuka jalan menuju ekonomi digital bagi para pelaku bisnis,” kata Partner Tiger Global Management Alex Cook.

Di sisi lain Xedit juga memiliki produk khusus Instamoney, sebagai layanan API untuk membantu bisnis menghadirkan fitur remitansi. Beberapa platform yang telah menggunakan sistem tersebut seperti Wise dan MoneyGram.

Unicorn di Indonesia

Melihat ekosistem startup di Indonesia saat ini, rasanya dalam beberapa waktu mendatang kita masih akan terus menyambut generasi baru unicorn. Pasalnya, saat ini startup bervaluasi centaur pun jumlahnya sudah puluhan – sementara investor global dan lokal juga makin bersemangat untuk menyuntikkan dananya.

Dari data yang kami miliki, saat ini total ada 10 startup yang terkonfirmasi sebagai unicorn. Beberapa pemain berpotensi menyusul dalam waktu dekat dengan kepemilikan valuasi di atas $500 juta, seperti SiCepat, Kopi Kenangan, Ruangguru, dan Akulaku.

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak ~$3 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Blibli (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Tiket.com (dikonfirmasi perusahaan) ~$1 miliar
Kredivo* $2,5 miliar
Xendit ~$1 miliar

* dengan asumsi telah menyelesaikan proses merger untuk selanjutnya go-public via SPAC

Social Commerce Platform Super Secures 405 Billion Rupiah Series B Funding Led by Softbank Ventures Asia

Social commerce platform Super announced a series B funding of $28 million (over 405 billion Rupiah) led by Softbank Ventures Asia. Several investors returned to participate in this round, including Amasia, Insignia Ventures Partners, Y Combinator Continuity Fund, and Stephen Pagliuca (Co-Chairman of Bain Capital and Owner of Boston Celtics). New investors included in this series are Partners from DST Global and TNB Aura.

To date, Super has raised funding worth more than $36 million (more than IDR 502 billion), which is claimed to be the largest for a social commerce company in Indonesia. The series A round had previously been held by the companyearlier last year and succeeded with $7 million (more than Rp.101 billion) led by Amasia. With the participation of some other investors, Y Combinator, B Capital, Insignia Ventures Partners, Alpha JWC Ventures, Indonesia FMCG Group UNIFAM, Mari Elka Pangestu, and Arrive, part of the Roc Nation founded by Jay-Z.

The fresh money will be used to increase the company’s business activities in East Java, as its headquarter, and expand to other provinces in eastern Indonesia this year. In addition, Super business which focuses on FMCG products will expand its product range, as well as develop a white label brand, called SuperEats.

In an official statement, Super’s Co-Founder & CEO, Steven Wongsoredjo said that as a consumer tech-company, Super’s mission is to provide equal economic access for all people. Currently, the grocery price in Indonesian regions and remote areas can reach 200% higher than the price in Jakarta. However, the purchasing power of people in remote areas is not as large as those in the capital city area.

“I think it’s unfair when a mother in a remote area can only afford one glass of milk, while with the same amount of money she can buy two or three glasses of milk in Jakarta. We want to provide a fair price for people everywhere, that’s why we built Super,” Steven explained, Thursday (29/4).

Some of the representative investors also commented on this. Softbank Ventures Asia’s partner, Cindy Jim said, the social commerce trend is increasing in the global industry, they are also proud of the Super team’s commitment to the remote areas of Indonesia with lack of attention.

“We believe that a hyperlocal team like them [Super] will be able to navigate and build a platform in Indonesia. Super is at the forefront of capturing the momentum of social commerce in remote areas in Indonesia,” Cindy said.

Amasia’s Co-Founder & Managing Partner, John Kim added, “There are more than two families living outside Jakarta and the majority of trading is still offline. This great opportunity will present great competition, but Steven is a leader with a solid mission. We will continue to support Super on the way forward.”

Super currently operates in 17 cities in East Java. The company utilizes a hyperlocal logistics platform to distribute consumer goods to agents in less than 24 hours after ordering. Super works with thousands of agents to distribute thousands to millions of goods every month. Most of these agents are women.

It is said, by linking large suppliers to small agents, Super was able to reduce the need for excess warehouses and fleets in the less effective supply chain. In this way, as the company expands its reach, Super helps reduce carbon emissions in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri B Super Social Commerce

Platform Social Commerce “Super” Kantongi Pendanaan Seri B 405 Miliar Rupiah Dipimpin Softbank Ventures Asia

Platform social commerce Super mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai $28 juta (lebih dari 405 miliar Rupiah) yang dipimpin Softbank Ventures Asia. Beberapa investor kembali berpartisipasi dalam putaran ini, di antaranya Amasia, Insignia Ventures Partners, Y Combinator Continuity Fund, dan Stephen Pagliuca (Co-Chairman Bain Capital dan Pemilik Boston Celtics). Investor baru yang masuk dalam seri ini adalah Partners dari DST Global dan TNB Aura.

Hingga kini Super telah mengantongi pendanaan senilai lebih dari $36 juta (lebih dari Rp502 miliar), diklaim terbesar untuk perusahaan social commerce di Indonesia. Putaran seri A sebelumnya telah selesai digelar perusahaan pada awal tahun lalu berhasil mengantongi $7 juta (lebih dari Rp101 miliar) yang dipimpin Amasia. Diikuti oleh jajaran investor lainnya, yakni Y Combinator, B Capital, Insignia Ventures Partners, Alpha JWC Ventures, Indonesia FMCG Group UNIFAM, Mari Elka Pangestu, dan Arrive, bagian dari Roc Nation yang didirikan oleh Jay-Z.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk meningkatkan aktivitas bisnis perusahaan di Jawa Timur, yang merupakan markasnya, dan merambah ke provinsi lain di Indonesia bagian timur pada tahun ini. Tak hanya itu, bisnis Super yang fokus pada produk-produk FMCG akan memperluas cakupan produknya, serta mengembangkan brand white label, dinamai SuperEats.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Super Steven Wongsoredjo menyampaikan sebagai perusahaan teknologi konsumer, misi Super adalah menyediakan akses ekonomi yang setara bagi semua masyarakat. Saat ini, harga barang kebutuhan di daerah dan pelosok Indonesia bisa lebih tinggi sampai 200% dibandingkan harga barang yang sama di Jakarta. Akan tetapi, kemampuan membeli masyarakat di pelosok tidak sebesar dengan kemampuan di area ibu kota.

“Menurut saya ini tidak adil ketika seorang ibu di area pelosok hanya mampu membeli satu gelas susu, sedangkan dengan jumlah uang yang sama ia bisa membeli dua tau tiga gelas susu di Jakarta. Kami ingin memberikan harga yang adil untuk masyarakat di mana pun karena itu kami membangun Super,” terang Steven, Kamis (29/4).

Sejumlah perwakilan dari para investor juga turut memberikan pernyataannya. Partner Softbank Ventures Asia Cindy Jim mengatakan, tren social commerce sedang meningkat di ranah global, mereka pun bangga dengan komitmen tim Super pada daerah-daerah Indonesia yang kurang diperhatikan.

“Kami percaya bahwa hyperlocal team seperti mereka [Super] akan mampu menavigasi dan membangun platform di Indonesia. Super ada di garda terdepan untuk menangkap momentum social commerce di area pelosok di Indonesia,” kata Cindy.

Co-Founder & Managing Partner Amasia John Kim menambahkan, “Terdapat lebih dari keluarga yang tinggal di luar Jakarta dan mayoritas perdagangan masih dilakukan secara offline. Peluang besar ini akan menghadirkan kompetisi yang besar, akan tetapi Steven adalah seorang pemimpin dengan misi yang solid. Kami akan terus mendukung Super dalam perjalanan ke depan.”

Super saat ini beroperasi di 17 kota di Jawa Timur. Perusahaan memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mendistribusikan barang kebutuhan konsumen ke agen-agen dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pemesanan. Super bekerja sama dengan ribuan agen untuk mendistribusikan ribuan sampai jutaan barang kebutuhan setiap bulannya. Kebanyakan para agen tersebut adalah kaum perempuan.

Diterangkan, dengan menghubungkan pemasok besar ke agen-agen kecil, Super mampu mengurangi kebutuhan gudang dan armada yang berlebih dalam rantai suplai yang kurang efektif. Alhasil, dengan cara ini, saat perusahaan memperluas jangkauan, Super membantu mengurangi emisi karbon di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here