Tag Archives: Amerson Lin

Gigacover Indonesia

Gigacover Resmikan Kehadiran di Indonesia, Sasar Produk Finansial untuk “Gig Worker”

Startup fintech Gigacover meresmikan kehadirannya di Indonesia setelah beroperasi kurang lebih selama satu tahun. Startup asal Singapura ini menyasar pekerja lepas (gig worker) dengan produk finansial yang berada di piramida terbawah untuk perlindungan kerja.

Dalam konferensi pers virtual, Co-Founder dan CEO Gigacover Amerson Lin mengatakan, perusahaannya masuk sebagai penghubung antara bisnis, lembaga keuangan, pemerintah, dan pekerja lepas, dengan mendukung dan menyediakan produk finansial sesuai kebutuhan.

“Kami melihat peluang pertumbuhan yang sangat besar karena semakin banyak generasi milenial memilih untuk berwirausaha, dan perusahaan menerapkan perekrutan tenaga kerja hibrida dengan mengambil lebih banyak staf kontrak dan pekerja tidak tetap,” ujarnya, kemarin (22/7).

Mengutip dari data World Bank 2019, tenaga kerja independen Asia Tenggara tumbuh sebesar 30% secara tahunan. Google dan Temasek juga mengestimasi ada sekitar 150 juta individu pekerja lepas di kawasan ini yang 50% di antaranya sulit mengakses berbagai layanan finansial dan perlindungan kerja yang memadai.

DI Indonesia saja, mengutip dari Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 33,34 juta orang pekerja paruh waktu per Agustus 2020, naik 4,32 juta atau 26% secara YOY. Sayangnya, kelompok pekerja ini menempati posisi terendah dari piramida perlindungan kerja, bahkan kalah dari pekerja kerah biru yang dilindungi oleh UU No. 13 Tahun 2003.

Statistik angkatan kerja nasional per tahun 2020 / BPS

Pekerja lepas di Indonesia hampir tidak memiliki jaminan terkait tenaga kerja, baik itu jaminan pekerjaan, pendapatan atau perlindungan sosial. Jaminan sosial mereka tidak diwajibkan untuk masuk sebagai bagian dari hak yang harus diberikan pemberi kerja, yang berarti mereka harus membayar produk untuk melindungi diri mereka sendiri.

Country Head Gigacover Indonesia Cobysot Avego melanjutkan, tidak terlindunginya pekerja lepas dengan jaminan kerja dan sosial, berdampak serius pada kesejahteraan dan mengganggu produktivitas kerja. Dalam sebuah riset yang ia kutip, sebanyak 24% pekerja yang mengalami gangguan finansial akan terganggu produktivitasnya saat bekerja. Dari jumlah tersebut, sebanyak 40% pekerja kehilangan tiga jam atau lebih selama seminggu karena gangguan finansialnya tersebut, bahkan 20% di antaranya sampai harus tidak masuk kantor.

Produk dan layanan Gigacover

Gigacover memberikan stabilitas dan kesetaraan bagi pekerja independen, termasuk pekerja gig, freelancer, dan orang yang bekerja sendiri tanpa naungan perusahaan, untuk mengakses layanan keuangan yang lebih baik. Layanan yang disediakan ada empat fitur: earning advance, group insurance policies, borrow, dan payment. Seluruh fitur tersebut hadir berkat kerja sama perusahaan dengan berbagai lembaga keuangan.

Layanan earning advance ini juga ditawarkan oleh pemain sejenis di Indonesia, di antaranya ada GajiGesa, Gadjian, dan Wagely.

Di Indonesia, Gigacover telah bekerja sama dengan Asuransi AXA dan Manulife untuk menyediakan produk asuransi. Cobysot menuturkan perusahaan akan bekerja dengan lebih banyak pemain lokal untuk mendukung fitur-fitur yang segera diluncurkan, yakni fast medical check, pharmacy discount, dan clinics appointment.

“Kami sedang dalam tahap diskusi dengan pemain healthtech untuk menjadi mitra di fitur fast medical check untuk mendukung akses kesehatan yang lebih terjangkau, sejalan dengan tren yang terjadi sejak pandemi ini,” kata Cobysot.

Sejak hadir setahun lalu, Gigacover kini telah digunakan oleh 30 ribu pekerja lepas di Indonesia yang bekerja sama di perusahaan dari berbagai industri. Mereka datang dari industri logistik, agen asuransi, pekerja outsourcing company, jasa, dan perusahaan teknologi. Axa Financial Agent adalah salah satunya penggunanya.

Dari empat fitur yang ada, mayoritas pengguna Gigacover di sini memanfaatkan fitur salary advance dan asuransi mikro. Menurut data Gigacover, sebanyak Rp3 miliar gaji telah dicairkan lebih awal oleh perusahaan setiap bulannya untuk para karyawan lepasnya. Angka tersebut berdampak pada meningkatkan produktivitas karyawan hingga 50 jam setiap bulannya.

Gigacover menerapkan strategi B2B2W (w=worker) dalam melakukan pendekatan bisnisnya. “Artinya Gigacover bermitra dengan perusahaan yang ingin memberikan kesejahteraan untuk pekerja, para pekerja inilah yang mengakses layanan di Gigacover. Tapi manfaatnya tidak hanya untuk pekerja, tapi juga untuk bisnisnya itu sendiri.”

Cobysot menargetkan pada tahun ini dapat menambah jumlah pengguna di angka 200 ribu pengguna.

Sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi, saat ini Gigacover sedang memproses pendaftaran di Sandbox OJK. “Untuk produk asuransi kami aman karena langsung beli paket dari Manulife dan AXA. Kami targetkan sampai akhir tahun ini semua lisensi OJK yang sudah dipenuhi.”

Target ekspansi Gigacover

Sejak hadir di Singapura pada 2017, Lin mengklaim perusahaan sudah meng-cover 300 ribu pekerja lepas, setara dengan setengah dari populasi pekerja lepas di sana. Para penggunanya tidak hanya pekerja lepas, tapi juga sudah masuk ke pekerja di industri kreatif, seperti konten kreator, konsultan freelance, dan masih banyak lagi. Nama-nama perusahaannya, seperti Gojek Singapura, Foodpanda, dan Gogox.

“Kami akan menerapkan strategi yang sama untuk Indonesia dan Filipina, masuk ke industri yang memiliki populasi pekerja gig worker terbanyak baru masuk ke industri lainnya,” kata Lin.

Tak hanya hadir di Indonesia dan Singapura, saat ini Gigacover juga mulai merintis bisnisnya di Filipina. Lalu berencana untuk masuk ke Vietnam dan Thailand dalam setahun hingga dua tahun mendatang sebagai bagian dari strategi ekspansi di Asia Tenggara.

Ekspansi ke Indonesia ini, sambungnya, adalah bagian dari rencana perusahaan pasca mengantongi pendanaan pada 2019 yang dipimpin oleh Vectr Fintech dan Quest Ventures Partners.