Amikom Business Park berkolaborasi dengan Amikom Computer Club terus berusaha untuk menumbuhkan ketertarikan generasi muda di Yogyakarta dengan startup digital. Salah satunya dengan mengadakan acara rutin dan membangun komunitas.
Sabtu (08/12) lalu, acara bertajuk “Kickoff: Jogja Startup Sprint” diadakan, menghadirkan pelaku startup dan perwakilan investor untuk berbagi pengetahuannya. Dalam acara tersebut hadir Founder Lunasbos Adjie Purbojati dan CEO Wideboard Gisneo Pratala Putra; sementara angel investor yang hadir adalah Budi Wasito.
Acara diikuti sekitar 200 peserta dari berbagai kalangan. Berbagai perspektif tentang bisnis digital dan investasi disampaikan dalam acara ini. Termasuk bagaimana susunan tim dalam startup melakukan pengembangan produk secara optimal.
Antusias yang tinggi membuat acara ini akan berlanjut dengan sesi “Founders Dating” yang akan diadakan pada 22 Desember 2018 mendatang. Selanjutnya, acara Jogja Startup Sprint juga akan ditutup dengan acara “Design Sprint” yang akan diadakan pada 29 Desember 2018. Seluruh rangkaian acara dilaksanakan di Universitas Amikom.
Peserta akan ditantang mencari masalah yang dihadapi customer dan menentukan solusi yang tepat serta minimum viable product.
Amikom Business Park sebagai penyelenggara acara ini merupakan inkubator dan pembangun ekosistem startup yang bertempat di Yogyakarta. Amikom Business Park dimiliki oleh Universitas Amikom Yogyakarta. Saat ini, Amikom Business Park sudah memiliki 15 startup yang telah diinkubasi serta 18 strategic partnership di Indonesia maupun luar negeri.
Informasi lebih lanjut seputar acara-acara yang diselenggarakan Amikom Business Park dapat dilihat di tautan berikut: http://amikombizpark.com/events.
—
Disclosure: DailySocial merupakan media partner Jogja Startup Sprint
Salah satu pendekatan yang banyak dilakukan berbagai pihak untuk menumbuhkan ekosistem startup ialah mendirikan inkubator. Pemerintah, korporasi, hingga kalangan edukasi berbondong-bondong membuat program inkubasi. Tak terkecuali Yayasan AMIKOM yang membawahi Universitas AMIKOM Yogyakarta dan beberapa unit perusahaan pendidikan lainnya. Program inkubator bertajuk “AMIKOM Business Park (ABP)” didirikan untuk mengakomodasi calon pengusaha digital di Yogyakarta.
“Untuk startup yang kami bina tidak harus dari mahasiswa AMIKOM. Kami terbuka membina startup yang berdomisili di Yogyakarta yang memiliki produk menarik serta memiliki tim yang mempuni. Berdasarkan pengalaman kami, rata-rata startup yang kami bina sudah lulus kuliah, atau tinggal skripsi,” cerita Donni Prabowo, General Manager Inkubator ABP kepada DailySocial.
ABP juga membantu startup binaannya untuk kebutuhan pendanaan. Pihaknya memfasilitasi pendanaan melalui grant pemerintah terkait startup dan kewirausahaan. Selain itu, melalui jaringan yang dimiliki yayasan, ABP juga menghubungkan startup dengan angel investor di area Yogyakarta. Saat ini pihaknya masih terus menggencarkan upaya kolaborasi dengan berbagai pihak untuk penguatan ekosistem digital di Yogyakarta yang lebih luas.
Strategi menjaring mahasiswa
Berada di lingkungan kampus, salah satu misi AMIKOM Business Park adalah meningkatkan awareness soal kewirausahaan digital untuk kalangan mahasiswa. Donni menceritakan ada beberapa hal yang dilakukan melalui program informal di luar kelas untuk hal tersebut. Secara rutin ABP menyelenggarakan program #StartupTalk untuk program inkubator.
“Melalui kegiatan #StartupTalk yang rutin kami selenggarakan dua minggu sekali, kami mencoba untuk mengedukasi tentang industri digital dengan cara mengundang praktisi-praktisi yang sudah lebih dulu terjun di dunia startup untuk sharing mengenai pengalamannya. Acara ini free dan terbuka untuk umum. Setelah selesai acara, para peserta kami masukkan ke dalam grup messenger agar mereka tetap saling dapat berbagi dan berdiskusi,” jelas Donni.
Pada awalnya inkubator ABP diinisiasi berdasarkan kerja sama antara AMIKOM dan Kominfo pada tahun 2011 dengan nama “Inkubator Industri Telematika Yogyakarta”. Seiring berakhirnya program Kominfo pada akhir tahun 2015, inkubator dikelola secara mandiri di bawah unit usaha Yayasan AMIKOM dan berganti nama menjadi AMIKOM Business Park.
Beberapa capaian program inkubator ini meliputi:
Pada tahun 2015, ABP menginkubasi satu startup dan memfasilitasi pendanaan Rp250 juta.
Pada tahun 2016, ABP menginkubasi dua startup, dan satu startup di antaranya memperoleh pendanaan Rp300 juta.
Pada tahun 2017, ABP menginkubasi 11 startup dan memfasilitasi pendanaan masing-masing kurang lebih Rp350-500 juta.
Pada tahun 2018, ABP menginkubasi empat startup dan memfasilitasi pendanaan kurang lebih Rp250-350 juta.
“ABP sendiri memiliki tagline ‘Transforming IT talent into successful startup IT companies’. Kami berambisi untuk mengantarkan startup binaan kami untuk naik level ke tahap berikutnya dengan cara memfasilitasi mereka dari berbagai hal, contohnya dari segi jaringan, dari segi peningkatan hard/soft skill, maupun akses funding. Kami berharap setelah 7-8 bulan masa inkubasi, mereka bisa lebih siap untuk naik level ke tahap berikutnya, misalnya masuk ke akselerator atau putaran pendanaan lanjutan,” lanjut Donni.
Mekanisme pembagian ekuitas di program inkubator ABP
Program inkubasi di ABP memakan waktu 8 bulan untuk masing-masing sesi. Program tersebut meliputi:
Dalam rangkaian kegiatan tersebut, beberapa materi yang diberikan antara lain seputar idea validation, market validation, business model validation, funding strategy, lean startup, dan beberapa materi teknis yang dikemas dalam kegiatan #StartupTalk.
“Berkaitan dengan komitmen, sebagai timbal balik dari program inkubasi dan akses funding yang kami berikan, ABP akan mengambil sebagian kecil equity dari startup binaan. Besaran equity yang kami akan kami ambil tergantung dari negosiasi dan valuasi startup saat datang ke kami,” jelas Donni soal mekanisme inkubasi.
Donni menambahkan, ada beberapa hal yang selalu ditekankan untuk startup binaan ABP, salah satunya soal tim. Ia percaya bahwa produk yang hebat terlahir dari komposisi tim yang hebat, namun kenyataannya masih banyak startup yang ditemui belum matang soal penguatan tim. Permasalahan dari sisi tim yang sering ditemui di antaranya: (1) founder kesulitan merekrut anggota tim yang tepat; (2) tim bubar karena founder sudah tidak memiliki visi yang sama; (3) beberapa founder keluar karena mendapatkan pekerjaan yang lebih menjanjikan; dan (4) founder sulit menjaga komitmen anggota tim.
Ekosistem startup di Yogyakarta
Berada di lingkungan akademik, ABP juga mengamati ketertarikan mahasiswa terhadap startup digital. Menurutnya saat ini ketertarikan tersebut terpantau menurun jika dibandingkan dua tahun terakhir. Analisisnya karena mulai banyak yang menyadari bahwa membuat startup sukses bukan perkara mudah, sehingga butuh mengasah pengalaman lebih dalam.
“Tantangan yang masih perlu diperbaiki adalah membuat lebih banyak mahasiswa lebih aware untuk menghadiri kegiatan-kegiatan berkaitan dengan industri digital di luar kelas, sehingga mindsetentrepreneur-nya dapat terbentuk lebih cepat. Di samping itu, menyadarkan mahasiswa bahwa membuat startup itu bukan hanya untuk keren-kerenan saja itu juga merupakan tantangan tersendiri,” ujar Donni.
Namun, jika melihat ekosistem startup di Yogyakarta secara umum, ABP melihat pertumbuhan konsisten dari tahun ke tahun. Indikasinya dari sisi raw material talent dengan supply lulusan yang cukup tinggi di bidang teknologi. Selain itu komunitas juga sudah banyak berkembang, seperti JogjaJS yang spesifik membahas teknologi Java Script, Dev-C, YAC, PhytonID dan sebagainya. Pun dari sisi program inkubator, beberapa mulai bermunculan.
“Hal yang menurut saya belum bertumbuh secara masif adalah local angel investor (dari Yogyakarta). Menurut saya masih banyak startup di Yogyakarta yang butuh dukungan funding di tahapan pre-seed agar mereka bisa mencapai round selanjutnya,” pungkas Donni.
Tahun ini ajang kompetisi global bagi para pelajar di seluruh dunia yang diadakan Microsoft “Imagine Cup” kembali dilaksanakan. Seperti yang sudah-sudah, proses seleksi dimulai dari tingkat nasional. Setelah melalui serangkaian proses submisi, seleksi dan penjurian, Microsoft Indonesia hari ini mengumumkan lima finalis nasional untuk Imagine Cup 2017.
Berikut ini adalah daftar aplikasi dari para finalis tersebut.
Child Adventure dari UNIKOM (Universitas Komputer Indonesia)
Memanfaatkan teknologi populer Virtual Reality (VR), Child Adventure atau disingkat CaTour mencoba menghadirkan pembelajaran budaya tradisional dengan gaya yang menarik. Dengan konten berbasis 3D dipadukan dengan konsep permainan digital, CaTour menghadirkan sebuah petualangan belajar interaktif.
Selain materi belajar, di dalamnya juga terdapat kuis yang dikemas dalam bentuk game. Salah satunya berwujud permainan ular tangga dengan peta sesuai dengan daerah yang dipilih untuk dipelajari budayanya.
Tanah Airku dari UNIKOM
Tahun ini UNIKOM memborong dua tiket final. Selain produk yang di atas, Tanah Airku juga terpilih untuk masuk final. Konsepnya sama-sama mengusung tentang pembelajaran budaya. Perbedaannya, selain tetap menggunakan konsep VR, Tanah Airku juga mengusung konsep Augmented Reality (AR).
Menggunakan buku dan kartu yang telah diterbitkan secara khusus, model pembelajaran baru tentang budaya dihadirkan dengan menciptakan visualisasi 3D yang interaktif. Selain itu petualangan dalam mode VR 360 derajat juga dihadirkan untuk memberikan kesan yang lebih atraktif kepada para siswa.
Hoax Analyzer dari ITB (Institut Teknologi Bandung)
Mencoba menyelesaikan permasalahan yang sedang menjadi kegelisahan banyak orang saat ini, tim dari ITB menghadirkan produk berupa aplikasi Hoax Analyzer. Aplikasi berbasis website ini dikembangkan dengan konsep NLP dan Machine Learning untuk membantu pengguna melakukan pengecekan informasi yang tersebar di internet.
Pengguna hanya cukup menginputkan berita yang ingin diklarifikasi, selanjutnya algoritma pembelajaran yang dimiliki sistem akan melakukan analisis secara mendalam hingga menghasilkan simpulan berita tersebut fakta atau hoax.
Glasses and Shoes for Blind dari Universitas AMIKOM Yogyakarta
Mencoba menyelesaikan permasalahan yang diderita kaum tuna netra, sebuah solusi bernama Glasses and Shoes for Blind (GaBlind) dihadirkan. GaBlind merupakan sebuah alat bantu inovatif berupa kacamata dan sepatu khusus untuk membantu memberikan navigasi kepada penyandang tuna netra. GaBlind menggunakan sebuah mikro-kontroler dan beragam sensor untuk dikoneksikan kepada sebuah GPS melalui saluran bluetooth.
Perangkat ini juga terhubung dengan ponsel untuk proses input. Ketika pengguna ingin menuju suatu tempat, cukup mengatakan kepada smartphone yang digenggam melalui aplikasi khusus, maka akan ditunjukkan rute menuju lokasi tersebut dari alat bantu yang digunakan.
FashionSense dari IPB (Institut Pertanian Bogor)
FashionSense merupakan sebuah sistem berbasis web yang menggabungkan teknologi Real-Sense dan Azure untuk mendeteksi karakteristik fisik pengguna guna memberikan rekomendasi pakaian yang sesuai. Rekomendasi tersebut termasuk untuk mengetahui ukuran dan warna yang pas dipakai oleh pengguna. FashionSense tidak menjadi sebuah layanan e-commerce, tapi melengkapi layanan yang ada dengan teknologi yang dikembangkan.
Salah satu hasil keluaran yang ada saat ini, FashionSense juga merekomendasikan tempat penjualan online untuk tipe baju yang direkomendasikan bagi pengguna, dan diurutkan berdasarkan ketentuan harga dan ulasan.
Mendukung pembangunan sistem pendidikan di Indonesia, Wakil Presiden Boediono secara resmi memperkenalkan kuliah online yang akan diimplementasikan di enam perguruan tinggi tanah air pada kesempatannya di kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Rabu kemarin (15/10). Di antara enam perguruan tinggi tersebut, empat merupakan universitas negeri sedangkan dua sisanya merupakan universitas swasta yang fokus ke bidang teknologi informasi.
Amikom Game Dev (AGD), a STMIK AMIKOM Yogyakarta’s student activity units, launches its first Android game. The developed game is called Jumping Granny, and already available for download from Google Play so you can play it on your Android device.
Jumping Granny game is quite simple, Game Jumping Granny ini cukup simple, tells a story of a grandmother who wants to save her grandchild who was abducted by alien. Although the download count is not a lot but there is an interesting phenomenon in the launch of the game by AGD which is a part of Amikom.
Amikom Game Dev (AGD), salah satu unit kegiatan mahasiswa di STMIK AMIKOM Yogyakarta meluncurkan game perdana buatan mereka untuk platform Android. Game yang dikembangkan ini bernama Jumping Granny, dan sudah dapat diunduh di Google Play dan dinikmati pada handset Android Anda.
Game Jumping Granny ini cukup simple, bercerita tentang seorang nenek yang ingin menyelamatkan cucunya yang diculik oleh alien. Walaupun dari angka download tidak banyak, namun ada fenomena menarik pada peluncuran game oleh AGD yang merupakan bagian dari Amikom.
Mahasiswa dan Pengembangan Game
Pengembangan game oleh mahasiswa merupakan fenomena yang menarik, dimana akhir-akhir ini banyak startup game dev yang dikelola oleh kalangan mahasiswa, terutama di Yogyakarta. Beberapa startup game dev tersebut pernah kami bahas di DailySocial, beberapa juga pernah memenangkan kompetisi besar yang diadakan beberapa vendor, dan beberapa lainnya sudah memproduksi game buatan mereka di berbagai platform seperti Android dan untuk perangkat Nokia.