Tag Archives: amplifier

Boss Waza-Air Bass Adalah Headphone Nirkabel Sekaligus Amplifier Gitar Bas Elektrik

Sekitar dua tahun silam, produsen pedal gitar elektrik asal Jepang, Boss, meluncurkan amplifier gitar nirkabel yang sangat unik. Unik karena bentuknya sama sekali tidak menyerupai amplifier pada umumnya, melainkan berupa sebuah headphone wireless.

Produk bernama Boss Waza-Air itu sepertinya menuai respon yang cukup positif. Buktinya, anak perusahaan Roland tersebut baru saja memperkenalkan Boss Waza-Air Bass. Sesuai tebakan, ini adalah produk yang serupa, tapi yang ditujukan buat para pemain gitar bas elektrik.

Otomatis cara kerja perangkatnya masih sama: tancapkan unit transmitter 2,4 GHz ke gitar bas, maka suara yang dihasilkan dapat langsung pengguna dengarkan melalui headphone secara wireless dengan latensi yang amat rendah. Juga masih dipertahankan adalah gyroscope untuk melacak posisi kepala pengguna dan mewujudkan efek suara spasial (3D audio).

Seperti halnya Waza-Air, kapabilitas Waza-Air Bass baru bisa maksimal jika ditandemkan dengan aplikasi Boss Tone Studio di smartphone atau tablet (iOS dan Android). Lewat aplikasi ini, pengguna dapat memilih dari lima tipe amp yang tersedia, serta lebih dari 30 efek suara yang dioptimalkan untuk gitar bas.

Aplikasi turut menawarkan 10 drum pattern yang berbeda untuk mendampingi sesi slapping pengguna, atau bisa juga dengan diiringi oleh metronom yang mempunyai 32 variasi ritme. Alternatifnya, berhubung Waza-Air juga dapat difungsikan sebagai headphone Bluetooth, pengguna pun juga bisa jamming bersama lagu-lagu favoritnya di smartphone.

Waza-Air Bass menyalurkan semua itu ke telinga via sepasang driver berdiameter 50 mm. Earcup-nya yang besar (over-ear), plus headband yang lebar dimaksudkan supaya pengguna betah berlama-lama memakainya. Maksimum sampai 5 jam sebelum baterainya harus diisi ulang. Saat sedang tidak digunakan, earcup-nya dapat dilipat ke dalam untuk memudahkan penyimpanan.

Di Amerika Serikat, Boss Waza-Air Bass sudah dipasarkan seharga $450, atau $50 lebih mahal daripada versi yang diperuntukkan gitar biasa.

Sumber: MusicRadar.

DAC Portabel THX Onyx Diciptakan untuk Para Penikmat Audio Berkualitas Master

Bagi sebagian besar orang, DAC (digital-to-analog converter) bawaan smartphone atau laptop sudah lebih dari cukup. Kebanyakan mungkin malah tidak menyadari bahwa komponen inilah yang bertugas mengonversi sinyal-sinyal digital dari sebuah file audio menjadi output analog yang dapat didengar oleh telinga.

Sebaliknya, kalangan audiophile hampir bisa dipastikan selalu mengandalkan perangkat DAC terpisah, entah yang berukuran besar dan berat, maupun yang sangat portabel dan berwujud seperti adaptor USB ke 3,5 mm. Di kategori DAC portabel ini, salah satu penawaran terbaru yang cukup menarik untuk disoroti datang dari THX.

Dijuluki THX Onyx, wujudnya tergolong low profile dengan warna serba hitam. Sesuai ekspektasi, ia mengemas konektor USB-C dan port 3,5 mm di ujung satunya. Menyambungkan kedua konektor tersebut adalah seutas kabel pendek yang fleksibel, dan bagian konektor USB-nya juga dilengkapi magnet sehingga bisa menempel ke bagian utamanya demi memudahkan penyimpanan.

Selain di smartphone Android, perangkat ini juga bisa digunakan di iPhone dengan bantuan adaptor Lightning ke USB. Ya, memang jauh dari kata ideal karena harus menggunakan dongle demi dongle, tapi setidaknya kompatibilitasnya bisa tetap terjaga. Pada paket penjualan Onyx, THX turut menyertakan adaptor USB-C ke USB-A sehingga laptop yang tidak memiliki port USB-C pun tetap bisa dipasangi Onyx.

Kinerjanya sendiri ditunjang oleh chip DAC ES9281PRO besutan ESS yang ditandemkan dengan amplifier rancangan THX sendiri. Menurut THX, amplifier milik Onyx adalah yang paling perkasa yang pernah mereka buat untuk segmen mobile, dan sangat kapabel untuk menyalurkan daya yang cukup buat headphone kelas audiophile, yang umumnya memiliki impedansi jauh di atas rata-rata.

Format audio yang didukung cukup bervariasi; bukan cuma DSD (Direct Stream Digital), tapi juga MQA (Master Quality Authenticated) seperti yang digunakan oleh Tidal pada layanan paling premiumnya. Di samping logo THX pada perangkat, ada tiga indikator LED untuk menandakan kualitas audio yang sedang diputar (standar, DSD, atau MQA). Selain untuk menikmati musik, Onyx juga cocok untuk kegiatan menonton maupun gaming.

Di Amerika Serikat, THX Onyx saat ini telah dipasarkan dengan harga $200. Harganya lebih mahal $50 daripada DAC portabel besutan Astell & Kern yang diluncurkan belum lama ini, namun perangkat itu tidak mendukung format MQA.

Sumber: Engadget dan THX.

Boss Waza-Air Adalah Amplifier Gitar yang Menyamar Sebagai Headphone Wireless

Inspirasi terkadang muncul di tengah malam, dan bagi seorang gitaris, ini kerap menjadi masalah. Mencolokkan gitar elektrik ke amplifier di malam hari bukanlah suatu tindakan yang bijak, apalagi kalau ternyata sang gitaris sudah punya buah hati atau malah tetangga yang cerewet.

Solusi yang diambil sering kali adalah dengan menyambungkan headphone ke amplifier, supaya melodi yang dimainkan tidak mengganggu orang-orang di sekitar. Namun sekarang ada cara yang lebih praktis lagi, yakni dengan menggunakan headphone wireless bikinan produsen pedal gitar elektrik asal Jepang, Boss.

Boss Waza-Air

Perangkat bernama Boss Waza-Air ini bukanlah sembarang headphone wireless, melainkan yang mengemas amplifier gitar terintegrasi. Cukup tancapkan transmitter 2,4 GHz ke gitar, maka suaranya bisa langsung didengar melalui headphone, tanpa ada seuntai kabel yang terlibat.

Istimewanya, Waza-Air turut mengemas gyroscope untuk melacak posisi kepala pengguna sekaligus mewujudkan efek suara spasial (3D). Sederhananya, pengguna dapat memilih tiga mode soundscape yang berbeda. Salah satu modenya bahkan dapat menyimulasikan skenario konser di atas panggung, dengan suara dari amplifier yang terdengar dari sisi belakang.

Kustomisasi juga menjadi salah satu fitur unggulan Waza-Air. Melalui aplikasi pendampingnya di ponsel, pengguna dapat memilih lima jenis amp yang tersedia, serta mengaktifkan lebih dari 50 efek suara. Kombinasinya pun dapat disimpan, lalu diaktifkan kapan saja melalui tombol fisik pada headphone.

Boss Waza-Air

Sebagai headphone itu sendiri, Waza-Air mengunggulkan driver berdiameter 50 mm. Baterainya diperkirakan bisa bertahan sampai 5 jam pemakaian. Tergolong boros, tapi wajar mengingat ia juga merangkap peran sebagai amplifier gitar. Proses charging-nya sendiri memakan waktu sekitar 3 jam.

Boss Waza-Air saat ini telah dipasarkan seharga $400. Mahal memang, dan dengan dana sebesar itu sebenarnya konsumen sudah bisa membeli amplifier tradisional yang cukup mumpuni. Namun sekali lagi, kalau inspirasi datangnya selalu di tengah malam, headphone ini bakal sangat bermanfaat.

Sumber: New Atlas.

Sennheiser GSX 1000 Adalah Amplifier Khusus untuk Gaming

Bukan rahasia apabila Sennheiser dicintai kalangan audiophile, tapi di saat yang sama mereka juga menawarkan sejumlah gaming headset berkualitas. Selain headset, pabrikan asal Jerman itu rupanya juga memiliki amplifier yang diciptakan khusus untuk gaming.

Dinamai Sennheiser GSX 1000, ia merupakan sebuah amplifier USB eksternal yang menjanjikan pengalaman audio virtual surround 7.1. Kehadiran berbagai preset, mulai dari Cinematic Gaming sampai Esport, memastikan ia dapat memenuhi beragam kebutuhan konsumen.

Sennheiser GSX 1000

Audio dalam game tidak harus yang kedengaran paling nyata, terutama ketika berhadapan dengan game kompetitif. Menggunakan preset Esport di game bertipe shooter misalnya, pengguna dapat mengetahui dari mana sumber suara tembakan berasal, sehingga pada akhirnya bisa bereaksi dengan lebih sigap.

Meski fokusnya pada gaming, GSX 1000 masih cukup ideal untuk sesi menikmati musik berkat DAC (digital to analog converter) terintegrasinya. Yang unik dari GSX 1000 adalah premis desain binaural, yang berarti suara untuk setiap channel stereo akan diolah secara terpisah.

Sennheiser GSX 1000

Secara desain, GSX 1000 tampak cukup atraktif sekaligus fungsional. Tepat di tengahnya merupakan layar LED berbekal panel sentuh kapasitif yang akan menyala ketika tangan pengguna mendekat, dan cincin aluminium yang mengitarinya merupakan kenop volume.

GSX 1000 memiliki tiga macam input: speaker, headphone dan mikrofon, lalu di sisi kanannya ada sebuah kenop kecil untuk mengatur volume mikrofon tersebut. Ia menyambung ke PC atau Mac via USB.

Secara keseluruhan, Sennheiser GSX 1000 terkesan sebagai solusi yang lebih praktis ketimbang sebuah sound card. Namun kepraktisan itu pastinya harus ditebus dengan harga yang lebih mahal, tepatnya $230.

Sumber: VentureBeat.

Berbekal Wi-Fi dan Bluetooth, Fender Mustang GT Siap Merebut Hati Gitaris Generasi Modern

Seperti yang sudah diberitakan menjelang akhir tahun kemarin, Fender akhirnya meluncurkan amplifier digital yang ditujukan untuk gitaris generasi modern, dimana konektivitas wireless serta opsi kustomisasi yang melimpah sudah menjadi suatu keharusan. Dinamai Mustang GT, ia melanjutkan salah satu lini amplifier terlaris Fender selama ini.

Desain Mustang GT sangatlah berbeda dibanding amp buatan Fender selama ini. Penampilannya jauh lebih minimalis, dan di sebelah deretan kenopnya terdapat sebuah layar beserta sejumlah tombol dan kenop khusus untuk menavigasikan menu serta mengaktifkan berbagai efek sekaligus preset.

Fender mengaku mengadopsi gaya desain semacam ini karena Mustang GT sebenarnya juga merangkap tugas sebagai speaker Bluetooth. Untuk itu, tim desainernya harus memutar otak dan pada akhirnya menciptakan rancangan yang bisa terlihat relevan di ruang tamu maupun di atas panggung.

Pengguna bebas bereksperimen dengan efek dan preset lewat aplikasi Fender Tone, lalu meneruskannya secara nirkabel ke Mustang GT / Fender
Pengguna bebas bereksperimen dengan efek dan preset lewat aplikasi Fender Tone, lalu meneruskannya secara nirkabel ke Mustang GT / Fender

Mendampingi Mustang GT adalah aplikasi baru bernama Fender Tone. Lewat aplikasi inilah pengguna dibebaskan untuk bereksperimen dengan tone gitar dan mengutak-atik preset yang sudah tersedia sesuai keinginan masing-masing. Dari situ preset-nya tinggal diteruskan ke amp untuk segera dijajal dengan gitar kesayangan.

Pengguna juga dapat saling berbagi preset buatannya. Fender bahkan sudah menyiapkan situs khusus untuk menampung semua kreasi komunitas, plus tone dan preset gubahan gitaris-gitaris ternama seperti Gary Clark Jr., Joe Bonamassa dan Josh Klinghoffer.

Fender Mustang GT tersedia dalam tiga varian ukuran / Fender
Fender Mustang GT tersedia dalam tiga varian ukuran / Fender

Berbekal Wi-Fi, Mustang GT pun juga bisa menerima firmware update layaknya sebuah smartphone. Jadi ketika Fender merilis sebuah amplifier baru, mereka juga bisa meracik simulasi tone-nya dan mengirimkannya ke Mustang GT tanpa harus mengoprek jeroannya.

Fender Mustang GT saat ini sudah dipasarkan dalam tiga model yang berbeda: Mustang GT 40 ($249), Mustang GT 100 ($399) dan Mustang GT 200 ($599), dimana yang terakhir ini diyakini sanggup mengisi venue besar sekalipun.

Sumber: Fender dan Quartz.

Fender Akan Rilis Amplifier Gitar Bluetooth dengan Aplikasi Pendamping yang Inovatif

Perkembangan teknologi digital yang begitu pesat memungkinkan kita untuk bermain musik menggunakan perangkat seperti smartphone atau tablet. Kondisi ini secara tak langsung memaksa produsen alat musik untuk terus berinovasi dan mengadopsi kecanggihan teknologi kalau tidak mau terus kehilangan pelanggannya satu demi satu.

Fender merupakan salah satu pabrikan yang tengah mengalaminya. Mereka pada dasarnya terus memikirkan cara untuk membuat konsumennya jadi terikat dengan produk-produknya dan tidak mengabaikan gitar yang mereka beli usai dipakai hanya selama tiga bulan.

Upaya perdananya diwujudkan lewat aplikasi stem gitar Fender Tune. Sekarang, mereka sedang bersiap untuk merilis aplikasi lain yang punya fungsi sebagai studio berlatih virtual, memudahkan pengguna untuk belajar memainkan lagu apa saja dari koleksi pribadinya di ponsel.

Tahun depan, Fender malah berencana untuk merilis amplifier dengan konektivitas Bluetooth. Amp ini datang bersama sebuah aplikasi yang berfungsi untuk memanipulasi tone suara gitar yang dihasilkan, dimana pengguna dapat mengemulasikan tone suara khas dari sejumlah gitaris ternama.

Inovasi Fender ini pada dasarnya merupakan pengganti yang ideal untuk pedal efek di era serba digital ini. Yang menjadi pedal efek nantinya adalah smartphone dengan segala fleksibilitas software, didukung oleh kenyamanan konektivitas nirkabel.

Tujuan akhirnya adalah memberikan opsi yang lebih mudah untuk konsumen yang baru mulai belajar, dan di saat yang sama masih bisa menyajikan sesuatu yang menarik bagi mereka yang sudah berpengalaman.

Sumber: Engadget dan Bloomberg. Gambar header: Pixabay.

Gaming Sampai Audiophile ‘Pemula’, Sennheiser Punya Headset yang Tepat Untuk Anda

Mampu memengaruhi manusia memaknai lingkungan di sekitarnya, bagi Sennheiser, suara memainkan peranan penting di berbagai konten hiburan. Sang spesialis audio asal Jerman itu tanpa lelah memperluas jajaran produk, menawarkannya ke lebih banyak segmen konsumen. Dan di triwulan terakhir tahun ini, Sennheiser membawa banyak sekali headphone baru ke Indonesia.

Sennheiser 2016 6

Hal paling menarik di event peluncuran pada tanggal 20 Oktober kemarin ialah, produk-produk di sana bukanlah hidangan eksklusif audiophile. Lalu siapa target pasarnya? Perangkat-perangkat ini ditujukan untuk pecinta musik casual, gamer, dan seperti kata marketing manager Wee Hong, konsumen yang ingin mencoba jadi audiophile tanpa perlu ‘membakar isi kantong’. Headphone-headphone tersebut terdiri atas varian HD 500 Series, HD 2 serta HD 4 yang stylish, headset gaming serta terdapat pula sepasang amplifier.

Sennheiser 2016 9

 

HD 2 Series

Sennheiser 2016 2

Terdiri dari tiga model, yaitu HD 2.10, HD 2.20s dan HD 2.30 i/G, penampilan anggota keluarga HD 2 Series memang berbeda, tapi masih mempunyai benang merah di sisi desain: stylish, ramping, dan foldable. Masing-masing punya karakteristik berbeda: HD 2.10 lebih all-rounder, menjanjikan proyeksi dan respons suara stereo dinamis; HD 2.20s fokus pada vokal dan soundstage tanpa mengorbankan bass; lalu HD 2.30 i/G merupakan varian paling seimbang dan mumpuni di antara ketiga HD 2 Series.

Sennheiser 2016 10

 

HD 4 Series

Masih tetap mengusung struktur foldable, HD 4.20s dan HD 4.30 i/G mempunyai earcup lebih besar, berperan sebagai pembaruan dari HD 461 dan HD 471. Di keluarga 4 Series, HD 4.20s memberikan Anda output seimbang, respons akustik detail serta bass bertenaga. Soundstage HD 4.30 i/G sendiri diklaim ‘lebih hidup’, suara akustiknya bersih dipadu bass ‘dinamis yang kaya’. Sennheiser meng-upgrade beberapa aspek seperti mengganti komposisi material sehingga lebih kuat, juga membubuhkan bantalan yang lebih empuk.

Sennheiser 2016 1

Wee Hong bilang, kehadiran HD 2 dan 4 Series membuat pengalaman mendengarkan musik di perjalanan berubah dari ‘good to go’ menjadi ‘great to go’.

Sennheiser 2016 5

 

HD 500 Series

Keluarga HD 500 Series menjadi primadona di acara kali ini, diramu untuk menghidangkan home entertainment jempolan dan terbaik di kelasnya. Sang marketing manager bilang, headphone-headphone ini sangat pas buat audiophile pemula. Penampilan mereka hampir serupa, perbedaanya hanya terletak pada komposisi warna.

Sennheiser 2016 11

HD 559

Diracik untuk ‘membuka potensi’ home audio, karakter suaranya hangat dengan nada menengah dan tinggi yang jernih. Kapabilitas bass-nya lebih kuat dibandingkan saudara-saudarinya, ditopang transducer 38mm 50-ohm, memanfaatkan desain open around ear. Earpad lembutnya dapat Anda ganti.

HD 569

Sennheiser 2016 16

Rupa dan pemilihan warnanya hampir mirip HD 559, termasuk kehadiran kabel dettachable sepanjang 3m (ada bonus kabel lebih pendek dengan colokan 3,5mm juga) dengan jack 6,3mm, bass ialah spesialisasi HD 569: jangkauannya tinggi, jernih, dentumannya menonjol, lalu headphone mampu memisahkan suara vokal dan bass secara optimal.

HD 579

Sennheiser 2016 15

Warna keperakan HD 579 mewakilkan sejumlah kapabilitas premium. Ditopang driver besutan Sennheiser sendiri, headphone mampu menghasilkan audio seimbang di mana nada mengenah dan tinggi terdengar sangat detail. Bass-nya juga tidak berlebihan, terasa halus karena sengaja dikontrol secara optimal. Oh, HD 579 juga sudah dibekali kemampuan soundstage 3D.

HD 599

Sennheiser 2016 14

Namun untuk menikmati musik-musik binaural recording secara memuaskan, saya pribadi sangat merekomendasikan HD 599. Performa open headset ini dalam menyajikan audio tiga dimensi tak kalah jempolan dari produk-produk yang lebih mahal. Kemampuannya mensimulasikan jarak antara telinga dengan sumber suara sangat luar biasa.

 

Gaming

Enggannya Sennheiser berkompromi pada mutu menjadi penghalang bagi gamer untuk meminang headset-headset terdahulu. Namun belakangan, mereka mulai mengubah strategi. GSP 300, sebuah headphone gaming terjangkau diperkenalkan bersama sepasang amplifier – GSX 1000 dan GSX 1200 Pro – di Gamescom 2016. Dan baru di bulan ini, GSP 350 menyusul, dipersenjatai audio surround 7.1. Anda tidak mau yang standar? Jangan cemas, Sennheiser turut membawa PC 373D ke tanah air.

GSP 300 & 350

Seperti yang pernah dibahas sebelumnya, perbedaan penampilan pada kedua headphone ini hanya terletak pada warna bantalan. GSP 300 mempunyai padding biru, dan GSP 350 warna merah. Sennheiser menjelaskan bahwa GSP 300 lebih pas dipergunakan oleh penikmat game di console karena hanya di PC kemampuan channel 7.1 milik GSP 350 bisa diakses. Keduanya dibekali boom mic ber-noise cancelling, sudah lulus uji ketahanan, dan Sennheiser berani memberikan garansi internasional selama dua tahun.

Sennheiser 2016 18

Sennheiser 2016 19

PC 373D

Meski sama-sama menyimpan teknologi Dobly 7.1 Surround Sound seperti GSP 350, PC 373D berada beberapa tingkatan di atasnya. Rancangannya premium dengan bantalan beludru mewah, diklaim sangat nyaman dipakai di waktu lama. Output suara dapat Anda konfigurasi lewat software, lalu Sennheiser tidak lupa mencantumkan teknologi noise-cancelling level profesional di mic-nya.

Sennheiser 2016 17

Sennheiser 2016 12

GSX 1000 & 1200 Pro

Via kedua amplifier ini, Anda bisa merasakan audio binaural serta ditawarkan keleluasaan pengaturan equalizier. Tak cuma game, GSX 1000 dan 1200 Pro dapat pula digunakan untuk mendongkrak kualitas penyajian musik sampai film. Anda bahkan dipersilakan mengatur volume sidetone (memungkinkan kita mendengar suara sendiri).

Sennheiser 2016 21

Sennheiser 2016 20

Daftar harga masing-masing produk bisa Anda lihat di bawah:

  • HD 2.10 – Rp 900 ribu
  • HD 22.0s – Rp 1,33 juta
  • HD 2.30 i/G – Rp 1,66 juta
  • HD 4.20s – Rp 1,49 juta
  • HD 4.30 i/G – Rp 1,82 juta
  • HD 569 – Rp 3 juta
  • HD 579 – Rp 3,4 juta
  • HD 599 – Rp 4,2 juta
  • GSP 300 – Rp 1,66 juta
  • GSP 350 – Rp 2,3 juta
  • PC 373D – Rp 4,95 juta
  • GSX 1000 – Rp 3,78 juta
  • GSX 1200 Pro – Rp 4,2 juta

Sennheiser 2016 3

Sennheiser 2016 8

Sennheiser 2016 4

Sennheiser Perkenalkan Headset dan Sepasang Amplifier Baru Untuk Gamer Pro

Potensi gaming yang menggiurkan berhasil menggoda sejumlah nama tersohor di bidang audio untuk turut berkecimpung. Sennheiser sendiri bukanlah pemain baru di sana, berbekal pengalaman puluhan tahun, tak butuh waktu lama bagi mereka buat menyaingi brand-brand gaming populer. Dan Senheisser baru saja memperkuat lini tersebut dengan tiga device baru.

Di acara Gamescom 2016 minggu lalu, perusahaan perangkat audio asal Jerman itu memperkenalkan headphone bernama GSP 300 dan dua amplifier, GSX 1000 serta GSX 1200 Pro. Meski ditargetkan buat gamer, tidak mengherankan jika mereka turut menarik perhatian konsumen audio secara umum. Alasannya, device-device ini merupakan produk pertama yang ditopang algoritma Sennheiser 7.1.

Sennheiser GSP 300

Headphone ini diracik buat menyuguhkan depth of field detail serta bass membahana demi memastikan pengalaman gaming yang lebih realistis. Bagian ear cup dan extender dicengkram oleh engsel bulat, sehingga pengguna bisa mudah menyesuaikannya dengan kepala mereka. Device dibekali bantalan memory foam – selain membuat GSP 300 nyaman dikenakan, bahan ini juga efektif untuk mengisolasi suara. Headband mengusung wujud ‘split‘ demi meminimalisir tekanan ke bagian atas kepala Anda.

Sennheiser GSP 300 1

GSP 300 turut dilengkapi teknologi noise-cancelling di boom mic-nya, membantu mengurangi gangguan dari bunyi-bunyian di sekitar Anda. Bagian ini juga dirancang lebih pendek agar suara nafas tidak tertangkap microphone. Untuk mengaktifkan mute, cukup tarik mic ke atas.

Headset mewakilkan sebuah era baru dan juga sebuah cara memperlihatkan komitmen kami di bidang gaming,” kata product manager gaming Sennheiser Andreas Jessen. “Filosofi produk kami ialah berkonsentrasi buat mendukung gamer, mengombinasikan desain tangguh dengan fitur dan performa yang konsumen harapkan dari headset Sennheiser.”

Sennheiser GSX 1000 & GSX 1200 Pro

Dalam meramu kedua amplifier ini, Sennheiser mencoba menawarkan audio kelas profesional pada gamer. Perangkat dibuat agar ergonomis, ditopang bermacam-macam software dan hardware khusus, dari mulai sistem surround sound anyar sampai metode agar sistem kendali device tidak memecah konsentrasi Anda. Sesuai namanya, tipe GSX 1200 Pro sendiri tujukan bagi para atlet eSport.

Sennheiser GSX 1200

Kedua amplifier ditenagai chip digitalto-analog converter (DAC) yang tidak memerlukan driver tambahan. Beberapa elemen audio di kendaraan turut digunakan di sana, misalnya penempatan bagian display agar mudah dilihat, serta pemakaian panel touch LED berwarna merah di latar belakang hitam, dikelilingi kenop volume. Saat tidak dipakai, layar secara otomatis akan berubah lebih redup.

Sennheiser GSX 1200 1

Ketiga produk akan mulai tersedia di akhir bulan September 2016. Daftar harganya dapat Anda lihat di bawah:

  • Sennheiser GSP 300 – US$ 100
  • Sennheiser GSX 1000 – US$ 230
  • Sennheiser GSX 1200 Pro – US$ 250

Sumber: press release & Sennheiser.

Aqua Headphone Amp Adalah Aksesori Wajib Penikmat Musik Modern

Hampir semua smartphone yang ada di pasaran tidak dirancang secara khusus untuk memutar musik. Buat sebagian besar orang, hal itu tak jadi masalah sama sekali karena mereka masih tetap bisa menikmati musik lewat smartphone. Namun buat sebagian lainnya, mereka merasa perpaduan smartphone dan headphone saja belum cukup guna menyajikan kualitas suara yang rupawan. Continue reading Aqua Headphone Amp Adalah Aksesori Wajib Penikmat Musik Modern

JBL dan Philips Memperkenalkan Headphone Berkonektor Lightning untuk Perangkat iOS

Pada pertengahan tahun 2013, Apple membuat pabrikan-pabrikan aksesori geram dengan memperkenalkan konektor baru bernama Lightning untuk iPhone 5. Mengapa mereka harus marah? Karena hari itu merupakan awal dari kematian aksesori perangkat iOS yang masih mengadopsi konektor 30-pin. Continue reading JBL dan Philips Memperkenalkan Headphone Berkonektor Lightning untuk Perangkat iOS