Tag Archives: Amrit Lakhiani

Beleaf meluncurkan program Farming as a service pada 2022, melibatkan petani di Puncak dan Bandung dengan manajemen pertanian yang dimungkinkan oleh teknologi / Beleaf

Beleaf Amankan Pendanaan Seri A 103 Miliar Rupiah Dipimpin Alpha JWC Ventures

Startup agritech Beleaf hari ini (01/8) mengumumkan pendanaan seri A senilai $6,85 juta atau lebih dari Rp103 miliar dipimpin oleh Alpha JWC Ventures. Putaran ini melanjutkan pendanaan tahap awal yang berhasil diraih pada akhir 2022 lalu. Turut berpartisipasi dalam putaran ini investor baru Openspace dan beberapa angel investor.

Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengungkapkan bahwa Beleaf secara konsisten menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Penawaran end-to-end mereka memberdayakan petani untuk mencapai produktivitas dan kualitas yang lebih tinggi, juga ekonomi dan pengalaman bertani yang lebih baik.

“Karena Beleaf terus melampaui tonggak pertumbuhan dan profitabilitas mereka, kami sangat yakin akan potensi mereka untuk merevolusi sektor pertanian dalam jangka panjang,” ungkapnya dalam keterangan resmi.

Beleaf sendiri memosisikan diri sebagai bisnis agritech komprehensif dengan layanan yang fokus pada Farming as a Service (FaaS). Perusahaan memiliki misi untuk meningkatkan hasil dan produktivitas petani lokal di seluruh Indonesia, dan pada akhirnya meningkatkan mata pencaharian mereka.

Rencananya, dana segar yang diterima akan digunakan untuk memperluas jaringan petani yang saat ini berjumlah 145, agar bisa mencapai setidaknya 2.000 petani pada akhir tahun 2024. Program FaaS ini disebut telah meningkatkan hasil dan pendapatan banyak petani, terbukti dengan keberhasilan distribusi 700 ton produksi pada Mei 2023.

Perusahaan juga akan memantapkan kehadirannya di pasar pertanian utama Indonesia dan negara-negara tetangga. Beleaf menargetkan untuk segera memperluas jaringan pertaniannya ke beberapa daerah baru termasuk Bali, Medan, dan Lembang. Pihaknya akan mendirikan peternakan R&D di lokasi tersebut sebagai basis untuk meluncurkan jaringan FaaS di seluruh negeri.

Selain itu, pendanaan akan digunakan untuk menggandakan rantai pasokan dan divisi komersial untuk meningkatkan efisiensi operasi, dan memperluas jejak penjualannya ke negara-negara baru. Beleaf juga akan terus mendorong pengembangan perangkat IoT dan Beleaf OS untuk lebih mengaktifkan layanan FaaS dan meningkatkan hasil panen petani.

Direktur Eksekutif Openspace Ian Sikora mengungkapkan bahwa ia telah menilai sejumlah besar perusahaan rintisan agribisnis, dan melihat kemajuan awal Beleaf yang menonjol. “Pendekatan full-stack pada tanaman terpilih memungkinkan mereka untuk mencapai pertumbuhan yang cepat, terutama melihat mereka mencapai margin terbaik dalam kategorinya,” ujarnya.

Pengembangan Farming as a Service

Ragam produk sayur kemasan yang disediakan Beleaf / Beleaf

Didirikan pada tahun 2019 oleh Amrit Lakhiani, Beleaf mengawali bisnis sebagai merek hidroponik premium yang menawarkan berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Seiring pertumbuhan bisnis dan pengalaman mengelola pertanian mereka sendiri, perusahaan mulai mengembangkan produknya ke manajemen pertanian yang didukung teknologi.

Beleaf meluncurkan program Farming as a Service pada tahun 2022, melibatkan petani di Puncak dan Bandung dengan manajemen pertanian yang dimungkinkan oleh teknologi. FaaS sudah dengan cepat menyelesaikan beberapa tantangan mendesak di sektor ini. Meskipun merupakan negara agraris, potensi Indonesia masih belum teroptimalkan dan ketergantungannya pada impor hasil pertanian masih tinggi.

Berdasarkan laporan ResearchandMarkets, pasar agritech Indonesia tumbuh pada CAGR ~39,7% berdasarkan pendapatan yang dihasilkan selama tahun fiskal 2016-2021. Sub vertikal Farming as a Service (FaaS) mendominasi Pasar Agritech di Indonesia berdasarkan pendapatan yang dihasilkan pada tahun fiskal 2021 diikuti oleh sub vertikal AgriTech, Agri Fintech, Market Access, dan Agri Biotech.

Founder dan CEO Beleaf  Amrit Lakhiani mengaku pihaknya menyadari bahwa alih-alih membangun lebih banyak pertanian sendiri, mereka memiliki sesuatu yang dapat diterapkan secara luas dan lebih kuat.

“Kami dapat menggunakan keahlian kami dan teknologi yang telah kami ciptakan untuk memberikan keuntungan yang sama kepada petani yang ada, dan meningkatkan kualitas dan produktivitas kolektif industri pertanian Indonesia yang menghadapi beberapa rintangan pembangunan, sambil menampilkan produk lokal terbaik ke pasar luar negeri melalui ekspor,” ujarnya.

Kepulauan ini memiliki lahan subur, air berlimpah, dan lingkungan yang cocok untuk menumbuhkan berbagai macam buah dan sayuran secara efektif, tetapi terbatas oleh komunitas petani yang sangat terfragmentasi. Potensinya mencakup 70% petani kecil yang tidak memiliki akses ke pembiayaan, asuransi, teknologi, logistik yang efisien, dan akses langsung ke pasar.

Didukung oleh big data dan IoT, solusi Beleaf menawarkan layanan end-to-end  mulai dari operasional, distribusi, dan offtaking – menghubungkan pertanian, distributor, dan pengecer dalam satu ekosistem terintegrasi. Hal ini memungkinkan petani untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan profitabilitas mereka.

Fokus bisnis saat ini adalah mengendalikan dan meningkatkan hasil pertanian mitra hingga 15%. Platform mereka memantau cuaca, pembibitan, aktivitas penanaman, dosis nutrisi, perencanaan pertanian, dan panen. Semua data yang dikumpulkan dari proses ini kemudian akan memperkuat pembelajaran mesinnya untuk peningkatan berkelanjutan pertanian, serta penelitian dan pengembangan solusi agribisnis di masa depan.

Beleaf menggunakan fasilitas pasca panennya untuk mengkonsolidasikan volume dan menciptakan produk berkualitas tinggi yang konsisten yang dapat diekspor ke jaringan klien internasionalnya. Dengan landasan ini, Beleaf berada di jalur yang tepat untuk menjadi pemimpin pasar dalam mengekspor sayuran hijau dan umbi-umbian seperti kentang, ubi jalar, jahe, dan wortel.

Produk hasil pertanian dari Beleaf sekarang sudah dijual di dalam negeri dan juga untuk ekspor. Produk-produk ini telah tersedia di 4 negara termasuk Singapura. Ke depannya, perusahaan berencana untuk segera memasuki 6 negara lainnya pada akhir tahun 2024. Beleaf juga tersedia di lebih dari 180 gerai ritel di Jabodetabek, 8 saluran online, dan berbagai restoran.

Tim manajemen Beleaf / Beleaf

Startup Agritech “Beleaf” Raih Pendanaan Awal 30 Miliar Rupiah Dipimpin Alpha JWC Ventures

Berdasarkan data Startup Report 2021 dan Q1 2022 oleh DSInnovate, industri agritech masih mencatatkan pertumbuhan positif yang diperkirakan meningkat sampai tahun 2023. Hal ini juga ditunjukkan oleh kehadiran pemain baru dan pendanaan yang tidak surut untuk menopang industri ini.

Beleaf, solusi pintar untuk pertanian di Indonesia baru saja mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $2 juta atau lebih dari 30 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures. Dana kelolaan BRI Ventures ‘Sembrani Nusantara‘, dana kelolaan MDI-Finch Capital ‘Arise’, dan beberapa investor angel turut terlibat dalam pendanaan ini.

Didirikan pada tahun 2019 oleh Amrit Lakhiani, Beleaf mengawali bisnis sebagai merek hidroponik premium yang menawarkan berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Seiring pertumbuhan bisnis dan pengalaman mengelola pertanian mereka sendiri, perusahaan mulai mengembangkan produknya ke manajemen pertanian yang didukung teknologi.

Solusi Beleaf menawarkan layanan end-to-end ‘Farming as a Service’ yang menyeluruh, mulai dari operasional, distribusi, dan offtaking – menghubungkan pertanian, distributor, dan pengecer dalam satu ekosistem terintegrasi. Sistem  ini didukung oleh teknologi big data dan IoT untuk memungkinkan pertanian lokal yang presisi, Beleaf saat ini berfokus pada tiga fitur utama: kontrol, otomatisasi, dan manajemen.

Founder dan CEO Beleaf Amrit Lakhiani menjelaskan bahwa sistem yang dimaksud adalah Beleaf Operating System (OS), platform yang menghubungkan perangkat IoT, pengumpulan data, pemantauan, logistik, penjadwalan, dan peramalan. Sistem operasi ini bertujuan untuk meningkatkan performa operasional pertanian.

Platform ini bisa digunakan untuk memantau pembibitan, suhu, nutrisi, posisi, aliran udara, kelembaban, irigasi, dan pengemasan di dalam pertanian. Semua data yang dikumpulkan dari proses ini kemudian akan mendukung pembelajaran mesinnya untuk pertanian dan peningkatan berkelanjutan Beleaf serta penelitian dan pengembangan solusi di masa depan.

“Setelah lahan pertanian mitra kami menggunakan Beleaf OS, mereka akan melihat peningkatan dalam konsistensi, produktivitas, dan kualitas panen. Selain itu, mereka akan menggunakan lebih sedikit sumber daya, sehingga meningkatkan keuntungan dan kelestarian lingkungan,” tambah Amrit.

Partner di Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengungkapkan, “Tiga tahun terakhir ini, Beleaf telah membuktikan kinerjanya yang konsisten dan kuat, mulai dari kualitas panen, efisiensi operasi hingga keekonomian unit pertanian. Mereka sekarang berada dalam posisi unik untuk memperluas jejak teknologi mereka melalui OS Beleaf mereka dan menjadi pemain utama dalam kancah pertanian alternatif di Indonesia.”

Fokus layanan dan target ke depan

Setelah berhasil mendapatkan pendanaan, Beleaf disebut akan fokus untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi, memperkuat tim, dan menggandakan sumber daya. Dalam hal ini, perusahaan bermaksud membuka lebih banyak R&D dan membangun lebih banyak komunitas pertanian utamanya di Jawa Barat.

Hingga saat ini, Beleaf telah bekerja sama dengan 14 pertanian di Jawa Barat yang mencakup lebih dari 80 hektar dan memproduksi lebih dari 70 ton produk segar per bulan. Produk-produk dengan merek inhouse-nya dapat ditemui di 15 supermarket dengan 110 outlet, 8 platform e-commerce, dan 10+ outlet restoran. Beberapa supermarket ternama yang sudah bekerja sama termasuk The Food Hall, Grand Lucky, Hero, serta Ranch Market.

Saat ini, perusahaan hanya memasok produk sayur mayur dan buah-buahan. Amrit percaya dengan konsep memulai sesuatu dari yang paling dipahami. Dalam konteks ini, Beleaf telah membuktikan dengan mengembangkan hasil pertanian  sendiri, dan tahun ini berhasil menskalakan modelnya. Namun, pihaknya juga mengungkapkan kesiapan untuk memperluas jangkauan produk.

Selain Farming as a Service, Beleaf juga memperluas merek inhouse dengan menambahkan merek baru, Seikat, ke merek premium yang sudah ada (Beleaf), dan menambahkan lebih banyak variasi ke dalam daftarnya. “Kami siap untuk mempercepat pertumbuhan dan menguji coba ekspansi geografis. Kami telah memulai dengan sayuran dan buah-buahan, dan akan mengeksplorasi kelompok tanaman lain yang modelnya bisa direplikasi,” ungkap Amrit.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai pasar buah dan sayuran Indonesia saat ini mencapai $33 miliar, dan berpeluang tumbuh menjadi $56 miliar pada tahun 2026. Di sisi lain, biaya pertanian diperkirakan akan meningkat yang dipengaruhi oleh kenaikan biaya input, adopsi teknologi yang buruk, pengurangan tenaga kerja pertanian, dan logistik yang tidak efisien karena fragmentasi.

“Pada akhirnya, dengan pengalaman dan teknologi, kami berusaha untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia. Impian kami adalah mengurangi ketergantungan Indonesia pada buah dan sayuran impor dan membawa produk Indonesia mencapai standar global,” tambah Amrit.

Selain Beleaf, pemain lainnya yang juga mengusung konsep serupa adalah Askara. Konsep FaaS Askara Daulat Desa adalah dengan melakukan the whole cultivation program, dari perencanaan penanaman, pembukaan lahan, eksekusi penanaman, dan pengiriman langsung ke klien.