Tag Archives: analytics platform

TigerGraph Indonesia

Rencana Peluncuran TigerGraph di Indonesia Setelah Bukukan Pendanaan Seri C

Penyedia platform analitik grafik yang berkantor pusat di Redwood City, California dan dilembagakan di Delaware, TigerGraph, berencana untuk melakukan ekspansi ke pasar Singapura dan Indonesia. Inisiatif ini dilakukan setelah perusahaan berhasil merampungkan pendanaan seri C yang dipimpin oleh Tiger Global membawa total pendanaan melampaui $170 juta.

Kepada DailySocial, VP APAC & Japan TigerGraph Joseph (Joe) Lee mengungkapkan, jika sesuai dengan rencana bisnisnya akan meluncur di Indonesia secara resmi mulai Q1 2021. Perusahaan juga akan membentuk tim lokal di Indonesia.

“Ekonomi digital Asia Pasifik terus berkembang dan kami melihat adanya peningkatan permintaan regional. Untuk memanfaatkan potensi ini dan melayani pelanggan kami di Asia Pasifik dengan lebih baik, kami akan membuka kantor di Singapura dan Indonesia. Inisiatif TigerGraph di Asia akan dipimpin oleh Joseph. Kami berkembang dengan pesat dan sedang aktif merekrut untuk posisi-posisi penting di Asia,” imbuh COO TigerGraph Todd Blaschka.

Selain melakukan ekspansi, TigerGraph akan menggunakan pendanaan Seri C tersebut untuk inovasi dan pengembangan produk guna mendukung pelanggan dengan lebih baik, termasuk TigerGraph Cloud di Google Cloud Platform (tersedia Maret 2021), serta dukungan multi-wilayah lebih lanjut di AWS dan Azure.

Teknologi TigerGraph untuk pasar Indonesia

Disinggung teknologi apa yang nantinya dinilai relevan untuk pasar Indonesia, ditegaskan oleh mereka, Enterprise Scale Graph Analytics menjadi salah satu produk yang akan diunggulkan. Berbentuk layanan analisis bisnis untuk mendukung kebutuhan korporasi seperti penyedia jasa telekomunikasi, dan industri layanan keuangan; juga lembaga pemerintahan.

“Layanan tersebut membantu berbagai organisasi dengan alat deteksi fraud sampai anti-money laundering,” kata Joe.

Saat pandemi perusahaan mengklaim terus mencapai keberhasilan dengan pertumbuhan bisnis yang luar biasa. Gartner dan Forrester telah mencatat bahwa Enterprise Graph Analytics berkembang dengan cepat dan menerbitkan sebuah studi baru-baru ini yang menempatkan TigerGraph sebagai sebuah pemimpin dalam Forrester Wave.

Saat ini lebih dari 50 juta pasien menerima rekomendasi jalur perawatan untuk membantu mereka dalam pemulihan. 300 juta konsumen menerima penawaran khusus dengan engine rekomendasi yang ditenagai TigerGraph. Infrastruktur energi untuk 1 miliar orang dioptimalkan oleh TigerGraph untuk mengurangi hilangnya daya.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa penyedia platform analisis yang melayani pasar. Dari pemain global, solusi AppsFlyer, IBM, dan beberapa perusahaan lainnya juga tawarkan kapabilitas analisis serupa seperti untuk membantu bisnis melakukan deteksi fraud.

Verikool Marketplace Influencer

Mengenal Verikool, Startup yang Lebih dari Sekadar “Marketplace Influencer”

Suka tidak suka keberadaan influencer media sosial sudah mengubah cukup banyak industri periklanan. Kendati begitu, masih banyak kendala yang perlu diatasi dari alternatif baru tersebut, semisal kemudahan mencari influencer, isu follower palsu, hingga efektivitas jasa influencer terhadap penjualan produk.

Masalah-masalah tersebut menjadi alasan kemunculan startup bernama Verikool. Founder & CEO Verikool Daniel Dewa menjelaskan bahwa startup yang ia dirikan itu bukan hanya sekadar marketplace influencer, tapi lebih sebagai perusahaan analitik.

“[Marketplace] sudah banyak banget. Kita tahu yang bikin seseorang memilih influencer bukan dari marketplace, mereka pakai influencer karena mereka terkenal. Jadi percuma kalau kita mengarah ke marketplace, nanti yang cari akan klien-klien kecil saja,” ujar Daniel kepada DailySocial.

Seperti yang Daniel katakan, marketplace untuk influencer memang sudah ada beberapa di Indonesia. Mereka di antaranya adalah SociaBuzz, IconReel, dan Allstars. Verikool ingin lebih dari sekadar marketplace yakni dengan menjadi perusahaan analitik yang memudahkan korporasi dan UKM beriklan melalui influencer.

Cara kerja Verikool cukup sederhana. Pada dasarnya mereka punya dua platform, endorse influencer dan analitik. Perusahaan atau UKM dapat memilih influencer yang relevan dengan kebutuhannya, melakukan pembayaran, hingga melakukan revisi.

Verikool juga dapat memberikan insight seperti follower asli dan palsu, tingkat engagement sebuah posting, berapa banyak klik ke situs perusahaan, email, chat, pola caption, dan banyak lagi. Bahkan algoritma Verikool memungkinkan melihat pose serta bahasa selebgram yang paling banyak menarik perhatian audiens. Biaya yang dikenakan bersifat flat untuk setiap transaksi sebesar Rp20.000.

Bedanya, UKM yang ingin melakukan endorse di Verikool harus bayar di muka, sementara korporasi dapat bayar setelah pemakaian jasa. Pihak influencer pun baru akan mendapatkan uangnya ketika mereka menyelesaikan tugas dari klien.

“Biasanya kalau ke agency kita bayar 5-20 persen dari harga influencer. Di kita mau harga influencer Rp1 miliar tetap aja Rp20.000,” ucap Daniel.

Sementara monetisasi dilakukan Verikool dengan cara menarik ongkos Rp100.000 per akun dari korporasi yang sudah jadi klien mereka. Dari ini saja Daniel mengaku pihaknya mendapat puluhan juta tiap bulan sehingga saat ini perusahaan sudah profit.

Sedangkan untuk pendanaan, Verikool berada di tahap pre-seed dengan total uang yang sudah dikantongi sebesar US$750.000, salah satunya dari Alpha JWC Ventures. Namun Daniel mengaku pengumpulan dana mereka hanya akan di fase seed dengan alasan sudah nyaman dengan kondisi saat ini.

“Segede-gedenya yang kita terima paling dari Alpha, kita enggak mau dari yang lain. Kita sudah fine kaya gini, sudah bagus bisa sales. Jangan sampai ada investor masuk jadi rusak,” ujar Daniel.

Saat ini sudah ada 1.700 lebih influencer di Indonesia yang sudah bergabung dengan mereka, termasuk beberapa di antaranya dari Taiwan. Sementara klien mereka sudah terdiri dari 20 korporasi dan 214 UKM.

Pada November nanti mereka berencana memperluas jangkauan layanan mereka hingga ke Thailand, Singapura, Malaysia, dan Taiwan. Alhasil nanti perusahaan di keempat negara itu dapat memakai jasa influencer lokal saat ingin mempromosikan produknya di Indonesia. Dan sebaliknya, pengiklan dari Indonesia dapat memakai jasa influencer keempat negara tadi untuk beriklan di sana.

Di samping itu meskipun saat ini hanya mengandalkan influencer di Instagram, tak lama lagi Verikool menyediakan jasa influencer di Youtube dan Twitter.

Platform Analitik Sonar Berencana Ekspansi ke Beberapa Negara Tetangga

Platform analitik dan monitoring media sosial asli Indonesia Sonar baru saja mengumumkan rencana untuk mengembangkan layanan mereka di Filipina dan segera memulai ekspansi ke pasar baru termasuk Singapura, Malaysia, dan Australia pada tahun 2017 mendatang. Sonar akan berusaha meraih lebih banyak pengguna di negara-negara tersebut terutama bagi bisnis atau perusahaan yang ingin memformulasikan strategi pemasaran mereka dan menjangkau publik yang lebih luas.

Pendiri dan CEO Sonar Amien Krisna mengungkapkan bahwa pihaknya cukup beruntung telah mendapatkan adopsi di awal oleh pemain-pemain besar seperti XL Axiata, Heineken, dan beberapa perusahaan lainnya sejak pertama kali diluncurkan Januari 2016 silam.

Dengan platform yang dikembangkan, Sonar berusaha membantu perusahaan-perusahaan untuk menemukan wawasan yang lebih lengkap dari media sosial, termasuk melakukan riset pasar secara langsung dan menemukan apa yang sedang menjadi tren untuk berbagai macam industri. Dengan data yang cukup besar mustahil untuk dikerjakan secara manual, Sonar hadir dengan menjanjikan kemudahan dan otomatisasi.

“Semakin banyak perusahaan yang aktif secara digital membuat industrinya semakin ‘digital’. Hal ini meningkatkan kebutuhan untuk melakukan monitoring, analisis, dan mengumpulkan informasi penting. Bagian yang paling menarik dari Sonar adalah kemampuannya untuk menjelaskan apa yang sedang hangat atau viral dalam sebuah industri. Para marketer bisa memanfaatkan informasi ini untuk menggapai perhatian pasar yang lebih luas dalam dunia digital. Pada awal tahun 2016, Sonar masuk ke dalam program akselerator Indigo milik Telkom Indonesia,” ujar Krisna.

Untuk pasar internasional Sonar memiliki pesaing seperti Brandtology, Radian6 milik Salesforce, dan Sysomos. Sonar, menurut Krisna, memiliki sejumlah kemampuan yang membuatnya bisa lebih unggul dari yang lain seperti kemampuan adaptasi dan memahami pasar lokal dengan lebih cepat dan efisien.

“Kami ingin menjadi ‘orang lokal’ dalam setiap pasar yang kami hadiri. Secara lokal, kami percaya bahwa kami merupakan platform yang paling maju, karena berbasis teknologi, memiliki algoritma yang lebih cepat dan akurat, serta siap untuk berkembang. Kebanyakan pemain lokal merupakan bisnis berbasis konsultasi dan prosesnya manual,” ungkap Krisna.

Sonar mengadopsi sistem bisnis dengan mengandalkan subscription, yang memungkinkan pengguna mendapatkan akses tak terbatas untuk laman dashboard dan analitik namun terbatas dari segi topik, Merck, dan data yang dikerjakan.

Untuk rencana ekspansi ini Krisna menjelaskan, “Kami tengah berencana membangun pasar di Filipina, dan kemudian dikembangkan ke Malaysia, Singapura, dan Australia pada tahun 2017.”