Minggu lalu, ada beberapa kabar menarik di industri esports, baik di tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia, KONI mengungkap bahwa esports akan menjadi cabang olahraga eksibisi di PON 2021. Salah satu game yang akan diadu adalah game lokal, Lokapala. Sementara itu, Garena juga telah mengungkap turnamen-turnamen Free Fire yang akan diadakan di Malaysia pada tahun depan.
Lokapala Jadi Cabang Olahrga Eksibisi di PON 2021
Lokapala, game MOBA mobile buatan Anantarupa Studio, akan masuk dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021 sebagai cabang olahraga eksibisi. Hal ini diungkapkan oleh Marciano Norman, Ketua KONI ketika dia dan timnya berkunjung ke markas Anantarupa pada Kamis, 17 Desember 2020.
“KONI Pusat merasa terpanggil untuk membantu mempromosikan game buatan developer asal Indonesia, sejalan dengan apa yang dianjurkan oleh pemerintah,” kata Sekretaris Jenderal, KONI, Ade Lukman. “Kami ingin membantu industri lokal agar bisa bersaing dengan industri dari luar Indonesia. Esports adalah salah satu cabang olahraga yang berkembang dan kami mendukung penuh pengembangan industri esports lokal.”
Versi beta Lokapala dirilis pada Februari 2020. Sementara pada Mei 2020, game itu diluncurkan resmi. Pihak Anantarupa mengungkap, saat ini, Lokapala telah memiliki 1,5 juta pemain meski mereka tidak pernah melakukan promosi atau mengadakan turnamen Lokapala tingkat nasional. Menurutnya, hal ini menjadi bukti bahwa gamer Indonesia cukup menyukai game-game buatan mereka.
EA dan EUFA Umumkan eChampions League Musim Ketiga
Electronic Arts dan Union of European Football Associations (UEFA) mengumumkan musim ketiga dari turnamen esports FIFA, eChampions League. Turnamen ini akan menjadi bagian dari EA Sports FIFA 21. Kompetisi tersebut akan menggunakan mode FIFA 21 Ultimate Team dan akan dimulai dengan babak kualifikasi online yang bakal diadakan pada Februari 2021.
Kompetisi ini bisa diikuti oleh semua orang yang setidaknya telah memenangkan 27 game di FUT Champions Weekend League. Namun, menurut The Esports Observer, biasanya, untuk bisa mendapatkan tim yang kuat, seseorang harus menghabiskan uang hingga puluhan ribu dollar.
Terinspirasi dari Dragon Ball Z, Team Vitality dan Adidas Rilis Sepatu VIT.02
Bersama Team Vitality, adidas memamerkan snekars edisi terbatas barunya, VIT.02. Selain dari branding Vitality, desain sneakers ini juga terinspirasi oleh Dragon Ball Z. Sepatu tersebut juga sudah dilengkapi dengan teknologi BOOST milik adidas. Sepatu ini merupakan hasil kontrak kerja sama Team Vitality dan adidas yang ditandatangani tiga tahun lalu. Sneakers tersebut didesain untuk para atlet esports yang ingin menampilkan aspirasi dan kreativitas mereka, lapor Esports Insider.
Tim Red Bull Racing Esports Team Buka Tempat Latihan Khusus
Red Bull Racing Esports baru saja membuat tempat latihan khusus sim racing. Fasilitas itu akan menjadi markas dari tim Red Bull Esports Team, yang berisi 12 orang. Tak hanya itu, fasilitas ini juga akan digunakan sebagai tempat pelatihan bagi para sim racer muda yang ingin mengembangkan diri, menurut laporan Esports Insider.
Fasilitas sim racing ini terbagi menjadi empat kawasan, yaitu tempat latihan, tempat bertanding, kawasan konsol, dan ruangan loker untuk para sim racer. Red Bull akan memilih nama dari fasilitas ini berdasarkan lebih dari 4.000 masukan yang diberikan oleh para fans.
Garena Ungkap Jadwal Turnamen Free Fire di Malaysia untuk 2021
Garena mengumumkan, mereka akan menyelenggarakan tiga turnamen Free Fire major di Malaysia pada 2021. Salah satunya adalah Free Fire MCP Majors Season 1. Turnamen ini terbuka untuk semua tim dan pemain di Malaysia, Kamboja, dan Filipina. Dari babak kualifikasi, akan terpilih 24 tim terbaik dari 3 region untuk maju ke babak Qualifier Finals. Dari sini, akan terpilih 12 tim yang akan bertanding di babak League. Dalam MCP Majors League, 6 tim terbaik dari Free Fire Tri-nation Cup akan berlaga melawan 12 tim yang lolos dari babak Qualifiers.
Turnamen kedua adalah Free Fire Malaysia Championship. Turnamen ini akan menggunakan format serupa MCP Majors. Tentu saja, ada beberapa perbedaan antara keduanya. Sebanyak 48 tim dari babak Qualifier akan masuk ke Qualifier Finals. Dari sana, akan terpilih 18 tim untuk maju ke babak League. Sementara 12 tim teratas akan saling bertanding untuk memperebutkan gelar juara dari FFMC, menurut laporan Egg Network.
Turnamen terakhir adalah Free Fire MCP Majors Season 2. Format turnamen ini serupa dengan Season 1. Hanya saja, enam tim yang mendapatkan tiket langsung ke babak League adalah tim undangan. Tim yang memenangkan kejuaraan ini akan mewakili negara mereka untuk bertanding di kompetisi internasional Free Fire berikutnya.
Tanggal 20 Mei 2020 kemarin, Lokapala akhirnya resmi diluncurkan secara terbuka kepada komunitas gamers di Indonesia. Walau demikian, game ini sendiri sebenarnya sudah dapat diakses oleh para pemain sejak Februari 2020 kemarin. Namun, ketika itu Lokapala masih memiliki banyak sekali keterbatasan, yang membuat game terbilang belum siap untuk digunakan berkompetisi.
Kini setelah peluncuran, dan berbagai perbaikan yang dilakukan, Lokapala segera menampilkan sebuah kompetisi untuk menarik antusiasme penggemar genre MOBA di Indonesia dalam kompetisi yang bertajuk Melon Minor Tournament. Memperebutkan total hadiah sebesar 25 juta Rupiah, Melon Minor Tournament akan diselenggarakan sebanyak dua musim selama bulan Juni dan Juli 2020 ini.
Untuk musim pertama, fase registrasi sudah dibuka sejak tanggal 8 Juni 2020 kemarin hingga 22 Juni 2020 mendatang, dengan jadwal pertandingan dilakukan pada 26 – 28 Juni 2020 mendatang. Sementara itu, pendaftaran musim kedua dimulai pada 6 – 20 Juli 2020 mendatang, dengan jadwal bertanding pada 24 – 26 Juli 2020 mendatang.
Pada saat perilisan, Anantarupa yang merupakan pengembang Lokapala memang cukup ambisius untuk dapat memenangkan pasar MOBA di Indonesia lewat game Lokapala. Diana Paskarina, Managing Director Anantarupa Studios pengembang Lokapala menceritakan, mereka butuh 2 tahun dan kolaborasi dengan berbagai insan kreatif lokal sampai Lokapala akhirnya bisa dimainkan seperti sekarang ini.
“Kerja keras kami selama dua tahun ditambah kolaborasi dengan komikus Ragasukma, studio animasi Kratoon, komposer Elwin Hendrijanto, dan rumah produksi audio INharmonic, kami persembahkan game esports lokal pertama di Indonesia, Lokapala.” Ucap Diana Paskarina dikutip dari Jakarta Post.
Kehadiran Lokapala juga menjadi ambis pemerintah untuk dapat menarik keuntungan dari pasar game, yang sebenarnya punya potensi besar. Mengutip dari Investor Daily, Jerry Sambuaga Wakil Menteri Perdagangan RI yang juga hadir saat peluncuran mengatakan. “Peluncuran Lokapala sebagai esportsgame Indonesia yang pertama merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk maju dan bersaing dengan negara lain. Indonesia juga harus bisa menjadikan industri game sebagai salah satu ekspor andalan nasional ke depan.”
Jika mengutip dari apa yang yang diumumkan Anantarupa pada saat peluncuran Lokapala kemarin, Melon Minor Tournament merupakan awal dari skema esports yang direncanakan oleh sang pengembang. Dalam skema dan rencana tersebut, Lokapala juga nantinya akan menghadirkan Piala Menpora 2020, Weekly Online Amateur Championship, Melon Mini Tournament, dan Melon Major Tournament.
Awal Februari ini khalayak gamers Indonesia disemarakan dengan rilisnya Lokapala: Saga of Six Realms. Masuk masa pra-pendaftaran sejak November 2019 lalu di Play Store, iterasi MOBA pertama pengembang Indonesia ini segera mendapat sambutan positif. Banyak yang tidak sabar untuk mencoba dan memainkannya.
Proyek ambisius ini dibesut oleh ANANTARUPA Studio, gamedev lokal yang sudah beroperasi sejak tahun 2011. Kini, walau masih menyandang status beta, Lokapala sudah dapat diakses secara terbuka di Play Store. Namun demikian, saya merasa bahwa perilisan beta terbuka Lokapala masih terlalu terburu-buru. Kenapa? Karena banyak hal di dalam game ini yang terlihat seperti masih setengah jadi. Lebih lanjut, mari simak ulasan saya terhadap MOBA lokal Indonesia yang satu ini.
MOBA Indonesia yang Kurang Indonesia
Dalam MOBA, satu hal yang konsisten selalu muncul adalah karakter yang dapat kita gunakan di dalam permainan. Ada beberapa sebutan untuk karakter ini, ada yang menyebutnya Hero ada yang menyebutnya Champion. Lokapala sendiri memilih menyebut karakter-karakter heroik yang akan bertarung bersama Anda di dalam permainan sebagai Ksatriya.
Untuk rilisan pertama, Lokapala menghadirkan 15 Ksatriya, yang semuanya bisa Anda coba dan mainkan. Namun sayang, beberapa karakter yang dihadirkan pada Lokapala mungkin belum tentu dikenal oleh orang Indonesia sendiri. MungkIn pendapat saya ini muncul karena nilai pelajaran sejarah Indonesia saya tidak terlalu baik, saat masih bersekolah dulu…hehehe.
Hal ini mungkin karena beberapa Ksatriya mungkin memang bersifat orisinil atau dibuat sendiri oleh tim ANANTARUPA Studio. Tetapi saya merasa agak sayang jika tidak ada karakter-karakter populer, karena bisa jadi membuat pemain enggan mencoba game ini. Padahal Lokapala bisa saja memunculkan Ksatriya dari sejarah atau cerita rakyat populer seperti Gajah Mada sang Mahapatih Kerajaan Majapahit , atau tokoh kenamaan dalam pewayangan seperti Gatot Kaca.
Untungnya ANANTARUPA Studio sudah melakukan beberapa usaha untuk memperkenalkan cerita orisinil Lokapala kepada khalayak. Salah satunya seperti contoh di bawah ini, sebuah postingan media sosial yang bercerita asal pertarungan Lokapala. Ceritanya, pertarungan di Lokapala berdasarkan kepada konsep multiverse, yaitu penggabungan berbagai ruang dan waktu dalam satu semesta.
Mengutip dari laman resmi Lokapala, para Ksatriya yang bertarung datang dari enam Loka (alam semesta) yang tergabung di dalam Lokapala, yaitu Narakaloka, Pretaloka, Tiraccanaloka, Manusyaloka, Asuraloka, dan Svargaloka. Dari 6 Loka yang diceritakan, muncullah karakter-karakter yang ada di Lokapala. Beberapa ada yang datang dari sejarah Vijaya atau Pangeran Wijaya dan beberapa ada yang orisinil seperti Ilya yang ceritanya datang dari masa depan.
Selain soal daftar Ksatriya yang dihadirkan, ada satu hal lagi yang buat saya merasa menjadi poin penting kenapa Lokapala menjadi game Indonesia yang kurang Indonesia. Lokapala kehilangan satu hal penting yang bisa membantu game ini lebih mudah diterima oleh gamers Indonesia, yaitu in-game language Bahasa Indonesia. Ya Anda tidak salah dengar, versi beta Lokapala yang menekankan khasanah lokal Indonesia lewat latar tempat dan cerita karakter Ksatriya malah hadir menggunakan Bahasa Inggris, dan tidak ada opsi Bahasa Indonesia.
Ini sebenarnya cukup membingungkan, karena saya merasa tidak ada alasan yang tepat untuk menggunakan bahasa Inggris pada Lokapala. Jika alasannya untuk mengincar pasar global, rasa-rasanya Lokapala terbilang sudah ketinggalan cukup jauh jika dibanding beberapa pengembang lain yang sudah lebih dulu terjun di pasar MOBA untuk mobile.
Jika alasannya untuk mengenalkan budaya Indonesia ke khalayak global, orang Indonesia sendiri saja mungkin belum mengenal Ksatriya yang dihadirkan dalam Lokapala. Jawaban untuk semua ini sebenarnya adalah dengan menghadirkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia ke dalam game. semoga saja update berikutnya dapat menghadirkan in-game language, dan mungkin juga menghadirkan voice-act bahasa Indonesia. Apalagi, menurut opini saya personal, membaca cerita legenda Indonesia dengan bahasa ibu akan terasa lebih nyaman dan mudah dimengerti.
Walau dengan segala kekurangannya, saya cukup mengapresiasi bagaimana tim pengembang ANANTARUPA membangun cerita dunia Lokapala, terutama dari cerita 6 Loka yang menjadi satu di dalam arena pertarungan Lokapala. Dalam hal lore Ksatriya, walau orisinil, namun sayangnya cerita yang disajikan masih terlalu singkat. Hal ini membuat saya tidak bisa mengenal asal muasal sang Ksatriya secara lebih mendalam.
Sisi Indonesia lain yang menurut saya patut diapresiasi adalah musik yang disajikan oleh Inharmonics. Composer yang juga mengisi musik pada game Legrand Legacy ini berhasil memunculkan nuansa peperangan penuh semangat khas MOBA sembari tetap menonjolkan khazanah Indonesia dalam musik yang mereka sajikan pada menu utama. Dalam musik tersebut, musik orkestra yang modern melebur halus dengan aksen khas etnis lewat gamelan Jawa, yang hampir membuat saya lupa dengan pengalaman bermain Lokapala yang akan saya jelaskan pada poin berikutnya.
Esports Game Pertama Indonesia yang Belum Esports Ready
Istilah “esports ready” pertama muncul sebagai meme di tengah perbincangan komunitas ketika PUBG dijadikan esports untuk pertama kalinya. Istilah tersebut muncul karena pada awal rilis, PUBG mendukung kegiatan esports untuk game tersebut. Sementara core gameplay PUBG masih memiliki terlalu banyak kendala teknis seperti respon yang tidak sinkron, serta bug di sana dan sini.
Pada kasus PUBG, kendala tersebut terjadi karena PUBG adalah game multiplayer online pertama yang mempertemukan 100 orang sekaligus secara real-time. Kejadiannya Bluehole mungkin mirip dengan ANANTARUPA. Lokapala sudah dicap sebagai game esports pada saat perilisan beta, mungkin karena mereka memilih genre MOBA. Namun nyatanya, Lokapala belum esports ready, yang mungkin disebabkan karena ANANTARUPA belum punya banyak pengalaman membuat real-time online multiplayer yang kompleks seperti MOBA.
Memang, pada kenyataanya membuat game online bersifat real-time seperti MOBA punya kerumitan dari sisi teknis. Jika Anda belum tahu, ada dua jenis online games berdasarkan cara game tersebut terkoneksi ke server. Ada real-time online seperti MOBA, yang mana satu player bertemu dengan player lain secara langsung. Ada asynchronous online games, yang mana walau online, namun player satu dengan player tidak bertemu secara langsung seperti Clash of Clans.
Walau ini adalah MOBA pertama, tapi Anantarupa bukanlah pengembang lokal Indonesia pertama yang bisa membuat real-time online multiplayer game. Sebelumnya ada juga Minimo, pengembang yang berbasis di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang membuat game bertemakan balap off-road bernama Mini Racing Adventures.
Kembali membahas Lokapala, kesulitan teknis ini diakui sendiri oleh sang pengembang. Jika Lokapala memang belum “esports ready“, jadi sudah sampai mana sebenarnya rilisan beta Lokapala? Maafkan jika saya terlalu jujur namun saya merasa Lokapala sebenarnya belum pantas untuk dirilis secara open beta. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya karena Lokapala memiliki beberapa masalah fundamental, yang membuat core game experience menjadi tidak nyaman.
Sebelum menuju ke dalam permainan, masalah sudah muncul, yaitu ketika kita tap tombol dan ingin melakukan Find Match. Setelah masuk Lobby dan menekan tombol Start, Lokapala malah memunculkan kode error seperti yang satu ini.
Melihat error seperti ini, yang terbesit di pikiran saya adalah melakukan reset Lobby dengan menekan tombol back yang ada di pojok kiri atas. Apa yang terjadi? Ya, muncul kode error lagi yang membuat saya terjebak di dalam Lobby.
Jika hal ini terjadi, mau tidak mau jalan terakhir adalah tinggal melakukan reset game. Force close game tersebut lewat tombol recent apps, lalu buka kembali.
Setelah beberapa saat, saya akhirnya berhasil masuk ke dalam game. Saat berada di dalam permainan saya melihat banyak elemen lain di dalam game yang juga masih kurang sempurna. Seperti 3D model karakter yang terlihat kurang realistis, atau animasi karakternya yang terlalu kaku. Tapi itu mungkin tidak terlalu masalah karena 3D model karakter Mobile Legends pun demikian ketika baru pertama kali dirilis.
Masuk ke dalam game saya menemukan satu hal lagi yang cukup mengganggu, masalah tersebut datang dari model bush atau brush. Kalau Anda sering main MOBA, Anda tentu tahu mekanik bush, tempat berupa semak-semak yang bisa digunakan pemain untuk bersembunyi. Pada kebanyakan MOBA bush biasanya berbentuk seperti namanya, yaitu semak rumput yang tinggi dan lebat.
Pada Lokapala visual bush memiliki dua hal yang menurut saya cukup mengganggu. Pertama, bentuknya bukan semak rumput, melainkan terlihat seperti tanaman berbunga dengan warna yang sangat mencolok. Kedua, warna antar bush juga tidak konsisten yang mungkin bisa membuat pemain baru kebingungan. Bush bagian tengah berwarna ungu, sementara pada bush bagian pinggir terlihat berwarna merah. Semoga saja nantinya model bush bisa diperbaiki sambil tetap menunjukan ciri khas tersendiri yang membedakan Lokapala dari MOBA lain.
Berlanjut ke dalam permainan, semua berjalan lancar, setidaknya sampai beberapa menit game berjalan. Seiring waktu, permainan jadi terasa laggy. Keadaan tersebut bisa jadi datang dari dua hal, masalah optimasi game engine dan masalah optimasi server.
Dari sisi optimasi game engine, saya saat itu mencoba bermain dengan menggunakan pengaturan grafis tertinggi rata kanan. Setelah beberapa saat bermain, semakin lama animasi karakter menjadi stutter atau patah-patah setelah beberapa saat bermain. Belum lagi animasi atau gerakan karakter ketika menyerang atau mengeluarkan skill juga terasa sangat kaku, yang juga membuat saya jadi sulit menilai apakah hal tersebut merupakan stutter atau memang animasi karakter yang kurang rapih.
Hal ini terjadi mungkin karena saya menggunakan mode High Frame Rate. Jika rumor Lokapala menggunakan game engine yang sama dengan AOV dan Mobile Legends benar, maka kejadian ini jadi cukup masuk akal. Karena pada AOV dan Mobile Legends sekalipun, mode High Frame Rate kerap kali tidak stabil.
Selain itu perasaan lag juga muncul dari sisi koneksi. Ketika itu ping permainan saya hanya 8 – 16ms saja, namun pada beberapa momen saya merasakan delay yang sangat mengganggu. Beberapa kali di dalam permainan, skill yang saya lempar malah telat keluar membuatnya jadi tidak mengenai musuh. Jika ini terus terjadi, tentunya akan menjadi sangat mengganggu bagi para pemain. Apalagi jika mengatakan Lokapala sebagai game esports, hal ini tentu akan menjadi sangat kontradiktif, karena dalam permainan esports respon adalah segalanya.
Sisi gameplay berikutnya adalah dari sisi hitbox. Hitbox sendiri adalah sebutan untuk sebuah kotak tak terlihat yang mendeteksi tumbukan antar objek (contohnya hero dengan skill). Pada Lokapala hitbox bisa dibilang masih inkonsisten. Jadi jika kita melempar skillshot ke satu titik tipis tertentu di bagian tubuh Ksatriya musuh, efeknya bisa jadi kena bisa jadi tidak.
Belum lagi masih ada beberapa glitch grafis yang terasa, seperti pedang Ksatriya Haya yang tertinggal setelah dilemparkan. Lalu masalah targeting yang membuat skill terlempar entah ke mana jika kita mentargetkan skill secara otomatis. Ditambah lagi efek serangan dan angka indikator damage juga terlihat kurang jelas, yang bisa membuat bingung, apakah serangan Anda sudah kena atau belum.
Lalu bagaimana dengan balancing? Rasanya agak sulit untuk bisa menilai balancing pada Lokapala jika pengalaman bermain saja masih kurang nyaman, mulai dari awal hingga akhir permainan. Satu kali saya sempat bermain menggunakan Skar, menggunakan build tank, dan menemukan ternyata hero tersebut punya damage yang cukup lumayan besar meski mayoritas item yang saya gunakan adalah item defense.
Mungkin satu yang cukup berbeda adalah ketidakhadiran mekanik Recall di dalam Lokapala. Recall digantikan dengan Vahana, semacam tunggangan yang sifatnya mempercepat pergerakan Anda dari satu titik ke titik lain di area map. Vahana bisa digunakan kapanpun, namun untuk mengaktifkannya Anda harus berdiam sejenak atau chanelling selama beberapa detik. Jika Anda terkena damage saat sedang mengendarai Vahana, Anda akan terjatuh dan terkena stun untuk sesaat.
Jika Anda sudah pernah memainkan MOBA mobile lainnya, mekanisme ini mungkin terasa cukup menyulitkan. Saya pun merasa demikian, karena walau Vahana mempercepat pergerakan, tanpa mekanisme Recall Anda bisa saja tertangkap ketika darah sedang sekarat. Belum lagi mekanisme ini juga terbilang cukup boros waktu, terutama jika Anda sedang push tower terdalam musuh namun sekarat dan harus pulang, menyebabkan Anda harus berjalan dengan jarak yang sangat jauh.
Kesimpulan
Pada akhirnya saya personal merasa keputusan ANANTARUPA merilis Lokapala secara publik agaknya terlalu terburu-buru. Masih terlalu banyak kekurangan pada core gameplay Lokapala. Beberapa contohnya sudah saya jabarkan saat menceritakan pengalaman saya memainkan Lokapala, mulai dari bug untuk Find Match, masalah optimasi grafis dan server, masalah hitbox dan lain sebagainya.
Kalau soal animasi dan grafis, saya rasa hal tersebut masih bisa ditoleransi, karena MOBA lainnya pun punya grafis yang tidak sebegitu bagus pada hari pertama rilis. Namun kalau soal core gameplay, saya rasa keputusan untuk merilis Lokapala secara terbuka ini berpotensi memunculkan masalah bagi sang pengembang. Bagaimanapun, impresi pertama tetap merupakan hal penting bagi pemain. Jika impresi pertama saja sudah buruk, karena terlalu banyak masalah teknis di dalam game, pemain bisa saja enggan untuk mencoba bermain kembali meski Lokapala sudah berkembang menjadi lebih baik.
Tetapi, tetap ada beberapa hal yang patut diapresiasi dari Lokapala. Beberapa di antaranya seperti story dunia Lokapala yang orisinil atau art karakter yang cukup baik. Menurut saya salah satu elemen terbaik dalam game ini adalah soundtrack menu utama. Penggabungan aksen modern lewat musik orkestra khas MOBA dengan aksen khas etnik Indonesia lewat gamelan Jawa berhasil membuat saya lupa dengan segala permasalahan teknis yang ada di dalam game ini.
Lokapala saat ini masih dalam status beta. Semoga saja seiring waktu, pengembang bisa berkomitmen untuk terus memperbaiki Lokapala dari berbagai sisi dan menjadi game yang lebih baik. Karena bagaimanapun, mengembangkan game MOBA ibarat lari marathon, yang pengembangannya akan terus berjalan selama game-nya masih dimainkan…
Esports menghadirkan model bisnis baru dalam permainan digital. Popularitasnya melejit kencang, menjadikan gim yang awalnya hanya sebagai kanal hiburan, kini bisa dijadikan pilihan karier profesional. Tak ayal, salah satu hasil riset mengemukakan kapitalisasi pasar esports akan mencapai $1,7 triliun di tahun 2022 mendatang.
“Asia Tenggara tidak hanya menjadi tempat berkembangnya industri game, kawasan ini juga menjadi pusat dari esports secara global,” ujar Lisa Cosmas Hanson selaku Managing Partner Niko Partners.
Berbicara Asia Tenggara, maka tidak bisa terlepas dari Indonesia. Melihat perkembangannya sejauh ini, ekosistem esports lokal mulai terbentuk dengan baik. Banyak “startup esports” bermunculan, banyak di antaranya telah mendapatkan dukungan finansial dari investor dan/atau brand pendukung.
Di tengah pembicaraan tentang esports lantas muncul sebuah pertanyaan, “Bagaimana game developer/studio lokal menghadapi tren ini? Apakah dipandang sebagai kesempatan atau sebaliknya, justru menjadi tantangan berat karena penikmat gim sudah naik kelas?”
Adapt or die?
Di bisnis teknologi, banyak pelajaran kegagalan yang bisa dipelajari tentang kemauan pengembang produk untuk beradaptasi dengan pasar. Sebut saja popularitas Nokia yang merosot tajam di tengah perkembangan Android dan iOS; atau penutupan satu per satu platform sosial yang dimiliki Yahoo di tengah meningkatnya pengguna media sosial. Kejadian seperti itu tentu tidak diinginkan oleh pebisnis, termasuk para pemilik studio gim lokal.
Kami mencoba berbincang dengan beberapa pihak, salah satunya Co-Founder & COO Anantarupa Studios Diana Paskarina. Seiring tenarnya esports, mereka memilih untuk mengadaptasi perkembangan pasar. Realisasinya, saat ini mereka tengah mengembangkan gim esports dengan genre MOBA (Multiplayer Online Battle Arena) berjudul “Lokapala”. Saat ini sudah masuk pra-registrasi dan akan meluncur penuh di awal tahun 2020.
Diana turut memberikan tanggapan mengenai ekosistem produk gim di Indonesia, “Melihat esports yang sangat besar dan masih terus berkembang, kami melihat ini tentunya sebagai potensi. Walaupun pada kenyataannya sampai saat ini produk gim, tidak hanya esports, masih didominasi pemain asing, namun pasar terus berkembang dan kebutuhan konten gim baru sangat tinggi.”
Studio lainnya, yakni Agate, juga memiliki rencana yang sama. Dalam waktu dekat mereka akan meluncurkan produk yang sesuai dengan kriteria esports. Mereka juga melihat esports sebagai peluang yang baik, karena membantu mempromosikan produk-produk gim itu sendiri ke khalayak luas. Dan membantu mempromosikan bahwa gim bisa menjadi kegiatan produktif.
“Ada beberapa gim yang saat ini sedang digarap dan direncanakan untuk dapat dikompetisikan di esports. Namun kami belum bisa menceritakan lebih detail karena masih tahap pengembangan. Kami juga akan segera meluncurkan gim esports manager untuk tingkat global. Gim ini sudah mendapatkan penghargaan Big Indie Pitch Game Developer Conference 2018 di San Francisco,” terang PR Manager Agate Studio Alwine Brahmana.
Di kancah regional, Garena menjadi salah satu tolok ukur perusahaan yang telah sukses berbaur di era esports. Melalui beberapa produk andalannya, salah satunya Free Fire, perusahaan berbasis di Singapura tersebut berhasil membukukan pendapatan setara $1 miliar.
Katalisator ekosistem
Setelah sebelumnya berdiri Indonesia Esports Association (IESPA), pada Juli 2019 lalu Menkominfo Rudiantara meresmikan Asosiasi Olahraga Video Games Indonesia (AVGI). Kemudian awal Oktober 2019 kemarin Federasi Esports Indonesia (FEI) juga dikenalkan ke publik. Dengan visi untuk memajukan esports nasional, masing-masing miliki misi berbeda. FEI misalnya, mereka mulai menyoroti standardisasi kontrak pekerja esports.
“Federasi hadir menjawab permasalahan para pelaku esports khususnya di level paling bawah, yaitu player, caster, media. Mereka sejauh ini belum ada yang menaungi. Selama ini mungkin mereka perlu ada perbaikan tapi mau ke mana mereka meminta bantuan? Mau dibantu seperti apa? Hal ini yang menurut saya yang perlu dibenahi dan yang menjadi peran utama FEI,” terang Ketua Umum FEI yang juga merupakan CEO RRQ Andrian Pauline Husen.
Pembentukan organisasi-organisasi tersebut –yang melibatkan stakeholders dan pelaku bisnis—dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekosistem esports di Indonesia, sekaligus jadi langkah preventif.
Sebelum dilebur dengan Kementerian Pariwisata, Bekraf pernah menjadi badan pemerintahan yang turut memberikan dorongan untuk pengembang gim lokal berkiprah lebih. Selain mengadakan acara nasional seperti Game Prime, mereka turut membawa para kreator ke acara di tingkat nasional, seperti Game Connection America dan Tokyo Game Show.
Menuju perjalanan panjang esports Indonesia
Di tingkatan atlet dan perusahaan yang menaungi, perkembangan esports begitu terasa. Hingga pemodal ventura pun mulai memberikan porsi tersendiri untuk menyalurkan dana kelolaannya ke sana. Sementara bagi para pengembang gim lokal, saat ini masih menjadi fase yang sangat awal untuk mulai berkecimpung ke esports.
Ada banyak sinergi yang bisa dilakukan agar pertumbuhan bisa terjadi secara menyeluruh. Misalnya, pemerintah punya program seperti Piala Presiden untuk Esports untuk menemukan bakat-bakat yang akan diperlombakan ke ajang seperti SEA Games, ketika produk dari studio lokal tadi sudah selesai dikembangkan, selayaknya mendapatkan porsi untuk dijadikan salah satu objek dalam kompetisi.
Atau melalui berbagai asosiasi yang sudah didirikan, para pengembang, pebisnis esports, dan brand mulai merumuskan roadmap terpadu, mengelaborasikan sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki masing-masing. Karena pada dasarnya setiap elemen dalam ekosistem akan memiliki peran sentral untuk perjalanan pajang esports Indonesia ke depan.