Tag Archives: Andi Taru Nugroho

Kunci Pengembangan Startup adalah Fokus pada Cakupan Pasar dan Terus Bereksplorasi

Di ajang Google Playtime SEA 2017 (02/11), selain sesi keynote dari tim Google APAC, juga diadakan sesi panel diskusi dari rekanan pengembang terpilih. Salah satu sesi diskusi panel membahas ekosistem dan karakteristik pengembang di beberapa negara di Asia Tenggara. Ada empat pemateri yang dihadirkan, pertama Indonesia yang diwakili Touchten Games, Malaysia diwakili Kurechii, Vietnam diwakili Amanotes, Thailand diwakili Ookbee, dan Filipina diwakili MochiBits.

Masing-masing startup menceritakan tentang bagaimana produk mereka mampu beradaptasi dengan ekosistem pasar lokal dan regional dengan strategi dan pendekatan yang unik. Sebagai pemateri hadir Co-Founder & COO Touchten Rokimas (Roki) Soeharyo. Ia menceritakan tentang bagaimana startup yang didirikan bersama kakak kandung dan seorang saudaranya dapat berkembang hingga kini memiliki sekitar 50 pegawai.

Sebagai pengembang produk digital berbasis game, salah satu yang digarisbawahi Roki ialah pentingnya untuk memiliki keunikan dalam inovasi yang digulirkan. Touchten didirikan dari tahun 2009, sekurangnya sudah lebih dari 50 game yang berhasil diselesaikan.

Spesialis mobile game berkategori makanan

Ramen Chain, Warung Chain, Japan Food Chain, Desert Chain adalah beberapa judul produk unggulan dari Touchten. Roki menyebutnya sebagai Food Chain Series. Produk tersebut terbukti banyak diminati sejak seri pertama dikembangkan, lalu dilanjutkan dengan varian lain di kategori yang sama. Seri game tersebut kini sudah diunduh lebih dari 8 juta kali oleh pengguna. Namun untuk mencapai titik itu tidak dengan cara yang instan, terdapat riset mendalam dan berbagai perhitungan untuk mengatur strategi.

“Biasanya dalam proses pengembangan dari founders sudah memiliki guidelines tentang tema game apa yang akan dikembangkan. Setelah dipresentasikan kepada tim, biasanya masing-masing anggota akan diminta untuk presentasi dalam pitching ide. Dari seluruh ide yang masuk akan diseleksi sesuai dengan riset pasar dan temuan lain untuk pertimbangan,” ujar Roki.

Ketika produk sudah jadi dan berhasil diluncurkan di Google Play, proses monitoring tetap akan terus dilakukan untuk mengetahui ketertarikan pengguna dan segmentasi yang tepat untuk pemasaran. Karena kadang produk aplikasi tertentu akan sangat ramai di negara A, namun kurang diminati di negara B.

“Produk yang kami kembangkan pada awalnya diluncurkan global, karena dari situ kami akan tahu pasar negara mana yang lebih suka. Seperti contohnya Food Chain Series, awalnya kami mengira pasar Amerika yang akan lebih banyak menggunakan, tapi ternyata asumsi tersebut salah, yang lebih banyak menggunakan ada di Asia. Sehingga dalam seri selanjutnya produk aplikasi pun disesuaikan dengan pasar tersebut. Fokus pada cakupan pasar menjadikan kita lebih mengerti secara kental apa yang dibutuhkan user,” lanjut Roki.

Memiliki game berseri ini juga tidak diputuskan begitu saja. Traksi game pertama yang sangat tinggi, dan mendapatkan antusias luar biasa menjadikan Touchten mengembangkan lebih banyak lagi game tentang makanan. Di lain sisi juga menjadi branding yang bagus untuk Touchten sebagai pengembang game spesialis kategori makanan.

Persepsinya semua benci iklan, pengembang dituntut kreatif

Dari tiga pilihan populer monetisasi produk apps atau games, yakni model iklan, in-app pruchase atau premium, Touchten lebih banyak mengusung model iklan, karena kebanyakan game yang diterbitkan dapat diunduh pengguna secara gratis. Roki juga menyadari tentang sebuah persepsi bahwa pada dasarnya pengguna mobile tidak suka dengan iklan. Cukup mengganggu pengalaman saat menggunakan aplikasi. Dari situ strategi kreatif dibutuhkan, agar proses bisnis tetap berjalan, namun kenyamanan pengguna tetap diutamakan.

Roki menjelaskan, “Kalau kita sedang asyik bermain, terus keluar pop-up iklan pasti akan sangat terganggu, kami menyadari itu. Apa yang kami lakukan menampilkan iklan itu secara halus, misalnya dalam sesi tertentu di permainan ada sebuah billboard yang menyatu dengan tampilan sebuah perkotaan, di sana iklan tersebut dipasangkan. Jadi lebih ke pendekatan native advertising. Prisipnya selama iklan itu tidak mengganggu pengguna, dapat dimaksimalkan developers untuk mencari uang.”

Belum lama ini Touchten juga mengeksplorasi “gaya baru”, menjalin kerja sama dengan Deddy Corbuzier untuk mengembangkan game berjudul “Fist of Rage”. Diceritakan Roki, ini adalah sebuah kolaborasi mutualisme. Deddy dianggap memiliki personality dan follower yang kuat, sedangkan Touchten memiliki kapabilitas untuk pengembangan produk digital interaktif.

“Kerja sama dengan Deddy Corbuzier adalah sebuah win-win collaboration. Dari sisi Deddy dengan adanya produk digital yang interaktif dia bisa lebih engage dengan followers dan komunitasnya, sedang dari sisi Touchten tentu terbantu dengan sebaran pengguna dari komunitas yang dimiliki Deddy. Selebriti sudah seharusnya open dengan yang seperti ini, sekarang konsumen semua ke mobile, dan game menjadi salah satu media paling interaktif untuk menjangkau pangsa pasar masa kini,” jelas Roki.

Penguatan ekosistem menjadi wujud komitmen yang sangat berarti

Google Playtime adalah acara tahunan untuk pengembang di platform Android
Google Playtime adalah acara tahunan untuk pengembang di platform Android

Selain bersama Roki, DailySocial juga sempat berbincang dengan Calvin Kizana selaku Founder & CEO Picmix dan Andi Taru Nugroho selaku Founder & CEO Educa Studio yang turut diundang secara khusus untuk menjadi peserta di acara ini. Secara singkat mereka mengungkapkan bahwa ekosistem mobile yang ada saat ini begitu berarti bagi para pengembang. Cakupan pasar yang sangat besar membuat inovasi menjadi lebih mudah didistribusikan kepada pangsa pasar.

“Google Playtime 2017 spesial bagi saya, karena yang mendapatkan undangan adalah developer terpilih. Di sini banyak insight yang saya dapat, termasuk salah satu yang paling menarik tadi berkaitan dengan pemaparan data saat ini sudah ada 2 miliar pengguna aktif bulanan di Google Play. Menjadi trigger kami untuk terus mengkreasikan produk,” ujar Andi.

Sedangkan Calvin mengungkapkan, “Acara tahunan Google Play ini sangat berguna bagi pelaku startup seperti saya. Banyak masukan menarik, informasi tentang tools dan tips pengembangan yang disampaikan dari para expert. Di lain sisi, acara ini sangat membantu kami sebagai ajang networking untuk mendekatkan diri dengan Google dan rekan startup lainnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Promosi Digital Jadi Prioritas Tantangan Utama Pengembang Lokal

Dari gelaran Bekraf Developer Conference (BDC) 2016, 180 top pengembang lokal merumuskan ada tiga prioritas tantangan utama harus diselesaikan bersama. Yakni, mengenai promosi digital, pendirian asosiasi developer aplikasi, dan preload.

Sekadar informasi, BDC 2016 adalah acara puncak dari pelaksanaan roadshow Bekraf Developer yang telah diselenggarakan di Malang, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar.

Acara ini mempertemukan 180 top pengembang lokal dengan pemerintah (diwakili kementerian terkait) untuk merumuskan tantangan yang perlu diselesaikan demi membangun ekosistem yang dapat mendukung pengembang perangkat lunak bisa berkembang pesat di Indonesia.

“Acara BDC ini jadi wadah terbentuknya talenta di bidang digital yang akan melahirkan startup yang menyediakan solusi, sehingga Indonesia dapat menjadi tuan rumah di Ekonomi Digital Indonesia,” ucap Hari Sungkari selaku Deputi Infrastruktur Bekraf, Senin (28/11).

Awalnya, ada 64 prioritas tantangan yang muncul. Lalu, ada proses voting untuk menentukan tingkat urgensi permasalahan, akhirnya mengerucut jadi sepuluh prioritas tantangan. Terakhir, terpilihlah tiga prioritas tantangan yang tingkat urgensinya paling tinggi.

“Proses perumusan masalah awalnya ada 64 isu, kemudian dilakukan voting hingga akhirnya tersaring jadi tiga isu. Ketiga isu ini dipilih karena urgensinya yang sangat tinggi dan dibutuhkan oleh pelaku pengembang lokal,” terang Andi Taru Nugroho selaku CEO dan Founder Educa Studio.

Dijabarkan lebih jauh, promosi digital adalah jalur kegiatan pemasaran yang masih asing untuk dilakukan oleh pelaku usaha yang kebanyakan masih menganut dengan cara konvensional. Maka dari itu, lanjut Andi, solusi yang ditawarkan pengembang kepada pemerintah ada tiga hal.

Yaitu, pemerintah melakukan kampanye nasional untuk mengedukasi pentingnya menghargai dan memakai karya lokal. Membuat etalase bersama (marketplace) aplikasi atau games yang bisa dipromosikan pemerintah. Terakhir, memberikan edukasi kepada pengembang mengenai cara promosi digital yang efektif.

Isu kedua, mengenai pendirian asosiasi developer aplikasi Indonesia. Urgensi untuk isu kedua ini cukup tinggi. Pasalnya, selama ini komunikasi antara pemerintah dengan pelaku pengembang belum maksimal karena ketidakhadiran asosiasi sebagai wakil yang tatap muka langsung dengan pemerintah.

“Sekarang ini baru ada Asosiasi Game Indonesia (AGI), untuk aplikasinya belum ada. Sementara, untuk bertemu dengan pemerintah perlu diwakili oleh asosiasi untuk membicarakan lebih jauh. Lagipula, kehadiran asosiasi memang diperlukan sejak awal sebagai wadah penampung aspirasi pengembang,” ujar Andi.

Isu terakhir, adalah mengenai preload. Solusi yang ditawarkan terkait masalah preload ini adalah membuat aplikasi khusus sebagai etalase bersama untuk perload dalam perangkat smartphone yang beredar. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi aplikasi lokal yang baru dan berkualitas untuk di-preload.

Pengembang juga meminta kepada pemerintah agar mempermudah syarat preload agar semua developer memiliki kesempatan dan exposure yang sama. Andi mengatakan, usulan mengenai preload ini erat kaitannya dengan rencana pemerintah mulai 1 Januari 2017 untuk menetapkan 30% Tingkat Kandungan dalam Negeri (TKDN) untuk telekomunikasi berbasis standar Long-Term Evolution (LTE).

“Aturan TKDN itu sebenarnya sangat baik karena tujuannya ingin memajukan produksi buatan dalam negeri. Hanya saja, aturan TKDN terlalu tinggi karena untuk bisa masuk ke preload itu hanya aplikasi yang sudah diunduh satu juta kali. Sementara untuk bisa menyentuh angka itu, butuh waktu yang tidak sebentar.”

Maka dari itu, sambung Andi, pihaknya mengusulkan untuk membuat aplikasi preload khusus yang sudah ditanamkan ke perangkat smartphone yang berisi aplikasi lokal berkualitas dan sudah terkurasi.

“Tujuan akhirnya, kami ingin masyarakat mengenai aplikasi lokal karena selama ini sangat minim yang tahu. Dengan adanya aplikasi khusus yang sudah di-preload, masyarakat jadi gampang mengetahuinya.”

Hari menambahkan, usulan yang diajukan pengembang lokal untuk bisa masuk ke TKDN diharapkan syaratnya bisa diturunkan, tidak lagi harus satu juta unduhan. Angka yang dinilai ideal menurut pelaku usaha adalah 100 ribu unduhan.

“Masukan angka unduhan minimal 100 ribu kali diunduh menurut kami cukup masuk akal dan bisa diukur kualitasnya. Kalau menunggu satu juta unduhan butuh waktu lama, bisa jadi tahunan.”

Isu kekurangan talenta masuk dalam prioritas tantangan

Selain itu, dalam konferensi ini juga membahas tujuh isu lainnya dan solusi yang coba ditawarkan kepada pemerintah. Pada dasarnya, ada lima bidang permasalahan yakni pasar, talenta, regulasi, infrastruktur, dan permodalan.

Mengenai permasalahan pasar, isu yang disinggung setelah promosi digital adalah meningkatan pangsa pasar lokal. Untuk masalah talenta, mengenai dukungan industri teknologi, ruang untuk inovasi, dan institusi pendidikan.

Untuk masalah regulasi, selain isu preload adalah perizinan dan legal. Masalah infrastruktur, mengenai kebutuhan riset pasar dan inkubator. Terakhir, masalah permodalan adalah isu mengenai investor.

Narenda Wicaksono, CEO Dicoding Indonesia, menerangkan salah satu masalah utama yang jadi tantangan adalah kurangnya talenta. Institusi pendidikan yang menyediakan ilmu jurusan komputer atau ilmu informatika memang jumlahnya banyak, tapi mayoritas tidak semua lulusan dari sana yang bisa langsung terserap di industri. Pasalnya, kurikulumnya tidak relevan dengan industri.

Menurutnya, perlu ada kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dengan institusi pendidikan berupa komunikasi yang intensif agar ada restrukturisasi kurikulum yang dibangun sesuai dengan kebutuhan industri.

Salah satu kurikulum yang dibangun oleh pelaku usaha adalah International Business Machines (IBM) Indonesia. Vina Kasim, Country Manager IBM Indonesia menerangkan untuk mendukung talenta IT yang berkualitas pihaknya meluncurkan materi yang bisa diakses secara online dan berbahasa Indonesia yang diakses melalui situs Dicoding.

Di sana, para pengembang bisa mempelajari dengan gratis dalam tenggat waktu yang sudah ditentukan. Tak hanya itu, IBM juga menyediakan akses infrastruktur dan teknologi bentuk kredit untuk penggunaan platform Softlayer dan IBM Bluemix.

“Kami percaya para pengembang Indonesia merupakan yang terbaik dalam mengarahkan perekonomian kreatif di negeri ini dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Kami berharap bisa jadi mitra dalam membantu mereka melalui perangkat dan platform teknologi yang kami miliki,” pungkas Vina.