Tag Archives: Andi Taufan Garuda Putera

Amartha Announces Series B Funding Led by Line Ventures

The p2p lending service, Amartha announced series B funding led by Line Ventures with undisclosed amount. Participated also other investors, such as Bamboo Capital Partners, UOB Ventures Management, PT Teladan Utama, and PT Medco Intidinamika.

Line Ventures, has some startup portfolios in Indonesia, including HappyFresh, IDN Media, and Warung Pintar.

Meanwhile, UOB Ventures invests in Amartha through its entity, Asia Impact Investment Fund I. The fund is specifically raised for Southeast Asia and China’s startup growth. To date, there are nine startups in its portfolios, including Halodoc and Ruangguru.

Amartha’s Founder and CEO, Andi Taufan Garuda Putra said, the fresh money will be distributed for business expansion across Indonesia, in order to empower more women and families in the rural area.

“By expanding coverage throughout Indonesia, Amartha also expects to accelerate financial inclusion through digital financial innovation, also to stay true to their vision, equal welfare across Indonesia,” he said in an official statement.

Line Ventures’ Director of Investment, James Lim added, he was eager to join Amartha’s mission in bringing social impact and financial inclusion throughout Indonesia.

“With Amartha’s solid management team and always striving to meet the highest standards of authority regulations, also in its capacity with technology and operations, Amartha is in a good position to maintain and promote more healthy socio-economic welfare,” Lim said.

amartha

Amartha has distributed Rp1.6 trillion funding to more than 343 thousand partners in 5,200 villages in Java and Sulawesi. The company develops technology platforms and algorithms to automate operational aspects, services, and safe and accurate credit assessment systems.

The company also implements a joint responsibility system for partners to build social cohesion and reduce the default rate. All the methods used by Amartha, are said to have proven to reduce the poverty level of their partners, even in the 2019 CFDS report, which significantly increased the income of micro-entrepreneurs women.

The last time, Amartha announced Series A funding in 2017 led by Mandiri Capital Indonesia worth $2 million (over 26 billion Rupiah). Lynx Asia Partners, Beenext and Midplaza Holding also participated in this round.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Amartha

Amartha Umumkan Perolehan Pendanaan Seri B yang Dipimpin Line Ventures

Layanan p2p lending Amartha mengumumkan perolehan dana seri B yang dipimpin Line Ventures dengan nominal yang tidak disebutkan. Investor lain yang turut berpartisipasi diantaranya Bamboo Capital Partners, UOB Ventures Management, PT Teladan Utama, dan PT Medco Intidinamika.

Line Ventures, punya beberapa portofolio startup di Indonesia, di antaranya HappyFresh, IDN Media, dan Warung Pintar.

Sementara, UOB Ventures sebelumnya masuk ke Amartha lewat entitasnya, Asia Impact Investment Fund I. Pendanaan yang khusus dibentuk untuk growth startup di Asia Tenggara dan Tiongkok. Sejauh ini ada sembilan startup yang masuk ke dalam portofolionya, termasuk Halodoc dan Ruangguru.

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan, pendanaan akan digunakan untuk ekspansi bisnis ke seluruh Indonesia, agar dapat memberdayakan lebih banyak lagi perempuan dan keluarga di pedesaan.

“Dengan memperluas jangkauan ke seluruh pelosok negeri, Amartha juga berharap dapat mempercepat inklusi keuangan melalui inovasi keuangan digital dan mewujudkan visi kami yaitu kesejahteraan merata bagi Indonesia,” kata Taufan dalam keterangan resmi.

Direktur Investasi Line Ventures James Lim menambahkan, pihaknya bersemangat untuk bergabung dengan misi Amartha dalam membawa dampak sosial dan inklusi keuangan di seluruh Indonesia.

“Dengan tim manajemen Amartha yang solid dan selalu berusaha keras untuk memenuhi standar tertinggi peraturan otoritas, ditambah dengan kekuatannya dalam teknologi dan operasional, Amartha berada dalam posisi yang baik untuk memelihara dan mempromosikan kesejahteraan sosial ekonomi yang lebih sehat,” kata Lim.

Saat ini Amartha telah menyalurkan pendanaan Rp1,6 triliun kepada lebih dari 343 ribu mitra di 5.200 desa di Jawa dan Sulawesi. Perusahaan mengembangkan platform teknologi dan algoritma untuk mengotomatiskan aspek operasional, layanan, dan sistem penilaian kredit yang akurat dan aman.

Perusahaan juga mengimplementasikan sistem tanggung renteng kepada para mitra guna membangun kohesi sosial dan menekan angka gagal bayar. Seluruh metode yang dipakai Amartha, disebutkan terbukti mengurangi tingkat kemiskinan mitranya, bahkan dalam laporan CFDS tahun 2019, berhasil meningkatkan pendapatan perempuan pengusaha mikro secara signifikan.

Amartha terakhir kali mengumumkan pendanaan Seri A pada 2017 yang dipimpin oleh Mandiri Capital Indonesia senilai $2 juta (lebih dari 26 miliar Rupiah). Di dalam putaran ini juga diikuti oleh Lynx Asia Partners, Beenext dan Midplaza Holding.

Application Information Will Show Up Here
CEO dan Founder Amartha Andi Taufan Garuda Putra / DailySocial

Amartha Catat Penyaluran Pinjaman Rp402,8 Miliar Selama Delapan Tahun Berdiri

Startup fintech p2p lending Amartha mencatatkan realisasi penyaluran pinjaman sebesar Rp402,8 miliar secara akumulatif sejak delapan tahun berdiri hingga kini, dengan total peminjam 104.537 orang yang seluruhnya adalah pengusaha mikro perempuan.

Bila dilihat kinerja Amartha pada tahun lalu, perusahaan telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp200 miliar dengan total peminjam sekitar 80 ribu pengusaha mikro.

“Setelah delapan tahun, Amartha berhasil memperoleh capaian yang membanggakan dalam menjembatani pendana di perkotaan dan perempuan di pedesaan yang ingin meningkatkan taraf hidup mereka dan keluarganya,” ucap CEO dan Founder Amartha Andi Taufan Garuda Putra, kemarin (22/5).

Amartha juga mengklaim berkat kajian dan pendekatan yang tepat, para mitra usaha mikro yang didukung Amartha mampu membangun reputasi mereka sebagai peminjam yang terpercaya bagi para investor. Oleh karenanya, mitra mampu memberikan ketepatan waktu pembayaran mereka yang berada di atas 99,84%.

Perusahaan melakukan sistem tanggung renteng dalam setiap pengelompokan yang biasanya terdiri atas 10-20 orang untuk mencegah terjadinya kredit macet. Sehingga apabila ada salah satu anggota yang belum bisa membayar tagihannya, di dalam kelompoknya akan menanggungnya secara bersama.

Besaran bunga untuk para peminjam biasanya dilihat dari credit scoring, besaran angkanya berada di kisaran 10%-20% per tahun.

“Kami masih berani klaim NPL-nya 0% karena model tanggung renteng itu proven di lapangan dan cocok untuk segmen perempuan.”

Rencana berikutnya

Kendati Taufan enggan menyebutkan target realisasi yang ingin dicapai Amartha tahun ini, namun dia menuturkan bahwa Amartha sedang mempersiapkan aplikasi dan memperbaiki situs mobile yang ramah agar para investor dapat lebih mudah melakukan aktivitas investasi.

Berikutnya, Amartha bakal perbanyak kemitraan dengan berbagai institusi dari jasa keuangan untuk menjadi pendana. Tercatat Amartha baru memiliki dua kemitraan sebagai pendana, yakni Bank Permata dan Mandiri Tunas Finance. Juga Jamkrindo untuk penjamin kreditnya.

“Dengan Bank Permata ini masih baru, belum bisa disebutkan bagaimana kontribusinya dalam realisasi penyaluran. Sekarang yang terbanyak [sumber dana penyaluran] itu masih dari investor individu.”

Tak hanya menggandeng institusi untuk menjadi pendana, Amartha juga bakal perbanyak kemitraan dengan LSM dan perusahaan untuk kebutuhan CSR. Tujuannya untuk memberikan nilai tambah bagi para peminjam, tak hanya memberikan material saja. Beberapa nama yang sudah bekerja sama diantaranya Pulse Lab Jakarta, Oxford Microfinance Initiative, dan Melbourne Microfinance Initiative.

“Harapannya kami bisa lebih banyak menyalurkan pinjaman berkali-kali lipat dibandingkan tahun lalu.”

Taufan juga menuturkan pihaknya saat ini belum ada rencana melakukan pendanaan tahap lanjutan untuk eskalasi bisnis. Terakhir perusahaan mendapatkan investasi seri A yang dipimpin oleh Mandiri Capital senilai US$2 juta.

Klaim SROI lebih tinggi dari rata-rata dunia

Dalam kesempatan yang sama, Taufan juga mengumumkan pencapaian SROI (Social Return on Investment) atau dampak sosial dari pembiayaan yang tinggi. Di dalam Amartha, SROI yang diberikan kepada pengusaha mikro mencapai 98% per tahun diharapkan dapat memberikan kepercayaan investor maupun calon investor yang dikelola Amartha. Angka ini diklaim melampaui rata-rata SROI dunia yang tercatat sebesar 72,5%.

SROI adalah studi analisa yang mengubah nilai beragam dampak sosial yang telah timbul berdasarkan indikator terpilih untuk menentukan kesejahteraan ekonomi, sosial, lingkungan, menjadi nilai mata uang. Hasil analisa SROI adalah rasio yang menunjukkan hubungan antara biaya investasi dengan dampak yang terhasilkan.

Makna SROI 98% adalah setiap rata-rata pinjaman sebesar Rp3 juta dari Amartha, secara langsung akan menciptakan dampak sosial senilai Rp5,94 juta. Imbasnya adalah peningkatan kesejahteraan yang lebih baik, terindikasi dari kepemilikan aset mereka yang berkembang, tingkat pendidikan anak yang lebih baik, kesehatan yang lebih baik, kepemimpinan dalam keluarga, hingga hubungan antar individu lebih berkualitas.

Amartha mencatat dari hasil analisa di tahun lalu, terjadi peningkatan penghasilan dari 45% mitra pengusaha di atas Rp1,5 juta. Berikutnya, untuk menandakan peningkatan kesejahteraan sebanyak 31% mitra melakukan renovasi rumah mereka mulai dari lantai, dinding, dan atap.

Sebanyak 68% mitra kini memiliki pompa air dan aliran PAM (19%) sebagai sumber air bersihnya. Kini hanya 2% mitra yang tidak memiliki toilet di rumahnya, berkurang dari tahun sebelumnya 4%.

#SelasaStartup Episode 1, Menyelami Lingkup Pendanaan Seri A

Berbicara soal membangun bisnis startup jelas tidak bisa lepas dari urusan pendanaan. Lingkup perusahaan teknologi sangat akrab dengan beberapa fase bisnis perihal urusan pendanaan; fase seed, Seri A, Seri B, Seri C, dan seri-seri berikutnya hingga saham perusahaan siap dijual di pasar saham, atau tahap IPO (Initial Public Offering).

Sebelum terlalu jauh mengenal ronde-ronde dalam pendanaan tersebut, mereka yang berencana mendirikan startup, maupun yang telah mengenyam aliran dana di fase seed, umumnya punya satu pertanyaan sama: bagaimana kita mendapatkan pendanaan untuk tahap Seri A?

“Saat product dan market sudah fit, barulah waktunya pendanaan seri A,” terang Co-Founder dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra dalam event #SelasaStartup.

#SelasaStartup adalah acara bulanan yang membahas seputar industri teknologi dari perspektif, yang mencakup di antaranya seperti startup, investasi, pendanaan, inovasi teknologi, dan sejenisnya, dan diselenggarakan oleh DailySocial.

Pada Selasa (21/03) malam kemarin, #SelasaStartup memulai edisi perdananya menyoal satu topik yang menjadi buah bibir bagi tengah mencari sumber dana untuk bisnis teknologi rintisannya. Andi mengisi sharing session ditemani Wiku Baskoro, Co-Founder dan Editor-in-Chief DailySocial.

Andi, yang baru saja menerima dana segar tahap Seri A dari sebuah venture capital milik Bank BUMN bersama Amartha, menceritakan pengalamannya mengembangkan produk sampai teknis menyusun proposal ke investor.

“Ungkapan ‘we are here to change the world’ itu bukan hal yang ambisius,” ujar Andi, menyentil sedikit tentang dorongan dalam berinovasi.

Inovasi inilah yang kemudian berkaitan erat dengan bagaimana perspektif pemodal kala memutuskan untuk berinvestasi di sebuah startup. Berdasarkan apa yang dirasakannya, Andi menjelaskan bagaimana harapan investor yang ingin startup yang didanainya menjadi the next big things di Indonesia.

“Enggak perlu jadi the next Facebook di dunia deh, paling enggak jadi the next Facebook di regional.”

Memulai dengan bootstrapping maupun pendanaan dari angel investor menjadi keuntungan tersendiri bagi Andi. “Waktu seed itu masih leluasa untuk trial-error ke produk,” ujarnya.

Semakin besar skala perusahaan, semakin tinggi pula tanggung jawab yang mesti diemban. Menginjak tahapan Seri A, ruang untuk “coba-coba”sedikit menyempit dan valuasi bisnis pun kemudian menjadi satu pekerjaan rumah sendiri.

Pertanyaan yang muncul mengenai valuasi adalah tentang memulainya. “Bagaimana menghitung valuasi? Ceritakan saja dengan jujur apa yang menjadi strength dan weakness,” terang Andi.

“Di Indonesia itu lebih generik penentuan valuasinya. Bukan jumlah user berapa banyak, tapi produknya fit ke market enggak?”

Dibutuhkan nilai tambah produk untuk memenangkan hati investor dan mendapat valuasi yang tepat. Andi merasa Amartha telah melakukan hal itu dan ia sepenuhnya sadar bahwa investor berupaya mengeruk untung sebesar-besarnya di tengah peer-to-peer lending platform-nya yang dekat dengan kegiatan sosial.

“Bisnis dan sosial bukan hal yang harus dipisahkan dan harusnya bisa paralel. Amartha melihat bahwa para UKM ini bukan memposisikan tangan di bawah, tapi mereka mencari mitra kerja. Makin ke sini orang mulai berpikir bukan how much product you can make, tapi how much value you can bring to community,” jelas Andi.

Mandiri Capital Pimpin Pendanaan Seri A Untuk Platform P2P Lending Amartha

Mandiri Capital Indonesia (MCI) mengumumkan pendanaan seri A untuk platform P2P lending Amartha dengan nilai sekitar US$2 juta (sekitar lebih dari 26 miliar Rupiah). Investor baru yang turut bergabung dalam pendanaan kali ini adalah Lynx Asia Partners. Dua investor lainnya yang telah bergabung dalam pendanaan sebelumnya, yakni Beenext dan Midplaza Holding.

Sejauh ini, MCI telah mengumumkan dua kali pendanaan yakni Moka sebesar Rp26 miliar dan Amartha sekitar US$2 juta. Bulan depan pihak MCI akan kembali mengumumkan pendanaan lainnya, kali ini untuk startup fintech di sektor sistem pembayaran.

Dalam pipeline, MCI berencana untuk menambah tiga hingga empat startup fintech masuk ke dalam portofolio investasi sepanjang semester I dan II 2017. Diharapkan total perusahaan baru yang mendapat investasi dari MCI sepanjang tahun ini menjadi 8-10 perusahaan.

Adapun segmen startup yang bakal diincar MCI bergerak di sistem pembayaran, lending, dan SME solution. Ketiga segmen ini diharapkan dapat menopang proses bisins Bank Mandiri beserta anak usaha Grup Bank Mandiri lainnya.

“Model bisnis Amartha sangat penting bagi perekonomian kita karena mampu memberikan solusi untuk menyentuh masyarakat unbanked. Dengan pengalaman lebih dari tujuh tahun di segmen pembiayaan mikro, jaringan yang kuat di pelosok daerah, dan tim leadership yang tangguh, Amartha mendukung visi Bank Mandiri untuk meningkatkan inklusi keuangan ke seluruh Tanah Air,” kata Direktur Utama MCI Eddi Danusaputro, Selasa (7/3).

CEO dan Co-Founder Amartha Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan Amartha dapat memberi tambahan value sebagai salah satu portofolio investasi MCI. Mengingat, Amartha telah memodernisasikan segmen mikro sehingga menciptakan segmen pasar baru yang memungkinkan masyarakat di lapisan piramida terbawah untuk memperoleh alternatif sumber permodalan bagi bisnis mereka.

Bentuk sinergi dengan Bank Mandiri

Dengan adanya sinergi dengan Bank Mandiri, Amartha bakal menggunakan kesempatan tersebut untuk pengembangan produk, mulai dari peningkatan kapabilitas credit scoring, mempelajari karakter kredit macet seperti apa, penanganannya seperti apa, dan lain sebagainya.

Rencananya Amartha ingin menambah jumlah agen sebagai perpanjangan tangan perusahaan bisa bertambah antara dua hingga tiga kali lipat dari saat ini sekitar 100 orang. Tak hanya itu, apabila kondisi memungkinkan Amartha dapat ekspansi ke luar Pulau Jawa.

“Kami juga sedang memikirkan dengan Bank Mandiri, bagaimana bisa membuat peminjam yang masih unbanked menjadi bankable. Sebab, selama ini seluruh proses penyaluran dan pembayaran masih dilakukan secara tunai karena mereka belum memiliki rekening bank. Itu yang sedang kami coba pecahkan solusinya,” ucap Taufan.

Sistem pembayaran yang masih tunai membuat Amartha melakukan resep tersendiri untuk mencegah terjadinya kredit macet. Amartha memiliki agen tersendiri yang tersebar di Pulau Jawa. Mereka bertugas untuk membantu para peminjam saat ingin mengajukan aplikasi pinjaman, menyalurkan pinjaman, dan menerima pembayaran angsuran.

Setiap agen memiliki tugas untuk bertemu setiap peminjam yang terbagi-bagi menjadi kelompok. Satu kelompok biasanya terdiri dari 20 peminjam. Lewat resep ini, Amartha mengklaim berhasil menekan laju kredit macet tetap berada di angka 0%.

Hingga kini, total pinjaman yang sudah disalurkan Amartha telah menembus di angka Rp68 miliar kepada 30 ribu pengusahan mikro perempuan dengan tingkat kredit macet 0% selama tujuh tahun berturut turut.

“Percaya enggak percaya, kredit macet kami masih 0%. Ini membuktikan segmen mikro itu tidak seburuk yang dibayangkan, mereka itu credit worthy bila pendekatannya tepat mereka akan tanggung jawab dengan pinjamannya. Sistem pinjaman per kelompok terbukti berhasil minimalisir kredit macet. Kalau ada masalah NPL, bukan agen Amartha saja yang turun, tapi berbarengan cari solusinya.”

Mengingat Amartha masih memiliki agen untuk pendekatan, makanya perusahaan menerapkan sistem komisi yang ditarik dalam setiap transaksinya, untuk peminjam maupun pemilik dana. Untuk peminjam (borrower) komisi yang ditarik sebesar 5%-10% per transaksi tergantung risiko dan besaran pinjaman, sementara untuk pemilik dana (lender) sebesar 1%-3%.

Adapun besaran dana yang bisa diberikan untuk peminjam mulai dari Rp3 juta hingga Rp10 juta, dengan tenor 3/6/12 bulan. Untuk imbal hasil yang ditawarkan kepada pemilik dana mulai dari 10% hingga 15% per tahun.

Transformasi Menjadi Peer to Peer Lending Marketplace, Amartha Beri Pendekatan Offline to Online

Geliat bisnis peer to peer (P2P) lending terus terlihat berkat mulai diliriknya sektor financial technology (fintech) oleh beberapa kalangan, termasuk pemerintah. Amartha, sebuah lembaga keuangan mikro yang berdiri sejak tahun 2010 silam, tahun lalu secara resmi bertransformasi menjadi layanan P2P lending marketplace. Transformasi tersebut memungkinkan individu atau kelompok berinvestasi untuk UKM-UKM yang mencari pinjaman.

Amartha didirikan oleh seorang alumnus Harvard University Andi Taufan Garuda Putera. Ia dibantu oleh beberapa tim profesional di belakangnya dan juga didukung oleh technical assistance lembaga keuangan, baik dari dalam maupun luar negeri untuk pendekatan pembiyaan bagi masyarakat piramida. Beberapa di antaranya adalah Grameen Foundation, Microsave, dan mitra riset Bank Indonesia.

Andi mengatakan, “Kami percaya kemampuan individu dan UMKM untuk mendapatkan pembiayaan itu penting untuk menstimulasi dan mewujudkan keberlanjutan ekonomi yang sehat, diverse, dan inovatif. Sehingga di tahun 2015 kami berupaya memperluas jangkauan dengan bertransformasi menjadi penyedia layanan fintech melalui Peer-to-Peer Lending marketplace.”

Lebih jauh Andi menjelaskan bahwa tujuan transformasi tersebut adalah untuk memberdayakan bisnis di sektor informal economies, dengan memungkinkan masyarakat bisa berinvestasi langsung ke UKM. Dengan demikian, sumber pendanaan akan menjadi lebih terversifikasi mulai dari perbankan, institusi investor, investor pribadi, hingga kalangan masyarakat umum (retail investor). Dampaknya, pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih inklusif.

Sebagai lembaga keuangan mikro, pendanaan Amartha didukung oleh berbagai pihak bank seperti Bank Muamalat, Bank Sampoerna, BJB, Bank Woori Saudara, dan BNI. Semenjak bertransformasi menjadi P2P lending marketplace kini Amartha juga didukung oleh beberapa investor, baik perorangan ataupun venture capital. Sayangnya tidak ada nilai pasti yang disebut Andi untuk jumlah investasi tersebut.

Hingga hari ini Amartha mencatat sudah melayani lebih dari 20.000 orang dengan total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp 37 miliar dan total kredit macet 0%. Fakta itu menjadi salah satu menjadi pertimbangan Amartha untuk terus mempercayai UKM-UKM yang mengajukan pinjaman.

“Kami telah berada di bisnis pembiayaan mikro selama lebih dari lima tahun. Selama itu pula kami membuktikan bahwa kalangan pebisnis UMKM yang terbatas terhadap layanan perbankan adalah peminjam yang baik, dengan tingkat gagal bayar 0% hingga hari ini. Kami berupaya untuk meningkatkan pengusaha mikro menjadi credity-worthy borrowers,” terang Andi.

Pun begitu, Andi juga tidak memungkiri risiko gagal bayar akan tetap ada. Tapi dengan pendekatan yang tepat dan disiplin yang dibangun, baik dari sisi peminjam atau tim di lapangan, risiko tersebut bisa dikelola dengan baik. Selain itu Amartha juga menerapkan skorsing kredit untuk memastikan risiko dapat dikelola dengan baik.

Amartha dan keunikannya

Diterangkan Andi, sebagai sebuah bisnis Amartha memiliki sejumlah keunikan jika dibanding dengan P2P lending marketplace yang ada di Indonesia. Pertama, adalah pendekatan offline to online. Kedua, adalah automated dan Dynamic Credit Intelligence System yang dibangun.

Dengan pendekatan offline to online, Amartha dapat membantu memfasilitasi pengajuan proposal dan pembiayaan ke dalam marketplace bagi peminjam yang memiliki keterbatasan akses internet. Kemudian data pembayaran angsuran diproses secara real time masuk ke akun peminjam atau investor. Ada tim lapangan yang dilengkapi perangkat Android untuk pendekatan ini.

Sementara itu melalui automated dan Dynamic Credit Intelligence System yang dibangun, marketplace Amartha memiliki proprietary risk algorithm. Ini memungkinkan Amartha membuat credit scoring berdasarkan behavioral data dan data transaksi untuk melakukan penilaian terhadap risk profile calon peminjam.

Andi mengatakan, “Kami terus berfokus di proprietary technology platform untuk membangun analytical tools sehingga memastikan lenders / investors untuk memiliki informasi yang lengkap dalam membuat keputusan dan menilai portofolio.”

Tanggapan pihak Amartha mengenai bisnis P2P lending di Indonesia

Menurut Andi hadirnya para pemain P2P lending marketplace seperti sekarang ini dapat melengkapi sistem perbankan untuk menjangkau para investor perorangan maupun peminjam dari UKM. Andi percaya dengan adanya transparansi dan keterbukaan pasar yang memungkinkan peminjam dan investor memiliki akses terhadap informasi yang dilengkapi dengan teknologi dan perangkat analisis dapat membuat pembiayaan menjadi lebih terjangkau, redirecting aset yang selama ini dipendam dalam bank, dan menarik sumber-sumber modal baru untuk asset class baru seperti usaha mikro dan kecil.

“Kami percaya lending marketplace memiliki kekuatan untuk memfasilitasi penyebaran pendanaan yang lebih efisien, meningkatkan daya saing UMKM, dan menjembatani pemerataan ekonomi di Indonesia,” imbuh Andi.

Salah satu hal yang harus dihadapi para pemain P2P lending adalah regulasi. Mengenai hal ini Andi optimis mereka akan mendapat dukungan, termasuk juga dari para pemain konvensional, seperti pihak bank.

“Kami telah berbicara dengan para pemain perbankan konvensional dan juga regulator. Secara umum mereka antusias terhadap kehadiran P2P. Beberapa bank rekanan Amartha bahkan telah menyatakan komitmen mereka untuk bekerja sama di platform P2P ini,” ujar Andi.

“Sementara itu bagi OJK sebagai regulator, dukungan mereka terlihat dari dibentuknya Focus Group Discussion dan desk khusus untuk membahas kehadiran P2P ini. Sementara aturan yang baku masih dalam proses penyusunan. Amartha senantiasa berkomitmen untuk mematuhi ketentuan regulator dan memantau perkembangan arah kebijakan P2P di Indonesia,” tutup Andi.