Model layanan yang mengedepankan kecerdasan buatan yang menyajikan otomatisasi terus gencar dilahirkan oleh racikan tangan pengembang lokal. Baru-baru ini hadir sebuah layanan bernama Prism, sebuah sistem chat yang mampu terintegrasi dengan layanan e-commerce dan memudahkan customer service membantu pelanggan memenuhi kebutuhan transaksinya. Layanan ini digagas oleh tim pengembang Coral. Prism menjadi bentuk pivot dari Coral.
Co-Founder dan CEO Prism Batista Harap memberikan komentar:
“Yes, kita mengambil pelajaran-pelajaran yang kami terima di Coral untuk meningkatkan Conversion Rate di seluruh merchant kami.”
Segepok fitur telah disematkan pada layanan Chat-to-Buy ini, dengan pembagian kategori fitur berupa Conversation, Transaction dan Power Tools. Di kategori Conversation berbagai fitur yang mendukung percakapan diadakan, termasuk kemampuan kustomisasi widget, integrasi dengan email, autoresponder dan sistem persona agen.
Di kategori layanan Transaction, fitur belanja online tersematkan ke dalam sistem chat yang diintegrasikan dengan layanan e-commerce, sehingga memudahkan pengguna yang dibantu oleh sistem bantuan pelanggan memenuhi kebutuhan transaksi. Karena melalui sistem ini pengguna pun dapat melakukan pembayaran, misal menggunakan kartu kredit, tanpa harus meninggalkan chat. Sedangkan di kategori Power Tools berbagai kebutuhan untuk memudahkan pelanggan dan promosi dihadirkan. Termasuk kemampuannya untuk diakses dalam mode desktop ataupun mobile.
Saat ini layanan Prism dapat dilanggan dengan dua pilihan paket, yakni Startup E-Commerce dan Enterprise E-Commerce. Perbedaannya adalah kapabilitas dan kekayaan fitur. Dalam penerapannya pun sudah tersedia API integrasi yang siap pasang. Cukup baru memang untuk sebuah sistem e-commerce di Indonesia, namun bisa jadi ini membuka tren baru di dunia belanja online, terlebih sistem berbasis messaging sudah sangat akrab digunakan oleh pengguna smartphone di Indonesia.
Teknologi di balik kecerdasan layanan Prism
Dewasa ini pendekatan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Natural Language Processing (NLP), Machine Learning hingga Big Data memang sedang gencar untuk melakukan pengelolaan dan otomatisasi pada kumpulan data dan layanan. Namun dalam pengembangannya Prism mencoba untuk melakukan pendekatan lain di tengah maraknya pengembangan layanan berbasis AI.
“Kami optimis terhadap AI, tapi dengan data dan kemajuan NLP di Bahasa Indonesia sekarang, kami rasa belum prime-time, please prove us wrong. Oleh karena itu kami memilih untuk design Prism dengan prinsip Augmented Intelligence,” ujar Tista.
Dalam pengembangannya, tim Prism mengaku bahwa seluruh pemilihan teknologi, user experience dan sistem komunikasi semua terpusat pada efisiensi pengguna, dengan menyajikan layanan yang pintar dan upsell friendly.
“Jika sebelumnya seorang chat-agent dapat menangani sekitar 100 chat/hari, kami ingin meningkatkan efisiensinya menjadi paling tidak sampai 1000 chat/minggu, di mana conversion rate sama atau bahkan lebih dengan aplikasi Coral sebelumnya,” lanjut Tista.
Untuk menunjang peningkatan conversion rate, Pirsm turut mengembangkan White Label Chat App dan Mobile SDK untuk Prism yang diberikan gratis kepada merchant. Menurutnya semakin dekat mediumnya dengan customer, semakin tinggi conversion rate yang dapat dihasilkan.
“Lalu integrasi dengan situs-situs e-commerce kami buat lebih mudah lagi dengan menyediakan plugin di Magento, WooCommerce dan Prestashop. Ke depannya kami ingin membuat lebih banyak plugin lagi untuk lebih banyak e-commerce platform. Dengan plugin, hanya butuh beberapa klik untuk integrasi Prism,” ujar Tista.
Melayani transaksi pembayaran, Prism juga meyakinkan bahwa apa yang ditawarkan melalui rangkaian kategori fitur Transaction dapat berjalan secara aman. Sebagai bagian dari Midtrans, pihaknya menggunakan Midtrans Core API yang telah digunakan oleh mayoritas situs e-commerce di Indonesia.
“Khususnya untuk pembayaran kartu kredit, kami tidak pernah menyimpan data kartu kredit customer […] Kami melakukan charging on behalf of merchant lalu payment notification akan diteruskan langsung ke API merchant. Untuk merchant yang sebelumnya menggunakan VT-Web, kami juga support payment method tersebut. Ke depannya kami juga mengintegrasikan SNAP ke Prism,” jelas Tista menerangkan proses eksekusi transaksi di Prism.
Chat-to-Buy, strategi peningkatan conversion rate e-commerce
Ide yang mendasari pengembangan Prism masih seputar keinginan tim untuk meningkatkan porsi transakasi layanan e-commerce. Awalnya Tista, Andreas Fendri dan Dharma S. Utomo ingin membuktikan dua hal, yakni metode bank transfer di Indonesia bukanlah masalah e-commerce dan checkout flow yang sekarang biasa digunakan di e-commerce pada umumnya tidak dibuat untuk behavior orang Indonesia. Muncullah Chat-to-Buy. Kedua hal tersebut dibuktikan dengan Coral.
“Conversion rate yang dihasilkan dari Coral mencapai angka 13% dengan UX yang kita funnel semua ke tombol Chat-to-Buy. Lalu untuk Bank Transfer, kami membuktikan bahwa semua chat yang sampai ke tahap invoice, 93% settled,” ujar Tista.
Dari persentase yang didapat tersebut, tim Prism meyakini bahwa conversion rate dipengaruhi oleh Chat-to-Buy. Fakta ini sebelum direalisasikan menjadi Prism juga telah didiskusikan dengan pemain e-commerce, salah satunya Tees.co.id. Obrolan tersebut memusatkan pada keinginan bersama untuk melakukan investasi waktu dan tenaga dalam mencari langkah meningkatkan conversion rate. PolkaBeauty.com dan Tees.co.id menjadi 2 situs pertama yang mengimplementasi Prism di front-end mereka.
Cita-cita utama Prism adalah ingin menjadi pengalaman bertransaksi e-commerce menjadi lebih personal dan nyaman. Untuk mewujudkan hal tersebut, tim Prism saat ini terus membuka umpan balik dari para merchant untuk dapat bisa adaptif terhadap berbagai proses bisnis.
“Setiap minggu kami release sesuatu yang baru, sprint cycle kita selalu 1 minggu. Kami menyadari agar dapat bergerak cepat, kami mesti membuat keputusan-keputusan produk yang tepat berdasarkan feedback dan lebih sedikit asumsi. Oleh karena sifat Prism sebagai platform, kunci sukses kami adalah membuat platform tersebut adaptive, simple, fast to integrate and deliver value. Long term kami melihat dunia di mana e-commerce cukup disebut commerce, pengalaman membeli menjadi personal,” pungkas Tista.