Tag Archives: Andri Yadi

Penerapan teknologi di startup Indonesia kebanyakan baru menyentuh sisi dasar, karena kebanyakan permasalahan belum membutuhkan penerapan teknologi canggih

Potensi Penerapan Teknologi Tingkat Lanjut di Startup Indonesia

Dalam sebuah percakapan dengan beberapa investor di Indonesia, disinyalir fokus kebanyakan startup teknologi di Indonesia baru sebatas implementasi produk, pemberian layanan paripurna, dan pemasaran demi mendapatkan pertumbuhan yang pesat.

Ketika membicarakan inovasi, apakah penerapan startup hanya terbatas ke kebutuhan mendasar atau mereka bakal terus berevolusi untuk menerapkan teknologi semakin dalam seperti produk-produk di pusat teknologi dunia?

Produk tepat guna, layanan yang utama

Secara umum, kegiatan dan kemampuan startup-startup di Indonesia sudah mampu untuk mendisrupsi pasar yang sudah ada. Idealnya, untuk mengembangkan produk yang tepat guna, startup harus bisa memprioritaskan teknologi yang ingin diimplementasikan. Menurut Chief Innovation Officer DOKU Rudianto, di tahap awal dari sebuah startup teknologi, hal yang paling penting adalah mendapatkan product-market fit.

“Karena itu, startup perlu memilih teknologi yang mendukung sistem pembangunan dengan kecepatan yang ekstrem. Sedangkan untuk layanan, startup harus menghapus ide memiliki fungsi lengkap, dengan membangun fungsionalisasi minimum dan fokus pada layanan hingga pengumpulan data dan tentunya mendengarkan feedback dari pengguna,” kata Rudianto.

Sementara CEO Sirclo Brian Marshal melihat, di konteks startup yang fokus pada pasar Indonesia, layanan merupakan prioritas utama.

“Menurut saya pendekatan ini sejalan dengan mindset untuk tetap agile di kondisi pasar yang begitu dinamis. Mengidentifikasi apa yang sedang dibutuhkan oleh konsumen dapat membantu bisnis untuk menghadirkan teknologi yang tepat guna,” kata Brian.

Jika startup mampu menghasilkan teknologi yang terbilang canggih dan benar-benar dibutuhkan saat ini, pastikan mereka sudah memiliki target pasar dan menyesuaikan kondisi.

“Yang menjadi perhatian adalah tidak perlu startup Indonesia bersaing dalam hal teknologi dengan startup secara global. Ciptakan inovasi yang sesuai dan terus fokus ke pertumbuhan bisnis, strategi akuisisi target pengguna, dan penguatan unit ekonomi startup,” kata Founder & Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto.

Fokus ke ekosistem dasar

Sesungguhnya startup Indonesia memiliki potensi untuk menerapkan teknologi tingkat lanjut. Meskipun demikian, karena minimnya dukungan dari pemerintah dan pasar, startup lokal kebanyakan masih fokus ke ekosistem paling mendasar dan tidak banyak menawarkan teknologi baru.

Langkah strategis ini sah-sah saja selama startup memiliki target pasar yang tepat dan unit ekonomi yang kuat. Pada akhirnya, menyesuaikan kondisi dan seiring berjalannya waktu, teknologi yang relevan dan “lebih dalam” bisa dikembangkan sesuai capital yang dimiliki dan kegiatan fundraising yang terus dilakukan.

“Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga startup di negara Asia Tenggara lainnya. Keuntungan yang dimiliki startup Indonesia adalah populasi generasi muda yang besar dan pasar yang luas. Menjadi penting untuk kemudian [startup lokal] fokus kepada pasar dan pondasi unit ekonomi yang kuat,” kata Chandra.

Menurut Brian, teknologi yang langsung dirasakan oleh pengguna di Indonesia belum ada yang sifatnya “frontier“. Masih jarang ditemukan startup lokal yang mengadopsi teknologi yang belum pernah diterapkan di region lain.

“[Meskipun demikian] berbagai startup besar di Indonesia mampu menghadirkan teknologi dengan infrastruktur kuat dan sophisticated guna enabling aktivitas digital yang kompleks. Contohnya seperti enabling transaksi yang berlangsung selama flash sale Harbolnas 12.12 tanpa adanya downtime,” kata Brian.

Menurut CEO DycodeX Andri Yadi, tidak dapat dipungkiri masih sedikit investor yang tertarik menggelontorkan dana mereka ke startup yang memang fokus untuk mengembangkan teknologi. Namun, pada akhirnya, kendala tersebut tidak membuat penggiat startup patah semangat untuk terus membangun teknologi baru.

“Pada akhirnya, apakah mendapat dukungan pendanaan atau tidak, bisnis harus terus berjalan. Dan teknologi serta inovasi baru tetap harus diciptakan,” kata Andri.

Di sisi lain, para investor melihat, ketika founder berniat menggalang dana ke VC, pastikan teknologi yang diterapkan adalah nyata. Hindari melakukan sugar coating dengan harapan bisa mendapatkan pendanaan saja.

“Sebenarnya startup Indonesia memiliki potensi, namun masih belum cukup. Sulit bagi mereka untuk meyakinkan pasar jika teknologi dan inovasi baru dihadirkan. [..] Pastikan ide dan teknologi tersebut adalah jujur dan nyata,” kata VP Investment Kejora-SBI Orbit Fund Richie Wirjan.

Potensi penerapan teknologi lanjutan

Saat ini sudah ada beberapa startup yang fokus ke penerapan teknologi AI, IoT, Big Data, dan lainnya. Namun kenyataannya, lebih dari 90% kasus bisnis sebenarnya dapat dipenuhi dengan teknologi yang mendasar untuk saat ini. Kebanyakan penggiat startup masih belum melihat adanya urgensi untuk fokus ke pengembangan teknologi lanjutan.

“Standar ‘dasar’ saat ini menjadi lebih meningkat kualitasnya. Integrasi berkelanjutan juga menjadi lebih umum saat ini,” kata Rudianto.

Diharapkan ke depannya akan lebih banyak lagi startup yang menawarkan inovasi dan teknologi tingkat lanjut untuk masyarakat Indonesia.

“Agar mampu menghadirkan teknologi yang sophisticated, para stakeholder harus mengutamakan aspek riset dalam pengembangan infrastruktur yang memadai,” kata Brian.

Selain itu, cara lain untuk memancing lebih banyak inovasi baru adalah merekrut tenaga kerja profesional yang sudah memiliki pengalaman bekerja di perusahaan teknologi luar negeri, khususnya di pusat-pusat teknologi dunia.

“Sebenarnya Indonesia memiliki kumpulan diaspora yang telah bekerja di perusahaan teknologi global. Untuk merekrut orang-orang ini dengan pengetahuan teknologi tingkat dunia, misalnya PhD di Computer Vision, kita perlu memiliki cadangan keuangan yang sangat kuat. Cara lain yang lebih terjangkau adalah mengembangkan sendiri world-level people,” kata Rudianto.

Potensi pengembangan dan penelitian "deep learning" terkait artificial intelligence di layanan kesehatan Indonesia

Mendorong Peranan Artificial Intelligence di Sektor Kesehatan

Teknologi Artificial Intelligence (AI) di bidang kesehatan diharapkan membantu mengurangi kompleksitas penanganan penyebaran virus Covid-19. AI dinilai mampu mengolah data, menganalisis data rontgen dengan lebih cepat, mendeteksi kondisi orang melalui temperatur tubuh, atau melihat penggunaan masker wajah di tempat umum.

“Mengintegrasikan teknologi AI ke dalam industri medis memungkinkan banyak kemudahan, termasuk otomatisasi tugas-tugas dan analisis data pasien dalam jumlah besar demi perawatan kesehatan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih terjangkau. Contohnya medical imaging yang memanfaatkan teknologi computer vision dapat membantu mendeteksi penderita pneumonia dan kanker lebih cepat dan akurat,” kata CEO Kata.AI Irzan Raditya.

Menurut Chief Research & Product Innovation Nodeflux Dr. Adhiguna Mahendra, AI telah memainkan peran yang sangat penting dalam perawatan kesehatan dan dalam satu dekade akan secara fundamental membentuk kembali prospek perawatan kesehatan. Hal tersebut dilihat dari penerapan AI untuk diagnosis gambar medis otomatis, diagnosis prediktif, dan telemedicine.

“Pandemi Covid-19 ini memberi insentif kepada para ilmuwan untuk berlomba-lomba menemukan vaksin baru yang kemajuan di bidang ini juga akan memengaruhi penelitian pengobatan pembelajaran lebih mendalam pada umumnya,” kata Adhiguna.

Hal senada diungkapkan CEO DycodeX Andri Yadi. Menurutnya, siapa pun harus berkontribusi melawan Covid-19, termasuk startup teknologi seperti DycodeX.

Penerapan AI di sektor kesehatan Indonesia

Di Indonesia, fungsi AI masih terbatas ke deteksi dan monitoring. Belum terlalu advance, seperti di negara maju. Startup Qure.ai yang berbasis di Inggris, melalui qXR system yang dikembangkannya, mampu menyoroti kelainan paru-paru dalam pemindaian sinar-X dada dan menjelaskan logika di balik evaluasi risiko penyebaran virus Covid-19.

Ada pula startup yang berbasis di Seoul, Korea Selatan, bernama Lunit yang menghadirkan produk serupa. Produk screening paru-paru Qure.ai dan Lunit telah disertifikasi badan kesehatan dan keselamatan Uni Eropa sebelum krisis. Alat ini telah diadaptasi agar semakin bermanfaat ketika Covid-19.

Meskipun belum banyak menyentuh layanan kesehatan, penerapan teknologi AI di Indonesia paling tidak mampu mengatasi masalah mendasar terkait social distancing dan deteksi awal virus Covid-19.

Teknologi FaceMask detection Nodeflux
Teknologi FaceMask Detection Alert milik Nodeflux

Teknologi terkini yang dihadirkan Nodeflux adalah FaceMask Detection Alert. Melalui teknologi ini, aktivitas masyarakat di ruang publik mampu dikenali lebih detail. Nodeflux menggunakan AI untuk mengotomasi proses pemantauan dengan deteksi wajah tanpa atau menggunakan masker. Mekanisme ini dilengkapi alert system sebagai pemberitahuan cepat bagi petugas ketika subyek tanpa masker ditemukan berlalu-lalang.

Semua data tersebut dapat terkoneksi dan terpusat melalui layar Monitoring Dashboard & Alert System.

“Pada dasarnya AI dapat membantu kami tidak hanya dalam pengambilan keputusan, tetapi juga dalam melakukan semacam tindakan otomatis. Tentu saja ini akan mengubah lanskap penyelesaian masalah selama kondisi pandemi, di mana kita diharuskan untuk membuat keputusan cepat tentang kondisi kesehatan masyarakat, mobilitas publik, dan kepatuhan terhadap peraturan,” kata Adhiguna.

Pemanfaatan AI dan IoT di bidang kesehatan juga dikembangkan DycodeX. Perusahaan saat ini mengembangkan teknologi yang mampu melakukan proses screening suhu badan orang. Dalam waktu sekitar 2 detik, alat yang dikembangkan tersebut diklaim mampu melihat apakah orang tersebut memiliki demam atau tidak.

BodyThermal Screening System milik DycodeX
Body Thermal Screening System / DycodeX

Tim DycodeX melihat adanya potensi teknologi ini bisa diterapkan di kantor-kantor dan bandara. Untuk kisaran harga jual, DycodeX menyebutkan produk ini berharga di bawah Rp10 juta. Ada banyak fasilitas, industri, dan bangunan yang perlu tetap beroperasi selama krisis ini dan solusi yang dihadirkan diharapkan dapat berkontribusi menjaga semua orang tetap aman dan sehat.

Berbeda dengan alat deteksi yang banyak digunakan oleh kalangan umum, alat ini mampu melihat suhu badan tanpa menyentuh bagian tubuh dari orang yang diperiksa. Mereka yang tidak menggunakan masker wajah juga bisa dideteksi.

“Kami percaya bahwa solusi seperti kami akan terus bisa diadopsi ketika dunia menjadi lebih sadar akan pentingnya teknologi untuk pencegahan dan antisipasi terhadap masalah potensial terkait kesehatan. Demam adalah salah satu respon tubuh kita yang terlihat, terkait dengan masalah kesehatan. Mendeteksi potensi demam dapat mencegah banyak masalah terkait. Kami berharap teknologi semacam ini akan dapat mengantisipasi dan melindungi terhadap kemungkinan wabah di masa depan,” kata Andri.

Masa depan pemanfaatan AI

Meskipun sebelum pandemi penerapan teknologi AI sudah mulai banyak dilancarkan berbagai industri, bisa dipastikan usai pandemi penelitian dan pengaplikasian AI akan lebih banyak dilakukan.

Di bidang kesehatan, penerapan teknologi AI dapat membantu untuk diagnosis, prognosis dan pengobatan. Untuk tujuan diagnosis dan prognosis misalnya, x-ray dan CT (Computed Tomography) dari gambar paru-paru di berbagai kondisi dapat digunakan untuk meningkatkan model deep learning yang menjadi bahan diagnosis Covid-19.

“Jadi aplikasi terkait prognosis, seperti dapat memperkirakan siapa yang akan terkena dampak lebih parah dapat membantu dalam perencanaan alokasi dan pemanfaatan sumber daya medis. Ini tentunya bisa diterapkan kepada penyakit lain,” kata Adhiguna.

Irzan menambahkan, “Saat ini, pengadopsian teknologi AI dalam industri medis di Indonesia sebagai pendukung penyedia layanan medis dalam membuat keputusan akan lebih tepat dan bermanfaat. Dengan demikian, dokter tetap berperan sebagai pengambil keputusan yang final.”

Jauh sebelum pandemi, AI sudah diakui eksistensinya, karena berpotensi berkontribusi pada penemuan obat baru. Di kasus Covid-19, sejumlah pusat penelitian fokus mencari vaksin melawan Covid-19. AI dapat mempercepat proses penemuan obat dan vaksin baru dengan memprediksi dan memodelkan struktur informasi virus yang dapat berguna dalam mengembangkan obat baru.

Namun demikian, persoalan lain yang perlu dipertimbangkan adalah regulasi. Teknologi AI akan sulit dikembangkan lebih lanjut tanpa persetujuan regulator terkait.

“Kesehatan adalah area di mana peraturannya sangat ketat dan tidak fleksibel. Ini dibenarkan karena mereka berurusan dengan kehidupan manusia, tetapi pada saat yang sama, sejumlah besar pengujian, sertifikasi dan panel akan menyebabkan inovasi dalam AI untuk perawatan kesehatan lebih lama, lebih rumit dan sulit untuk dimasukkan ke dalam aplikasi dunia nyata,” kata Adhiguna.

Tantangan lain, menurut Irzan, adalah ketidakseimbangan antara jumlah riset AI dengan kebutuhan bisnis. Banyak riset AI yang sulit dikomersialisasikan, karena riset tersebut belum tepat guna.

“Menurut saya, kolaborasi yang lebih selaras antara lembaga riset atau perguruan tinggi dengan pelaku bisnis berperan penting agar riset-riset AI dapat dimanfaatkan demi kebutuhan bisnis,” kata Irzan.

Ia menambahkan, dalam jangka waktu 10-15 tahun ke depan teknologi AI akan berkembang pesat dan dapat membantu industri medis dengan lebih signifikan, terutama jika data-data rekam medis digital dan medical imaging dapat terintegrasi. Teknologi AI tidak hanya hadir sebagai fasilitas pelengkap untuk meningkatkan produktivitas tenaga medis, tetapi juga berperan sebagai fasilitas pencegahan penyakit.

“AI akan tetap hadir dengan inovasi dan kemajuan logis dari komputasi dan teknologi secara umum. Hal tersebut nantinya tidak akan terlepas dari kehidupan kita sehari-hari dan akan terus diperbaiki, terlepas dari adanya pandemi ini atau tidak,” kata Andri.

The Story of IoT Based Solution Developers in Indonesia

The Internet of Things (IoT) technology is getting more popular for the last five years because it becomes one of few strategic components that support the industry 4.0. Simply put, the IoT technology allows various kinds of electronics to communicate and circulate data, either cross-devices or with other systems or apps.

Last year, the government through Kemkominfo issued regulations regarding LoRA WAN frequency as stated in the Regulation of the Director General of Resources and Equipment of Post and Information Technology Number 3 in 2019 on Technical Requirements for Low Power Wide Area Telecommunications Equipment and/or Devices.

The IoT-based solutions players appreciate this regulation. It’s just some regulations are still expected, including providing a discount for import fees for spare parts or raw materials imported from abroad. This discount policy is considered to be able to encourage the IoT industry to develop faster considering that many devices are still imported from abroad, especially China.

Regulating foreign companies and accessible import

One of the startups in this sector is Habibi Garden, which for the last two years has focused on helping farmer groups in West Java. Habibi Garden CEO Irsan Rajamin told DailySocial that import policy was quite important. The existence of a special tax to ease tariffs will provide a positive stimulus for IoT players in Indonesia.

He also added, “The expected regulation, is when the foreign IoT technology entering Indonesia, there should be a partnership or collaboration in any way possible with local companies or startups. Therefore, there is an obligation for transfer knowledge.”

A similar thought from eFishery’s Chief of Product, Krisna Aditya. He said to support local startups to develop is by regulating foreign IoT companies at least to give space for locals to penetrate the current market.

“Regulations such as TKDN that favor Indonesian startups are indeed favorable. Then, the tax incentives or the easy importing for basic parts needed to develop IoT products are also very important. Almost all required parts to develop IoT are still imported, therefore, when the import process is facilitated with the aim of developing startups in Indonesia, it will open up new jobs in Indonesia,” he added.

Perangkat HabibiGrow dari Habibi Garden
HabibiGrow by Habibi Garden

DycodeX’ Co-founder & CEO, Andri Yadi agreed on this subject. He said that reducing import tariffs could be a positive impact on the IoT industry. However, to regulate is not easy. It takes time and effort to record a lot of devices wheter to reduce the cost.

Another regulation that is also expected is TKDN for devices entering Indonesia. Although the discussion is still ongoing in the internal association, this rule is considered to be able to boost the growth of the IoT industry in Indonesia.

Andri said, this TKDN regulation must be prepared in advance, especially the readiness of the local players. Avoid regulations backfire at all cost. When it is expected to grow, instead, it only hinders the developing industry due to unpreparedness.

Stories of local players

The Indonesian IoT Association or ASIoTI is quite optimistic about the opportunities of the IoT industry in Indonesia. Even at the end of 2019 they targeted 200 million sensors in 2020. This target is somewhat missed due to the Covid-19 pandemic, but its development still provides potential and opportunities.

In addition to industrial automation, a number of solutions in the agriculture and fisheries sector can be optimized. Habibi Garden and SmarTernak (one of the solutions from DycodeX) have a solution that is almost similar, but applicable into two different things. HabibiGarden for the agriculture sector and Smarternak for the livestock sector.

Habibi Garden claimed to have collaborated with West Java Digital Service, especially for the agricultural sector. They help farmers to optimize the way they work through the IoT tool. Both in open land or in the greenhouse.

Penerapan perangkat SmarTernak
Implementation of SmarTernak

Some devices developed by Habibi Garden include tools to monitor the condition of the growing media, devices that can be controlled remotely to provide fertilizer, water, pesticides, and the like, as well as several other devices.

“We produce 200 sensors that are packaged for 20 farmer groups in West Java. The tools we use include automatic watering systems, cooling systems for greenhouses, weather monitoring systems and planting media. With this tool farmers can know exactly when to do watering and fertilization, with this farmers can get the efficiency of production costs and labor,” Irsan said.

SmarTernak also comes with similar solution. Focused on West Java, Smarternak has begun to focus on monetization and implementation.

“In terms of devices, some are installed in cows, some are installed in cages. The ones installed in cages are temperature sensors and water supply. If used in cattle for tracking activity, how long he eats, how long he sleeps,” said Andri .

There is also eFishery, a startup whose business unit is developing an IoT device to facilitate fish and shrimp feeding. This startup has developed tens of thousands of devices installed in fish/shrimp ponds in 120 cities/regencies throughout Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Regulasi di bidang IoT perlu diperkuat, sementara impor bahan baku perlu dipermudah. Pemain mulai mampu memonetisasi layanan

Cerita Pengembang Solusi Berbasis IoT di Indonesia

Teknologi Internet of Things (IoT) lima tahun belakang cukup populer karena termasuk satu dari beberapa komponen strategis yang mendukung industri 4.0. Secara sederhana, teknologi IoT memungkinkan berbagai jenis alat elektronik untuk bisa saling berkomunikasi–melakukan perputaran data, baik antar sesama perangkat maupun dengan sistem atau aplikasi.

Tahun lalu pemerintah melalui Kemkominfo mengeluarkan regulasi mengenai penggunaan frekuensi LoRA WAN seperti yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi Low Power Wide Area.

Para pemain solusi berbasis IoT mengapresiasi regulasi ini. Hanya saja masih ada beberapa regulasi yang diharapkan untuk segera hadir, termasuk memberikan keringanan biaya masuk atau impor untuk spare part atau bahan mentah yang didatangkan dari luar negeri. Kebijakan keringanan ini dinilai bisa mendorong industri IoT berkembang lebih cepat mengingat banyak perangkat yang masih didatangkan dari luar negeri, khususnya Tiongkok.

Meregulasi pemain asing dan kemudahan impor

Salah satu startup di sektor ini adalah Habibi Garden, yang selama dua tahun terakhir fokus membantu kelompok tani di Jawa Barat. CEO Habibi Garden Irsan Rajamin kepada DailySocial mengatakan, kebijakan impor cukup penting. Adanya pajak khusus untuk meringankan tarif akan memberikan stimulus positif bagi para pemain IoT di Indonesia.

Selain itu ia menambahkan, “Regulasi yang diharapkan, jika ada teknologi IoT dari luar yang masuk ke Indonesia, sebisa mungkin ada partnership atau kolaborasi dengan perusahaan atau startup lokal. Jadi ada kewajiban transfer knowledge.”

Hal senada disampaikan Chief of Product eFishery Krisna Aditya. Ia menyampaikan bahwa untuk mendukung startup lokal berkembang setidaknya harus ada regulasi yang membatasi produk-produk IoT dari luar untuk memberikan ruang pemain lokal menggarap pasar yang ada di Indonesia.

“Regulasi seperti TKDN yang memihak startup Indonesia juga dibutuhkan. Kemudian insentif pajak atau kemudahan melakukan impor part-part yang dibutuhkan untuk mengembangkan product IoT juga sangat penting. Hampir semua part yang dibutuhkan dalam mengembangkan IoT masih impor jadi ketika proses impor ini dipermudah dengan tujuan untuk mengembangkan startup di Indonesia maka itu akan membuka lapangan pekerjaan baru yang ada di Indonesia,” lanjut Krisna.

Perangkat HabibiGrow dari Habibi Garden
Perangkat HabibiGrow dari Habibi Garden

Hal ini diamini Co-Founder & CEO DycodeX Andri Yadi. Ia menyampaikan bahwa pemotongan tarif impor ini memang bisa memberikan dampak positif bagi industri IoT. Hanya saja untuk meregulasinya tidak mudah. Butuh waktu dan effort untuk mendata banyak sekali perangkat jika nantinya akan diberlakukan keringanan.

Peraturan lain yang juga diharapkan hadir adalah TKDN untuk perangkat yang masuk ke Indonesia. Meski pembahasan yang ada masih dalam tahap internal asosiasi, aturan ini dinilai bisa mendongkrak pertumbuhan industri IoT di Indonesia.

Menurut Andri, aturan TKDN ini harus disiapkan secara matang terlebih dahulu, terutama kesiapan para pemain lokal. Jangan sampai regulasi justru menjadi bumerang. Diharapkan tumbuh tetapi malah menghambat industri berkembang karena ketidaksiapan.

Sepenggal cerita pemain lokal

Asosiasi IoT Indonesia atau ASIoTI cukup optimis dengan peluang industri IoT di Indonesia. Bahkan pada akhir 2019 silam mereka menargetkan 200 juta sensor pada tahun 2020 ini. Target ini diperkirakan agak meleset karena adanya pandemi Covid-19, tapi perkembangannya tetap memberi potensi dan peluang untuk banyak hal.

Selain otomasi di bidang industri, sejumlah solusi di sektor pertanian dan perikanan bisa dioptimalkan. Habibi Garden dan SmarTernak (salah satu solusi dari DycodeX) memiliki solusi yang hampir mirip, tapi diterapkan untuk dua hal yang berbeda. HabibiGarden untuk sektor pertanian dan Smarternak untuk sektor peternakan.

Habibi Garden mengaku telah menjalin kerja sama dengan Jabar Digital Service, khususnya untuk sektor pertanian. Mereka membantu para petani untuk mengoptimalkan cara kerja mereka melalui perangkat IoT. Baik mereka yang ada di lahan terbuka atau di dalam greenhouse.

Penerapan perangkat SmarTernak
Penerapan perangkat SmarTernak

Beberapa perangkat yang dikembangkan Habibi Garden antara lain alat untuk memonitor kondisi media tanam, alat yang bisa dikontrol jarak jauh untuk memberikan pupuk, air, pestisida, dan semacamnya, serta beberapa perangkat lainnya.

“Kita memproduksi 200 sensor yang dipaketkan untuk 20 kelompok tani di Jawa Barat. Alat yang kita gunakan antara lain sistem penyiraman otomatis, sistem pendinginan untuk greenhouse, sistem monitoring cuaca dan media tanam. Dengan alat ini petani bisa mengetahui dengan pasti kapan harus melakukan penyirapan dan pemumukan, dengan ini petani bisa mendapatkan efisiensi ongkos produksi dan tenaga kerja,” cerita Irsan.

Hal yang sama dilakukan SmarTernak. Masih fokus di Jawa Barat, saat ini Smarternak sudah mulai fokus monetisasi dan implementasi.

“Dari segi perangkat ada yang dipakaikan di sapi, ada yang dipasang ke kandang. Yang dipasang di kandang merupakan sensor temperatur dan suplai air. Kalau dipakaikan di ternak itu untuk keperluan tracking activity, berapa lama dia makan, berapa lama dia tidur,” kisah Andri.

Ada pula eFishery, startup yang salah satu unit bisnisnya mengembangkan perangkat IoT untuk memudahkan pemberian makan ikan dan udang. Startup ini sudah mengembangkan puluhan ribu perangkat yang dipasang di kolam-kolam petani ikan / udang di 120 kota / kabupaten di seluruh Indonesia.

Kemkominfo segera menerbitkan aturan perangkat IoT yang di dalamnya mengatur harga sertifikasi perangkat. Aturan ini adalah kelanjutan RPM frekuensi IoT

Pemerintah Siapkan Regulasi Perangkat IoT, Penyamaan Harga Sertifikasi Jadi Isu

Kementerian Komunikasi dan Informatika segera menandatangani regulasi mengenai perangkat IoT, sebagai lanjutan dari Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang penggunaan spektrum frekuensi radio berdasarkan izin kelas untuk teknologi 4G LTE Advance Pro yang telah terbit pada awal April 2019.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemkominfo Ismail menerangkan, dalam membuat aturan ini pemerintah berusaha untuk tetap generik, tidak menunjuk untuk salah satu teknologi saja, sehingga bisa diaplikasikan untuk teknologi apapun yang sudah mempersiapkan diri menuju IoT.

Dia merinci aturan ini akan mengatur soal sertifikasi perangkat, yang salah satunya memuat mengenai harga. Sensor dan gateway pun akan ikut masuk dalam komponen perangkat yang akan disertifikasi. Harga sertifikasi akan relatif tidak jauh berbeda dengan perangkat radio biasa.

“Aturan akan diteken dalam waktu dekat, mudah-mudahan enggak sampai tengah tahun karena sudah hampir final,” terangnya, Selasa (23/4).

Sebelumnya, RPM menetapkan alat-alat atau perangkat telekomunikasi yang beroperasi pada spektrum frekuensi radio berdasarkan izin kelas.

Mereka adalah Wireless Local Area Network (WLAN), peranti jarak dekat (Short Range Device), Low Power Wide Area Nonseluler (LPWA Nonseluler), Dedicated Short Range Communication (DSRC), LAA. Serta, alat-alat yang beroperasi pada pita frekuensi radio yang digunakan berdasarkan izin kelas yang sejenis sesuai tingkat teknologi dan karakteristiknya.

4G LTE Advance Pro, lebih dikenal 4.9G atau satu tingkat di bawah 5G, menggunakan jaringan License Assisted Access (LAA). Jaringan ini memanfaatkan frekuensi tak berizin di rentang 5.150-5.350 MHz dan 5.725-5.825 MHz. Sehingga berdampak pemain non operator seluler dapat segera mengimplementasikan IoT secara lebih masif.

Wacana penyamaan harga jadi isu

Menanggapi wacana harga sertifikasi, sebenarnya pemerintah ikut melibatkan Asosiasi IoT Indonesia untuk diskusi bersama sehingga belum ada putusan akhir. Wakil Ketua Asosiasi IoT Andri Yadi agak menyayangkan dan terbebani apabila pemerintah memutuskan untuk menyamakan harga sertifikasi perangkat dengan radio biasa.

Pihaknya pernah membuat simulasi singkat bahwa harga sertifikasi untuk satu startup bisa memakan biaya hingga Rp25 juta. Hitungan tersebut belum mengikuti harga pasar apabila dijual ke konsumen.

“Tidak bisa disamakan [harganya]. Ambil contoh untuk ponsel 4G itu jual batangannya bisa sampai Rp10 juta, tapi bicara perangkat IoT itu bisa sampai Rp400 juta. Sebab di dalamnya itu ada banyak teknologi, seperti short range pakai bluetooth dan WiFi,” katanya.

Country Manager Qualcomm Indonesia Shannedy Ong menambahkan, meski perusahaan secara tidak langsung berdampak mengingat Qualcomm adalah penyedia teknologi, namun pada akhirnya ada dampak tidak langsung yang terasa apabila wacana tersebut terealisasi karena perusahaan termasuk dalam ekosistem.

“Kita ini bagian dari ekosistem sehingga harus kerja sama dengan industri dan asosiasi untuk memikirkan win win solution. Jangan sampai ada regulasi yang menghambat karena kita mau IoT ini bisa diakselerasi. Indonesia harus maju ke step berikutnya, ada solusi baru, komersialkan, dan konsumen bisa mendapatkan manfaatnya,” ujar Shannedy.

Menunggu putusan frekuensi 5G

Teknologi IoT ini sebenarnya bisa dijalankan lewat jaringan 4G, namun alangkah lebih sempurna apabila didukung oleh teknologi 5G. Pemerintah belum menetapkan frekuensi apa yang akan dipakai, lantaran menunggu World Radio Conference 2019 di Mesir yang akan berlangsung pada Oktober 2019 mendatang. Ini adalah konferensi empat tahunan yang digelar ITU (International Telecommunications Union).

Ismail menjelaskan, pada konferensi ini akan diputuskan frekuensi resmi yang digunakan untuk jaringan 5G secara global. Pemerintah akan berkiblat ke sana agar bersifat world wide platform, tidak khusus untuk Indonesia saja. Diharapkan hal ini akan membuat harga perangkat lebih murah dan memudahkan para pemain operator yang ingin berinvestasi ke 5G.

“WRC itu konferensi empat tahunan untuk menentukan pita frekuensi suatu teknologi baru. Jadi kita tunggu acara itu, kira-kira akan menentukan frekuensi 5G setelah acara tersebut,” terangnya.

Secara garis besar pemerintah sudah membuat perkiraaan ada tiga blok spektrum jaringan, yakni lower, middle, dan upper. Untuk upper, dia menjamin tidak ada masalah, karena frekuensinya tersedia dan belum digunakan untuk 26 GHz dan 28 GHz.

Sementara untuk middle, berjalan di frekuensi 3,5 GHz yang sudah dipakai oleh satelit. Sehingga pilihannya mau co-existing dengan satelit agar bisa digunakan bersama 5G. Belum ada perbincangan lebih lanjut soal ini karena pemerintah harus bicara lebih dalam para pemilik satelit, di antaranya Telkom dan Indosat Ooredoo.

Penentuan frekuensi 5G ini cukup genting untuk mendukung ekosistem IoT di Indonesia. Andri menambahkan frekuensi adalah basis awal bagi para pemain sebelum uji perangkat. Seberapa canggih perangkat yang sudah dibuat tapi apabila belum bisa terhubung karena ketiadaan frekuensi akan percuma.

Hal ini diamini Shannedy. Dia menerangkan antara IoT dan 5G memiliki hubungan yang erat. Ada beberapa use case yang bisa ditangani oleh IoT dengan bantuan jaringan 5G yang sangat berdampak untuk industri.

Operator telekomunikasi dan OEM (Original Equipment Manufacturer) skala global telah bermitra dengan perusahaan-perusahaan teknologi untuk menciptakan banyak solusi baru, berbasiskan IoT dan 5G, di industri pertanian, kota pintar, dan transportasi.

Asosiasi IoT Indonesia mulai diresmikan, munas tanggal 13 Desember 2018

Asosiasi IoT Indonesia Segera Diresmikan

Indonesia akhirnya memiliki asosiasi yang mewadahi penggiat Internet of Things (IoT). Asosiasi merupakan transformasi dari Indonesia IoT Forum, kini menjadi Asosiasi IoT Indonesia (ASIoTI). Rencananya ASIoTI akan menyelenggarakan musyawarah nasional (Munas) pertama tanggal 13 Desember mendatang, sekaligus meresmikan struktur organisasi dan rancangan program kerja untuk satu tahun mendatang.

CEO Dycode Andri Yadi yang turut andil dalam lahirnya ASIoTI ini menyebutkan bahwa asosiasi ini merupakan wadah resmi bagi setiap insan yang memiliki visi untuk mengembangkan ekosistem IoT di Indonesia. Tidak hanya praktisi tetapi juga penggiat lain seperti akademisi, regulator, dan pihak lainnya; yang ingin bersama-sama membawa ekosistem IoT Indonesia lebih baik lagi.

Tujuan utama dari pendirian ASIoTI adalah membantu pemerintah dengan memberikan masukan-masukan terkait kebijakan IoT, termasuk membantu memberikan standardisasi dan sertifikasi untuk ekosistem IoT yang ke depan akan semakin banyak dibutuhkan.

“IoT ini kan baru, government juga masih meraba-raba, jadi tidak ada yang lebih tepat kecuali pemerintah ngobrol dengan industri. Nah untuk memudahkan makanya dibentuk sebuah wadah untuk memudahkan,” terang Andri.

Beberapa pihak yang nantinya bergabung di ASIoTI ini antara lain CEO Dycode Andri Yadi, Direktur & Chief Innovation Regulation Office Indosat Ooredoo Arief Musta’in, Direktur Network Telkomsel Bob Apriawan, CEO Prasimax Didi Setiadi, Bussiness Development Polytron Joegianto, Ketua Umum Mastel Kristiono, Managing Director Cisco Indonesia, Founder Indonesia IoT Forum Teguh Prasetya, dan lain-lain.

“Sebagai Project Coordinator untuk kampanye IoT Goes to Market yang diadakan di lima kota oleh Indonesia IoT Forum, saya merasa sudah waktunya forum ini untuk berkembang agar dapat memberikan lebih banyak manfaat,” ungkap perwakilan Indonesia IoT Forum (yang sekarang menjadi ASIoTI) Fita Indah Mulani.

Mengenai rencana asosiasi ke depan Fita menjelaskan beberapa sedang dimatangkan, baru akan diresmikan ketika munas dilangsungkan. Salah satu yang akan dilakukan adalah fokus pengembangan makers, transfer pengetahuan ke kampus dan SMK, dan beberapa program lainnya.

“Ada beberapa lagi godog [rencana ASIoTI], baru diketok palu di munas nanti. Tapi yang pasti kita mau fokus mengembangkan makers dan transfer knowledge ke kampus dan SMK. Terus ada sertifikasi juga. Ada program business matching dan support keluarnya regulasi terkait IoT,” imbuh Fita.

Republic of IoT 2018

Republic of IoT 2018 Kembali Diadakan, Pamerkan Inovasi Pengembang Lokal

Republic of IoT 2018 (RIoT) kembali diadakan hari ini (24/11) hingga esok, menampilkan berbagai inovasi teknologi berbasis Internet of Things (IoT). Sebanyak 30 tim terpilih dengan solusinya masing-masing meramaikan pameran dalam acara yang diadakan di Hall Lantai 2 Senayan City tersebut. RIoT diselenggarakan oleh Makestro dan Infia Pariwara, berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, didukung oleh XL Business Solutions.

Visi RIoT 2018 ingin menjadi perhelatan bagi makers, komunitas, dan pemangku kepentingan IoT lokal berkumpul untuk bersinergi dan berkolaborasi demi memajukan langkah ekosistem Internet of Things di Indonesia. Republic of IoT mendapat dukungan penuh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, BEKRAF, XL Axiata, Nodeflux, Global Research Cloud, serta u-Blox, sebagai rekanan acara.

“Dengan mempertemukan pelaku industri dan komunitas IoT dengan pemerintah Indonesia di tempat yang sama, saya berharap RIoT 2018 dapat menjadi penghubung pelaku IoT dengan pemerintah agar industri IoT di Indonesia bisa maju dengan adanya regulasi-regulasi yang adil bagi seluruh pelaku Internet of Things lokal,” ujar Andri Yadi, CEO DycodeX.

Sebanyak 30 tim yang terpilih di RIoT 2018 akan dinilai oleh tim penjurian yang akan memilih 3 tim yang akan dinobatkan sebagai juara dan tim favorit. Demi memberikan pengalaman yang menarik dan menyenangkan bagi pengunjung yang hadir, RIoT 2018 menyediakan rangkaian aktivitas yang meliputi:

  • Breakout Class, yang terdiri dari workshop, hardware hands-on, dan un-conference; yaitu panggung yang terbuka bagi seluruh pengunjung untuk bebas berbicara soal topik pilihannya.
  • Makerspace, tempat para pengunjung dapat memulai mengenal IoT dan bereksperimen dengan potensi IoT dengan tangan sendiri.

Di samping aktivitas tersebut, RIoT 2018 juga menjadi panggung sesi keynote. Tahun ini, sesi keynote akan dibawakan oleh Kiril Mankovski, Chief Enterprise Officer PT XL Axiata Tbk; Triawan Munaf, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia; dan Andri Yadi, CEO DycodeX. RIoT 2018 juga akan membawa pembicara-pembicara dari latar belakang Internet of Things yang beragam, meliputi pelaku industri, pemilik startup, pelaku hobi, serta komunitas.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Republic of IoT 2018

DycodeX sukses kembangkan solusi end-to-end untuk JogjaBike, layanan bike sharing sepeda klasik di Yogyakarta

DycodeX Kembangkan JogjaBike, Platform “Bike-Sharing” Sepeda Klasik di Yogyakarta

DycodeX mengembangkan solusi end-to-end untuk JogjaBike, layanan bike sharing sepeda klasik di Yogyakarta. Diluncurkan secara resmi pada Sabtu (27/10) di Malioboro oleh Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan penggagas JogjaBike Muhammad Aditya, DycodeX memproduksi 20 perangkat untuk 20 sepeda Jogjabike demi memberikan pengalaman bike-sharing yang aman dan nyaman bagi warga maupun wisatawan.

Realisasi JogjaBike juga didukung Pertamina sebagai sponsor. Saat ini penggunaan layanan JogjaBike masih sepenuhnya gratis. Teknologi yang dikembangkan DycodeX fokus pada akses dan sistem keamanan sepeda – belum didesain untuk sistem pembayaran.

Untuk JogjaBike, DycodeX mengimplementasikan teknologi SmarterBike, sistem manajemen sepeda dan bike-sharing yang sebelumnya mereka kembangkan. Teknologi Smarterbike didesain dengan mengedepankan integrasi penuh keseluruhan sistem agar hardware dan software-nya saling terkoneksi dalam sebuah ekosistem bike-sharing.

“Fokus DycodeX dalam produk-produk yang diluncurkan lebih mengarah pada penyediaan solusi-solusi yang diharapkan berguna di Indonesia. Jadi tidak hanya bike sharing, kami ingin solusi-solusi yang kami tawarkan ini dapat digunakan oleh masyarakat yang lebih luas,” ujar CEO DycodeX Andri Yadi kepada DailySocial.

Saat ini JogjaBike miliki lima fitur utama. Pertama ialah sistem smart lock yang dapat dibuka dengan memindai kode QR melalui aplikasi. Kemudian yang kedua terdapat layar LED di sepeda untuk memberikan informasi mengenai jarak tempuh dan sisa waktu sewa.

Ketiga adalah fitur konektivitas internet via GSM untuk memberikan umpan balik data secara terus-menerus. Keempat, dengan akselerometer sistem didesain untuk dapat secara otomatis mendeteksi kecelakaan atau perusakan yang disengaja. Dan yang terakhir, panel surya untuk pengisian daya.

Saat ini aplikasi JogjaBike baru tersedia di platform Android. Untuk iOS akan menyusul dalam beberapa waktu mendatang.

Application Information Will Show Up Here
CEO DycodeX Andri Yadi, dengan produk unggulan SmartTernak, menceritakan pengalaman-pengalaman mengikuti ajang Google Demo Day Asia 2018 di Shanghai

Cerita Pengalaman SmarTernak Ikuti “Google Demo Day Asia” di Shanghai

Menjadi satu-satunya startup asal Indonesia yang dipilih Google Asia Pacific untuk acara Demo Day Asia merupakan pengalaman yang berharga buat DycodeX. Melalui SmarTernak, perusahaan pengembang software asal Bandung ini, mendapatkan kesempatan untuk bersaing dengan 9 startup dari negara lainnya di Asia dalam acara Demo Day Asia di Shanghai bulan September 2018 lalu.

Kepada DailySocial, CEO DycodeX Andri Yadi mengungkapkan, dipilihnya SmarTernak mewakili Indonesia mengikuti acara Google Demo Day Asia 2018, merupakan validasi dan justifikasi tersendiri buat DycodeX yang membuktikan bahwa teknologi yang dikembangkan telah diakui dan memberikan impact untuk orang banyak.

“Sesuai dengan misi kami, ketika mendaftarkan diri untuk menjadi bagian dari kegiatan ini, adalah untuk bisa melakukan scale up dengan bantuan dari mentor dan sumber daya dari Google,” kata Andri.

Bersaing dengan 9 startup lainnya di Asia, tim SmarTernak mendapatkan kesempatan bertemu dengan para founder startup lainnya dan bertemu secara langsung dengan mentor Google. Selain kesempatan untuk memberikan pitching kepada para juri, SmarTernak juga mendapatkan masukan menarik untuk produk yang dikembangkan.

Potensi scale up SmarTernak

Andri mencatat terdapat sekitar 16 juta ternak di Indonesia, namun faktanya Indonesia masih melakukan impor daging sapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di tanah air. Menurut Andri, persoalan ini terjadi karena adanya mismanagement, yang ternyata juga di-highlight para mentor Google Demo Day Asia.

“Dalam kegiatan pitching tersebut, kami dari SmarTernak diminta untuk melihat peluang dan potensi yang ada. Intinya adalah bagaimana SmarTernak bisa melakukan scale up dari sisi cakupan produk dan layanan juga negara,” kata Andri.

Lanjut Andri, tidak hanya teknologi untuk ternak saja yang bisa dikembangkan DycodeX. Para mentor juga melihat perlindungan dan pengawasan terhadap satwa liar juga bisa dijadikan peluang untuk dikembangkan secara teknologi.

“Saat ini negara lain sudah banyak menerapkan teknologi hingga sensor untuk ternak hingga hewan. Di Indonesia sendiri masih belum banyak startup yang mengembangkan teknologi tersebut,” kata Andri.

Masih dalam proses penjajakan bertemu dengan investor lokal dan asing, Andri dan tim sempat bertemu dengan beberapa perusahaan venture capital. Kesempatan tersebut dimanfaatkan memperluas jaringan dan melakukan diskusi dengan VC yang tertarik untuk berinvestasi.

“Sesuai dengan target kita, hingga akhir tahun 2018 diharapkan kita sudah memiliki pendanaan baru tahapan Seri A agar bisa dimanfaatkan untuk scale up dan ekspansi ke negara lainnya,” ujar Andri.

Tips mengikuti kegiatan Demo Day

Setelah mengikuti acara Google Demo Day pertama di Asia (sebelumnya di Amerika Serikat dan Eropa), Andri melihat kesempatan yang diberikan Google kepada DycodeX, sejalan dengan rencana perusahaan, yaitu fokus scale up dan memberikan layanan yang berguna untuk orang banyak.

“Saya melihat startup yang siap melanjutkan ke tahap scale up, telah memiliki revenue, dan telah melakukan fundraising bisa menjadi bagian dari Demo Day Asia selanjutnya. Fokus kepada layanan yang berguna untuk orang banyak,” kata Andri.

 

SMARTernak menawarkan solusi IoT untuk peternakan / Pixabay

DycodeX Cari Pendanaan Baru Seri A dan “Scale Up” SMARTernak

DycodeX, startup pengembang hardware berbasis Internet of Things (IoT), tengah mencari pendanaan baru untuk mendukung rencana pengembangan bisnisnya di tahun depan.

Hal ini diungkapkan CEO DycodeX Andri Yadi saat DailySocial menyambangi kantornya di Bandung beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan bahwa pendanaan baru ini nantinya akan mendukung segala fokus bisnis DycodeX ke depan.

“Akhir tahun ini kami mau raise (pendanaan) lagi dari venture capital. Investor potensial sudah ada, dari lokal. Dengan (rencana cari pendanaan) ini, kami mencari fokus produk dan thankfully sudah ada,” ujar Andri.

Fokus produk yang dimaksud adalah pengembangan produk IoT untuk lima kategori, antara lain Asset Tracking, Agriculture Livestock Farming, Safety and Security, Custom Hardware Design, dan Industrial.

Sebelumnya DycodeX telah mengantongi pendanaan dengan nilai yang tidak diketahui dari angel investor bernama Edo Okandar. Di awal tahun ini, startup bermarkas di Bandung ini kembali memperoleh pendanaan dari angel investor berbeda.

“Pendanaan awal tahun ini tidak bisa saya sebutkan nilainya, tetapi valuasinya sampai satu juta dollar (per Januari 2018). Bisa dikatakan pendanaan ini pra-seri A,” ujarnya.

Incar nilai pasar 233 miliar Rupiah

Andri mengungkap sejumlah pengembangan produk baru di masa depan. Namun, rencana tersebut belum dapat dirilis kepada publik. Untuk saat ini, SMARTernak menjadi salah satu fokus pengembangannya di masa depan.

Solusi peternakan SMARTernak sendiri telah mendapat dukungan penuh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Pertanian.

SMARTernak menawarkan solusi peternakan berbasis IoT secara end-to-end. Tak sekadar hardware, SMARTernak menyediakan layanan untuk memantau hewan ternak, mulai dari melacak, mendeteksi aktivitas hewan ternak, estimasi kesehatan.

“Model bisnisnya sudah jelas, pasarnya ada, dan mau scale up juga. Bahkan kami sudah siapkan target yang ingin kami incar. Saat ini ada sekitar 16 juta sapi di Indonesia, kami mau incar 1 persen atau 160 ribu sapi dalam dua tahun. Nilai dari 160 ribu itu sebesar 16 juta dollar (Rp233 miliar),” ungkap Andri.

Menurut Andri, nilai bisnis yang dipatok cukup besar karena produk yang ditawarkan DycodeX tak hanya berupa perangkatnya saja, tetapi layanan secara end-to-end.

Ia mengaku optimistis dapat mencapai target karena hingga akhir tahun ini SMARTernak bakal mendapat 10.000 sapi. Diungkapkan Andri, 10.000 sapi ini diperoleh dari peternakan milik anak usaha Astra Group.

“Hingga akhir tahun kita sudah dapat 10.000, itu saja tanpa marketing dan funding baru. Artinya dengan effort lebih banyak, dengan funding dan marketing bagus, sebetulnya target 160.000 sapi itu sudah di depan mata,” katanya.

Andri menambahkan, peternakan sapi yang dikelola korporasi itu hanya 1,6 juta atau 10 persen dari total 16 juta sapi di Indonesia. Bicara perusahaan berskala menengah hingga besar, ada belasan ribu sapi yang dikelola. Artinya, masih ada peluang besar di level peternakan daerah.

“Makanya, kami nanti mau tambah resource lagi untuk fokus pada pengembangan ini,” katanya.