Tag Archives: Android developer

Pentingnya Mengoptimalkan Aplikasi di Google Play

Aplikasi mobile yang didesain secara native untuk berjalan di sistem operasi ponsel pintar memang menjadi representasi yang paling menarik untuk menyuguhkan layanan digital, kendati bukan satu-satunya opsi, karena model berbasis situs juga masih sangat relevan sampai saat ini, terlebih dengan perkembangan yang ada, termasuk Progresive Web Apps. Para pemilik layanan banyak yang memutuskan untuk mengembangkan aplikasi berdasarkan beberapa alasan mendasar, salah satunya memungkinkan traksi yang lebih tinggi untuk pengguna dan kontrol lebih luas yang dapat diberikan terhadap layanan yang disajikan.

Survei menyebutkan, dengan studi kasus yang melibatkan sebanyak 516 pengguna ponsel pintar di Indonesia, banyak yang memilih aplikasi mobile untuk mengakses berbagai tipikal layanan digital ketimbang menggunakan website, kendati untuk beberapa layanan seperti berita masih banyak yang memilih mengakses situsnya secara langsung.

Survei JakPat tentang perbandingan penggunaan mobile apps dan mobile web / JakPat
Survei JakPat tentang perbandingan penggunaan mobile apps dan mobile web / JakPat

Lalu temuan selanjutnya juga menarik untuk ditelisik lebih dalam, tentang mengapa mereka lebih menyukai mengakses layanan digital menggunakan aplikasi. Ada beberapa faktor, kemudahan, kenyamanan, kecepatan, akses offline, keamanan, dan desain menjadi beberapa pertimbangan utama pengguna.

Faktor-faktor yang membuat pengguna memilih menggunakan mobile apps / JakPat
Faktor-faktor yang membuat pengguna memilih menggunakan mobile apps / JakPat

Beberapa faktor di atas tentu penting untuk menjadi perhatian pengembang aplikasi, sehingga mampu disesuaikan saat proses pengembangan produk. Memang ada strategi khusus untuk meningkatkan eksposur aplikasi di marketstore, dan ini sangat perlu dilakukan. Layaknya website yang perlu SEO (Search Engine Optimization) karena sudah banyaknya jumlah situs yang ada, aplikasi di marketstore pun sama jumlahnya sudah sangat banyak, sehingga harus ada sesuatu yang membuat aplikasi tersebut memiliki daya tarik.

Di artikel ini akan dibahas beberapa hal teknis mendasar yang perlu diperhatikan oleh pengembang sehingga membuat aplikasinya lebih maksimal ketika bertanggar di marketstore, khususnya Google Play. Poin-poin yang dijabarkan merupakan hasil diskusi dalam pagelaran Google Playtime SEA 2017 yang digelar pada Kamis (02/11) lalu di Singapura.

Unsur visual

Ini menjadi salah satu bagian yang paling penting diperhatikan, karena akan sangat mempengaruhi impresi pengguna dan pengalaman pengguna. Beberapa hal yang harus disesuaikan termasuk:

  1. Desain aplikasi dan navigasi yang intuitif, memungkinkan pengguna secara alami memahami cara kerja dengan alur yang didesain.
  2. Memberikan dukungan untuk perangkat dengan berbagai standar ukuran layar.
  3. Tidak menggunakan aset yang melanggar hak cipta.
  4. Tidak menggunakan konten yang mengandung unsur sensitif.

Aksesibilitas

Poin ini berkaitan dengan bagaimana pengguna dapat menyatu dengan aplikasi, memastikan pengguna memiliki profil yang dipersonalisasi sehingga memungkinkan mereka untuk merasa memiliki. Ada beberapa hal yang dapat dioptimalkan di sini, di antaranya:

  1. Pemanfaatan layanan SSO (Single Sign-on) seperti Facebook Login, Google+ atau Azure Active Directory dapat menyederhanakan pengalaman pengguna, agar tidak dipusingkan dengan jumlah akun yang banyak. Selain itu standardisasi di dalamnya membantu aplikasi melengkapi unsur keamanan yang harus dicapai.
  2. Jika harus menghimpun data pengguna, pastikan terlebih dulu meminta izin.

Kehandalan

Performa aplikasi secara langsung berpengaruh kepada kenyamanan pengguna. Pendekatannya ada dua hal yang paling krusial, yakni:

  1. Buatlah aplikasi dengan ukuran seminimal mungkin, pun jika pangsa pasarnya adalah pengguna dengan ponsel berspesifikasi tinggi.
  2. Pilih layanan server dengan skalabilitas mumpuni.

Pengujian

Traksi pengguna lebih sering tidak bisa diprediksikan, oleh karenanya penting bagi pengembang untuk melakukan pengujian. Salah satu pendekatan populer ialah dengan A/B Testing, yakni meluncurkan versi Alpha atau Beta sebelum peluncuran versi penuh dari aplikasi.

Dalam teknik pengembangan produk, cara ini disebut dengan Minimum Viable Product, meluncurkan aplikasi dengan fitur utama seminimal mungkin untuk mengetahui respon pengguna.

Publikasi

Ketika mempublikasikan aplikasi di Play Store juga ada beberapa hal yang dapat dilakukan pengembang untuk memaksimalkan potensi unduhan oleh pengguna, di antaranya:

  1. Melakukan pengujian desain ikon. Jika unduhan aplikasi kecil, bisa jadi ikon aplikasi yang tampil di Google Play kurang menarik, atau kurang representatif dengan layanan yang ingin disuguhkan.
  2. Hindari penggunaan kata kunci yang tidak relevan pada deskripsi dan metadata.
  3. Hindari penggunaan istilah atau kata yang mengandung unsur merek lain, karena justru akan semakin menenggelamkan hasil pencarian untuk aplikasi yang dipublikasikan.
Tatanan ikon dan deskripsi aplikasi di Google Play / Pixabay
Tatanan ikon dan deskripsi aplikasi di Google Play / Pixabay

Umpan Balik

Menurut banyak survei, rating dan umpan balik pada aplikasi memang menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan pengguna dalam memilih dan mengunduh aplikasi. Dari latar belakang itu sering kali pengembang nakal mengakalinya dengan membuat testimoni dan penilaian dengan akun palsu. Cara tersebut bisa jadi efektif untuk “menjebak” pengguna, akan tetapi jika kualitas aplikasi tidak berbanding justru akan menjadi senjata makan tuan, pengguna tidak akan mempercayai lagi dengan produk dari pengembang terkait.

Buka Kelas “Menjadi Android Developer Expert” Angkatan Kedua, Dicoding Ingin Cukupi Kebutuhan Pengembang Mobile Indonesia

Pertumbuhan ekosistem startup teknologi Indonesia sangat pesat. Sayangnya pertumbuhannya tidak diikuti dengan ketersediaan pengembang yang mumpuni. Sudah banyak kita dengar cerita tentang startup-startup mapan yang mulai “mengekspor” pekerjaan ke India karena jumlah ketersediaan pengembang yang terbatas.

Dicoding, platform digital yang menjembatani pengembang aplikasi dengan peluang dan kebutuhan pasar, mencoba membantu mengatasi masalah ini dengan membuka kelas-kelas yang membantu menyediakan pengembang dengan skillset yang dibutuhkan dunia industri yang terus berkembang pesat.

Android dipilih menjadi platform unggulan karena tingginya adopsi masyarakat yang mendorong kebanyakan startup melengkapi diri dengan ketersediaan aplikasi di platform buatan Google yang harus diperbarui secara berkala.

Kelas “Menjadi Android Developer Expert (MADE)” angkatan kedua adalah salah satu wujud usaha tersebut. Tersedia secara online, MADE bisa diikuti oleh siapapun di Indonesia yang memiliki akses internet. Sebagai Google Authorized Training Partner di Indonesia, Dicoding berharap akan lahir ratusan, bahkan ribuan, pengembang Android baru melalui program MADE ini.

Dicoding, yang didirikan sejak awal Januari 2015, saat ini memiliki lebih dari 71 ribu anggota dari 336 kota di Indonesia. Disebutkan 632 orang di antaranya adalah penggiat startup. Selain Android, disebutkan saat ini Dicoding juga memberikan pelatihan untuk 6 platform teknologi lainnya, termasuk bermitra dengan IBM, Microsoft, dan LINE.

MADE angkatan pertama disebutkan memiliki 2100 peserta, dari pelajar SMA/SMK, penggiat startup, freelance developer, ataupun para pegawai di sektor teknologi informasi.

Disebutkan kelas MADE, yang tersedia secara online, memiliki 125 modul berbahasa Indonesia, 35 video tutorial, 24 kuis, dengan target penyelesaian 90 hari. Modul tersebut, jika dicetak menjadi buku (yang memang dibagikan untuk setiap peserta), terdiri dari total 670 halaman.

Modul berbahasa Indonesia diklaim menjadi keunggulan program ini, karena selama ini modul-modul Google atau pihak ketiga selalu tersedia dalam bahasa Inggris.

Co-Founder dan CEO Dicoding Narenda Wicaksono mengatakan:

“Selain pesatnya perkembangan teknologi pemrograman di bidang software engineering, ketersediaan akses terhadap pembelajaran teknologi yang ‘cutting-edge’ dalam Bahasa Indonesia dan mudah dipahami juga masih sangat terbatas. Persoalan inilah yang berusaha kami atasi melalui Dicoding Academy sehingga siapapun dapat mempunyai kesempatan belajar teknologi termutakhir, kapanpun dan di manapun ia berada.”

Dalam MADE, setiap sesi pembelajaran akan di-review secara manual dan timbal balik dari penilai diharapkan memberikan motivasi bagi para pengembang untuk terus memperbaiki hasil coding-nya.

“Merealisasikan materi dalam Bahasa Indonesia untuk kelas MADE merupakan sebuah langkah dan kontribusi nyata Dicoding dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada subsektor aplikasi dan game. Harapan saya kesempatan baik ini dapat dimanfaatkan oleh developer Indonesia dan para pelaku industri kreatif digital untuk meningkatkan skill dan kualifikasi mereka sehingga mampu berdaya saing secara global dan menggerakkan roda ekonomi kreatif nasional,” sambut Kepala Bekraf Triawan Munaf terhadap peluncuran batch baru MADE ini.