Tag Archives: Ango Ventures

Mengamati Kolaborasi Evo & Co dengan Rumput Laut Demi Kurangi Sampah Plastik

Polusi plastik adalah masalah global. Menurut riset yang banyak dikutip berbagai artikel, diperkirakan pada 2025 ada sebanyak 100 juta hingga 250 juta metrik ton sampah plastik dapat masuk ke laut setiap tahunnya. Studi lain memproyeksikan, jika tanpa perubahan pada praktik saat ini, mungkin ada lebih banyak plastik menurut beratnya daripada ikan di lautan pada 2050.

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, tantangan dalam mengelola krisis ini cukup besar. Sekitar 160 juta orang Indonesia masih belum memiliki akses ke pengumpulan sampah reguler di rumah. Indonesia National Plastic Action Partnership memperkirakan negara ini menghasilkan 6,8 juta ton sampah plastik setiap tahun – sebagian besar tidak diolah dan tidak dikelola, berakhir di saluran air dan lautan.

Negara ini menjadi pencemar plastik kedua tertinggi di lautan setelah Tiongkok, sekaligus ditantang untuk mencari solusi memerangi konsumsi plastik sekali pakai yang terus meningkat. Polemik klasik ini justru menjadi potensi bisnis yang menjanjikan bagi Evoware, startup yang menawarkan alternatif plastik untuk produk kemasan dengan bahan dasar alami.

Kepulangan David Christian ke tanah air setelah menyelesaikan kuliah di Kanada, menyisakan keprihatinan yang mendalam mengenai polusi dan sampah yang belum bisa terkelola dengan baik. Kondisinya begitu kontras dengan Kanada. Berawal dari situ, ia pun menyadari masalahnya selalu ada di sana, tapi tidak terlintas di benaknya.

“Itu adalah masalah. Saya menyadari bahwa saya ingin membuat sesuatu yang unik dan belum pernah ada agar dapat perhatian dari orang. Produknya harus bisa menyelesaikan masalah lingkungan,” ucap David saat dihubungi DailySocial.id.

Inovasi produk Evo & Co

Setelah melakukan beberapa penelitian dimulai di 2015, ia terinspirasi untuk menciptakan gelas yang dapat dimakan untuk menggantikan gelas plastik sekali pakai. Edwin Tan turut menunjukkan ketertarikannya dengan isu tersebut dan bergabung dengan David untuk merintis Evoware. Edwin menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya dalam bisnis, keuangan, investasi, dan dampak sosial.

Produk pertama dari Evoware adalah “Ello Jello” pada bulan April 2016. Ello Jello adalah gelas yang bisa dimakan karena bahan dasar laut, teksturnya mirip dengan bentuk jeli yang lebih padat, terbuat dari rumput laut dan tanpa pengawet, pemanis buatan, gluten, atau gelatin. Bahan dasar ini ia dapatkan langsung dari petani rumput laut lokal.

Ello Jello / Evoware

Gelas ini tersedia dalam beberapa rasa yang berbeda, termasuk oranye, leci, teh hijau dan peppermint, dan dapat bertahan hingga tujuh hari ketika disimpan di lemari es. Tidak hanya gelas, ada pula packaging yang biasanya digunakan untuk kopi sachet hingga biskuit satuan. Menariknya, packaging ini dapat larut dalam air hangat.

Packaging ini bisa bertahan hingga dua tahun, dapat dimakan atau diubah menjadi pupuk karena dapat terurai dari satu hingga dua bulan. Rumput laut dipilih karena merupakan zat hemat energi dan ekonomis untuk tumbuh, tidak diperlukan pembebasan lahan atau deforestasi. Rumput laut juga bertindak sebagai salah satu penyerapan karbon alami, secara permanen mengeluarkan karbon dioksida dari atmosfer.

Indonesia sendiri merupakan eksportir terkemuka untuk komoditas rumput laut. Diperkirakan tiap tahun lebih dari 10 juta ton rumput laut diekspor.

Sejak itu, perusahaan telah memperluas produk dan Evoware sekarang menjadi salah satu merek di bawah Evo & Co, bersama dengan Evoworld. Evoworld menyediakan varian produk kantong plastik berbagai ukuran, berbahan dasar singkong yang dapat diurai dan dapat dikompos. Produk turunan dari bahan dasar tersebut, berupa plastik roll yang biasa digunakan untuk membungkus sayuran, styrofoam (gabus) untuk membungkus makanan. Ada juga produk yang terbuat dari tebu berwarna putih dan daun pinang berwarna cokelat.

Selanjutnya, membuat sedotan bahan kertas yang dapat hancur dalam waktu dua jam setelah dipakai dan sedotan berbahan beras yang dapat dimakan atau disimpan kembali. Evoworld juga memproduksi alat makan makan, seperti sendok garpu, pisau, sedotan yang terbuat dari bambu yang bisa dipakai lagi.

“Setelah produk pertama launch di 2016, setahun berikutnya kami launch produk kedua yang terbuat dari rumput laut seperti packaging sachet pengganti plastik. Kemudian di 2019, kami buat diferensiasi produk pengganti plastik dari bahan lainnya, seperti singkong, beras, ampas tebu, dan lainnya. Di tahun itu pula kami fokus ke bisnis, mengembangkan produk, serta mulai kampanye Rethink.”

Rethink menjalankan kampanye di seluruh dunia yang bekerja dengan pemerintah dan bisnis untuk mempromosikan kehidupan berkelanjutan.

Model bisnis

Seluruh produk yang dirilis perusahaan, kecuali Ello Jello, merupakan hasil trading (jual-beli) dengan produsen yang digaet perusahaan. “Jadi Evo & Co sediakan produk-produk pengganti plastik, orang lain yang produksi, kita yang jualkan.”

Kendati begitu, saat ini perusahaan mulai mengembangkan pusat riset dan inovasi sendiri agar lebih masif dalam berinovasi produk-produk ramah lingkungan. David sayangnya masih menutup rapat-rapat terkait hal ini.

Kontributor bisnis perusahaan terbesar datang dari penjualan produk ke luar negeri. Mayoritas skema bisnis dilakukan secara B2B dengan klien kebanyakan datang dari industri horeca. Evo & Co menyediakan opsi kostumisasi untuk klien B2B, misalnya melekatkan merek mereka ke kantong plastik atau sebagainya. Kanal B2C juga tersedia, namun sejauh ini hanya mengandalkan platform marketplace.

Diklaim, perbandingan bisnis dari dalam dan luar negeri cukup imbang 50:50. Bila dijumlah, ada Evo & Co telah mendistribusikan produknya ke lebih dari 50 negara. Adapun, negara terbesar yang banyak membeli produk Evo & Co adalah Malaysia, Australia, dan Jepang. Di ketiga negara tersebut, ada distributor besar yang siap menyuplai kebutuhan industri horeca dengan produk ramah lingkungan buatan Evo & Co.

David menyebut, pada tahun ini pihaknya akan memperluas ekspansi lebih jauh ke kawasan Eropa. “Bisnis ke luar ini baru dimulai tahun ini. Secara intensitas belum besar, tapi secara kuantitas sekali kirim jumlahnya besar. Tapi sebaliknya di Indonesia. Kami mau genjot bisnis ke Eropa karena market-nya besar, enggak cuma di Indonesia saja.”

Tidak hanya menyasar klien besar, baru-baru ini perusahaan mulai menyasar UKM untuk ikut beralih ke produk ramah lingkungan. Saat ini masih dalam tahap uji coba, ada 10 warung makan di Jakarta yang bergabung. David menceritakan, dalam mengedukasi pemilik warung makan harus melakukan banyak penyesuaian.

Salah satu yang dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan pengurangan sedotan plastik. Jika konsumen tidak meminta sedotan, sebaiknya tidak diberikan. Tapi jika minta, maka diberikan sedotan dari Evo & Co yang bisa dimakan. Selanjutnya, diadakan pembinaan sampah yang dapat dipilah dan dijual untuk mendapat uang tambahan.

“Uang tambahan ini bisa digunakan untuk membeli sedotan yang harganya sudah kami subsidi semurah mungkin. Ini adalah bagian dari movement kami karena biasanya produk ramah lingkungan itu dipakai oleh usaha kelas menengah ke atas yang ada di mal-mal.”

Diklaim, sejak dua tahun belakangan, perusahaan telah berhasil mengurangi 3,96 juta sampah, 32.260 limbah sachet, 11.417 limbah cangkir, 109.843 limbah sendok garpu, dan sebagainya.

Dari seluruh inisiatifnya, Evoware juga sempat menyabet berbagai penghargaan. Di antaranya memenangkan kategori “Redesigning Sachet” di Circular Design Challenge di Malta pada 2017 –kompetisi internasional yang diselenggarakan oleh The New Plastics Economy (dipimpin oleh Ellen MacArthur Foundation.) Kompetisi ini berfokus pada barang-barang plastik seperti sachet dan tutup, yang seringkali terlalu kecil atau rumit untuk didaur ulang.

Evo & Co memperoleh dana hibah sebesar $1 juta, satu-satunya perusahaan dari Asia yang berhasil menduduki posisi enam besar bersama dengan perusahaan lainnya. Selanjutnya, pada Agustus 2021, memperoleh pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasikan dari ANGO Ventures, VC tahap awal yang dipimpin oleh salah satu klien ANGIN, yakni Mariko Asmara.

David menyebut, untuk mendukung seluruh rencana perusahaan dalam memerangi sampah plastik, saat ini sedang melakukan penggalangan putaran dana terbaru. Tim Evo & Co saat ini berjumlah 12 orang dan berkantor pusat di Jakarta.

FishLog Secures Seed Funding Led by Insignia Ventures Partners

B2B fish marketplace platform “FishLog” announced its seed funding round. This funding was led by Insignia Ventures Partners, however, the total value received was not further stated.

Participated also in this round, Arise, KK Fund, Ango Ventures, a startup from India called Captain Fresh, and several angel investors, including Kopi Kenangan’s Co-founder & CEO, Edward Tirtanata, AwanTunai’s Co-founder Windy Natriavi, Shipper’s CMO Jessica Hendrawidjaja, and several other names.

The company plans to use the fresh money to expand the digital products ecosystem and fisheries services in Indonesia, scale-up regional networks across the country, making it possible for new partners to join the ecosystem, also to build-up teams and capabilities. FishLog had participated in several competitions and acceleration programs, including DSLunchpad ULTRA.

“Through Fishlog, we are building an inbound market driver for all fisheries stakeholders in Indonesia, streamlining their supply chain processes to be more efficient and transparent in a more sustainable way,” the Co-Founder & CEO, Bayu Anggara said.

Similar to other logistics services, such as Ritase to Shipper, FishLog wants to focus on middle-chain logistics. Currently, FishLog has joined partnerships with 25+ supply side savers in coastal areas. The company has served 10+ cities, from Aceh to Papua. There are around 100 fishermen who claim to have been helped by the services offered by FishLog.

Fishery supply chain solution

While some startups already developed solutions that focused on the fisherman or the farmer side of the supply chain, Fishlog wants to bring technology into the fisheries supply chain, providing a robust distribution channel for fishermen, and easy access for B2B to get real-time fish availability.

FishLog is present in terms of logistics and supports the fishery supply chain in Indonesia. The platform is also equipped with applications that can help partners to record warehouse operations, access raw materials, and market access. Since implementing this model, FishLog has increased revenue nearly 20-fold year over year in addition to this unique approach to Indonesia’s fragmented supply chain.

They have also provided digital solutions for cold storage warehouses to increase their utility by connecting with more suppliers and buyers, also enabling these suppliers to have easier access to goods.

“With the on-site experience and local network of the founding team, the momentum is just right since its launching, and with its focus on digitizing cold storage distribution, Fishlog is well positioned to take the lead in addressing longstanding inefficiencies in the Indonesian fishing industry,” Insignia Ventures’ Founding Managing Partner, Yinglan Tan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Fishlog

FishLog Kantongi Pendanaan Awal Dipimpin Insignia Ventures Partners

Platform marketplace perikanan B2B “FishLog” mengumumkan telah merampungkan pendanaan tahap awal. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima, pendanaan ini dipimpin oleh Insignia Ventures Partners.

Turut terlibat dalam investasi ini Arise, KK Fund, Ango Ventures, startup dari India bernama Captain Fresh, dan sejumlah angel investor seperti Co-founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata, Co-founder AwanTunai Windy Natriavi, CMO Shipper Jessica Hendrawidjaja, dan beberapa nama lainnya.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan oleh perusahaan untuk memperluas ekosistem produk digital dan layanan perikanan di Indonesia, melakukan scale-up jaringan regional di seluruh negeri, sehingga memungkinkan bagi mitra baru untuk bergabung dengan ekosistem, dan membangun tim dan kemampuannya. FishLog sempat mengikuti sejumlah kompetisi dan program akselerasi, termasuk DSLaunchpad ULTRA.

“Melalui Fishlog, kami membangun penggerak pasar masuk untuk semua pemangku kepentingan perikanan di Indonesia, merampingkan proses rantai pasokan mereka menjadi lebih efisien dan transparan dalam cara yang lebih berkelanjutan”, ujar Co-Founder & CEO Bayu Anggara.

Serupa dengan layanan logistik lainnya, seperti Ritase hingga Shipper, FishLog ingin fokus di middle-chain logistik. Saat ini FishLog telah menjalin kemitraan dengan 25+ penyimpan sisi pasokan di daerah pesisir. Mereka telah melayani 10+ kota, dari Aceh hingga Papua. Ada sekitar 100 nelayan yang diklaim sudah terbantu layanan yang ditawarkan FishLog.

Solusi untuk rantai pasok perikanan

Meskipun sudah ada solusi yang dikembangkan oleh startup yang berfokus pada nelayan atau sisi petani dari rantai pasokan, Fishlog ingin membawa teknologi ke dalam rantai pasokan perikanan, menyediakan saluran distribusi yang kuat bagi nelayan, dan akses mudah untuk B2B mendapatkan ketersediaan ikan secara real-time.

FishLog hadir dari sisi logistik dan mendukung supply chain perikanan di Indonesia. Platform tersebut juga dilengkapi aplikasi yang bisa membantu mitra untuk pencatatan operasional gudang, akses bahan baku, dan akses pasar. Sejak menerapkan model ini, FishLog telah meningkatkan pendapatan hampir 20 kali lipat dari tahun ke tahun selain keunikan ini pendekatan terhadap rantai pasokan Indonesia yang terfragmentasi.

Mereka juga telah menyediakan solusi digital untuk gudang penyimpanan dingin untuk meningkatkan utilitasnya dengan terhubung dengan lebih banyak pemasok dan pembeli, juga memungkinkan pemasok ini menjadi lebih mudah akses ke barang.

“Dengan pengalaman di lapangan dan jaringan lokal dari tim pendiri, momentum yang cepat yang telah mereka capai sejak diluncurkan, dan fokus mereka pada digitalisasi distribusi cold storage, Fishlog berada di posisi yang tepat untuk memimpin dalam mengatasi inefisiensi yang sudah berlangsung lama dalam industri perikanan Indonesia,” kata Insignia Ventures Partners Founding Managing partner Yinglan Tan.

Application Information Will Show Up Here