Tag Archives: anna lora

Platform wealthtech Ajaib hadirkan produk untuk nasabah premium Ajaib Prime dengan nominal portofolio sebesar Rp200 juta

Tren Startup Wealthtech Gulirkan Fitur Premium, Giliran Ajaib Luncurkan Opsi “Prime”

Platform wealthtech Ajaib memperluas cakupan nasabah ritel dengan menggarap segmen premium melalui produk “Ajaib Prime”. Persyaratan untuk menjadi nasabah ini adalah memiliki nominal deposit saldo RDN dan portofolio saham minimal Rp200 juta. Sebelumnya, kompetitor terdekatnya Bibit juga merilis layanan yang sama melalui Bibit Premium.

Ajaib Prime menyediakan fitur komprehensif dan layanan personal, termasuk Relationship Manager pribadi untuk konsultasi portofolio, update kondisi market, hingga jalur bantuan khusus. Lalu, jaminan kompensasi hingga tiga kali broker fee atas kendala aplikasi, analisis eksklusif saham dan kondisi pasar, webinar eksklusif, laporan realized profit & loss, dan buying power hingga 2,85 kali modal dengan margin trading.

Direktur Utama Ajaib Sekuritas Asia Anna Lora menjelaskan terkait latar belakang hadirnya Ajaib Prime karena meningkatkan nilai investasi nasabah. Seiring itu juga meningkatnya minat dan kenyamanan mereka untuk berinvestasi di Ajaib.

Ajaib terus mengembangkan layanan untuk memenuhi kebutuhan semua investor Indonesia. Ajaib Prime hadir untuk memberikan layanan yang hyper-personal, nyaman dan mudah, agar portofolio investasi terus tumbuh maksimal,” kata dia dalam keterangan resmi, (12/10).

Anna melanjutkan, meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap investasi digital di Ajaib tercermin dalam pertumbuhan pengguna yang diklaim naik hingga 100% dalam setahun terakhir. Data internal perusahaan menunjukkan lebih dari 90% nasabah Ajaib adalah generasi muda, dari porsi tersebut sekitar 80% di antaranya adalah first-time investors yang menemukan akses investasi saham melalui Ajaib. Adapun, disebutkan Ajaib mencatat telah menjaring lebih dari dua juta investor ritel dalam dua tahun terakhir.

Kondisi di atas selaras dengan di industri. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan jumlah investor pasar modal pada September 2022 mencapai 9,7 juta orang dan diprediksi akan tembus 10 juta pada akhir tahun ini. Data lainnya dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan saat ini ada lebih dari 80% investor pasar modal adalah generasi muda di bawah usia 40 tahun dengan total aset mencapai Rp150 triliun per Agustus 2022.

“Ajaib Prime merupakan langkah awal Ajaib untuk mengembangkan layanan prioritas. Ke depannya, kami akan terus memenuhi kebutuhan berbagai segmen investor Indonesia dan terus menjadi layanan investasi terbaik bagi semua. Hal ini sesuai dengan misi Ajaib untuk menyambut dan berkembang bersama generasi baru investor Indonesia,” pungkasnya.

Ajaib pisahkan aplikasi untuk kripto

Sebelumnya pada Agustus kemarin, Ajaib mulai memisahkan kelas aset kripto ke dalam aplikasi tersendiri Ajaib Kripto. Langkah tersebut diambil karena mengikuti arahan dari OJK pada awal Juli ini berisi larangan untuk perusahaan di bidang pasar modal melakukan pemasaran, promosi, atau iklan produk dan layanan jasa keuangan, selain yang telah diberikan izinnya oleh OJK termasuk efek yang diterbitkan di luar negeri (offshore products).

Larangan tersebut dimaksudkan untuk melindungi konsumen dan mencegah kesalahpahaman informasi yang diterima masyarakat terkait produk jasa keuangan yang ditawarkan. Seperti diketahui, aktivitas investasi di Indonesia diawasi oleh dua lembaga yang berbeda, yakni OJK dan Bappebti. OJK hanya mengawasi aktivitas transaksi saham dan reksa dana. Di luar itu, ada di ranah Bappbeti, seperti futures, kripto, dan emas.

Pangsa pasar investor tajir

Bergabungnya Ajaib, setelah Bibit, Bareksa, dan Moduit, untuk menggarap nasabah tajir ini menandai besarnya potensi yang bisa digarap. Menurut data yang dikutip dari Bank Dunia di 2020, menunjukkan jumlah orang yang memiliki aset besar atau GDP per kapita di atas $135.000 dan dikategorikan high net worth individual di Indonesia sebesar 4 juta orang atau sekitar 1,5% dari jumlah penduduk Indonesia.

Kemudian, sekitar 20% atau sebanyak 54 juta merupakan golongan dengan penghasilan menengah (GDP per kapita di atas USD 5.800). Sementara sebanyak 211 juta atau 78% merupakan golongan berpenghasilan kecil.

Meski angka kelompok HNWI ini hanya sekitar 4 juta orang, kelompok ini akan terus meningkatkan nilai kekayaannya karena mereka terus berupaya mengembangkan aset dengan memperbesar alokasi dana mereka untuk produk-produk investasi.

Mengutip dari Syndicated Survey YouGov 2022, masyarakat HNWI sebagian besar transaksi finansialnya, termasuk produk keuangan telah dilakukan secara digital, baik lewat layanan perbankan maupun platform keuangan digital yang terpercaya.

Application Information Will Show Up Here
Ajaib Bank Bumi Arta

Ajaib Group Kini Miliki 40% Saham Bank Bumi Arta

Ajaib Group melalui PT Takjub Finansial Teknologi (TFT) kembali meningkatkan porsi kepemilikan sahamnya di PT Bank Bumi Arta Tbk (IDX: BNBA) sebanyak 443,52 juta saham atau setara 16 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), transaksi pembelian saham ini dilaksanakan pada 8 April 2022 dengan harga pelaksanaan Rp1.345 per saham.

Sebelumnya, Ajaib Group mencaplok sebanyak 665,2 juta saham atau mewakili 24 persen saham Bank Bumi Arta pada November 2021. Dengan penambahan ini, Ajaib kini menguasai 1,10 miliar saham atau setara 40 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh.

Manajemen Ajaib Group mengungkap bahwa pihaknya ingin menjadi pemegang saham pengendali baru Bank Bumi Arta melalui penambahan kepemilikan saham ini.

Ekspansi produk

Dalam pemberitaan sebelumnya, Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora sempat menyampaikan bahwa akuisisi ini akan memudahkan Ajaib untuk mengembangkan lebih banyak produk di masa depan.

Perusahaan mulai memperkenalkan layanan baru bernama Margin Trading Ajaib pada Maret. Sebagai informasi, margin trading merupakan pinjaman yang difasilitasi perusahaan sekuritas kepada nasabah pemilik rekening efek.

Margin Trading Ajaib memungkinkan pengguna untuk menebus jumlah saham lebih banyak dengan menggunakan pinjaman dana dari perusahaan sekuritas. Ajaib memfasilitasi Margin Trading dengan 0% pada biaya broker dan bunga margin.

Saat ini, bisnis utama Ajaib adalah platform investasi untuk saham dan reksa dana. Per Desember 2021, total investor Ajaib telah mencapai 1,4 juta orang. Dari angka tersebut, sebesar 96 persen merupakan investor pemula dan 90 persen masuk kelompok usia muda.

Sementara data BEI per akhir 2021 mencatat baru ada 7,48 juta investor retail di Indonesia. Namun, angka tersebut tumbuh signifikan sebesar 92,7 persen dibandingkan akhir 2020 yang hanya sekitar 3,88 juta investor.

Jika mengacu pada model bisnis Robinhood, platform trading dan investasi ini menerapkan komisi nol pada layanannya. Robinhood memonetisasi bisnis melalui sejumlah skema, termasuk margin trading, cash management fee, hingga Robinhood Gold.

Fintech akuisisi bank

Sempat dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan sejumlah faktor kuat yang melandasi aksi startup fintech mengakuisisi bank.

Akuisisi bank akan memampukan startup fintech untuk meningkatkan inklusi keuangan ke seluruh Indonesia. Salah satunya lewat fasilitas pinjaman modal usaha dengan plafon lebih tinggi. Dalam catatan kami, beberapa startup fintech yang mengakuisisi bank ini fokus di segmen UMKM.

Diolah dari berbagai sumber / DailySocial.id

Faktor lainnya, bank-bank yang diakuisisi ini merupakan bank kecil. Mereka dicaplok dengan harga murah karena tidak mampu memenuhi syarat modal minimum yang ditetapkan OJK. Lagi pula, akuisisi bank kecil lebih memudahkan perusahaan untuk melakukan transformasi karena infrastruktur dan kantor cabangnya kecil.

Application Information Will Show Up Here

Looking Through Ajaib’s Mission to be Retail Investors’ First Choice

Within two years, Ajaib managed to become the first unicorn in investment or wealthtech in Southeast Asia. Starting the journey with mutual funds, Ajaib’s growth skyrocketed when the stock asset class was launched in mid-March 2020, it’s all due to the “birth” of many young investors amidst the pandemic.

The approach is quite different from similar players with tendency to adopt a strategy of deepening the mutual funds product range, or enriching the asset class to other instruments, such as gold or cryptocurrencies in order to introduce investment to novice investors.

In the recent Ajaib’s media gathering, it is said that the users have reached more than 1.4 million people. Around 96% of them are novice investors, with 90% coming from a young age and the rest are gen Z. Moreover, about 60% of users are actively use the platform and have stock portfolio.

Ajaib Sekuritas’ Director of Stock Brokerage, Anna Lora explained, the increasing number of users is also reflected in the total transaction volume of 30 billion per month with 5 million transactions. Before the company acquired Primasia Sekuritas (currently known as Ajaib Sekuritas) the monthly transaction value was in the range of Rp. 1 trillion-Rp 2 trillion, furthermore, the number has grown rapidly to Rp. 6 trillion-Rp. 8 trillion.

“We believe in the strength of Indonesian retail investors as a driving force for capital market investors. In Ajaib, the phenomenon of rising retail investors comes from second-tier cities,” he said.

Application for novice investors

In accordance with the company’s mission to be known as a friendly application for novice retail investors, all strategies and products need to be aligned. Ajaib’s VP of Product, Aurora Marsye said the application was fully designed to make it easier for novice investors to get into the stock business.

Such features as 100% online registration within minutes; no minimum investment and account opening without initial deposit; comprehensive chart display, in-depth technical and fundamental analysis; and various educational materials and discussion forums, are some of the main features to attract young people.

“We remove all kinds of barriers that have been preventing young investors to get into the stock market. With these various facilities, new users only need courage to invest,” Aurora said.

Although the application is designed as friendly as possible for users, Ajaib still prioritizes to educate, considering that stock investments are classified as high risk high return investments. Another approach is to hold regular trainings by utilizing social media platforms for young people.

“Because the target is retail investors, we observe their space, it is currently in the social media. We approach them, try to win the ball. We believe all players will also take this strategy to facilitate easy access for users,” Anna added.

Furthermore, it is part of the company’s strategy to improve the stock investors’ literacy. He said, quality improvement is important, but maintaining the user’s quality is equally important.

In Indonesia, the ratio of capital market investors and the population is still unequal. As of November 2021, KSEI recorded 7.1 million capital market investors, increased by 84% from the same period in the previous year of 3.27 people. Of the total investors, 99.51% are retail investors, dominated by the age group under 40 years with 59.81%.

Unfortunately, he could not elaborate further on the characteristics of Ajaib’s users, whether investors or traders, to the style and average allocation of funds in investing. “Everything is mixed as it all comes down to the [preference] of each investor. At Ajaib, the portion under management between mutual funds and stocks is even,” Anna revealed.

It includes plans to add other asset classes, after acquiring 24% of Bank Bumi Artha‘s shares. Anna ensures this strategic move will make it easier for Ajaib to develop more products in the future.

Learn from Robinhood

Ajaib’s moves are often compared to what Robinhood did in disrupting the financial industry, especially the stock market in the United States. Apart from designing an intuitive, user-friendly and up-to-date application, a key part of Robinhood’s strategy is zero commission on stock trading.

This is obviously attractive and helps with user acquisition. In the process, Robinhood monetizes its business with payments for order flow, stock borrowing fees, and subscriptions. In a way, “forcing” the incumbents in the brokerage industry to do the same.

Previously, incumbents such as Fidelity, Wellington, Charles Schwab, and E*Trade, were ruling the retail investor segment. Even E*Trade and Schwab account for over 40% of the brokerage industry’s total online revenue, according to IBISWorld in 2019. However, Robinhood has managed to attract more than 21 million active users, doubling from 2020, surpassing Schwab’s market share last year.

In creating new demand, Robinhood has succeeded in acquiring users from various races, from previously dominated by whites and experienced investors who are closely related to the stock market.

Behind Robinhood’s glittering achievements, this company leaves a controversy. From its convenience application, which uses gamification, the company seems to “underestimate” the educational aspect, especially since Robinhood’s main target is novice investors. Regulators in the state of Massachusetts went so far as to file a complaint against the company citing “aggressive tactics to attract inexperienced investors.”

It is one of the many controversies that burdens the regulators. According to SEC officials, bringing retail investors more access to capital markets is a good thing, as long as the core principles for protecting investors are not altered by apps that encourage active trading through behavioral cues.

“Our belief is, the more we lower the barriers to entry, the more we level the playing field and allow people to invest their money at a younger age, the better our economy will be and the better the society will be as we are kind. We live at the intersection of capitalism, democracy and innovation,” said Robinhood’s CEO, Vlad Tenev. “And I think it’s a very interesting place,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Strategi Bisnis Ajaib

Melihat Upaya Ajaib Menjadi Aplikasi Pilihan untuk Investor Ritel

Dalam waktu dua tahun, Ajaib berhasil menyandang status unicorn pertama di bidang investasi atau wealthtech di Asia Tenggara. Memulai perjalanannya dengan reksa dana, pertumbuhan Ajaib melesat jauh ketika meluncurkan kelas aset saham pada pertengahan Maret 2020, tak lain dikarenakan ikut terciprat “berkah” dari kelahiran banyak investor kalangan muda di tengah pandemi.

Pendekatan yang diambil ini berbeda dengan peers sejenisnya yang cenderung ambil strategi memperdalam rangkaian produk reksa dana, atau memperkaya kelas aset ke instrumen lainnya, seperti emas atau mata uang kripto dalam memperkenalkan investasi kepada investor pemula.

Dalam media gathering yang diadakan Ajaib beberapa waktu lalu, diungkapkan kini pengguna Ajaib telah mencapai angka lebih dari 1,4 juta orang. Sekitar 96% di antaranya adalah investor pemula dengan komposisi sebesar 90% datang dari usia muda dan sisanya adalah gen Z. Kemudian, sekitar 60% pengguna termasuk aktif yang memiliki portofolio saham di Ajaib dan bertransaksi jual-beli di dalamnya.

Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora menjelaskan, melesatnya pengguna juga tercermin dari volume transaksi sebesar 30 miliar per bulan dan 5 juta transaksi. Sebelum perusahaan mengakuisisi Primasia Sekuritas (kini bernama Ajaib Sekuritas) nilai transaksi bulanannya berada di kisaran Rp1 triliun-Rp2 triliun, begitu diakuisisi Ajaib kini angkanya tumbuh melesat hingga Rp6 triliun-Rp8 triliun.

“Kami percaya kekuatan investor ritel di Indonesia sebagai penggerak investor pasar modal. Di Ajaib fenomena penambahan investor ritel ini sekarang datang dari kota lapis kedua,” ucap dia.

Aplikasi untuk investor pemula

Sesuai dengan misi perusahaan yang ingin dikenal sebagai aplikasi yang ramah untuk investor ritel pemula, maka seluruh strategi dan produk Ajaib perlu diselaraskan. VP of Product Ajaib Aurora Marsye mengatakan, aplikasi Ajaib didesain penuh untuk mempermudah investor pemula terjun ke dunia saham.

Fitur-fitur seperti registrasi akun 100% online dalam hitungan menit; tidak ada minimum investasi dan buka rekening tanpa deposit awal; tampilan grafik komprehensif, analisis teknis dan fundamental mendalam; dan berbagai materi edukasi dan forum diskusi, adalah sebagian fitur andalan untuk menarik kalangan anak muda.

“Kita remove barrier-barrier yang selama ini menghalangi investor muda untuk terjun ke pasar saham. Dengan berbagai kemudahan ini, modal yang perlu disiapkan pengguna baru itu cukup berani saja,” kata Aurora.

Meski aplikasi dibuat seramah mungkin buat para pengguna, Ajaib tetap mengedepankan sisi edukasi mengingat investasi saham tergolong investasi high risk high return. Salah satu pendekatan yang kerap dilakukan adalah mengadakan pelatihan-pelatihan rutin dengan memanfaatkan platform media sosial yang banyak dikunjungi anak muda setiap harinya.

“Karena targetnya investor ritel kami lihat mereka mainnya di mana, sekarang banyak main di media sosial. Kami menghampiri mereka, jemput bola. Kami yakin semua pihak juga mengambil strategi ini agar semakin mudah dijangkau oleh para pengguna,” tambah Anna.

Langkah ini, lanjutnya, merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam meningkatkan kualitas literasi investor saham. Menurutnya, peningkatan secara kuantitas memang penting, namun menjaga kualitas pengguna juga tak kalah pentingnya.

Di Indonesia sendiri, perbandingan jumlah investor pasar modal dengan populasi masyarakat masih timpang jauh. Per November 2021, KSEI mencatatkan investor pasar modal sebanyak 7,1 juta orang, naik 84% dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 3,27 orang. Dari total investor, sebanyak 99,51% adalah investor ritel yang didominasi oleh kelompok umur di bawah 40 tahun sebesar 59,81%.

Sayangnya, ia tidak bisa merinci lebih jauh bagaimana karakteristik pengguna Ajaib apakah termasuk investor atau trader, hingga gaya dan rata-rata alokasi dana dalam berinvestasi. “Semuanya mixed karena ini semua balik ke [preferensi] masing-masing investor. Di Ajaib porsi kelolaan antara reksa dana dan saham termasuk imbang,” tutup Anna.

Pun termasuk rencana untuk menambah kelas aset lainnya, pasca-mencaplok saham Bank Bumi Artha sebesar 24%. Anna hanya memastikan bahwa langkah strategis tersebut akan membuat Ajaib lebih mudah dalam mengembangkan lebih banyak produk ke depannya.

Berkaca dari Robinhood

Sepak terjang Ajaib sering disejajarkan dengan apa yang dilakukan Robinhood dalam mendisrupsi industri keuangan, khususnya pasar saham di Amerika Serikat. Selain mendesain aplikasi yang intuitif, user-friendly, dan kekinian, bagian utama dari strategi Robinhood adalah nol komisi pada perdagangan saham.

Hal ini tentu saja menarik banyak perhatian dan membantu akuisisi pengguna. Untuk melakukan ini, Robinhood memonetisasi bisnisnya dengan pembayaran untuk aliran pesanan, biaya pinjaman saham, dan langganan. Dalam mengantisipasi strategi tersebut, “memaksa” para petahana di industri broker untuk melakukan hal yang sama.

Sebelumnya, para petahana seperti Fidelity, Wellington, Charles Schwab, dan E*Trade, adalah penguasa untuk segmen investor ritel. E*Trade dan Schwab bahkan menguasai lebih 40% dari total pendapatan online industri broker, menurut IBISWorld pada 2019. Tapi kini Robinhood berhasil menarik lebih dari 21 juta pengguna aktif, naik dua kali lipat dari 2020, melampaui pangsa pasar Schwab pada tahun lalu.

Dalam menciptakan demand baru, Robinhood juga berhasil mengakuisisi pengguna dari berbagai kalangan ras, dari sebelumnya didominasi oleh kulit putih dan investor berpengalaman yang erat kaitannya di dunia saham ini.

Dibalik gemerlapnya pencapaian Robinhood, perusahaan ini juga tak lepas dari kontroversi. Dari kemudahan aplikasi Robinhood yang menggunakan gamifikasi, membuat perusahaan terkesan “menyepelekan” aspek edukasi, terlebih target utama Robinhood adalah investor pemula. Regulator di negara bagian Massachusetts bahkan sampai mengajukan keluhan terhadap perusahaan dengan alasan “taktik agresif untuk menarik investor yang tidak berpengalaman.”

Itu baru salah satu kontroversi dari sekian banyak kontroversi lainnya yang membuat regulator setempat keringat dingin. Menurut pejabat SEC, membawa lebih banyak akses ke pasar modal bagi investor ritel adalah hal yang baik, selama prinsip-prinsip inti untuk melindungi investor tidak diubah oleh aplikasi yang mendorong perdagangan aktif melalui petunjuk perilaku.

“Keyakinan kami adalah, semakin kami menurunkan hambatan untuk masuk, semakin kami menyamakan kedudukan dan memungkinkan orang menginvestasikan uang mereka di usia yang lebih muda, semakin baik ekonomi kita dan semakin baik masyarakat karena kita baik hati. hidup di persimpangan kapitalisme, demokrasi, dan inovasi,” kata CEO Robinhood Vlad Tenev. “Dan saya pikir itu adalah tempat yang sangat menarik,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here