Tag Archives: Anthoni Salim

Perusahaan Singapura Ambil Alih Saham Pemain IT Lokal Indonet / Depositphotos

Bisnis Pusat Data di Indonesia Makin Dilirik, Perusahaan Singapura Ambil Alih Saham Indonet

Perusahaan penyedia pusat data asal Singapura Digital Edge Holdings menambah kepemilikan saham sebanyak 47% di perusahaan IT lokal Indonet. Digital Edge kini menjadi pemegang saham pengendali di Indonet dengan kepemilikan 59,1%.

Sebanyak 47% saham yang dibeli ini adalah milik dari Toto Sugiri, Han Arming Hanafia, Bing Moniaga, Marina Budiman, Sanjaya, Halim Soelistio, Augustinus Haryawirasma, dan Sudjiwo Husodo. Saham-saham tersebut dibeli pada harga Rp10.495 per lembar, sehingga total nilai transaksi ini bernilai Rp1,99 triliun.

Digital Edge Limited merupakan pemegang saham lawas di Indonet dengan kepemilikan 12,1%.

Komisaris Utama Indonet Toto Sugiri menyatakan antusiasme yang tinggi terhadap kedatangan Digital Edge, yang telah diakui secara industri global karena pengalamannya.

“Saya menyambut kerja sama ini dengan antusiasme yang tinggi mengingat Digital Edge memiliki pengetahuan global mengenai industri data center, hubungan baik dengan customer regional maupun global, serta akses pendanaan yang kuat didukung oleh PE global, yaitu Stonepeak Infrastructure Partners [..],” ucapnya mengutip dari Investor.id.

Ke depannya, Indonet akan terus melakukan proyek ekspansi data center, seiring pesatnya perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Saat ini Indonet sedang fokus pada layanan yang tengah dikembangkan, yakni EDGE Data Center dan HyperScale Connex (HSX) untuk memberikan solusi multi konektivitas tanpa batas antar beragam penyedia data center, serta cloud.

Didirikan pada 1994, Indonet menawarkan sejumlah layanan seperti pusat data, solusi multi-connectivity, dan layanan cloud. Perusahaan juga merupakan official partner dari Alibaba Cloud.

Pada awal Februari 2021, Indonet melantai di BEI dan berhasil mengantongi dana segar sebesar Rp595,97 miliar. Sebanyak 90% dana tersebut digunakan untuk tambahan modal anak usahanya PT Ekagrata Data Gemilang yang sedang membangun Edge Data Center (EDc), dan lainnya.

DCI Indonesia

Toto Sugiri juga merupakan Direktur Utama dan pemegang saham DCI Indonesia, perusahaan penyedia data center lokal, digandeng oleh Anthoni Salim untuk membangun kompleks hyperscale data center park dengan standar global, bernama H2. Pusat data ini berlokasi di Pertiwi Lestari Industrial Park di Karawang dengan jarak tempuh 47 km dari Jakarta.

Pengumuman ini dikabarkan selang beberapa hari setelah masuknya pengusaha dan konglomerat lokal Anthoni Salim yang membeli saham DCI Indonesia hingga Rp1 triliun. Anthoni membeli saham ini secara personal, bukan secara grup.

“ Seperti yang kami laporkan ke regulator bahwa ini investasi strategis. Kalau kita lihat saham kita yang dibeli pak Anthoni Salim itu pribadi, bukan Grup Salim,” ujar Toto seperti yang dikutip dari Kompas.com, Senin (7/6).

H2 disandang-sandang menjadi kompleks data center terbesar di Asia Tenggara dengan luas puluhan hektar. Di sana akan memiliki kapasitas data center hingga ratusan megawatt (MW) dengan pembangunan yang akan dilaksanakan dalam beberapa tahap.

H2 didesain dengan standar internasional menggunakan spesifikasi Tier 3 dan Tier 4 yang didukung multiple konektivitas fiber optic dan dua pembangkit listrik. Tak hanya itu, H2 dibangun dengan konsep green data center yang dioperasikan dengan energi terbarukan dari solar panel farm.

Sebelum melakukan kerja sama ini, Anthoni menjalin kerja sama dengan IndoKeppel dan investasi di CBN.

Pada Senin (14/6) telah dilakukan topping off dari gedung data center pertama H2. Gedung ini memiliki 10 lantai dengan enam lantai di antaranya adalah ruang data dengan total kapasitas 3 ribu rack, serta kapasitas total daya listrik 15 MW. Pembangunan gedung ini telah dimulai pada Q4 2020. Topping off ini menandai bahwa kegiatan konstruksi memasuki tahap akhir dan diperkirakan selesai pada Q4 2021.

Gambar header: Depositphotos.com

Menelusuri Arah Grup Salim Kuasai Dunia Digital

Berbicara mengenai betapa besarnya potensi ekonomi digital di Indonesia sebagai the next big thing, sudah banyak data acuan yang berseliweran mencoba untuk membuktikannya. Semua pihak pun sadar, tak terkecuali Grup Salim, salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia.

Nama Grup Salim, cukup tersohor lewat berbagai anak usahanya Indofood Sukses Makmur yang merupakan produsen mi instan dengan nama merek dagang Indomie. Untuk sektor ritel, Grup Salim memiliki Indomaret dengan total sekitar 14 ribu gerai tersebar di seluruh Indonesia.

Sedangkan sektor otomotif, ada Indomobil dengan berbagai anak usaha bergerak sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) dan perusahaan multifinance untuk menyokong bisnisnya.

Bagaimana langkah yang diambil Grup Salim untuk ikut terjun ke dalam ekosistem dunia digital? Grup Salim lebih memilih strategi awal dengan mendirikan perusahaan patungan bersama mitra dari luar negeri dan berinvestasi langsung lewat anak usahanya. Terlihat dari aksinya saat terlibat investasi di Rocket Internet untuk pengembangan solusi pembayaran online dan mobile dalam negara berkembang pada 2014.

Grup Salim masuk ke Rocket Internet lewat anak usaha telko berbasis di Filipina, Philippine Long Distance Telephone Company (PLDT). Saat itu, PLDT menyuntikkan dana investasi sebesar 333 juta Euro atau senilai kepemilikan 10% saham di Rocket Internet. Meskipun saat ini investasinya di Rocket Internet belum menunjukkan hasil, malah semakin rendah karena performa saham Rocket Internet yang tidak kunjung membaik, Grup Salim tampak sudah siap untuk terjun lebih dalam di dunia digital.

Rekam jejak Grup Salim mulai kencang ketika mengumumkan kemitraannya dengan berbagai perusahaan asal Jepang demi menguatkan ekosistem layanan e-commerce yang sedang dirintisnya. Salah satunya adalah kemitraan mendirikan perusahaan patungan antara Indomobil dengan Seino Holdings pada 2015.

Dalam wawancara dengan Nikkei, Chairman dan CEO Grup Salim Anthoni Salim mengatakan pihaknya siap bersaing di dunia e-commerce Indonesia, yang terbilang baru saja dimulai. Menurutnya, jika ingin sukses, logistik, manajemen transportasi, dan infrastruktur IT harus sangat kuat.

Alasan itulah yang melandaskan terjadinya kemitraan dengan Seino. Dia menilai Seino memiliki banyak tenaga engineer dan pengalaman berkutat dengan perusahaan IT.

“Perusahaan Jepang banyak memiliki produk yang bagus, proses yang baik, dan yang terpenting adalah pengalamannya. Di sisi lain, dalam negara berkembang seperti ASEAN, dengan populasi sekitar 600 juta menyimpan potensi yang besar. Ini sangat baik untuk menjembatani [keduanya]. Kami sudah beroperasi di lebih dari 40 negara dan kami ingin tumbuh dalam kancah regional demi menjaga keseimbangan,” kata Anthoni.

Setelah mendirikan anak usaha patungan di sektor otomotif, Grup Salim mengumumkan kerja sama patungan lainnya lewat anak usaha PT Indomarco Prismatama, operator waralaba Indomaret, dengan Lotte untuk mendirikan platform e-commerce iLotte (Indo Lotte Makmur).

Nantinya, layanan e-commerce patungan tersebut akan fokus menyediakan barang kosmetik untuk perempuan dari merek Korea Selatan sekaligus menghubungkannya dengan gerai Lotte.

Perusahaan patungan berikutnya yang didirikan adalah PT Indoliquid Technology Sukses, hasil kemitraan dengan Liquid Inc Japan untuk mengembangkan teknologi biometrik. Tujuan yang ingin disasar lewat kemitraan tersebut adalah Grup Salim dapat menyediakan platform otentikasi untuk pembayaran yang fleksibel dan efisien di seluruh Indonesia.

Gebrakan besar Grup Salim lewat akuisisi Bank Ina Perdana

Sektor keuangan menjadi pilar utama yang memayungi seluruh lini bisnis karena di sanalah bisnis sebenarnya berada. Bisnis seperti tidak banyak berarti, bila suatu konglomerasi tidak memiliki anak usaha yang bergerak di sektor keuangan.

Taktik yang digunakan Grup Salim lewat mendirikan berbagai perusahaan patungan dari berbagai sektor sebagai bagian mempersiapkan diri dari dunia digital, semakin terasa lengkap dengan pengumuman akuisisi oleh Grup Salim terhadap bank beraset mini Bank Ina Perdana pada awal tahun ini.

Grup Salim masuk ke Bank Ina Perdana lewat perusahaan afiliasinya, di antaranya Indolife, Samudra Biru, dan Gaya Hidup.

Sebelumnya, Grup Salim pernah memiliki anak usaha di jasa keuangan yakni BCA. Namun, harus terpaksa harus dilepas ketika Indonesia mengalami krisis moneter di 1998.

Lantaran pengumuman ini masih baru, belum banyak hal yang bisa digali lebih dalam. Hanya saja, ada gambaran besar yang bisa terlihat dari aksi tersebut, yakni ada ambisis besar Grup Salim membuat “BCA kedua”.

Mereka ingin mentransformasikan pembayaran secara non tunai dengan mengembangkan layanan internet banking, mobile banking, e-money, dan lainnya. Berikutnya mereka ingin menghubungkannya dengan jaringan gerai Indomaret yang kini sudah menjadi poin pembayaran transaksi digital.

Sentuh dunia startup lewat Block71

Pendekatan Grup Salim dalam upayanya membentuk ekosistem dunia digital kini mulai bergeser ke ranah startup lewat pengumuman keterlibatannya di pusat komunitas Block71 di Jakarta bersama NUS Enterprise.

Direktur Eksekutif Grup Salim Axton Salim mengatakan inisiatif ini dilakukan karena pihaknya ingin mendukung para wirausahawan sekaligus mendorong perkembangan baru di Indonesia. Dengan fasilitas bantuan jaringan dan pengalaman grup diharapkan akan mendorong masuknya startup dan inovasi ke pasar lokal dan memberi manfaat bagi masyarakat luas.

Axton, seperti halnya Martin Hartono, John Riady, atau Alvin Sariaatmadja, menjadi penerus konglomerasi keluarga yang ingin mencoba peruntungan di dunia digital. Menurut Axton, Block71 dipilih sebagai mitra karena telah memiliki jaringan startup global yang bisa membantu mendorong startup Indonesia mengglobal.

“Kalau untuk startup Indonesia itu kami lihat banyak ide-ide baru. Jadi kami bekerja sama dengan NUS Enterprise agar bisa membawa pasar Indonesia ke Singapura, Tiongkok, dan San Fransisco,” kata Axton, seperti dikutip dari Katadata.

Meskipun agak terlambat, dibanding konglomerasi lainnya, gerakan Grup Salim cukup gesit. Dalam waktu tiga tahun, Grup Salim sudah memiliki berbagai tambahan anak usaha berkat afiliasi dengan perusahaan teknologi di luar negeri.

Ke depannya, grup konglomerasi besar bakal bergantung pada startup untuk berinovasi di sektor teknologi.

Seperti halnya EMTEK yang mulai melengkapi kepingan roadmap teknologinya dengan BBM sebagai perekat, Grup Salim yang memiliki pengalaman panjang di dunia ritel menganggap value chain pendukung industri e-commerce adalah hal penting. Salah satunya adalah investasinya ke layanan logistik Popbox yang mengembangkan smart locker sebagai tempat penyimpanan dan pengiriman barang.

I think opportunity banyak, honestly opportunity banyak. That’s why we start investing,” ujar Axton, kepada Katadata, soal peluang dan langkah Grup Salim menapaki dunia digital Indonesia.

Kembangkan Teknologi Biometrik, Salim Group Dirikan Perusahaan Joint Venture

Sebagai salah satu konglomerat besar di Indonesia, Salim Group mulai mengembangkan teknologi terkini dengan menggunakan teknologi biometrik dengan mendirikan perusahaan joint venture bersama Liquid Inc Japan (Liquid). Perusahaan yang bernama PT Indoliquid Technology Sukses (Indoliquid) ini nantinya akan mengombinasikan teknologi dari Liquid yang mampu melakukan otentikasi biometrik dalam skala besar dengan tingkat akurasi dan kecepatan tinggi.

Teknologi tersebut akan digunakan untuk berbagai macam industri seperti manufaktur, agribisnis, distribusi, jasa keuangan, ritel hingga layanan e-commerce. Kerja sama ini sebelumnya telah dijalin sejak bulan November tahun lalu, namun awal tahun 2017 kolaborasi kedua perusahaan kembali diperkuat.

“Kami sangat gembira dalam pembentukan joint venture dengan Salim Group, sebagai mitra terbaik untuk teknologi kami dan pilihan berkolaborasi. Melalui joint venture ini, kami dapat menyediakan platform otentikasi yang fleksibel dan efisien di seluruh wilayah Indonesia. Kami merasa terhormat dan juga menanti untuk mengembangkan platform pembayaran next generation dan platform bisnis di Indonesia, yang akan memberikan kontribusi untuk mendukung gaya hidup masyarakat dan memiliki dampak bisnis besar di Indonesia,” kata CEO Liquid Inc. Jepang Yasuhiro Kuda.

Sebelumnya Liquid yang berbasis di Jepang telah berhasil mengembangkan platform otentikasi biometrik untuk proses pembayaran hanya dengan menggunakan sidik jari di taman hiburan. Selain sidik jari nantinya teknologi tersebut juga bakal digunakan untuk pengenalan wajah, identifikasi dan verifikasi. Teknologi tersebut juga bisa digunakan untuk layanan perbankan seperti pergantian kartu ATM, sehingga pengguna tidak lagi harus menggunakan kartu, PIN dan password ketika akan mengambil uang di ATM. Teknologi tersebut saat ini juga sudah banyak digunakan di mesin ATM di Jepang.

Integrasi dalam jaringan bisnis Salim Group

Biometrics Athentication Devices

Dengan mengembangkan teknologi biometrik tersebut Salim Group berencana untuk melakukan integrasi dengan keandalan jaringan bisnis Salim Group di pasar Indonesia dan sektor perdagangan internasional, meliputi Indofood (FMCG, dengan merek utama Indomie), Indomobil (otomotif), Indomaret dan Indomarco (ritel dan distribusi).

Dalam hal ini Salim Group bakal mengembangkan teknologi tersebut untuk platform pembayaran yang aman, untuk keperluan seperti belanja online, transaksi perbankan dan e-money dan kemajuan teknologi, pasar biometrik diharapkan dapat terus berkembang dan tumbuh secara global.

“Melalui joint venture ini, kami akan memberikan kepada konsumen, platform otentikasi yang dapat diandalkan. Dengan keahlian dari Liquid Inc dalam menciptakan platform otentikasi biometrik berskala besar dan pengalaman kami dalam mengelola jaringan bisnis berskala besar, kami percaya platform ini akan membawa manfaat bagi konsumen kami dan ekosistemnya,” ujar Chairman Salim Group Anthoni Salim.

Selanjutnya Indoliquid akan mengembangkan dan mempromosikan platform generasi selanjutnya dari distribusi, teknologi pembayaran untuk aplikasi biometrik yang akan memberikan kontribusi untuk situs layanan e-commerce dan e-payment di toko-toko ritel di Indonesia dan pasar global.

Salim Group Kian Mantapkan Langkah di Segmen E-Commerce O2O

Februari lalu Salim Group dikabarkan telah menandatangani kesepakatan dengan  salah satu raksasa ritel Korea Selatan Lotte Group untuk bersama-sama menggarap pasar e-commerce. Kesepakatan tersebut menghasilkan sebuah perusahaan Join Venture (JV) yang diperkirakan akan segera beroperasi di awal tahun 2017. Dan baru-baru ini dikabarkan perusahaan milik konglomerat Anthoni Salim tersebut telah berhasil mengamankan 50 persen kepemilikan atas perusahaan JV tersebut.

Seperti diberitakan DealStreetAsia, perusahaan JV yang baru akan melibatkan PT Indomarco Prismatama. Dengan keterangan ini tampak jelas bahwa kemungkinan perusahaan e-commerce baru akan mengandalkan jaringan retail  yang tersebar di seluruh Indonesia, dan prediksi perusahaan JV ini mengandalkan konsep online-to-offline (O2O) mendekati kebenarannya. Sementara kabar mengenai detil kolaborasi dan nilai investasi keduanya belum dipublikasikan.

“Kami masih berbicara dengan Lotte. Nilai kesepakatan belum diputuskan, tapi saya percaya itu cukup besar, ” ujar Salim.

Kerja sama dengan ini merupakan salah satu dari sejumlah rencana ekspansi yang telah disiapkan pihak Lotte Group. Dengan menyasar salah satu sektor pasar potensial di ranah e-commerce. Perkembangan infrastruktur internet, tingginya tingkat adopsi perangkat mobile seperti smartphone, dan perkembangan pasar e-commerce menjadi beberapa alasan mengapa Salim Group berusaha menghadirkan platform e-commerce.

Dengan kurang lebih gerai 11.000 Indomaret yang ada tersebar di seluruh Indonesia dan jaringan Lotte yang memiliki department sore, 41 toko ritel, 31 franchise cepat saji dan sejumlah bisnis lainnya perusahaan e-commerce hasil JV ini setidaknya akan mengganggu dominasi pemain yang lebih dulu beroperasi.

Jika melihat pergerakan yang dilakukan MatahariMall, JD dan Blibli akhir-akhir ini gelaran diskon atau perang harga masih menjadi salah satu strategi untuk meraup banyak kunjungan dan pembeli. Tetapi selain itu gerakan MatahariMall dengan memberikan opsi kredit tanpa kartu kredit dan asuransi untuk transaksi juga bisa menjadi cara lain menarik perhatian pengguna.

Kami sempat memprediksikan bahwa melihat bagaimana Elevenia membangun bisnisnya, setidaknya perusahaan JV ini membutuhkan kucuran dana sebesar Rp 1,5 triliun untuk bisa mengejar ketertinggalan start dari perusahaan-perusahaan yang lebih dulu beroperasi.

Grup Salim Siap Berpartisipasi di Ranah E-Commerce di Indonesia

/ Shutterstock

Sudah bukan rahasia lagi ranah e-commerce di negara telah berkembang menjadi tambang emas baru yang menggiurkan, termasuk di Indonesia. Faktanya, terhitung sudah ada delapan perusahaan besar yang telah melebarkan sayap ke sektor e-commerce di Nusantara. Kini, salah satu konglomerasi terbesar Indonesia, Grup Salim, juga turut menyatakan siap untuk berpartisipasi.

Continue reading Grup Salim Siap Berpartisipasi di Ranah E-Commerce di Indonesia