Pada Apple Event tahun ini, Apple memperkenalkan iPhone 13, iPhone 13 Pro, iPad 9 dan iPad mini baru, serta Apple Watch Series 7. Tentu saja iPhone 13 menjadi sorotan utama, namun kejutan terbesar di acara tersebut ialah iPad mini yang benar-benar baru.
Sudah sekitar dua setengah tahun sejak Apple merilis iPad mini 5 (2019), akhirnya iPad mini membawa desain baru ‘all‑screen‘ seperti iPad Air dan iPad Pro. Selamat tinggal bezel layar tebal dan tombol home ikonik yang menghiasi bagian bawah layar, iPad mini terbaru memiliki bezel sekeliling layar yang tipis dengan sudut membulat.
Berkat desain all-screen, Apple dapat menjejalkan layar Liquid Retina lebih besar 8,3 inci sambil mempertahankan dimensi bodi ultra-portable yang sama. Layarnya menggunakan panel IPS beresolusi 2266×1488 piksel yang menghasilkan kerapatan 326 ppi dengan reflektifitas rendah. Dilengkapi teknologi True Tone, tingkat kecerahan 500 nit, dan mendukung P3 wide color gamut.
Lokasi sensor Touch ID dipindahkan ke sisi atas sebelah kanan, bersama tombol volume di sisi atas sebelah kiri. Tablet ini juga memiliki dua mikrofon, speaker stereo di sisi atas dan bawah, port USB type-C, dan magnetic connector untuk mengisi daya Apple Pencil generasi ke-2.
Fitur baru Center Stage juga hadir di iPad mini baru bersama kamera depan baru 12MP ultra-wide. Singkatnya lewat fitur ini memungkinkan pengguna tetap berada di posisi tengah saat panggilan video, kamera akan secara otomatis bergerak agar pengguna tetap berada di dalam frame.
Pembaruan penting lainnya ialah chip A15 Bionic baru. Dengan CPU 6-core yang menghadirkan lompatan performa 40 persen lebih cepat, GPU 5-core dengan peningkatan performa grafis 80 persen, dan Neural Engine 16-core yang dapat mengolah tugas machine learning 2x lebih cepat daripada generasi sebelumnya.
iPad 10.2 (2021)
Model paling dasar dari iPad ini masih datang dengan desain dan ukuran layar yang sama seperti pendahulunya. Artinya ia tetap kompatibel dengan berbagai aksesori yang sudah tersedia untuk iPad 10.2 generasi sebelumnya termasuk dukungan Apple Pencil generasi pertama.
Pembaruan kali ini, tablet entry-level Apple generasi ke-9 kebagian fitur True Tone yang dapat menyesuaikan warna dan intensitas layar secara otomatis agar sesuai dengan pencahayaan di sekitar sehingga lebih nyaman saat digunakan. Kamera depan juga ditingkatkan menjadi 12MP Ultra Wide dilengkapi dengan fitur Center Stage sama seperti iPad mini baru.
Selain itu, iPad 10.2 (2021) kini ditenagai chip A13 Bionic dengan Neural Engine yang menghadirkan peningkatan performa 20 persen dari generasi sebelumnya. Apple juga akhirnya meningkatkan kapasitas penyimpanan internal dasar menjadi 64GB.
Harga iPad 10.2 (2021) dimulai dari US$329 (Rp4,6 jutaan) untuk model WiFi only dan mulai dari US$459 (Rp6,5 jutaan) untuk versi seluler. Sementara, untuk iPad mini baru dibanderol mulai dari US$499 (Rp7,1 jutaan) untuk model WiFi only dan mulai dari US$649 (Rp9,2 jutaan) untuk versi 5G.
Apple Watch Series 7
Smartwatch terbaru Apple ini menampilkan retina display 20% lebih besar dalam ukuran yang tak jauh berbeda dan punya mode always-on screen kini 70% lebih terang. Apple meningkatkan rasio layar dengan bezel lebih tipis yakni 1,7mm, border tersebut 40% lebih ramping daripada Apple Watch Series 6.
Apple menyempurnakan desain Watch Series 7 dengan sudut yang lebih lembut dan lebih membulat. Serta, menggunakan cover dari kaca yang lebih tahan terhadap retak. Bodinya mengantongi sertifikasi IP6X sehingga mampu bertahan di lingkungan yang berdebu dan ketahanan air WR50.
Layar yang lebih besar juga dioptimalkan dengan user interface baru, yang menawarkan keterbacaan dan kemudahan pengoperasian yang lebih baik. Notifikasi dapat menampilkan lebih banyak teks dan kini dilengkapi keyboard QWERTY untuk menjawab pesan.
Selain perubahan desain, Watch Series 7 dan Series 6 masih berbagi spesifikasi yang identik, termasuk dari sensor dan prosesor. Jam tangan pintar ini juga menawarkan daya tahan baterai hingga 18 jam, dengan pengisian daya melalui USB tipe-C yang 33 persen lebih cepat. Harga Apple Watch Series 7 akan dibanderol mulai US$399 (Rp5,6 jutaan).
Saat ini ada banyak sekali pilihan smartwatch di pasaran dari berbagai macam brand berbeda, termasuk Apple, Samsung, Fitbit, dan banyak lagi. Dengan fitur dan bentuk yang sangat beragam, serta harga yang bervariasi dari yang murah sampai yang mahal.
Salah satu fungsi utama jam tangan pintar adalah untuk mendukung berbagai aktivitas dan gaya hidup sehat para penggunanya. Anda akan memakainya sepanjang hari, baik saat menjalani kegiatan harian, olahraga, dan bahkan saat tidur.
Sebab itu, kenyamanan ketika menggunakannya menjadi pertimbangan pertama. Pilih ukuran yang pas dengan pergelangan tangan dan bobot harus cukup ringan. Build quality juga penting, karena mungkin akan sering terbentur dan pastikan aksesori strap bisa mudah didapat.
Apa lagi pertimbangan yang perlu diperhatikan sebelum membeli smartwatch? Ini dia tips memilih smartwatch selengkapnya.
1. Kompatibilitas
Kebanyakan smartwatch dapat bekerja di smartphone Android maupun iOS, namun khusus Apple Watch hanya dapat digunakan bersama iPhone yaitu mulai dari iPhone 6s atau yang lebih baru dengan iOS 14. Nah yang terbaru, ada Apple Watch Series 6 dan Apple Watch SE tetapi belum tersedia di Indonesia dan yang ada di iBox ialah Apple Watch Series 3 dengan harga mulai Rp3.899.000 dan Rp7.299.000 untuk Apple Watch Series 5.
Beralih ke Samsung, yang terbaru Galaxy Watch 3 sudah tersedia dengan harga mulai Rp5.699.000. Smartwatch ini menggunakan Tizen Based Wearable OS versi 5.5 dan bisa digunakan untuk smartphone Android maupun iOS. Berbeda dengan Apple Watch yang memiliki desain kota, smartwatch Samsung hadir dengan desain bulat.
Lanjut ke Fitbit, yang terbaru ialah Fitbit Versa 3 yang kini punya GPS terintegrasi sehingga dapat memonitor aktivitas seperti berlari atau bersepeda tanpa perlu bergantung pada smartphone dan dilengkapi speaker untuk menerima panggilan telepon. Serta Fitbit Sense dengan sederet fitur eksklusif, kedua smartwatch ini masing-masing dijual mulai dari Rp4.499.000 dan Rp5.899.000.
Huawei juga rajin merilis smartwatch, yang terbaru ada yang dibanderol Rp4.299.000 dan Huawei Watch Fit Rp1.399.000. OPPO juga punya OPPO Watch yang dibanderol Rp3.499.000 dengan keunggulan AI Outfit-Matching yang akan meracikkan watch face sesuai dengan gaya busana penggunanya.
Juga ada smartwatch tangguh nan premium dari Garmin, serta Amazfit bila mencari yang terjangkau. Intinya pastikan smartwatch yang Anda pilih kompatibel dengan smartphone yang Anda miliki.
2. Desain & Layar
Terlepas dari fungsi utamanya, banyak juga orang yang membeli smartwatch karena status sosial dan fashion. Dalam hal ini, Apple Watch dengan desain kotak minimalisnya berada diurutan ke atas. Namun seperti yang saya bilang di awal, Anda perlu iPhone untuk menggunakan Apple Watch.
Bagi pengguna Android, smartwatch seperti Fitbit Versa series dengan desain kotak yang sekilas mirip Apple Watch juga menjadi daya tarik tersendiri. Di sisi lain, smartwatch Samsung punya desain pakemnya sendiri yaitu bulat. Jam tangan pintar Huawei dan Garmin juga kebanyakan bentuknya bulat.
Selanjutnya layar, kalau yang harganya murah biasanya pake LCD dan yang agak mahal serta mahal pakai OLED. Kelebihan layar OLED ialah tampilannya lebih tajam dan cerah sehingga keterbacaan layar di bawah sinar matahari lebih baik.
3. Kelengkapan Sensor dan Fitur
Kalau soal kelengkapan sensor dan fitur-fitur canggih bawaan, tolak ukur saya adalah Fitbit karena banyak fitur lebih dulu hadir di smartwatch ini. Fitbit Sense juga memiliki sederet fitur baru seperti sensor electrodermal activity (EDA) yang dirancang untuk memonitor tingkat stres penggunanya. Sensor ini bekerja dengan memantau perubahan aliran listrik pada keringat di atas kulit, memahami bagaimana tubuh pengguna bereaksi terhadap berbagai faktor penyebab stres.
Kemudian terdapat juga fitur electrocardiogram (ECG) di Fitbit Sense untuk menganalisis detak jantung dan mendeteksi tanda-tanda atrial fibrillation (AFib) yang berakibat fatal seperti risiko serangan jantung, pembekuan darah, stroke, dan kondisi jantung lainnya. Sementara fitur lain seperti heart rate tracking 24/7, sleep tracking, kemampuan mengukur tingkat oksigen dalam darah (SpO2) sudah tersedia secara luas, dan ada banyak lagi fitur-fitur lainnya termasuk kebugaran.
Umumnya semakin canggih sebuah smartwatch dan makin lengkap fiturnya, masa pakai baterainya tidak bertahan lama. Perhatikan juga sistem operasi yang digunakan, Apple Watch dengan watchOS 7 dan smartwatch dengan Wear OS memiliki dukungan ratusan atau bahkan ribuan aplikasi sehingga lebih banyak hal yang bisa dilakukan.
Sangat menarik melihat perkembangan teknologi smartwatch ke depannya, kemampuannya terus meningkat, dan semakin banyak hal yang bisa dilakukan lewat perangkat ini. Untuk sekarang, pilih desain dan fitur yang paling sesuai dengan kebutuhan dan budget Anda.
Sekitar empat tahun lalu, sebuah proyek crowdfunding bernama CMRA muncul di Kickstarter dengan misi memberi kesempatan para pemilik Apple Watch untuk menjepret foto menggunakan jam tangan kesayangannya. Laman proyeknya memang sudah sirna, akan tetapi pengembangnya rupanya tidak mau menyerah begitu saja.
Setelah melalui berbagai tantangan, mereka kini sudah hampir siap menyapa publik dengan nama baru, yakni Wristcam. Seperti yang bisa Anda lihat, Wristcam merupakan strap Apple Watch dengan sepasang kamera terintegrasi; satu beresolusi 2 megapixel untuk selfie, satu lagi beresolusi 8 megapixel dan dapat merekam video 1080p.
Ada dua opsi untuk mengoperasikannya. Yang pertama dengan menekan tombol fisik yang ada pada Wristcam itu sendiri; klik untuk memotret, klik dan tahan untuk merekam video, klik dua kali untuk berganti antara kamera selfie dan kamera utamanya. Cara yang kedua adalah dengan menggunakan layar Apple Watch itu sendiri. Selagi memotret atau merekam video, ada indikator LED yang menyala.
Saya pribadi tidak akan berkomentar soal praktis atau tidaknya mengambil foto menggunakan smartwatch – apakah memang lebih praktis daripada mengambil smartphone dari dalam saku celana – sama halnya seperti saya tidak mau mengomentari mereka yang memilih memotret menggunakan iPad ketimbang ponselnya.
Lagipula fungsi Wristcam bukan cuma itu saja. Dengan memanfaatkan aplikasi pendampingnya, pengguna juga dapat memakai Apple Watch untuk video chat. Oke, memang bukan video chat secara langsung seperti biasanya, tapi lebih seperti walkie-talkie yang turut dilengkapi tampilan video.
Kalau melihat gambarnya, tampak jelas bagaimana Wristcam lebih tebal daripada strap jam tangan pada umumnya. Hal ini wajar mengingat ia hadir membawa modul baterainya sendiri, yang diklaim bisa tahan sampai 2 hari, atau sampai satu jam jika memang digunakan secara terus-menerus. Ditambah lagi, Wristcam juga mengusung storage-nya sendiri yang berkapasitas 8 GB.
Wi-Fi dan Bluetooth 5.0 turut hadir, dan Wristcam dapat langsung menyambung ke iPhone, lalu mentransfer foto dan videonya ke iPhone secara otomatis setiap kali di-charge. Selesai mentransfer, Wristcam juga akan mengosongkan storage internalnya dengan sendirinya.
Semua itu dikemas menjadi strap dengan bobot 35 gram, kurang lebih setara dengan bobot Apple Watch itu sendiri. Sebagai referensi, Apple Watch Series 6 varian aluminium 44 mm memiliki bobot 36,5 gram (tanpa strap).
Hal yang paling tidak menarik dari Wristcam mungkin adalah harganya. Satu unitnya dibanderol $299, lebih mahal daripada harga Apple Watch SE. Pun begitu, memangnya ada strap Apple Watch yang murah?
Salah satu kegunaan Apple Watch adalah sebagai remote sekaligus viewfinder dari kamera iPhone. Jadi semisal Anda hendak mengambil selfie atau wefie menggunakan kamera belakang, Anda bisa meletakkan iPhone di atas tripod, lalu mengepaskan posisi dan menekan tombol shutter dari jauh menggunakan Apple Watch.
Alternatifnya, Apple Watch juga dapat menjadi aksesori yang sangat menarik bagi para vlogger dengan bantuan aksesori bernama Ulanzi ST-09 Phone Tripod Mount berikut ini. Wujudnya sangatlah sederhana, hanya berupa penjepit dengan lubang untuk dipasangi Apple Watch (tanpa strap) di belakangnya.
Setelahnya, pengguna tinggal membuka aplikasi Camera Remote di Apple Watch, dan sesi vlogging pun siap dimulai tanpa harus mengandalkan kamera depan. Selain dipegang begitu saja iPhone-nya, penjepitnya juga dapat dipasangkan ke monopod maupun tripod. Di sisi atas penjepitnya, terdapat cold shoe mount untuk menyambungkan aksesori tambahan macam mikrofon atau LED flash.
Satu hal yang perlu dicatat adalah perihal kompatibilitas. Di situsnya, dituliskan secara spesifik bahwa aksesori ini siap menampung Apple Watch Series 5 varian 44 mm. Secara teknis, satu-satunya model yang punya dimensi sama persis dengan Apple Watch Series 5 adalah Series 4. Apple Watch SE dan Series 6 di sisi lain sedikit lebih tipis – selisih 0,3 mm – sehingga tidak ada yang berani menjamin keduanya bisa benar-benar pas.
Kalau untuk smartphone-nya, apapun yang lebarnya tidak kurang dari 58 mm dan tidak lebih dari 89 mm dapat diakomodasi. Namun berhubung ini juga menyangkut Apple Watch, berarti yang kompatibel jelas cuma iPhone. Kuartet iPhone 12, termasuk halnya iPhone 12 Mini maupun iPhone 12 Pro Max, semuanya dipastikan kompatibel.
Dengan harga yang cukup terjangkau ($30), aksesori ini bisa menjadi kado yang lumayan menarik bagi para pengguna iPhone sekaligus Apple Watch. Belum lagi kalau ternyata sang pengguna memang hobi vlogging menggunakan iPhone kesayangannya, sebab sebagus apapun hasil rekaman kamera depan suatu smartphone, sudah pasti tidak bisa menyaingi kamera belakangnya.
Bersamaan dengan peluncuran iPad Air generasi keempat, Apple turut menyingkap smartwatch terbaru mereka. Bukan cuma satu kali ini, melainkan dua sekaligus, yakni Apple Watch Series 6 dan Apple Watch SE.
Kita mulai dari yang lebih mahal dulu, yaitu Series 6, yang merupakan penerus langsung dari Apple Watch Series 5 tahun lalu. Apa saja yang baru? Cukup banyak, terlepas dari desainnya yang tetap begitu-begitu saja. Meski begitu, Series 6 setidaknya tersedia dalam lebih banyak pilihan warna case, termasuk halnya warna biru maupun merah.
Seperti sebelumnya, Series 6 kembali mengusung layar OLED yang always-on, namun yang diklaim punya tingkat kecerahan maksimum 2,5 kali lebih tinggi daripada layar milik Series 5. Layar yang bisa menyala lebih terang otomatis lebih mudah dilihat di bawah sorotan matahari langsung.
Selanjutnya, Series 6 juga menghadirkan peningkatan performa hingga 20 persen lebih baik dibanding Series 5. Ini penting mengingat kinerja chipset milik Series 5 pada dasarnya sama seperti Series 4. Meski lebih kencang, daya tahan baterai Series 6 masih sama, alias sampai 18 jam pemakaian. Proses charging-nya sedikit lebih cepat, cuma memerlukan waktu 1,5 jam dari kosong sampai penuh.
Terkait kemampuan tracking-nya, Series 6 datang dengan dua sensor baru. Yang pertama adalah altimeter baru yang akan aktif sepanjang waktu sehingga pengguna dapat memonitor elevasinya setiap saat. Yang kedua adalah sensor untuk mengukur kadar oksigen dalam darah (SpO2), yang kebetulan terbukti cukup berguna untuk membantu mendeteksi gejala awal COVID-19.
Tentu saja ini tidak serta merta berarti Apple Watch bisa dipakai sebagai alat pendeteksi satu-satunya, apalagi mengingat kemampuan mengukur SpO2 sebenarnya bukanlah hal yang baru di dunia perangkat wearable – Fitbit sudah melakukannya sejak cukup lama.
Pembaruan lainnya datang bersama watchOS 7. Selain tentu saja sederet watch face baru, salah satu yang fitur yang cukup menarik adalah Family Setup, yang memungkinkan pengguna untuk memakai Apple Watch tanpa harus memiliki iPhone sendiri. Dengan kata lain, satu iPhone kini dapat dihubungkan ke beberapa Apple Watch sekaligus, asalkan semuanya berada di naungan satu akun keluarga.
Apple juga akhirnya mengikuti jejak Fitbit dengan memperkenalkan layanan berlangganan khusus buat konsumen Apple Watch. Dinamai Apple Fitness+, layanan dengan tarif $10 per bulan ini menjanjikan kelas fitness virtual yang bisa diikuti lewat iPhone, iPad, maupun Apple TV.
Saat kelas dimulai, Apple Watch akan memulai tracking secara otomatis untuk jenis aktivitas yang tepat, dan data-data penting yang dimonitor akan diteruskan ke layar iPhone, iPad maupun Apple TV secara real-time. Fitness+ membutuhkan minimal Apple Watch Series 3, dan sejauh ini baru akan tersedia di beberapa negara saja (Indonesia belum termasuk).
Apple Watch Series 6 saat ini sudah dipasarkan dengan harga mulai $399. Kalau itu dirasa terlalu mahal, maka saatnya ganti membahas mengenai Apple Watch SE.
Apple Watch SE
Seperti halnya iPhone SE yang dijual jauh lebih murah daripada iPhone lainnya, Apple Watch SE pun juga demikian. Harganya dipatok mulai $279, dan di sini saya akan coba menjabarkan apa saja perbedaannya jika dibandingkan dengan Series 6.
Yang paling utama adalah, Watch SE tidak dilengkapi fitur pengukur kadar oksigen dalam darah tadi. Fitur tersebut sejauh ini eksklusif untuk Series 6 saja, namun setidaknya Watch SE telah mewarisi komponen altimeter-nya yang bersifat always-on.
Dari segi performa, Watch SE juga tidak sekencang Series 6, sebab chipset yang digunakan masih sama persis seperti milik Series 5. Lalu apakah ini berarti Watch SE selevel dengan Series 5? Well, bisa dibilang begitu, tapi beberapa fitur rupanya tetap harus dipangkas demi menekan harga jualnya tersebut.
Salah satu yang menurut saya paling krusial adalah terkait layarnya. Besar layarnya memang sama persis, akan tetapi layar milik Watch SE tidak always-on seperti milik Series 6 maupun Series 5. Bahkan sensor laju jantungnya pun adalah versi lama yang belum dilengkapi fungsionalitas electrocardiogram alias ECG. Beruntung fitur Fall Detection masih tersedia di Watch SE.
Singkat cerita, saat ini ada tiga model Apple Watch yang Apple pasarkan secara resmi:
Salah satu alasan yang selalu mencegah saya membeli Apple Watch – selain perkara uang tentu saja – adalah, secanggih apapun perangkat tersebut, pengguna tidak bisa mengakses Google Maps darinya. Padahal, turn-by-turn navigation menurut saya merupakan salah satu kegunaan terbaik dari smartwatch.
Percaya atau tidak, Google Maps sudah lenyap dari Apple Watch sejak tahun 2017. Baik Apple maupun Google tidak memberikan alasan apapun, padahal sebelumnya Google Maps sempat hadir di Apple Watch sebagai extension dari aplikasi versi iPhone-nya. Sebagai gantinya, pengguna Apple Watch hanya punya akses ke Apple Maps. Di Amerika mungkin ini bukan masalah besar, tapi di negara lain, Google Maps masih merupakan pilihan yang lebih rasional.
Kabar baiknya, Google sudah punya rencana untuk meluncurkan kembali Google Maps di Apple Watch. Dalam beberapa minggu ke depan, pengguna Apple Watch di seluruh dunia bisa mengunduhnya dan mengakses fitur seperti step-by-step direction atau estimasi waktu sampai tiba di tujuan.
Semua lokasi favorit yang disimpan di akun masing-masing pengguna bisa langsung diakses dari Maps versi Watch, sedangkan untuk lokasi yang tidak tersimpan, pengguna perlu memilihnya terlebih dulu di iPhone. Meski mungkin cuma kebetulan, kehadiran Google Maps di Apple Watch semestinya bakal disambut oleh konsumen yang sedang menggandrungi hobi bersepeda.
Selain di Apple Watch, Google Maps juga akan hadir di mode Dashboard milik CarPlay, memungkinkan pengguna untuk melihat tampilan peta bersamaan dengan media control. Keduanya akan ditampilkan dalam format split screen, sehingga pengguna tetap bisa memantau petunjuk navigasi selagi mempercepat playback speed podcast yang diputar, atau mengecek agenda di kalender.
Google bilang dukungan Maps pada CarPlay Dashboard ini sudah tersedia sekarang juga di semua mobil yang mendukung secara global. Seharusnya ini juga mencakup head unit aftermarket CarPlay besutan Sony maupun sejumlah pabrikan lain.
Gelaran Apple Worldwide Developers Conference (WWDC) tahun ini agak sedikit berbeda. Selama sepekan ke depan, serangkaian acaranya bakal diadakan secara online, dan pada pukul 12 dini hari kemarin, sesi keynote-nya disiarkan ke YouTube.
Meski terhambat oleh pandemi, Apple rupanya tetap sangat produktif dalam memperbarui berbagai sistem operasi bikinannya. Hal itu bisa dilihat dari segudang pembaruan yang dihadirkan melalui iOS 14, iPadOS 14, watchOS 7, tvOS 14, dan yang paling substansial menurut saya, macOS Big Sur.
Tanpa perlu berkepanjangan, mari kita bahas satu per satu.
iOS 14
Di saat Android 11 terkesan iteratif karena tidak membawa perubahan yang betul-betul besar, iOS 14 justru sebaliknya. Untuk pertama kalinya di sepanjang sejarah iOS, pengguna dapat menempatkan berbagai macam widget langsung pada home screen.
Android sudah menawarkan fitur ini selama bertahun-tahun, dan cukup melegakan melihat Apple akhirnya ikut menghadirkan fitur yang serupa. Meski demikian, Apple mengaku inspirasinya berasal dari complication pada watchOS. Tidak penting. Yang lebih penting adalah, widget pada iOS 14 juga datang dalam berbagai ukuran yang berbeda, yang berarti satu aplikasi bisa menawarkan hingga tiga ukuran widget (kecil, sedang, besar).
Juga baru adalah fitur bernama App Library, yang pada dasarnya akan mengorganisasikan seabrek aplikasi pada perangkat secara otomatis. App Library dapat diakses dengan menggeser ke kanan pada halaman terakhir home screen. Bagaimana seandainya ada begitu banyak halaman home screen? Well, pada iOS 14, ada opsi untuk menyembunyikan halaman-halaman aplikasi yang dirasa kurang perlu, dan yang pada akhirnya dapat digantikan oleh App Library.
Masih seputar aplikasi, fitur iOS 14 yang paling menarik menurut saya adalah App Clip. App Clip pada dasarnya merupakan versi mini dari aplikasi yang bisa diakses lewat bermacam sumber; bisa dengan mengklik tautan di Safari atau Messages, atau bisa juga dengan memindai kode QR maupun tag NFC.
Apple bahkan telah mendesain format baru macam kode QR yang dikhususkan untuk App Clip. Fungsi App Clip sendiri adalah untuk menyediakan akses ke aplikasi langsung di saat dibutuhkan, misalnya ketika hendak melakukan pembayaran elektronik; cukup scan kode QR atau tag NFC-nya, maka App Clip dari aplikasi pembayaran yang bersangkutan akan muncul, dan pengguna dapat menyelesaikan pembayaran tanpa harus mengunduh aplikasinya terlebih dulu.
iOS 14 turut memperkenalkan fitur picture-in-picture, yang berarti video dapat tetap diputar pada jendela kecil (termasuk sesi video call) meski pengguna meninggalkan aplikasinya. Ukuran jendela videonya itu bisa dibesar-kecilkan, dan yang paling menarik, videonya juga dapat disembunyikan di samping kiri atau kanan layar selagi audionya tetap diputar.
Siri pun turut menerima pembaruan kosmetik pada iOS 14. Saat dipanggil, Siri tak lagi memenuhi layar seperti biasanya. Tampilan barunya hanya berupa icon di bagian bawah layar. Andai pengguna meminta Siri untuk membuatkan reminder, jendela konfirmasinya juga tak lagi memenuhi layar, melainkan hanya menutupi sebagian kecil di atas layar.
Juga ikut menciut ukurannya adalah notifikasi untuk panggilan telepon maupun video. iOS 14 turut memperkenalkan aplikasi baru bernama Translate, yang sejauh ini sudah bisa menerjemahkan 11 bahasa secara offline.
Beralih ke Messages, ada fitur pinned conversation untuk memudahkan pengguna mengakses percakapan dengan orang-orang yang dirasa penting. Group messaging juga kebagian fitur reply dan mention, sehingga ‘kekacauan’ dalam suatu percakapan grup jadi lebih tertata dan bisa diikuti semua anggotanya dengan baik.
Terakhir, bagi para pengguna CarPlay, iOS 14 siap mengubah iPhone Anda menjadi sebuah kunci mobil digital. Fitur ini memanfaatkan NFC, dan sejauh ini baru kompatibel dengan BMW 5 Series generasi terbaru.
iPadOS 14
Lanjut ke iPadOS 14, sebagian besar pembaruannya sebenarnya sama seperti iOS 14, termasuk halnya fitur customizable widget itu tadi. Meski begitu, pastinya ada pembaruan spesifik yang diterapkan, dan salah satunya adalah collapsible sidebar pada aplikasi-aplikasi seperti Photos, Notes, Files, atau Music.
Sidebar tak hanya memudahkan navigasi konten yang berjumlah besar, tapi juga manajemen konten lewat dukungan mekanisme drag-and-drop. Juga sangat menarik adalah kehadiran fitur Spotlight ala macOS, yang pada iPadOS 14 juga berperan sebagai universal search.
Bagi para pengguna Apple Pencil, iPadOS 14 menyajikan fitur Scribble. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk menulis menggunakan tangan di atas kotak teks manapun, entah itu di kotak URL Safari ataupun di Reminder. Idenya adalah supaya pengguna bisa terus memakai Pencil meski sudah tidak berada dalam aplikasi yang membutuhkannya.
Tulisan tangan itu otomatis diubah menjadi ketikan. Namun yang lebih istimewa lagi adalah, iPadOS 14 mampu melakukan seleksi teks pada tulisan tangan, dan dari situ pengguna dapat menyalin lalu menempatkannya di aplikasi lain dalam bentuk ketikan.
AirPods software
Sebelum membahas watchOS, Apple sempat menyinggung sedikit soal pembaruan yang mereka terapkan pada software AirPods. Yang pertama adalah fitur auto switching, di mana AirPods mampu mengenali di perangkat mana (iPhone, iPad, Mac) Anda memutar konten beraudio, lalu secara otomatis menyambung ke perangkat tersebut. Tentu saja syaratnya adalah AirPods harus di-pair dengan masing-masing perangkat lebih dulu sebelumnya.
Khusus AirPods Pro, perangkat tersebut bakal kedatangan fitur spatial audio. Apple bilang bahwa mereka memanfaatkan data dari gyroscope dan accelerometer milik AirPods Pro untuk mendeteksi gerakan-gerakan kepala dan memastikan speaker virtual-nya tetap berada di posisi semula demi memberikan kesan seolah-olah sedang berada di dalam bioskop.
watchOS 7
Seperti yang saya bilang, Apple mengaku mendapat inspirasi widget iOS 14 dari fitur complication di watchOS, dan sudah seharusnya watchOS 7 menghadirkan opsi kustomisasi complication yang lebih komplet lagi.
Namun yang mungkin lebih menarik untuk sebagian besar konsumen Apple Watch adalah fitur watch face sharing. Ya, saat watchOS 7 tiba nanti, kita bisa berbagi watch face satu sama lain, dan kita juga dapat menemukan beraneka ragam watch face baru di jagat internet maupun media sosial.
Bagi mereka yang rajin bersepeda, watchOS 7 kini mendukung fitur cycling directions. Fitur yang sama sebenarnya juga tersedia di aplikasi Maps bawaan iOS 14, tapi berhubung database-nya baru lengkap di beberapa kota saja di Amerika Serikat dan Tiongkok, saya jadi kurang semangat untuk membahasnya.
Yang lebih menarik justru adalah sejumlah tipe latihan baru yang dapat dikenali, salah satunya dancing. Berkat watchOS 7, Apple Watch nantinya bisa menerjemahkan tarian demi tarian pengguna menjadi metrik kesehatan yang mudah dipantau. Di samping itu, sleep tracking juga menjadi salah satu fitur baru yang diunggulkan watchOS 7.
Lalu berkaitan dengan pandemi, watchOS 7 juga akan menghadirkan fitur deteksi otomatis untuk kegiatan mencuci tangan. Jadi sesaat setelah terdeteksi, perangkat akan langsung memulai hitungan mundur demi memastikan pengguna benar-benar mencuci tangannya dengan bersih.
tvOS 14
Apple tidak berbicara banyak soal tvOS, tapi yang pasti versi terbarunya bakal menghadirkan dukungan multi-user mode, dan fitur ini tentunya sangat cocok disandingkan dengan layanan Apple Arcade, sebab masing-masing pengguna jadi bisa memiliki profil yang berbeda, sehingga mereka bisa melanjutkan progres permainannya masing-masing dengan mudah.
Supaya sesi gaming lebih maksimal, tvOS 14 turut menghadirkan dukungan controller eksternal yang lebih lengkap, spesifiknya yang meliputi Xbox Elite Wireless Controller 2 maupun Xbox Adaptive Controller yang dikhususkan untuk kalangan difabel. Terakhir, Apple sempat menyinggung bahwa layanan streaming filmnya, Apple TV+, bakal bisa diakses lewat TV lain (Sony dan Vizio di AS).
macOS Big Sur
Beralih ke macOS, versi terbarunya yang bernama Big Sur ini bisa dibilang merupakan macOS yang paling mirip dengan iOS. Bukan dari segi tampilan saja, tapi memang beberapa fitur ia pinjam langsung dari iOS, Control Center contohnya. Notifikasi dan widget kini juga dijadikan satu, tidak lagi berbeda halaman seperti sebelumnya.
Sejumlah pembaruan yang hadir pada aplikasi-aplikasi bawaan iOS, seperti Messages atau Maps, turut tersedia pada versi macOS-nya melalui Big Sur. Meski begitu, Safari di Big Sur jauh lebih powerful ketimbang di iOS, sebab kini ada dukungan terhadap fitur extension.
Ya, Safari di macOS Big Sur dapat dikustomisasi menggunakan berbagai macam extension layaknya Chrome. Apple bahkan sudah menyediakan tool agar developer bisa mengonversikan extension Chrome ke Safari dengan mudah.
Safari juga dilengkapi fitur terjemahan terintegrasi, dan laman awalnya (start page) kini dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan masing-masing pengguna.
Mac versi ARM
Lalu sampailah kita pada pengumuman yang menurut saya paling menarik, yaitu macOS untuk platform ARM. Ya, Apple berniat untuk meluncurkan perangkat Mac yang ditenagai chipset A-Series buatannya sendiri (bukan prosesor Intel seperti biasanya) menjelang akhir tahun ini juga, dan Big Sur sendiri mereka rancang demi memuluskan proses transisi dari platform Intel ke ARM.
Langkahnya tentu tidak semudah mencabut prosesor Intel, lalu menyematkan chipset A-Series begitu saja, sebab harus ada perombakan besar yang diterapkan dari sisi software pula. Kabar baiknya, Apple sudah meracik ulang semua aplikasi bawaan macOS Big Sur agar dapat berjalan secara native di platform ARM.
Apple yakin developer hanya perlu waktu beberapa hari untuk mengonversikan aplikasinya ke platform baru ini, tapi kalaupun tidak sempat, macOS Big Sur bakal melangsungkan proses konversinya secara otomatis menggunakan tool bernama Rosetta 2 (versi anyar dari tool yang sama yang Apple gunakan ketika mentransisikan Mac dari platform PowerPC ke Intel 15 tahun silam).
Apple sempat mendemonstrasikan konversi otomatis ini dengan menjalankan game Shadow of the Tomb Raider. Cukup mengejutkan melihat game tersebut berjalan mulus dengan kualitas grafik yang cukup apik di perangkat development kit yang memakai chipset A12Z Bionic milik iPad Pro.
Untuk aplikasi yang sudah dikonversi secara proper oleh masing-masing developer, performanya malah dipastikan lebih mulus lagi. Apple sempat mendemonstrasikan bagaimana sebuah file gambar berukuran 5 GB bisa diedit secara lancar dan murni tanpa lag di Adobe Photoshop. Bahkan aplikasi 3D animation yang berat seperti Autodesk Maya pun bisa berjalan tanpa kesulitan sedikit pun.
Berhubung chipset yang digunakan pada dasarnya sama persis seperti iPhone dan iPad, Mac versi ARM ini bisa menjalankan semua aplikasi iPhone dan iPad secara native, termasuk halnya game, yang semuanya dapat diunduh langsung lewat Mac App Store. Seperti halnya iPhone dan iPad, Mac versi ARM juga dipastikan lebih efisien perihal konsumsi daya ketimbang Mac yang ada sekarang.
Keuntungan lain dari transisi Mac ke platform ARM adalah, perangkat jadi bisa mengakses komponen Neural Engine yang terdapat pada chipset A-Series, sehingga pada akhirnya fitur-fitur berbasis AI pun dapat diterapkan, contohnya fitur auto crop pada aplikasi edit video Final Cut Pro.
Lalu yang mungkin jadi pertanyaan adalah, apakah Apple bakal betul-betul memensiunkan hardware Mac yang dibekali prosesor Intel? Bisa ya bisa tidak, tapi yang pasti tidak sekarang. Apple bilang masa transisinya bakal berjalan selama sekitar dua tahun, dan dalam kurun waktu tersebut, mereka masih akan merilis Mac baru yang ditenagai prosesor Intel.
Kita juga tidak tahu Mac versi ARM ini nanti wujudnya bakal seperti apa. Development kit-nya sendiri merupakan Mac Mini, namun Apple masih bungkam soal perangkat final yang akan dipasarkan ke konsumen nanti. Terlepas dari itu, bagi yang hendak membeli MacBook baru, ada baiknya Anda menunggu sampai setidaknya akhir tahun ini, sebab ada kemungkinan Mac versi ARM ini nantinya berwujud laptop.
Pengguna perangkat bikinan Apple pastinya sudah tidak asing dengan nama Satechi. Perusahaan asal Amerika Serikat itu cukup produktif menciptakan aksesori-aksesori yang sepele namun inovatif, dan salah satu contohnya bisa kita lihat dari produk terbarunya berikut ini.
Seperti yang bisa kita lihat, produk ini tidak lebih dari sebatas charger untuk Apple Watch. Lingkaran putih di tengahnya adalah modul magnetis tempat Apple Watch menancap, sedangkan salah satu sisinya dilengkapi colokan USB-C untuk menerima daya.
Aksesori ini tidak harus digunakan bersama adaptor. Cukup sambungkan ke perangkat seperti MacBook atau iPad Pro, maka ia sudah bisa menyuplai daya ke Apple Watch. Sertifikasi resmi MFi dari Apple menjamin kompatibilitasnya dengan semua model Apple Watch dari generasi yang pertama sampai kelima.
Agar lebih fleksibel lagi, Satechi turut menyertakan sebuah kabel extension pendek. Dengan kabel ataupun tanpa kabel, skenario penggunaannya sangatlah beragam. Anda bahkan bisa menyambungkan aksesori ini ke charger mobil, lalu cukup lingkarkan Apple Watch di atasnya.
Satu kekurangannya, seperti yang biasa kita dapati dari aksesori-aksesori produk Apple lainnya, adalah harga yang cukup mahal. USB-C Magnetic Charging Dock ini Satechi jual seharga $45. Sebagai perbandingan, charger Apple Watch resmi dari Apple dijual seharga $29, meski memang penggunaannya tidak sefleksibel besutan Satechi ini.
Melihat bagaimana Xiaomi mendesain dan memperkenalkan produk, banyak orang menyebutnya sebagai ‘Apple dari Tiongkok‘ atau ‘adik kecil Apple’. Menariknya, konsumen (terutama fans) sama sekali tidak terganggu dengan panggilan tersebut, mungkin karena sang perusahaan asal Beijing itu selalu menawarkan ponsel pintar berspesifikasi tinggi plus fitur ala perangkat high-end di harga yang terjangkau.
Saat ini, Xiaomi telah melebarkan sayap bisnisnya ke berbagai ranah: perabotan elektronik rumah tangga, rumah pintar, mainan, laptop gaming, hingga monitor. Namun apapun yang mereka ciptakan, hingga waktu ke depan, perangkat Apple sepertinya akan terus menjadi kiblat bagi tim desain Xiaomi. Buktinya, baru-baru ini Xiaomi memperkenalkan smartwatch pertamanya yang mempunyai wujud sangat mirip Apple Watch. Mereka menamainya Mi Watch.
Keberadaan Mi Watch terungkap ke publik lewat gambar dan video yang dirilis di Weibo minggu ini. Di sana, tersingkaplah sebuah perangkat berstruktur persegi panjang berpenampilan tak begitu berbeda dari Apple Watch. Namun jika dilihat lebih teliti, kedua produk memang punya perbedaan. Ketika Apple Watch punya tubuh ergonomis membundar, sisi samping Mi Watch tampak rata begitu saja.
Mirip Apple Watch, Mi Watch juga dilengkapi ‘digital crown‘ di sisi kanan atas (di arloji klasik, crown ialah kenop kecil yang berfungsi buat mengubah posisi jarum atau tanggal). Bagian ini berguna untuk menavigasi daftar aplikasi, membuka app video player serta memutar video. Dan seperti biasa, modul utama smartwatch tersambung ke strap. Berdasarkan beberapa gambar, Xiaomi tampaknya menyediakan opsi strap berbeda dan memperkenankan kita menggonta-gantinya.
Uniknya, Mi Watch dapat bekerja layaknya smartphone mini. Perangkat ini kabarnya mendukung eSIM serta mempunyai speaker sehingga memungkinkan pengguna menerima atau melakukan panggilan telepon. Smartwatch mengusung sistem operasi ‘MIUI for Watch’ dan dengannya Anda diperkenankan menginstal aplikasi serta mengendalikan sistem rumah pintar.
Mi Watch ditopang pula oleh konektivitas Wi-Fi, GPS dan NFC secara mandiri, lalu ia menyimpan motor linier buat menghasilkan vibrasi. Sebagai otak dari Mi Watch, Xiaomi mengandalkan system-on-chip buatan Qualcomm, yaitu platform Snapdragon Wear 3100.
Smartwatch perdana Xiaomi rencananya akan mulai dipasarkan di tanggal 5 November 2019 besok. Buat sekarang, harganya masih belum diketahui. Perlu Anda ketahui bahwa Mi Watch bukanlah perangkat pertama yang meniru Apple Watch. Tahun lalu, Huami yang merupakan mitra eksklusif Xiaomi sempat merilis jam pintar mirip Apple Watch bernama Amazfit Bip. Belum diketahui seperti apa peran Huami dalam penggarapan Mi Watch.
Bersamaan dengan trio iPhone 11, Apple turut menyingkap Apple Watch Series 5. Lompatan pembaruan yang dihadirkan memang tidak sedrastis dari Series 3 ke Series 4, akan tetapi masih cukup untuk membuat para konsumen Series 4 saat ini iri hati.
Itu dikarenakan untuk pertama kalinya, Apple menyematkan layar always-on ke smartwatch bikinannya. Dari segi resolusi, layar Apple Watch Series 5 yang tersedia dalam dua ukuran ini memang sama persis seperti Series 4, akan tetapi panel OLED yang digunakan adalah tipe khusus, yakni LTPO (low-temperature polysilicone and oxide), yang didampingi oleh display driver yang sangat irit daya.
Hasilnya, sejumlah informasi penting dapat terus dipantau di layar tanpa harus mengangkat pergelangan tangan atau menyentuh layarnya. Jadi saat pergelangan tangan diturunkan, layar perangkat akan meredup, sebelum akhirnya menerang lagi saat pergelangan tangan kembali diangkat atau layarnya disentuh.
Apple memang tergolong terlambat soal ini, tapi setidaknya kehadiran layar always-on ini tidak berpengaruh terhadap ketahanan baterai Series 5, yang diyakini tetap tahan sampai 18 jam pemakaian dalam sekali charge seperti Series 4. Sebagai bonus, Series 5 turut mengemas kompas terintegrasi demi menyajikan panduan navigasi yang lebih merinci.
Terkait konektivitas, ada fitur yang cukup menarik untuk Series 5 varian seluler, yakni International Emergency Calling. Jadi di lebih dari 150 negara, pengguna Series 5 tipe seluler dapat menelepon layanan darurat langsung dari pergelangan tangannya, tanpa harus ada iPhone di dekatnya. Fitur ini bahkan juga dapat aktif secara otomatis ketika fitur Fall Detection terpicu.
Secara fisik, Series 5 dan Series 4 memang nyaris tidak memiliki perbedaan. Yang membedakan hanya satu: Series 5 tersedia dalam varian yang case-nya terbuat dari bahan titanium, di samping aluminium, stainless steel atau keramik yang sudah ada sejak sebelumnya.
Pemasaran Apple Watch Series 5 bakal berlangsung mulai tanggal 20 September mendatang di Amerika Serikat dan sejumlah negara lain. Apple mematok harga mulai $399, atau mulai $499 untuk versi yang dilengkapi konektivitas seluler. Varian khusus Apple Watch Nike dan Apple Watch Hermes dari Series 5 juga akan hadir secara terpisah ke depannya.