Tag Archives: Appsflyer

Adopsi fintech di Indonesia saat pandemi

Dihantam Pandemi, Adopsi Aplikasi Fintech di Indonesia Masih Terus Bertumbuh

Penggunaan layanan fintech dan digital banking mengalami pertumbuhan pesat sepanjang tahun 2020 hingga saat ini. Salah satunya dibuktikan dalam riset yang dilakukan AppsFlyer. Dalam laporan berjudul “The State of Finance App Marketing 2021” disebutkan, aplikasi-aplikasi tersebut memainkan peranan kunci di negara berkembang seperti Indonesia. Salah satunya ditengarai masih banyak orang yang masuk dalam kategori unbanked atau underbanked.

Meskipun permintaan secara global menurun selama masa lockdown pertama, akibat aktivitas keuangan menurun dan ketidakpastian meningkat, penggunaan aplikasi finansial kembali bertumbuh pada Q2 tahun 2020. Pada Q1 2021, akselerasi digital yang makin meningkat telah mempercepat adopsi aplikasi pembayaran, investasi, dan perbankan.

Kategori layanan finansial lainnya yang menjadi sorotan AppsFlyer adalah aplikasi bank digital, bank tradisional, layanan finansial, pinjaman, hingga investasi; termasuk di dalamnya perdagangan, kripto, pasar saham, serta instrumen lainnya. Secara keseluruhan ada 2,7 miliar unduhan aplikasi finansial di kawasan Asia Pasifik antara Q1 2019 hingga Q2 2021.

Dalam laporan tersebut juga terungkap bahwa banyak perusahaan finansial yang kemudian meningkatkan upaya untuk mengarahkan lebih banyak trafik ke aplikasi, menggunakan kombinasi aktivitas akuisisi pengguna dan remarketing.

Sementara itu juga tercatat secara global pemasangan aplikasi perbankan digital meningkat hampir 45% antara Q1 2020 dan Q1 2021, dan terus mengalami peningkatan saat pandemi. Sementara instalasi aplikasi layanan keuangan dan perbankan tradisional hanya naik 15% dalam jangka waktu yang sama. Namun, bank tradisional menambah kecepatan dengan kenaikan pemasangan aplikasi sebesar 22% pada Q1 2021.

Indonesia dan popularitas aplikasi finansial

Terdapat 3 negara yang mengalami pertumbuhan paling pesat terkait dengan penggunaan aplikasi finansial. Di antaranya adalah India sebagai negara peringkat pertama, disusul oleh Brazil dan Indonesia yang berada dalam peringkat kedua dan ketiga.

Dari data yang dihimpun, aktivitas penggunaan aplikasi finansial sempat menurun di periode Q2 2020 di Indonesia. Hal ini ditengarai adanya hambatan di iklim perekonomian akibat pandemi. Secara YoY turun mencapai 40%. Namun demikian berangsur naik dari waktu ke waktu seiring kondisi pasar dan perekonomian yang mulai membaik.

Para pengguna umumnya mengunduh aplikasi mobile payment dan aplikasi pinjaman. Dua kategori besar ini berkontribusi besar terhadap jumlah total unduhan.

Namun secara keseluruhan, laporan AppsFlyer membagi beberapa kategori aplikasi finansial yang banyak diunduh pengguna di tanah air, di antaranya adalah aplikasi dari bank tradisional (13,9%), kemudian layanan finansial (40,9%), pinjaman (35,7%), dan investasi (9,5%).

Pandemi juga mendorong pertumbuhan jumlah pengguna baru. Di Indonesia pertumbuhannya mencapai 20% jika melihat kondisi di Q1 2020 dan Q1 2021.

“Sektor fintech telah beradaptasi secara drastis pada berbagai perubahan lingkungan dan mengakselerasi transformasi digital, terutama di negara-negara berkembang, di mana sangat banyak masyarakat yang belum punya rekening bank dan tidak memiliki akses ke perbankan,” kata Senior Customer Success Manager APAC AppsFlyer Luthfi Anshari.

Gambar Header: Depositphotos.com

AppsFlyer Indonesia

Dapatkan Pendanaan Seri D dari General Atlantic, AppsFlyer Buka Kantor di Indonesia

Rabu (22/01) lalu, AppsFlyer selaku pengembang platform atribusi pemasaran mengumumkan perolehan pendanaan baru dalam putaran seri D senilai US$210 juta. Investasi tersebut dipimpin oleh General Atlantic, perusahaan ventura yang juga memimpin pendanaan seri C Ruangguru. Modal tambahan tersebut akan turut dialokasikan untuk ekspansi, salah satunya dengan membuka kantor di Jakarta.

Guna menggali lebih dalam mengenai rencana bisnis ke depan, DailySocial berkesempatan untuk mewawancara President & Managing Director APAC AppsFlyer, Ronen Mense. Ia mengatakan, sebelum rencana pembukaan kantor baru ini sebenarnya layanan yang disuguhkan sudah menjangkau konsumen di Indonesia selama kurang lebih lima tahun terakhir, termasuk telah digunakan oleh startup digital seperti Gojek, Tokopedia dan Tiket.com.

Ronen Mense
President & Managing Director APAC AppsFlyer, Ronen Mense / AppsFlyer

Layanan atribusi AppsFlyer

OneLink adalah produk awal yang mereka kenalkan, memungkinkan pemasar cukup menggunakan satu tautan untuk membagikan konten/aplikasi yang terkustomisasi. Misalnya suatu merek menyediakan platform belanja yang didesain untuk berbagai jenis perangkat, pemasar bisa mengkondisikan dengan satu tautan yang sama pengguna Android bisa yang membuka tautan bisa diarahkan ke PlayStore, pengguna iOS ke AppStore sementara untuk platform lainnya ke aplikasi web. Tidak perlu tautan berbeda-beda.

AppsFlyer pun turut sediakan dasbor analisis untuk bantu pemasar mendapatkan statistik dari konversi pengguna yang didapat. Layanan atribusi melakukan agregasi untuk tindakan-tindakan yang dilakukan pengguna, tidak hanya klik dan install, namun termasuk juga proses uninstall, sehingga memudahkan untuk melakukan kalkukasi perhitungan traksi. Selain untuk platform mobile, layanan atribusi tersebut juga mulai diaplikasikan di layanan OTT.

“Tahun 2020 kami memprediksi bahwa wilayah Asia Pasifik akan memegang nilai pembelanjaan iklan di aplikasi (app-install ad spend) terbesar di dunia dengan nilai 30 juta dolar AS. Dengan volume dan skala yang masif di wilayah mobile-first ini, para pemasar akan lebih sulit untuk melihat bagaimana mereka dapat mengoptimalkan dana pemasaran mereka,” terang Ronen.

Lebih lanjut Ronen menjelaskan adanya bahaya yang dari eksposur kecurangan (fraud exposure) terhadap merek dan pengguna. “Sayangnya kawasan ini justru menjadi tempat teratas di dunia dalam hal pertumbuhan fraud, 60% lebih tinggi dari angka rata-rata global. Pendanaan juga akan digunakan untuk memperkuat platform terbuka kami bagi mitra dan pengembang pihak ketiga, memberi mereka fleksibilitas untuk menambahkan solusi khusus di atas apa yang kami miliki.”

Ingin lebih dekat dengan mitranya

“Model bisnis AppsFlyer adalah SaaS. Setiap pelanggan membayar biaya lisensi yang bervariasi berdasarkan produk yang digunakan dan skala penyesuaian yang diperlukan,” terang Ronen.

Secara mendetail, Ronen masih enggan menyebutkan lokasi spesifik kantor AppsFlyer di Indonesia, juga target bisnis yang diharapkan dari ekspansi tersebut. Namun disampaikan, selain pengembangan bisnis pembukaan kantor baru ini dilakukan agar perusahaan lebih mudah terhubung dengan mitranya, untuk membantu mereka mendapatkan keuntungan maksimal dari penggunaan platform.

Sebelumnya sudah ada perusahaan yang tawarkan solusi serupa, misalnya AppLift dan Adjust. Mereka juga telah membuka kantor perwakilannya di Jakarta sejak tahun 2017 lalu. Banyaknya perusahaan yang mulai manfaatkan aplikasi mobile dinilai jadi peluang besar bagi pengembang platform atribusi untuk kembangan bisnis.

Application Information Will Show Up Here
Iklan Game di Indonesia

AppsFlyer: Iklan Game di Indonesia Didominasi Kategori “Midcore & Strategy”

Baru baru ini perusahaan riset pemasaran AppsFlyer merilis sebuah laporan bertajuk “Status Pemasaran Aplikasi Game 2018”. Salah satu poin yang diungkapkan pada laporan tersebut mengenai persentase iklan game mobile di Indonesia yang didominasi oleh kategori midcore & strategy.

Kategori midcore & strategy meliputi jenis permainan petualangan, simulasi, aksi, permainan peran, strategi, arcade dan balap. Dalam laporan juga disebutkan kategori tersebut mendominasi iklan di Indonesia dengan persentase mencapai 62%.

Laporan AppsFlyer juga menyebutkan bahwa salah satu tantangan industri game di Indonesia adalah meningkatkan jumlah pendapatan. Dengan rata-rata konversi 1% pada hari ke-90 rilis, dinilai masih cukup rendah jika dibandingkan dengan game dari negara seperti Jepang dan Australia dengan persentase mencapai 3,5%.

Laporan juga mengungkap transaksi pembelian dalam permainan. Rata-rata pengguna Android di Indonesia rela merogoh kocek sebesar $0,25 (sekitar 4 ribu Rupiah), sedangkan perangkat iOS rela membayar $0,43 (sekitar 6 ribu Rupiah).

“Dengan ribuan pesaing di seluruh wilayah, kemampuan aplikasi game seluler Indonesia untuk mengusahakan adanya keterlibatan pemain dari waktu ke waktu terbilang sulit. Tanpa penggunaan berkelanjutan, aplikasi game tidak dapat mendorong pendapatan dengan layak, baik dari pembelian in-app maupun dari iklan in-app,” terang President & Managing Director APAC AppsFlyer Ronen Mense.

Indonesia juga mendapatkan angka retensi rendah jika dibanding dengan negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Amerika Serikat, dan Inggris. Angka retensi pengguna di Indonesia bahkan dua kali lebih rendah dibanding negara tersebut.

“Meskipun secara keseluruhan angka retensi dibilang rendah, Indonesia memiliki sejumlah aplikasi [game] yang diprediksi akan sukses dengan porsi unduhan yang banyak. Jumlah ini dapat mengoptimalisasi target dari aplikasi yang berkompetisi,” imbuh Ronen.

Hal lain yang juga disoroti adalah soal kemajuan teknologi smartphone yang semakin canggih, membuat segmen game kategori midcore & strategy memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan lebih jauh lagi.

Memahami Potensi dan Tantangan “Mobile Advertising” di Indonesia

Mobile advertising (periklanan mobile) saat ini menjadi salah satu pendekatan paling dominan bagi bisnis modern untuk memperluas basis pelanggan dan meningkatkan popularitas brand. Sebagai salah satu pasar dengan komoditas pengguna ponsel tertinggi, Indonesia termasuk yang paling cepat mengadopsi mobile advertising. Menurut penelitian yang dirilis PwC, pendapatan iklan mobile di Indonesia diperkirakan meningkat empat kali lipat dari US $6 juta di tahun 2013 menjadi US $24 juta pada tahun 2018.

Menurut Sales Director Asia Pacific AppsFlyer Paul Michio McCarthy, peluang pertumbuhan yang luar biasa dalam mobile advertising, terutama untuk bisnis di Indonesia yang ingin tumbuh melalui seluler. Aplikasi seperti Tokopedia, BTPN, Go-Jek, dan Mataharimall sangat sukses karena dinamika seluler pertama di Indonesia terus menghubungkan orang-orang dengan konten, layanan bernilai tambah dan bisnis.

“Kami telah melihat bahwa konsumen di Asia rata-rata cenderung lebih banyak menggunakan pembelian dalam aplikasi dibandingkan pengguna lain di seluruh dunia. Bagi Indonesia, kami memperkirakan pertumbuhan belanja iklan digital yang terus berlanjut didorong oleh industri seperti sektor e-niaga, teknologi keuangan, game dan sektor FMCG. Bahkan pasar dewasa seperti Singapura tidak sebanding dengan Indonesia,” ujar Paul.

Penetrasi mobile advertising di Indonesia

Kunci untuk mendorong peningkatan penetrasi iklan mobile terletak pada peningkatan konektivitas dan penggunaan smartphone di Indonesia, didorong oleh turunnya harga smartphone dan cakupan 4G yang meningkat. Pada tingkat yang lebih rinci, bisnis  memahami pentingnya pendekatan mobile dalam mengembangkan basis pengguna mereka. Selanjutnya, orang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial. Dengan ini pemasar menemukan preferensi umum untuk iklan bawaan karena kemampuannya untuk lebih melibatkan konsumen serta menyelaraskan brand dan pesan mereka.

“Dengan lebih banyak bola mata yang terpaku pada layar ponsel, pemasar tidak dapat mengabaikan kolam yang substansial ini bagi konsumen. Perusahaan di industri seperti e-commerce, fintech, game dan FMCG akan melihat untuk memanfaatkan periode pertumbuhan tinggi ini untuk mengembangkan ekosistem iklan mobile di kawasan ini. Berdasarkan tren digital ini, kami mengantisipasi pergerakan mobile advertising yang lebih kuat,” lanjut Paul.

Dari sisi penerimaan konsumen, benang merah sudah mulai ditemukan. Dengan model native advertising iklan seluler dapat dioptimalkan dengan pendekatan video. Selain memiliki nilai visual yang lebih tinggi, pesan yang disampaikan juga lebih mudah dipahami.

Paul menerangkan, “Data kami menunjukkan bahwa iklan video paling sesuai untuk game mobile, memberikan tingkat retensi 34 persen lebih tinggi daripada iklan non-video. Iklan video dapat disamakan dengan cuplikan film; Karena spesifisitas kontennya, iklan video secara otomatis menyaring pengguna yang tidak tertarik saat menarik minat orang-orang yang tertarik.”

Meskipun iklan video yang menawarkan tingkat retensi lebih tinggi daripada iklan non-video, kesenjangan retensi antara iklan video dan non-video mengalami penurunan dari 34% menjadi 24%. Pemasar semakin sadar bahwa retensi merupakan metrik penting yang harus dipikul, karena itu mereka lebih aktif dalam mengoptimalkan retensi di semua format iklan.

Tantangan yang harus dihadapi

Masalah yang paling mendasar dan sering ditemui adalah banyak pemilik brand tidak tahu harus mulai dari mana dengan mobile advertising. Antarmuka periklanan digital sering menyediakan banyak metrik, yang mungkin tampak membingungkan bagi pengguna baru.

Penting untuk memahami metrik mana yang menjadi bagian integral dalam mendorong kinerja setiap kampanye dan saluran. Misalnya, jika meningkatkan awareness terhadap brand tanpa dampak penjualan langsung, mungkin bisa melihat biaya per tayangan. Sedangkan biaya per klik atau instalasi adalah metrik yang lebih nyata yang menjamin jumlah ROI tertentu.

“Penentu keberhasilan kampanye juga terletak pada keseimbangan antara menunggu traksi dan mengubah atau mengoptimalkan kampanye. Sering kali, kampanye membutuhkan waktu untuk mendapatkan daya tarik dan membangun kehadiran; mengetahui kapan harus menunggu dan kapan pivot bisa meningkatkan atau menghancurkan sebuah kampanye,” terang Paul.

Pemahaman tentang produk dan target pengguna yang sesuai dengan tingkat kompleksitasnya bisa menjadi sulit bagi banyak orang. Dalam kasus ini, segmentasi pengguna adalah kunci dalam memisahkan sekaligus menangani berbagai kebutuhan dan perilaku pengguna yang berbeda. Dalam e-commerce misalnya, tingkat relevansi yang lebih tinggi akan mendorong tingkat konversi dan penjualan yang lebih tinggi. Selain taktik kampanye, brand juga harus menyadari kecurangan iklan dan memastikan perusahaan adtech yang terlibat dengan mereka bertanggung jawab atas lalu lintas berkualitas buruk.