Sebagai salah satu pasar terpenting Samsung, Indonesia ialah negara pertama yang disambangi oleh Galaxy S9 dan S9+ beberapa jam setelah keduanya diperkenalkan di MWC 2018 Barcelona. Hal ini memungkinkan sejumlah media lokal menjajalnya secara langsung, juga menandai dibukanya gerbang pre-order sebelum dipasarkan secara luas beberapa hari lagi.
Di Indonesia, momen peluncuran Galaxy S9 dan S9+ dilangsungkan akhir minggu lalu, dilakukan juga untuk kembali mengingatkan kita bahwa produk akan mendarat tak lama lagi. Di sana, sang raksasa elektronik asal Korea Selatan itu kembali mempresentasikan siapa yang jadi sasaran utama handset premium ini, serta mengungkap kemampuan-kemampuan andalan yang mereka hidangkan.
Jo Semidang selaku IM Marketing Director Samsung Electronics Indonesia menjelaskan bagaimana Galaxy S9 dan S9+ diracik demi memenuhi kebutuhan ‘generasi visual dan sosial media’. Berbeda dari angkatan sebelumnya yang umumnya menggunakan panggilan telepon atau pesan singkat dalam berkomunikasi, generasi sekarang lebih memprioritaskan gambar dan visual untuk mengekspresikan diri.
Situasi ini adalah salah satu alasan mengapa penggunaan sosial media dan platform video jadi sangat populer. Samsung melaporkan ada sekitar 130 juta penduduk Indonesia aktif di jejaring sosial. Mereka juga aktif berinteraksi dengan konten-konten berupa video dan foto – masing-masing menunjukkan peningkatan 9,7 dan 8,55 persen berdasarkan data Locowise tahun 2018. Dan 44 persen dari mereka ini memanfaatkan smartphone buat berkreasi.
Fotografi
Pengalaman Samsung dalam meramu kamera ponsel high-end memang tak perlu dipertanyakan. Dan di Galaxy S generasi kesembilan ini, sang produsen memperluas opsinya, membubuhkan fitur-fitur baru, serta memastikan pemanfaatannya lebih fleksibel. Semuanya difokuskan agar pengguna mempunyai lebih banyak perkakas dan lebih leluasa dalam menciptakan konten, serta mempersilakan mereka berekspresi secara lebih unik.
Di aspek fotografi, perbedaan Galaxy S9 dan S9+ terletak pada sensor di kamera belakang. Ini dia detail teknisnya:
- S9: sensor 1/2,5-inci 1,4µm 12-megapixel, Dual Pixel PDAF dengan lensa 26mm ber-aperture f/1.5-2.4, dibantu OIS dan LED flash.
- S9+: sensor ganda; 1/2,55-inci 1,4µm 12-megapixel, Dual Pixel PDAF dan lensa 26m f/1.5-2.4; serta sensor 1/3,6-inci 1µm 12-megapixel serta lensa 52mm f/2.4. Kamera dibekali OIS, LED flash dan kemampuan zoom optis sebesar dua kali.
Dual Aperture
Ada beberapa hal yang menonjol di spesikasi kamera kedua Galaxy S9. Pertama ialah Samsung tidak mengimplimentasikan setup kamera ganda di seluruh modelnya. Sebelumnya, perwakilan Samsung sempat menjelaskan hal ini dimaksudkan buat memberikan konsumen pilihan. Kemudian, Anda juga dapat melihat pemakaian dua tingkat aperture berbeda, pertama kalinya diterapkan di kamera ponsel.
Walaupun bukan hal baru di ranah fotografi, mayoritas kamera smartphone terpatok di satu tingkatan aperture saja. Sejauh ini, produsen berlomba-lomba memperkecil angkanya, yang berarti memperlebar bukaannya. Semakin lebar ‘diafragma’, maka kian efektif kamera menangkap cahaya, membuatnya ampuh digunakan di kondisi temaram.
Namun kendalanya, aperture angka kecil malah kurang ideal saat kamera digunakan di keadaan cerah. Bukaan yang lebar dapat menyebabkan sensor terekspos terlalu banyak cahaya, sehingga hasil jepretan jadi terlampau terang serta kehilangan detail di sejumlah area. Inilah sebabnya Samsung menerapkan fitur Dual Aperture di Galaxy S9 dan S9+. Teknologi ini membuat smartphone lebih adaptif untuk mengabadikan momen di suasana berbeda.
Fitur Dual Aperture mampu bekerja secara otomatis dalam mode auto standar, atau alternatifnya, Anda tentukan sendiri ukurannya via mode Pro – f/1.5 atau f/2.4. Ketika aperture dipilih, kita bisa melihat langsung perubahan diafragma di modul lensa.
Super Slo-Mo
Lalu ketika resolusi 4K menjadi kriteria smartphone modern dalam menciptakan video, Samsung mencoba mengubah haluan tren dengan membenamkan kapabilitas perekaman di 960-frame dalam sedetik. Fitur ini menyerupai kemampuan slow motion yang sudah ada, tapi karena kontrasnya level kecepatan antara sesi slo-mo dan normal, adegan yang diambil (sesederhana apapun, misalnya sekadar menuangkan susu ke sereal di mangkok) jadi terlihat sangat dramatis.
Perlu diketahui, Super Slo-Mo hanya mendukung resolusi 720p dengan maksimal 20 shot di satu video berdurasi enam detik. Agar hasilnya optimal, mode ini juga perlu ditopang pencahayaan yang mencukupi. Sebagai perbandingan, mayoritas kemampuan slow motion di smartphone hanya menunjang 240fps.
AR Emoji
Tak mau kalah dari Apple yang memperkenalkan Animoji di iPhone X, Samsung melengkapi kedua Galaxy S9 dengan AR Emoji untuk menjadi perwakilan Anda di dunia virtual. Cara memakainya sangat mudah: Tinggal lakukan selfie seperti biasa buat menciptakan versi augmented reality diri Anda. Selanjutnya, kita tinggal memilih versi ‘realistis’ atau ‘kartun’.
Anda dapat mengustomisasi penampilan avatar tersebut lebih jauh, misalnya mengubah gaya rambut, mencantumkan aksesori, menentukan warna kulit, hingga memilih pakaian. Smartphone secara otomatis menciptakan satu bundel stiker dan video emoji berbasis wajah virtual Anda, bisa segera digunakan di aplikasi-aplikasi chat. AR Emoji juga dapat mengikuti gerakan wajah dan kepala, sehingga Anda bisa menciptakan video dengan emoji augmented reality itu sebagai bintangnya.
Animasi AR Emoji sendiri di-share dalam format GIF (atau sebagai stiker), memastikannya kompatibel dengan sejumlah app chat, sosial media serta layanan photo-sharing seperti Instagram. Tentu saja, animasi yang diunggah ke Instagram bisa diteruskan ke Facebook, memperkenankan Anda buat memamerkan AR Emoji ke teman-teman.
–
Silakan simak artikel hands-on Samsung Galaxy S9 dan S9+ DailySocial untuk mengetahui spesifikasi lebih lengkap, pendapat saya soal desain, dukungan teknologi deep learning, serta informasi harga via tautan ini.